Tittle/judul fanfic: Plus Proche

Author: LuOh Deer

Length: 1- …

Genre: Hurt/Comfort. Romance.

Rating: T

Main cast :

Oh Sehun

Luhan

Additional Cast :

Park Chanyeol

Byun Baekhyun

Kim Jongin

Do Kyungsoo

Disclaimer: Cerita murni buatan saya, kalau ada kesamaan dengan cerita lain saya tidak tahu. No copas!

Author's note : Hope you like this!^^ Makasih buat exo_gs_edit yang membuat Luhan semakin cantik.

Enjoy reading!

.

.

.

LuOh Deer Present

.

Say yes!

"Ini sakit Sehun-ah!" Seru Luhan setengah menjerit. Kedua matanya tertutup rapat dengan sedikit buliran airmata disudut matanya. Tangan ramping Luhan mengenggam tangan besar Sehun kuat-kuat.

"Sstt, kau akan membaik setelahnya Lu. Jangan banyak bergerak."

"Tapi ini sakit! Tolong berhenti!" Rengek Luhan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Lu, kau membuat Mademoiselle ini kesulitan." Tegur Sehun.

Luhan berhenti dari acara rengek-merengeknya kala mendengar pelafalan fasih dari mulut Sehun.

"Aku rasa kau tidak bisa bahasa Perancis?" Tanya Luhan, lupa akan kaki terkilirnya yang kini sedang dipijat.

"A-ah? Benar, aku sering mendengarkan dan memperhatikan kau berbicara Lu. Ya, karena itu." Jawab Sehun meyakinkan Luhan.

Luhan memicingkan mata rusanya mendeteksi atasannya lamat-lamat. Namun dalam sedetik kemudian matanya terbuka lebar dengan eratnya tangannya mengenggam tangan Sehun, kala terapis itu memijat kembali anklenya yang terkilir.

"Aku tidak akan pernah ingin merasakan sakit seperti ini lagi!" Lagi Luhan meraung-raung.

"Kau akan merasakan yang lebih saat melahirkan." Celetuk Oh Sehun dengan wajah tanpa dosanya.

Luhan memicingkan matanya, menghunuskan ribuan pedang tak kasat mata pada atasannya yang selalu seenaknya.

.

Sehun menaruh nampan makan siang mereka berdua. Luhan tersenyum senang dengan kehadiran makanan yang akan memuaskan cacing diperutnya.

"Terima kasih Sehun-ah~" Ucap Luhan manis dengan senyuman terbaiknya. Sudah lama ia bermimpi ingin mencicipi makanan di Plage Croisette Beach, padahal hanya dua menit untuk berjalan kaki dari InterContinental Carlton Cannes, tempatnya menginap. Tapi baru ada kesempatan mengunjunginya saat ini.

Sehun yang melihat senyuman manis Luhan, tersedak dengan airliurnya sendiri lalu membuang muka.

Luhan menyantap makan siangnya dengan baik. Sementara Oh Sehun sibuk mengupas kulit udang lalu menaruh satu udang berukuran besar pada piring Luhan.

"Kau harus makan yang banyak dan bergizi Luhan. Aku tidak ingin pegawaiku kurus dan kekurangan gizi sepertimu, orang-orang akan mengira aku tidak memperlakukanmu dengan baik."

Luhan menatap datar pria yang duduk dihadapannya, yang masih asyik dengan mengupas kulit udang panggangnya.

"Kau memang."

"Aku tidak." Bantah Sehun menggelengkan kepalanya.

"Barusan kau menghinaku! Kurus dan tak bergizi! Cih."

"Aku memberikanmu perhatian, dasar tidak peka."

Luhan mengerjabkan matanya cepat lalu meminum air minumnya dalam tegukan cepat yang membuatnya hampir tersedak.

"Pelan-pelan Lu, apa kau selapar itu?" Tanya Sehun dengan raut yang Luhan tak bisa baca.

"Uumm, berhenti!" Seru Luhan. Kini Sehun lah yang mengerjabkan kedua matanya bingung.

"Kau sudah kenyang?" Tanya Sehun polos.

"Kenyang apanya, tingkahnya yang membuat rusa kampung ini bingung hingga hilang selera makanku."

Luhan menghela nafas pelan.

"Ya Sehun. Mengapa kau belum memakan bagianmu juga?"

"Aku akan, setelah kau."

"Kenapa?"

"Aku merawatmu saat ini."

Luhan mengusap wajahnya yang ia yakin ada semburat merah pudar disana.

"Lu?"

"Hm?" Jawab Luhan tanpa mengalihkan pandangannya pada aktivitas yang terjadi di pantai Croisette.

"Apa.. kau.. baik-baik saja?" Tanya Sehun hati-hati.

Luhan yang tahu maksud dari pertanyaan Sehun menunduk lalu menghela nafasnya berat.

"Untuk saat ini aku sudah lebih baik. Empat hari di Cannes membuatku melupakan pria brengsek yang kutemui didepan menara Eiffel dengan calon istrinya. Atau sekarang berubah menjadi istrinya." Jawab Luhan dengan wajah terpukul dan amarah yang berpadu satu.

Sehun menganggukan kepalanya mengerti. Mencoba untuk tidak bertanya lebih, guna memberi ruang untuk Luhan.

Hening yang terjadi selama lima menit itu sirna kala Luhan meluncurkan-

"Lagi pula sebenarnya akupun sama seperti dirinya. Sebelum bertemu dengannya malam itu, kau menciumku dan aku membalasnya. Jadi, siapa yang menjadi lelucon disini?"

-kalimat yang membuat Sehun menyemburkan kembali minumannya.

.

.

Luhan sebenarnya ingin berlari menyusuri bibir pantai dengan atap langit jingga. Hanya saja kakinya terkilir tadi siang karena ia jatuh dari tangga penginapannya. Ia tidak pernah sabar untuk bermain di pantai dan akhirnya ia menuai dari hasil ketidak sabarannya.

"Kau ingin keliling pantai?" Tanya Oh Sehun yang duduk disisi kanannya, Luhan mengangguk sebagai jawabannya.

"Oke, tunggu disini." Perintah Oh Sehun lalu lelaki berahang tajam itu pergi entah kemana.

Setelah menunggu kebosanan sekitar hampir satu jam Luhan akhirnya melihat batang hidung Sehun berjalan kearahnya. Awalnya Luhan fikir Sehun meninggalkannya disini dengan kaki pincang sebelah.

Pria yang menjabat sebagai atasannya itu berjongkok setibanya dihadapan Luhan. Luhan mengerjab bingung tak mengerti.

"Naiklah, kita akan berkeliling pantai."

Luhan dengan ragu mengangkat tubuhnya perlahan lalu memeluk leher Sehun dan mengalungkan kakinya pada pinggang pria itu.

Bukannya mendekati bibir pantai pria itu malah membawanya keluar dari kawasan pantai. Menulusuri trotoar yang membawanya entah kemana. Sesaat Luhan berfikir Sehun akan kembali membawanya pulang ke hotel, namun saat mereka berjalan lurus melewati penginapannya Luhan mengangkat sebelah alisnya bingung.

"Sehun, kita akan pergi kemana?"

"Lihat saja nanti, sekitar 20 menit kita akan sampai."

"Apa kau baru saja dari sana?"

Sehun menganggukan kepalanya, dalam hati ia menikmati suasana saat ini. Berjalan santai disore hari dengan Luhan dalam dekapannya, bahkan waktu 25 menit yang Sehun habiskan seorang diri tadi tidak terasa semembosankan bila ada Luhan menemaninya. Mendengarkan deru nafas teraturnya di atas kepalanya, debaran jantungnya yang stabil membuat senyuman terkembang diwajah tampannya.

.

Jelas bukan ini yang Luhan maksud saat ia menyetujui perkataan Sehun ingin berkeliling pantai.

Luhan tidak meminta atasannya itu menyewa kapal pesiar yang mengelilingi Cannes dengan matahari diufuk barat. Ini semua indah.. entah mengapa Luhan malah merasa Sehun lah yang menjadi tour guide untuknya. Ini indah dan juga berlebihan, Luhan hanya perempuan desa yang habis patah hati dari cinta pertamanya, yang sebelumnnya dicium di depan menara Eiffel diperlakukan bak putri setiba di Cannes, jika Sehun terus menerus secara teratur melakukan ini tentu saja Luhan akan salah mengartikannya. Dan ia tidak ingin itu terjadi, ia tidak ingin atasannya yang baik hati itu malah risih terhadapnya karena berfikiran yang tidak-tidak atas niat baiknya.

Mungkin Sehun sedang berusaha memperbaiki suasan hatinya untuk kembali bekerja, benar juga, sudah empat hari Luhan tidak melakukan kewajibannya selama dirinya menginjakkan kaki di Cannes. Sehun yang memilihkan tempat makan, hotel, tempat berbelanja. Dan dari mana Sehun mulai bisa berbicara menggunakan bahasa Perancis?

Masyarakat Perancis termasuk orang yang memegang teguh bahasa mereka sendiri. Mereka tidak banyak bicara dengan turis asing yang berbicara selain bahasanya. Mengapa Luhan tidak menyadarinya? Sehun selama empat hari ini melakukan semuanya sendiri.

Luhan merasakan aluran angin membelai rambutnya, ia membalikan tubuhnya dan mata rusanya bersibobrok dengan pria itu, Oh Sehun. Luhan fikir ia sendiri di dek kapal, ternyata tidak.

Sejak kapan pria itu berdiri disana? Apa sejak tadi ia memperhatikannya?

Senyum Sehun mengembang, Luhan tidak memungkiri Sehun memang tampan, kelewat tampan malah.

"Kau menyukainya?" Tanya Sehun setelah ia menempatkan dirinya persis dihadapan Luhan.

Luhan mengangguk dan menampilkan senyum tipis.

"Hm? Ada apa dengan ekspresi itu? Ku rasa kau tidak menyukainya?"

Luhan menggeleng. Dibawa tatapannya pada dua mata sipit Sehun yang memandangnya lembut.

"Aku menyukainya, sangat. Ini ada disalah satu daftar impianku Sehun, dan kau mewujudkan mimpi indah itu. Terima kasih."

Sehun tersenyum senang mendengarnya.

"Tapi ini berlebihan Sehun, aku hanya lah karyawanmu, bukankah tidak pantas kau memperlakukanku seperti ini?" Tanya Luhan dengan mata yang bergerak-gerak resah.

Senyuman Sehun luntur seketika. Apa Luhan sepolos itu sampai tidak menyadari bahwa Sehun menyukainya?

"Apa yang salah dari itu? Kau bilang kita atasan dan bawahan? Lalu apa yang salah dari atasan yang memperhatikan pegawainya?"

"Tentu itu tidak masalah kalau aku pria normal, Sehun." Bantah Luhan sambil menundukkan kepalanya.

"Kalau kau memperlakukan pegawai pria gay atau wanita desa sepertiku, itu akan menimbulkan pembicaraan orang-orang Sehun." Lanjut Luhan.

"Mengapa kau perduli dengan apa yang akan orang katakana Luhan? Apa aku seburuk itu?"

Luhan menggelengkan kepalanya, lalu mencoba memberanikan diri menatap atasannya itu lagi.

"Kau adalah pria yang baik Sehun, sungguh. Siapapun itu tidak pantas menyakitimu."

"Maka jangan sakiti aku, Lu." Jawab Sehun.

"Jangan bermain kata dan membuatku bingung." Balas Luhan.

"Aku menyukaimu, Luhan. Jadilah milikku."

.

.

Baekhyun melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah mungilnya. Menaruh dua kantung belanja besar berisi keperluan kehamilannya. Ia mendudukan dirinya di sofa lalu meluruskan kakinya yang pegal, perut buncitnya sudah makin terlihat kala hampir menginjak usia 16 minggu. Baekhyun terlalu lelah untuk menyalakan lampu ruangan sehingga ia membiarkannya setidaknya sampai lelahnya pulih.

Sekarang pukul setengah tujuh malam pantas saja ia merasa kelaparan, ia harus makan untuk tiga nyawa. Baekhyun memejamkan matanya kala menyandarkan tubuh mungilnya. Tangan lentiknya terangkat, mengelus perut buncitnya yang berisikan dua buah hatinya. Baekhyun tersenyum, tanpa sadar mengalirkan bulir bening dari pelupuk matanya.

"Eomma sangat-sangat mencintai kalian, anak-anakku. Cepatlah lahir, temani eomma di dunia agar tidak kesepian lagi."

"Bolehkah aku ikut bergabung untuk menemanimu agar kau tidak kesepian di dunia ini? Byun Baekhyun?" Tanya suara berat itu.

Baekhyun membuka matanya, terkejut kala mendapati pria jangkung itu berdiri menjulang dihadapannya. Lampu rumahnya sudah menyala, mungkin Chanyeol yang melakukannya. Sejak kapan pria itu disini?

Baekhyun menatap bingung Chanyeol yang menghela nafas pelan lalu melipat satu kakinya dilantai, sedang kedua tangannya menggenggam tangan ramping Baekhyun.

"Aku selalu mencintaimu Baekhyun, dalam keadaan apapun. Sekeras apapun kau menjauhiku karena statusmu menjadi janda, tengah hamil dengan dua nyawa, aku akan selalu disisimu mendampingimu, aku akan selalu didepan mu untuk melindungimu, aku akan selalu di belakangmu untuk dijadikan tempat kau bersandar dan memberikan pelukan untukmu, mengatakan semua akan baik-baik saja, kita akan melewatinya bersama."

"Aku ayah dari anak-anak yang kau kandung Baekhyun, izinkan aku yang menahan rambutmu saat kau mual dan memuntahkan isi perutmu, izinkan aku berada disana saat pertama kali ia menendang perutmu, izinkan aku yang menemanimu membeli perlengkapannya, izinkan aku menemanimu diruang persalinan nanti mengenggam tanganmu erat, izinkan aku berada disana kala ia melihat dunia pertama kalinya, izinkan aku memberinya nama dengan nama yang indah diiringi nama keluargaku, izinkan aku menggendongnya, menidurkannya, memandikannya, bermain dengannya, melihatnya tumbuh besar, sehat dan panjang umur."

"Izinkan aku menua bersamamu, menghabiskan sisa hidupku bersamamu, ayo lakukan itu semua bersama Baek. Jangan jauhi aku lagi, karena bagiku kau wanita terindah yang pernah ada. Terkuat yang pernah ada. Jangan jadikan masa lalu sebagai landasan hidupmu saat ini Baekhyun, kau berubah, mengaku salah, jadi berhenti menghukum dirimu."

"Jadi, Byun Baekhyun, setelah semua pembicaraanku yang panjang tadi, maukah kau melakukannya? Mau kah kau menikah dengan ku, Byun Baekhyun?"

Baekhyun yang entah sejak kapan menangis tersedu-sedu kini menjadi terisak. Ia mendongakkan kepalanya menatap langit-langit rumahnya. Lalu menghembuskan nafas kuat-kuat disana untuk melonggarkan beban hatinya beberapa bulan ini.

Chanyeol mengeluarkan kotak hitam beludru yang dibuka menampilkan cincin emas putih berhiaskan permata kecil diselekililingnya. Sederhana, namun indah. Sama seperti Baekhyun, ia sederhana namun memiliki sejuta keindahan didalam dirinya.

"Maukah kau menerima pria yang telah membuat dirimu menderita ini Byun Baekhyun?" Tanya Chanyeol dengan wajah piasnya.

Baekhyun menunduk, menatap Chanyeol yang berada lebih rendah dari tempak duduknya.

"Apa kau bersungguh-sungguh? Menikah dengan wanita sepertiku?"

"Ya, seperti dirimu. Indah, dengan hati malaikat."

Baekhyun menghadiahi pukulan ringan pada lengan Chanyeol yang dibuahi kekehan dari pria tampan tersebut.

"Jadi?"

Baekhyun menganggukan kepalanya diiringi senyuman diwajah sembabnya. Chanyeol mengembangkan senyum bahagianya, tak bisa ia tahan lagi rasa membuncah yang meledak-ledak pada dirinya. Ia menyematkan cincin tersebut dijari manis kiri milik Baekhyun.

Baekhyun segera berbaur pada tubuh Chanyeol. Memeluknya erat-erat masih dengan sisa isakannya.

"Jangan pernah katakan kau adalah pria yang membuatku menderita." Ujar Baekhyun menyembunyikan wajahnya pada perpotongan leher Chanyeol.

"Aku membuatmu hamil dan bercerai Baek. Aku selalu merasa sebagai pria bejat yang tetap saja berhubungan denganmu padahal kau telah menikah, aku tidak tahu harus menghukum diriku bagaimana untuk menebus rasa bersalahku padamu, pada Sehun, aku-"

Ucapan Chanyeol terpotong kala Baekhyun menghentikannya dengan kecupan ringan dibibirnya.

"Kau justru sumber kebahagiaanku sejak dulu, sekarang, dan di masa depan. Lihat, kau telah memberikan satu bukti bahwa kau telah membahagiakanku saat ini. Ada dua janin didalam perutku, ada dua darah daging ParkByun disini. Kau menjadikanku seorang ibu, dan itu salah satu impian terbesarku Chan, tentunya selain hidup bersamamu." Jelas Baekhyun lalu menangkup kedua pipi calon suaminya itu, menyelami dua bulatan jernih yang menampilkan bayangannya disana.

"Aku selalu mencintaimu, Park Chanyeol." Ucap Baekhyun lalu kembali mendekatkan lagi wajah keduanya, menyalurkan ciuman manis dan penuh perasaan yang mengharu biru.

Setelah dua pautan itu terlepas, suara tepuk tangan terdengar dari arah belakang Chanyeol.

Baekhyun terkejut kala mendapati kedua orangtuanya dan orangtua Chanyeol, kakaknya juga kakak Chanyeol.

"Eomma! Appa!" Seru Baekhyun lalu berdiri mendekati kedua orangtuanya lalu berhambur pada pelukan keduanya.

"Selamat putri appa, kau sudah dewasa saja ya? Appa harap kau bahagia." Ucap appanya sambil mengusap kepala Baekhyun lalu menghadiahi kecupan dikeningnya.

"Appa! Aku bukan anak kecil lagi~ anak-anakku akan menertawaiku jika appa memperlakukanku seperti anak kecil." Gerutu Baekhyun. Menghasilkan tawa diruangan itu.

"Selamat anakku, bahagialah Baek, eomma selalu doakan yang terbaik untukmu."

"Terima kasih, eomma, appa. Aku menyayangi kalian."

Baekhyun melepas pelukannya lalu memberi hormat kepada kedua orangtua Chanyeol juga kakaknya.

"Halo, Paman Park dan Bibi Park, juga Yoora eonni."

Ibu Chanyeol mengambil langkah terlebih dahulu untuk memeluk calon menantunya. Ia mengelus kepala Baekhyun sayang, seolah-olah Baekhyun adalah putrinya yang ia lahirkan sendiri.

"Mulai sekarang gantilah panggilan kami, kau sebentar lagi menjadi anakku, Baekhyunie." Pinta ibu Chanyeol yang Baekhyun jawab dengan anggukan malu-malunya.

Baekhyun bertukar tatap pada Yoora yang memandangnya dengan mata yang berkaca-kaca lalu dengan cepat Yoora memeluk erat tubuh Baekhyun. Melihat Baekhyun yang hampir kehabisan mengatur nafasnya membuat Chanyeol berdiri dan memisahkan kakaknya dari calon istrinya.

"Noona memeluknya terlalu erat, Baekhyun kehabisan nafas." Protes sang adik.

"Omo! Maafkan aku Baekhyun, hanya saja aku terlampau bahagia." Pekik Yoora.

"Selamat Baekhyunie, akhirnya aku memiliki teman berbelanja selain eomma."

"Apa yang salah dari berbelanja dengan ibunya sendiri?" Tanya Nyonya Park. Baekhyun terkekeh mendengarnya.

"Terima kasih eonni. Kau memang yang terbaik."

Baekhyun tersenyum menatap kakak laki-lakinya yang menatapnya dengan binar haru. Baekhyun berjalan kearahnya dengan senyum bahagianya lalu memeluk kakaknya.

"Adik kecilku, mengapa kau melangkahiku lagi?hm?" Tanya Baekboom yang dijawab kekehan Baekhyun.

"Cepatlah menikah dan berikan keponakanmu ini teman bermain, oppa!"

Keluarga Byun dan Keluarga Park tertawa mendengarnya, Baekhyun akhirnya kembali menjadi cahaya yang sinarnya menderang seakan-akan tidak pernah meredup barang sedetik.

Orangtua Baekhyun menoleh pada Chanyeol, melihatkan senyum tulusnya yang dibalas hal yang sama pula oleh Chanyeol.

"Oke, bagaimana kalau sekarang kita makan malam dan membahas pernikahan?" Usul Tuan Park yang disetujui oleh semua orang.

.

.

Luhan tidak bisa tidur dengan nyenyak malam harinya karena pernyataan Sehun kemarin. Luhan menutup wajahnya dengan selimut kala membayangkan raut wajah Sehun yang bersungguh-sungguh.

Saat ini Cannes sudah menujukan pukul setengah sebelas siang dan Luhan urung keluar dari kamarnya. Ia juga tidak berani membuka ponselnya.

Kemarin setelah Sehun menyatakan perasaannya Luhan hanya diam, membalikan tubuhnya melangkah ke tepian dek kapal memandang pemandangan yang tersaji dengan seluruh gulatan fikirannya. Sedangkan Sehun, pria itu pergi entah kemana, mungkin kesisi lain kapal.

Usai dari acara melihat pantai dengan kapal pesiar Luhan turun lebih dahulu dengan kaki pincangnya. Ia tidak bermaksud bersikap dingin dan menyebalkan. Ia hanya bingung harus bagaimana bersikap, Luhan merutuki dirinya yang tidak bisa professional.

Luhan duduk dari posisi berbaringnya lalu berteriak sekencang-kencangnya menendang-nendang selimutnya lalu mengacak-acak rambutnya.

Lalu ia berhenti saat merasakan denyutan nyeri di anklenya. Mungkin ia terlalu kencang menendang selimutnya.

Luhan mengalihkan pandangannya kala ketukan dipintu kamarnya terketuk dengan cepat, keras dan tidak sabar. Luhan berdecak lidah mendengarnya. Siapa yang melakukannya? Sudah denyutan nyeri dikakinya merusak moodnya, dirinya tidak bisa tidur semalaman, dan apa lagi ini?

"NUGUYA!" Teriak Luhan sebal. Secepat kilat ia menepuk keningnya, tidak akan ada yang mengerti bahasanya, kecuali Sehun tentunya.

"Qui est là?" Tanya Luhan dengan lebih lembut. Ia menghela nafasnya lalu berjalan tertatih membuka pintu kamarnya.

"Ini aku." Jawab Sehun kala pintu Luhan terbuka setengah menampilkan perwakan Sehun yang memakai bathrobenya rambut basah dengan wajah cemas.

Luhan mengedipkan matanya cepat lalu berdeham menghilangkan gugupnya.

"A-ada apa?"

Sehun mengernyitkan kening bingung. Bukannya tadi Luhan yang berteriak kencang?

"Kau baik-baik saja? Suaramu menembus kamarku."

"Ya, tentu. Hanya melatih vokalku, itu saja." Jawab Luhan dengan mata yang memandang sekeliling asal tidak menatap wajah tampan atasannya itu.

Belum Sehun mengutarakan perkataan yang selanjutnya ingin disampaikan Luhan buru-buru mengakhiri dengan berdalih ingin mandi lalu segera menutup pintunya cepat persis di depan wajah Sehun.

Sehun menundukan kepalanya, sadar bahwa Luhan menghindarinya. Ia melangkahkan tungkainya menuju kamar disamping kamar Luhan. Sehun menutup pintunya pelan lalu bersandar sambil menutup matanya.

"Harusnya aku tak menyatakan perasaanku."

.

Tak berbeda jauh dari Luhan yang juga sama berdiri dibalik pintu kamarnya. Ia memegang sisi kiri dadanya, jantungnya yang berdetak kencang tak karuan. Hatinya semakin berdebar kala mengintip Sehun yang menundukan kepalanya sendu dari fisheye pintunya.

"Maafkan aku Sehun-ah."

.

Sekitar pukul dua siang, Luhan keluar dari kamarnya. Kepalanya mengintip dari daun pintu yang terbuka separuh melihat situasi. Saat dirasa kehadiran Sehun tidak ada pada radarnya ia kembali kedalam, mengambil tas kecilnya topi pantainya lalu keluar dari kamar dan menutup pintunya secara perlahan.

Luhan menghela nafas pelan saat pintu kamarnya tertutup tanpa membunyikan suara yang terdengar keras.

"Akhirnya." Ucap Luhan lega, ia memutar tubuhnya.

"Kau mau kemana?"

Luhan menbelalakan matanya kala Sehun berdiri tegap di depannya.

Sial

Umpat Luhan dalam hati.

"A-aku, hanya mengecek pintuku tadi agak sedikit macet, begitulah. Haha." Dalih receh milik Luhan. Sehun mengangkat sebelah alisnya sambil melipat tangan didepan dadanya.

"Dengan topi pantai dan bikini dibalik kemejamu?"

Luhan sontak menyilangkan tangannya didepan dadanya kala Sehun menatapnya dari atas sampai bawah.

"Apa kau mencoba menghindariku?"

"A-aku tidak! Untuk apa?" Bantah Luhan.

Sehun maju selangkah menatap dua bola mata coklat itu bergerak gelisah.

"Kau berbohong."

"Ti-tidak." Luhan mundur perlahan kala pria berahang tajam itu terus memajukan langkahnya.

Luhan mengeluh saat dirinya terhantuk pintu kamarnya sendiri. Kini jaraknya dengan atasannya hanya sekitar dua jengkal. Luhan dapat melihat raut menyebalkan Sehun saat memandangnya yang panik.

"Se-sehun?" Panggil Luhan terbata-bata.

"Hm?"

"A-apa yang kau lakukan sekarang?"

Sehun semakin memajukan wajahnya namun tetap memberikan jarak diantara wajah keduanya. Tangan kirinya terangkat, menaruhnya disisi kanan kepala Luhan.

"Apa yang ada difikiranmu, hm?" Tanya Sehun lembut. Tangan kanannya menyelipkan rambut Luhan kebelakang.

"Hah! Haha! Memang aku memikirkan apa?!" Seru Luhan dengan tawa renyah dan wajahnya yang memerah.

Luhan menoleh kearah lain kala mendengar suara tawa yang ia kenali. Itu Jongin dengan Kyungsoo, bergandengan tangan keluar dari elevator saling melempar canda tawa.

Hati Luhan hancur kembali melihat kebersamaan mereka. Dan dari seluruh tempat untuk berbulan madu, apa harus di Cannes? Apa harus ditempat menginap yang sama seperti dirinya?

Kala sudut mata Jongin menangkap bayangan Luhan. Tanpa di duga Luhan menarik tengkuk Sehun lalu mencium pria pucat itu dalam. Sehun terkejut gerakan cepat yang dilakukan Luhan tanpa mengerti maksudnya. Padahal sebelumnya ia hanya bermain-main dengan Luhan untuk mencairkan suasana.

Luhan memiringkan kepalanya, lidahnya menekan kedua bibir Sehun meminta jalur masuk. Sehun yang bingung mulai terbawa suasana permainan Luhan, ia memeluk pinggang Luhan dan menekan tengkuk si gadis sedangkan Luhan mengalungkan tangannya di leher si pucat.

Jongin terus berjalan bersama Kyungsoo, melewati Luhan dan Sehun yang saling berperang lidah. Jongin menatap sendu mantan gadisnya yang telah berpaling hati dengan atasannya sendiri. Tanpa sadar Jongin menghela nafas berat.

"Kai, Ada apa?" Tanya Kyungsoo yang menyadari perubahan airmuka suaminya.

Jongin menoleh padanya lalu menggeleng pelan, menghadiahi kecupan ringan di kening istrinya lalu membawa mereka terus berjalan hingga hilang dilorong yang lain.

Sehun yang melepas tautan itu terlebih dahulu saat telinganya mendengar nama pria yang menyakiti Luhan disebut. Sehun menoleh pada pasangan yang terus berjalan lalu menghilang dipersimpangan lorong hotel.

Dengan nafas terengah ia memandang Luhan kecewa.

"Kau memanfaatkanku?!" Tanya Sehun dengan nada tingginya yang tersirat amarah dan kecewa pada gadis didepannya.

Luhan tidak bermaksud memanfaatkan Sehun hanya saja ia tidak ingin menangis didepan Jongin dan terlihat lemah kembali. Dengan adanya Sehun ia dapat dipandang sebagai wanita yang tangguh, yang dengan cepat mendapat pengganti dari pria bejat seperti Jongin.

Luhan menunduk saat akal sehatnya kembali. Sepertinya Luhan memang memanfaatkan pria ini walau ia berkata tidak memiliki niatan seperti itu.

"Maafkan aku, Sehun." Cicit Luhan, ia semakin memperdalam tundukannya. Tidak berani menatap wajah pria didepannya.

"Aku kira kau berbeda dengan mantan istriku Luhan, aku fikir kau wanita baik hati yang tidak akan sanggup menyakiti siapapun, wanita baik-baik yang tidak akan mengambil keuntungan dari orang lain. Aku fikir kau berbeda Luhan! Apa Tuhan sekarang sedang menghukumku akibat kehidupan masa laluku? Mengapa tidak ada yang dapat mencintaiku, menerima diriku?!" Maki Sehun dengan mata yang memerah dan tangan yang mengepal, menahan amarah.

"Aku kira kau berbeda dari wanita sialan yang berselingkuh dariku Luhan!"

"Aku salah. Kalian sama saja." Tutup Sehun dengan suara bergetar lalu pergi meninggalkan Luhan sendiri. Luhan mengangkat pandangannya kearah Sehun yang turun melewati tangga. Hati Luhan mencelos melihatnya. Ia tidak bermaksud menyakiti pria itu.

Ia bahkan tidak tahu bahwa Oh Sehun memiliki kisah memilukan seperti itu. Luhan semakin merasa beralah karena menambah luka dihati Sehun.

Luhan berjongkok lalu menaruh kepalanya diatas lipatan tangannya, menangis tersedu-sedu.

"Maafkan aku, Sehun-ah. Maafkan aku."

.

Sehun sebenarnya ingin meluapkan amarahnya dengan meminum beberapa gelas alkohol namun bar belum ada yang buka di siang hari seperti ini. Akhirnya ia hanya membeli beberapa bir kaleng lalu membawanya menuju tempat duduk di pinggir pantai. Menaruh barang belanjaannya diatas meja disampingnya lalu membaringkan dirinya di bangku panjang.

Sehun tidak terlalu suka berjemur. Tapi apa boleh buat, hatinya sedang kacau. Ia tidak membawa kacamata hitamnya untuk menutupi mata basahnya, handphonenya tertinggal didalam kamar, ia hanya membawa dompet.

Sehun memejamkan matanya. Rasa sakit yang menusuk-nusuk hatinya sama saat pertama kali ia mengetahui Baekhyun bermain dibelakangnya.

"Je peux m'asseoir ici?"

Sehun membuka sipitnya kala suara lembut itu mengalun didalam gendang telinganya.

"Oh Sehun..?" Tanya gadis itu tak yakin.

"Irene?"

.

.

Ini sudah tiga jam Sehun pergi meninggalkan Luhan. Petang telah menyapa dan Luhan menjadi ibu-ibu yang khawatir anaknya belum juga pulang kerumah karena asyik bermain. Luhan meraih ponselnya memakai jubah pantai navy motif bunganya dibalik camisole peach dan celana pendeknya.

Luhan menoleh kearah kanan dan kiri, memastikan tidak ada kendaraan yang akan menghantam tubuh mungilnya. Setelahnya, Luhan dapat merasakan bulir-bulir lembut pasir yang masuk menutupi sisi kakinya. Luhan mengedarkan pandangan mencari sosok jangkung itu. Luhan mendial kembali nomor ponsel Sehun sambil terus berjalan mencari dimana keberadaan pria itu.

Luhan cemas, Sehun tidak pandai berbahasa asing, takut-takut ia ditipu oleh orang tidak bertanggung jawab disini. Sebagus apapun tempat, tidak menutupi bahwa tidak ada orang jahat ditempat itu.

Mungkin sudah setengah lekukan bibir pantai Luhan telusuri, tapi tetap saja Sehun tidak ada disana, panggilannya juga tidak digubris. Luhan memutuskan berhenti dari sesi pencarian atasannya yang hilang.

Luhan mendekati bibir pantai bermain dengan deburan ombak. Sinar oranye membuat Luhan melunak. Ia salah, dan ia ingin memperbaiki semuanya. Ia akan jujur pada egonya bahwa ada sedikit ruang hatinya untuk Sehun. Ia membutuhkan Sehun saat ini, ingin menangis dalam pelukannya mengaku betapa bersalahnya ia yang mempermainkan perasaan Sehun. Meluapkan keluh kesahnya tentang hancur hatinya, dan betapa bahagianya Sehunlah yang mencoba mengobatinya.

Luhan memeluk dirinya sendiri kala angin laut membelai tubuh mungilnya. Luhan menunduk lalu menghela nafas disana, ia memandangi jari-jari kakinya yang bergerak-gerak bermain dengan pasir basah juga sisa-sisa air laut.

Gerakan spontan Luhan lakukan kala mendengar suara tawa pria yang ia kenal. Dan dugaannya benar, disana Sehun sedang duduk bersantai dengan wanita berbikini putih. Saling melempar tawa. Luhan menggeram, merasa kesal dan sia-sia cemas pada atasannya yang nyatanya bersantai dengan gadis Prancis yang wajahya jauh dikatakan berdarah Eropa.

Luhan meremas ponselnya kuat-kuat, menyeret tungkainya kehadapan dua lawan jenis yang masih menyebarkan canda tawa. Awas saja kalau ada orang-orang yang berani mengatakan Love Is In The Air untuk mereka, Luhan akan membunuh pelaku yang mengatakannya.

"YA! OH SEKKIYAHUN!" Panggil Luhan dengan suara yang bisa dikatakan kencang. Sehun terlonjak kaget di kursinya lalu menangkap sosok Luhan didepannya dengan tangan mengepal dan mata sipitnya menyalakan api disana.

Sedangkan Irene hanya memandang Luhan bingung. Menatap wanita berdarah Cina itu lamat-lamat, meneliti dari atas sampai bawah. Luhan menyadarinya lalu menoleh tajam pada gadis sok cantik dan polos itu.

"APA YANG KAU LIHAT HUH?!" Maki Luhan membuat Irene terkejut, hampir tersedak air liurnya.

"Luhan!" Tegur Sehun.

"APA?!"

Sehun memejamkan matanya lalu mengelus dadanya yang lagi-lagi terkejut terkena serangan maut Luhan.

"Mengapa kau datang-datang lalu memaki kami?!"

"K-A-M-I?! Cih." Luhan membuang mukanya lalu kembali menatap Sehun dengan emosi yang berada diubun-ubun.

"Ada apa ini sebenarnya?" Tanya Irene setelah berdiam diri takut disembur gadis yang tak ia kenali.

"Irene ini Luhan, pegawaiku. Luhan ini Irene-"

"Mantan kekasih Oh Sehun." Sambar Irene. Sehun dan Luhan melempar tatapan tak percaya pada gadis berkulit seputih susu itu. Sedangkan Irene menyampirkan senyum menawannya pada Luhan. Kini ia tahu bahwa inilah sosok Luhan yang diceritakan Sehun sebelumnya.

"WAH! Daebak!"

Sehun memandang Luhan bingung yang kini dengan wajah terkejutnya bertepuk tangan.

"Kau menciumku saat aku masih sebagai kekasih seseorang, berlayar sok romantis lalu menyatakan perasaanmu padaku. And look what we got here? Berencana untuk rujuk kembali rupanya. Sekarang siapa yang memainkan perasaan siapa?"

Ah, Sehun sekarang tahu titik masalahnya. Apa yang membuat gadis pujaannya itu mengamuk.

Sehun mengulum senyumnya tanpa disadari Luhan. Jadi apakah Luhan cemburu saat ini? Entah mengapa Sehun merasa Luhan dalam mode seperti ini sangat menggemaskan. Bahkan Sehun lupa tentang amarahnya beberapa jam lalu.

"Kami hanya berbincang, sudah lama tidak bertemu."

"Oh ya tentu, aku dapat melihat dengan jelas tawa bahagiamu dari ujung pantai."

Sehun berdiri, merapihkan pakaiannya lalu berpamitan pada Irene. Setelah acara mengecup pipi lawan jenis, Sehun berjalan mendahului Luhan. Luhan menggeram tak terima lalu berjalan menghentak-hentakan kakinya sebal -melupakan kakinya yang masih dalam tahap penyembuhan. Sehun yang berjalan didepannya menahan tawanya.

"Oh Sehun!"

Tapi pria itu tetap berjalan tak memerdulikannya.

"Ck, Sehun-ah~"

Sehun masih terus berjalan, namun mengurangi temponya.

"Sehun!"

Sehun menghentikan langkahnya hampir sedikit limbung ke belakang karena Luhan berlari dan menyalip kehadapannya. Memblokir perjalanannya.

Sehun mengangkat sebelah alisnya menatap wajah Luhan yang sebal juga terengah karena mengejarnya.

Setelah mengatur kembali nafasnya si mungil tiba-tiba merasakan rasa gugup membekukan dirinya. Tatapan dari sipit tajam pria itu yang hanya ditujukan untuknya membuat nyalinya ciut. Sial, Luhan tidak pernah merasakan hal seperti ini.

Lidahnya kelu, tangannya saling meremas satu sama lain. Bahkan kini layar ponselnya ikut lengket karena keringatnya. Tapi Sehun tidak juga melepaskan tatapannya dari sosok Luhan.

"A-ada yang ingin aku sampaikan." Cicit Luhan tapi masih mampu terdengar oleh Sehun. Sehun diam tidak banyak bereaksi, Luhan menghela nafas lalu memberanikan diri membalas tatapan mata Sehun.

"Aku minta maaf untuk kejadian tadi siang." Sambung Luhan.

"Aku minta maaf, aku bahkan tidak tahu mengapa aku melakukan hal itu. Aku tidak bermaksud melukai atau memanfaatkanmu. Aku bingung harus melakukan apa saat Kai muncul bersama istrinya. Aku hanya butuh perlindungan agar tidak terlihat rapuh didepannya. Aku benar-benar minta maaf Sehun telah melakukan kesalahan seperti itu."

"Jadi menciumku adalah sebuah kesalahan?"

"A-apa?! Astaga bukan itu maksudku! Aku tidak mengelak- maksudku aku menyu- tidak-"

Sehun menyeringai, "Jadi kau tidak mengelak dan menyukainya?"

"H-HA?!" Luhan bersemu merah lalu membuang wajahnya menatap arah lain. Wajahnya terbakar dengan jantung bertalunya.

"Luhan, kau menyukainya?"

"Ti-tidak!"
"Luhan,"

"Berhenti menggodaku!"

"Aku tidak. Aku hanya bertanya. Sekarang tatap aku."

Luhan dengan malu-malu menatap wajah Sehun yang terpapar sinar matahari tenggelam yang membuatnya naik seratus derajat ketampanannya.

"Kau menyesal?"

"Bukan itu maksudku.." Cicit Luhan menundukan kepalanya.

Sehun meraih dagu lancip Luhan mendongakannya agar terus bertatapan dengannya.

"Jadi kau menyukainya?"

Luhan diam tidak menjawab hanya bisa mengulum bibirnya hingga membentuk lipatan. Dan Luhan mengutuk senyum kemenangan yang terukir diwajah tampan Sehun.

"Benar ya? Kau menyukainya?"

"Tidak!" Luhan tidak boleh menyerah didepan Sehun. Ia tidak boleh begitu saja terbuai suasana dan membiarkan Sehun dengan mudah mengetahui perasaannya.

"Kau tidak menyukainya?"

"Ya!"

"Kau serius?"

"Ya!"

"Benar-benar tak menyukainya?"

"Ya!"

"Benar?"
"Ya! Ya!"

"Kau menyukaiku?"

"Ya!"

"Jadi kau menyukaiku?"

"Eung!" Jawabnya dengan tersipu.

Kini Sehunlah yang terkejut. Awalnya hanya ingin mengerjai Luhan, tapi yang ia dapatkan adalah pengakuan tak terduga dari Luhan.

"Kau serius?"

Luhan mengangguk malu sedang Sehun menatapnya tak percaya. Apa kini ia bermimpi? Atau ia terlalu mabuk hingga jatuh pingsan dikursi pantai?

"Kau berbohong."

Luhan mengerutnya keningnya tak mengerti.

"Ah mimpi sialan, apa aku terlalu banyak minum bir kaleng?" Sehun bergumam sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Ia memejamkan matanya kuat-kuat, "Ayo bangun, kau sudah berapa lama jatuh tertidur Sehun!" Serunya pada dirinya sendiri.

"Apa kau sebegitu menyukainya sampai bermimpi tentang ia membalas perasaanmu?" Tanyanya lagi pada diri sendiri.

Luhan yang awalnya sedikit sebal karena Sehun menghardik ia berbohong dan menganggap bahwa dirinya jatuh tertidur karena mabuk, kini mengulas senyum manis. Sehun hanya tidak mempercayai kenyataan manis ini, perutnya terasa digelitik ribuan kupu-kupu kala mengetahui fakta bahwa Sehun sangat menyukainya.

Dengan amatir dan kekuatan entah dari mana Luhan melangkah mantap menepis jaraknya dengan Sehun. Menarik kerah kaus Sehun, lalu mendaratkan bibirnya diatas permukaan bibir lawannya.

Sehun membuka matanya tak percaya, jadi apa ini masih mimpinya?

Luhan mengulum bergantian bibir tipis Sehun sedang si empunya masih merasa berada diambang-ambang mimpi dan kenyataan. Saat Luhan mengakhirinya ia memberika satu kecupan lagi lalu mengalungkan lengannya di leher Sehun, menatap Sehun penuh damba menyiratkan bahwa pemuda tinggi itu tidak sedang bermimpi.

Ini kenyataan yang mereka sama-sama inginkan. Mencintai dan dicintai, merasakan bahagia dari satu sama lain. Sehun menatap pahatan wajah sempurna milik Luhan membuat jantungnya berdebum kencang. Tangan besarnya mengusap pipi tirus milik si mungil, sedang si mungil mendekati arah sentuhan yang diberi, bermanja pada telapak tangan Sehun yang menangkup seluruh pipinya.

"Apa kau serius Luhan?"

Luhan mengangguk, "Ya, aku ingin bahagia, dan aku benar-benar terobati olehmu Sehun."

Sehun menundukan wajahnya kembali menepis jarak diantara mereka, "Jadilah kekasihku, jadilah satu-satunya untukku. Jadikan aku satu-satunya untukmu, Luhan."

"I'd love to."

Sehun membuang jarak setipis kertas itu dengan pagutan manis, kini oaring-orang benar-benar berfikir bahwa mereka sedang bulan madu.

Dalam hati Sehun berterima kasih pada Irene karena telah berbohong bahwa ia adalah mantan kekasih Sehun, hingga membuat Luhan cemburu dan mengakui perasaannya. Padahal faktanya Irene hanyalah teman semasa sekolah menengah atasnya dulu.

.

.

.

TBC

Terima kasih xiHan.a-oh, 07bubble,dellassi,Fe261,nisaramaidah28,ruixi1,phe19920110,misslah,danactebh, ,hun4han520,kyongin21,awslla, sudah menyempatkan meninggalkan jejak.

maafinn kemarin ketinggalan nama yang lainnya~ T.T aku cuman liat dari atas aja ga scroll ke bawah siapa yang review sebelumnya, mianhe~T.T

Semoga reader-nim suka sama chap ini ya! Makasih udah baca fanfic dan dukung saya sejauh ini~ love you~