Tittle/judul fanfic: Plus Proche

Author: LuOh Deer

Length: 1-

Genre: Hurt/Comfort. Romance.

Rating: T

Main cast :

Oh Sehun

Luhan

Additional Cast :

Park Chanyeol

Byun Baekhyun

Kim Jongin

Do Kyungsoo

Disclaimer: Maaf untuk typo dan segala kekuranganku ya! GS For Uke.

Author's note: Hope you like this!^^ Makasih buat exo_gs_edit yang membuat Luhan semakin cantik.

Enjoy reading!

.

.

.

LuOh Deer Present

.

Bonjour Français !

Incheon, 21 September.

12:35pm KST.

Ia pemandu tour yang paling disenangi para turis. Ia lemah lembut, baik hati, sopan, sederhana, cantik, ramah dan rendah hati. Ia menguasai banyak bahasa. Bahasa Inggris, Korea, Cina, Jepang, Perancis, Jerman dan Spanyol. Semuanya melihat kepadanya, semua mata selalu tertuju padanya. Ia gadis idaman, para rekan kerjanya dan turis-turis sering mendekatinya. Namun seorang pria beruntung telah mendapatkanya.

Luhan wanita lemah lembut itu menjatuhkan hatinya kepada Kim Jongin. Seorang pengusaha muda. Mereka bertemu saat Jongin mengikuti tour lima hari empat malam menuju Inggris. Entah apa yang membuat Luhan menjatuhkan pilihannya kepada pria berkulit tan itu.

Luhan juga terkenal sebagai senior yang mudah bergaul. Semuanya menyukai gadis sederhana ini. Ia mandiri, polos, dan cerdas. Semua orang yang mengetahui pasti akan terkejut, karena Jongin lah cinta pertamanya. Jongin lah kekasih pertama dalam hidupnya. Selama 23 tahun Luhan menutup hati dan dirinya dari yang namanya cinta. Namun cupid telah memanahkan anak panah cinta di hati Luhan dan juga Jongin.

Sekarang Luhan tengah duduk di ruang tunggu keberangkatan menuju Paris, Perancis. Ya, hari ini Luhan akan menjadi guide lagi, dan Luhan hanya menjadi guide untuk satu orang. Pria itu. Turis spesialnya.

Luhan membuka ponselnya, dan melihat fotonya dengan Jongin tiga bulan yang lalu. Ia rindu dengan pria tan itu. Rindu dengan senyum manisnya, suaranya dan pelukan hangatnya. Luhan senang ia mendapatkan tugas ke Perancis. Ia berharap, ia bisa bertemu dengan Jongin disana.

Jongin pergi ke Perancis untuk melebarkan sayap perusahaannya. Sudah tiga bulan kepergian Jongin. Dan itu membuat Luhan rindu. Apalagi beberapa waktu kebelakang ini Jongin tidak bisa dihubungi. Luhan selalu berfikir dewasa dan positif, mungkin Jongin sibuk. Menjadi pengusaha memang tidak mudah.

Luhan menghirup nafas dalam-dalam.

"Jongin-ah, tunggu aku ne? semoga Tuhan mempertemukan kita." Gumamnya.

"Ehm."

Suara dehaman seorang pria membuat Luhan berhenti dari kegiatannya. Ia mendongak saat menyadari ada seseorang didepannya. Luhan melihat seorang pria tampan berambut hitam pekat memakai mantel berwarna merah ati sepanjang pahanya dipadu dengan turtleneck hitam, dan syal rajutan berwana hitam melilit di lehernya. Ia memakai celana jeans biru cerah, ikat pinggang hitam, dan sepasang sepatu hitam.

Well, cukup stylish. Luhan memandang wajah pria dihadapannya. Memandangi ciptaan Tuhan yang menabjubkan, yang sempurna. Tanpa cacat sedikitpun. Namun ia segera tersadar dan menggelengkan kepalanya. Ciptaan Tuhan yang satu ini cukup menggoda iman.

Lelaki tampan dihadapannya ini adalah atasannya. Atasan barunya, ia anak dari bos Luhan sebelumnya. Luhan sebenarnya tidak yakin kalau atasannya yang baru ini belum pernah mengunjungi Perancis, atau tidak bisa berbahasa Perancis. Dia lelaki tampan yang kaya raya, mana mungkin ia belum pernah menginjak tanah Paris. Tapi, bisa saja itu benar.

Namun Luhan juga bersyukur karena ia bisa sekalian bertemu Jongin. Luhan mempunyai alamat kantor Jongin di Perancis, saat itu Luhan mengambil diam-diam alamat kantor Jongin dari ruang kerja Jongin.

Kembali dengan pria didepannya. Luhan dengannya tidak begitu saling mengenal hanya bila berpas-pasan Luhan akan menyapanya dengan sopan dan formal. Namanya jelas Luhan hafal di luar kepala. Nama pria ini seindah wajahnya.

Luhan menggelengkan kepalanya. Lagi-lagi aura pria ini membawa fikirannya terbang. Luhan berdeham menghilangkan rasa gugupnya.

"Annyeong haseyo, joneun Luhan imnida. Banggapseubnida." Luhan memberikan hormat formal.

"Ne, banggapta." Jawab Sehun.

Tidak lama kemudian suara panggilan untuk pesawat jurusan Paris, Perancis berkumandang. Meminta untuk para penumpang yang menaiki pesawat tersebut dipersilahkan memasuki pesawat.

"Baiklah, mari kita mulai perjalanannya tuan." Ajak Luhan. Luhan mempersilahkan Sehun berjalan didepannya.

Luhan menyeret kopernya dan terus berjalan dibelakang Sehun. Sehun menyeret kopernya dan sesekali melihat kebelakang, merasa risih karena Luhan berjalan dibelakangnya. Ia berhenti saat para penumpang mengantri untuk pengecekan tiket. Luhan menunduk di belakang Sehun.

Sehun menarik pergelangan tangan Luhan dan membawanya berdiri di depannya. Sehun menyeret koper Luhan lalu menaruhnya disisi Luhan.

Luhan yang terkejut mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Ada apa tuan?" Tanya Luhan.

"Ani, Aku selalu menerapkan prinsip 'Ladies First'. " Ucapnya.

Luhan mengangguk mengerti dan berbalik badan.

Setelah masuk kedalam pesawat Sehun menaruh kopernya keatas kabin. Sehun menoleh melihat Luhan yang sedikit kewalahan, karena kulit kopernya yang licin membuat kopernya meluncur lagi. Sehun membantu mendorong koper Luhan lebih kedalam . Luhan mendongak lalu tersenyum manis.

"Ah, hehehe. Kamsahamnida Tuan."

Sehun mengganguk sebagai jawaban, senyuman gadis ini membuat lidahnya kelu untuk berbicara. sehun hanya memuji, ia pria normal. Dan itu wajar.

Sehun mempersilahkan Luhan untuk duduk dpinggir, dekat jendela. Namun dengan segera Luhan menolaknya.

Sehunpun mengalah lalu menempatkan posisinya di pinggir dekat dengan jendela.

Pemberitahuan bahwa pesawat akan lepas landas berbunyi. Luhan mengeratkan sabuk pengaman dan menutup mata. Saat ia merasakan pesawat mulai berjalan dan guncang-guncangan dahsyatpun terjadi ia semakin mengeratkan kedua katup matanya. Ia memegang kencang-kencang kedua lengan kursi.


Setelah merasa tidak ada lagi guncangan atau apapun. Luhan membuka matanya perlahan. Ia menghembuskan nafas pelan. Ia menoleh kearah Sehun yang memandang ke luar jendela pesawat. Wajahnya merah merona, mungkin karena sinar matahari fikir Luhan.

Luhan merasakan tangan kananya menggenggam sesuatu. Ia terkejut saat melihat tangannya berpegang erat dengan tangan Sehun.

"Omo! Jeo- jeosonghamnida tuan. Saya tidak sengaja," Ucap Luhan tergagap. Dan segera melepas tangannya dari tangan Sehun.

Sehun hanya mengangguk lagi sebagai jawaban.

'Uh, mengapa kau lakukan itu? Ia pasti menahan marah sampai wajahnya memerah seperti itu. Kau sudah dicap tidak sopan oleh atasanmu!' Luhan merutuki dirinya didalam hati.

Ia tidak berani menoleh ataupun melirik kearah Sehun setelah kejadian tadi.

Pramugari memberi Luhan dan Sehun sepaket makan siang. Luhan makan dalam diam begitupun Sehun. Tidak ada kata basa-basi 'Selamat makan' atau 'Selamat dinikmati' dari mereka berdua. Pramugari menanyakan apa ada lagi yang Luhan atau Sehun butuhkan.

"Beri saya satu cup teh hangat." Ucap Luhan.

"Baik, bagaimana dengan anda tuan?" Tanya pramugari.

"Sama dengannya." Pinta Sehun.

Pramugari memberikan satu cup teh hangat kepada Luhan. Luhan menaruhnya diatas papan makannya. Pramugari memberikan satu cup teh hangat lagi kepada Sehun. Tetapi, tiba-tiba guncangan kecil terjadi saat pesawat menembus tumpukan awan, yang membuat separuh isi teh tadi tumpah berserakan di rok Luhan.

Luhan yang merasakan hangat menjalari pahanya refleks berteriak. Luhan yang tadinya sedang memegang cup teh miliknya-ingin diminumnya- kembali menaruh cup tehnya. Luhan menarik sedikit roknya lalu meniup-niup pahanya yang memerah karena panasnya air teh tadi.

"Omo! Jeosonghamnida nona, jeosonghamnida." Ucap pramugari meminta maaf berkali-kali.

Luhan hanya mengangguk cepat sambil mengigit bibir bawahnya untuk menahan rasa sakit. Luhan beranjak dari duduknya lalu segera pergi menuju kamar mandi.

Luhan meniup-niup lagi bagian pahanya yang memerah. Luhan juga menyirami sedikit air ke pahanya yang memerah.

Luhan menghela nafas lega. Setidaknya sudah tidak terlalu terasa sakitnya. Seseorang mengetuk pintu kamar mandi. Luhan membukanya dan nampaklah Sehun dengan seorang pramugari yang berbeda. Sehun menyerahkan krim pereda kepada Luhan.

"Ini oleskan ke pahamu yang terkena air teh tadi. Warna merahnya, tadi cukup pekat dipahamu." Ucap Sehun.

"Ah ne, kamsahamnida tuan." Balas Luhan. Ia kembali menutup pintu kamar mandi lalu mengoleskan krim tadi di pahanya.

'Warna merahnya, tadi cukup pekat dipahamu.' Luhan terus terngiang dengan salah satu perkataan Sehun tadi.

"Bagaimana ia bisa tau?" Gumam Luhan.

Luhan menepuk jidadnya. Ia kan tadi menarik roknya ditempat duduk. Pantas saja Sehun tau. Berarti Sehun melihat pahanya? Oh Tuhan, Luhan harus lebih hati-hati kalau tidak ingin dipecat karena berkelakuan buruk.

Luhan keluar dari kamar mandi dan memberikan krim tadi kepada pramugari yang masih menunggu Luhan diluar kamar mandi.

Luhan melangkah menuju tempat duduknya. Ia menempatkan diri dengan nyaman di bangku pesawat. Papan makannya sudah terlipat kembali. Dan Sehun sibuk dengan buku yang dibaca. Luhan memakai selimut yang tersedia, ia menutupi kaki sampai pahanya. Luhan memakai headset lalu menyambungkannya ke ipodnya. Suara musik kesukaannya melantun merdu di telingannya, mengantarkannya ke alam mimpi.

Entah sudah berapa jam perjalanan berlalu. Sehun menutup buku bacaannya kala merasa matanya sudah berat. Sehun menoleh kearah Luhan yang kepalanya terbentur kearah kursi didepannya. Sehun menyimpan bukunya, lalu mendorong tubuh Luhan perlahan untuk bersandar kembali di punggung kursi pesawat.

Sepasang kakek dan nenek yang berada berada sisi kiri sebrang bangkunya tersenyum lembut. Saat melihat Sehun yang membetulkan posisi Luhan, belum lagi posisinya sekarang memegang kedua bahu Luhan. Sehun tersenyum canggung lalu pura-pura merapihkan poni Luhan. Sehun melirik kearah mereka berdua. Mereka tersenyum senang, mungkin teringat akan masa mudanya dulu.

Sehun menyandarkan tubuhnya dan menyamankan posisi duduknya. Ini perjalanan yang memakan waktu lama, dan Sehun masih cukup pening dengan tumpukan tugas kantor semalam. Jadi, Sehun memejamkan matanya ikut menyelami alam mimpi.

.

.

.

Pramugari berkeliling untuk mengingatkan agar kembali memakai sabuk pengaman atau mengeratkan sabuk pengaman dan juga memperingati agar tetap tersadar sebelum mendarat.

Luhan terbangun lebih dulu sebelum pramugari datang menghampirinya. Luhan menghirup nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya. Luhan merasakan berat dibahu kanannya. Ia menoleh dan menemukan Sehun yang tertidur nyenyak di bahunya.

Luhan ingin membangukannya namun bingung bagaimana caranya. Ia juga tidak enak untuk membangunkan atasannya yang tertidur begitu lelap. Baru saja Luhan ingin mengguncang bahu Sehun, tetapi Sehun telah lebih dulu membuka matanya. Tangan Luhan mengambang di depan wajah Sehun. Luhan tidak tahu harus bagaimana, tangannya tidak bisa berkutik. Namun secercah ide lewat di otaknya. Luhan mengangkat tinggi tangannya, guna memanggil seorang pramugari.

Pramugari mendatangi bangkunya dan juga Sehun.

"Ada yang anda butuhkan nona?" Tanya pramugari.

"Tolong berikan kami dua botol air mineral." Pinta Luhan. Pramugari tadi mengangguk lalu menampilkan senyum maklum.

Sehun yang belum sepenuhnya sadar mengernyitkan dahinya, mentelaah apa maksud dari senyuman pramugari tadi.

Sehun menoleh kearah kiri. Menemukan leher jenjang Luhan. Ia kembali memindahkan pandangannya menuju kaca jendela.

'Tu-tunggu?! Leher? Luhan?' Gumam Sehun dalam hati.

Sehun segera mengangkat kepalanya dari bahu Luhan.

"Ah, mianhe. Saya tidak sadar tadi." Sehun membuka suara.

"Haha gwaenchanhayo tuan." Balas Luhan dengan tertawa canggung.

.


Mereka tiba di Bandar udara Paris Charles de Gaulle Airport. Luhan dan Sehun menunggu supir yang akan menjemput mereka. Luhan menelfon supir yang akan menjemput mereka, menanyakan dimana keberadaannya saat ini.

Luhan menutup telfonnya lalu menyimpannya kembali di tasnya.

"Sebentar lagi ia datang tuan." Ucap Luhan. Sehun mengangguk. Ia memperhatikan Luhan. Menerka-nerka berapa umur gadis yang tidak ada lupanya untuk menyebutnya 'tuan'.

Perkataan Luhan benar, tidak lama mobil sedan putih berhenti dihadapannya. Seorang pria tinggi keluar dari mobil.

"Je suis désolé d'être en retard" Supir tadi meminta maaf karena datang terlambat menjemputnya.

Luhan melambaikan tangan pelan.

"ça va" Tidak apa apa, jawab Luhan.

"Tuan, kau bisa berbahasa Korea. Tidak perlu bersusah payah berbicara bahasa Perancis denganku." Lanjut Luhan dengan bahasa Korea.

Supir tadi tertawa.

"Arraseo, arraseo. Ayo kita menuju apartemen." Ajak supir tadi. Luhan membiarkan kopernya dibawa oleh supir tadi untuk ditaruh di bagasi. Sehun menyeret sendiri kopernya dan ikut menaruh kopernya di bagasi.

"Ah, seharusnya anda tidak lakukan hal itu tuan." Cetus Luhan.

Sehun mendongak ke arahnya, menatapnya bingung.

"Waeyo?" Tanya Sehun.

"Karena itu tugas saya tuan." Sahut supir tadi dengan senyuman.

Sehun terkekeh.

"Gwaenchanha, itu hal mudah." Ucap Sehun lalu menepuk bahu sang supir.

Sehun duduk di bangku penumpang belakang, sedangkan Luhan duduk dibangku penumpang di depan di samping supir. Sehun yang memaksanya tadi untuk duduk di bangku depan.

"Siapa namamu tuan?" Tanya Sehun membuka pembicaraan.

"Yo Jinyoung, saya sudah lama bertugas di Perancis tuan." Jawab si supir.

Luhan memandang langit senja Perancis, dalam perjalanannya menuju Apartemen yang berada di pusat kota Paris. Luhan teringat Jongin lagi, ia kini berada disatu Negara yang sama, udara yang sama dan langit yang sama. Lampu-lampu sudah menyala dan menghiasi Negara romantis ini.

Luhan mengeluarkan ponselnya lalu mengeluarkan alamat kantor Jongin yang berada di Paris. Luhan menelfon nomor kantor Jongin. Panggilan tersambung lalu suara wanita menyambutnya.

"Apa Jongin ada? Saya Luhan teman dekatnya." Jawab Luhan dengan bahasa Perancis sehingga tidak diketahui oleh Sehun. Sehun hanya memandangnya penasaran.

"Maaf nona, dia baru saja pulang."

"Eum.. Baiklah, terima kasih." Tutup Luhan dengan raut wajah kecewa.

"Kekasihmu yang waktu itu?" Tanya tuan Yo-supir- dengan bahasa Perancis.

"Ya, aku mencarinya. Ia sedang disini." Jawab Luhan dengan bahasa Perancis. Sehun bolak-balik memandang kearah Luhan dan tuan Yo dengan wajah polos.

Luhan yang menangkap wajah polos Sehun lalu tertawa. Membuat Sehun semakin bingung.

"Waegeurae?" Tanya Sehun. Luhan mencoba berhenti tertawa lalu menghadap kearah Sehun.

"Jeosonghamnida tuan." Ucap Luhan lalu menunduk, tidak berani menatap mata sipit nan tajam milik Sehun.

"Siapa yang kau telfon tadi Luhan?" Tanya Sehun.

Luhan secara perlahan dan refleks menurunkan senyumannya. Wajahnya menjadi datar.

"Aniya tuan, hanya teman saya." Jawab Luhan. Sehun mengangguk saja, mencoba percaya.

"Tuan untuk jadwal perjalanan besok anda aka-" Ucapan Luhan terputus oleh dering telfon Sehun.

Sehun merogoh ponsel yang berada di saku mantelnya dan segera menjawab.

Luhan membetulkan posisi duduknya lalu menyandarkan kepalanya di jendela mobil. Langit semakin malam, kelap-kelip lampu membuatnya semakin indah, cahayanya mencoba mengalahkan cahaya bintang yang bersinar dimalam ini.

Luhan yang terbuai oleh suara musik klasik di mobil mulai memejamkan matanya perlahan. Luhan dapat mendengar suara Sehun yang terus berbicara dengan lawannya di ponsel. Sehun meninggikan suaranya membuat Luhan gagal untuk jatuh tertidur.

Luhan menoleh kearah Sehun yang berada di bangku penumpang belakang. Sehun membuang muka saat Luhan menoleh kearahnya.

Luhan baru pertama kali melihat wajah Sehun yang seperti itu. Wajah penuh akan emosi. Matanya yang semakin menajam, kedua alisnya yang saling bertumpu di tengah dan juga warna merah padam di wajahnya.

Luhan menghadap kearah jendela lagi. Mungkin masalah pribadi. Namun sosok Sehun yang tadi benar-benar membuat Luhan terkejut dan takut. Luhan meneguk air mineral yang tadi ia minta dari pramugari.

Mungkin sebaiknya Luhan tidak menganggu Sehun beberapa waktu kedepan, atau mungkin sampai pagi menjelang.

.

.


Setelah menempuh waktu kurang lebih satu jam setengah, akhirnya Luhan dan Sehun sampai di gedung tinggi menjulang yang akan menjadi tempat tinggalnya entah sampai kapan.

Luhan menarik kopernya lalu melangkah menuju meja resepsionis. Sehun mengikuti Luhan dari belakang.

"Selamat malam nona. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya ramah resepsionis wanita yang memandang Luhan lalu beralih kearah Sehun.

"Saya sudah memesan sebelumnya." Jawab Luhan. Wanita resepsionis tadi kembali mengarah ke Luhan.

"Maaf, atas nama siapa?" Tanya resepsionis.

"Luhan."

"Baik, mohon ditunggu." Jawab resepsionis.

Sehun menempatkan dirinya berdiri disisi Luhan, tidak ada jarak diantara mereka. Luhan bisa merasakan sikut Sehun bersentuhan dengan sikutnya. Karena mereka sama-sama dalam posisi tangan terlipat diatas meja.

Resepsionis menanyakan apakah password apartemennya ingin diubah atau tidak. Luhan mengangguk tanda setuju.

"Tuan kau lahir di tanggal, bulan, dan tahun berapa?" Tanya Luhan.

"Eh? Eum.. 12 april 1990."

Luhan menghadap kembali kearah resepsionis.

"Tolong ubah dengan angka '0404'"

"Baik nona, anda bisa menuju ke kamar anda. Nomor 217."

"Baik, terima kasih."

Baru saja Luhan berbalik badan, resepsionis tadi memanggilnya lagi.

"Profitez de votre lune de miel." Ucap resepsionis tadi sambil tersenyum senang.

Luhan mengerjapkan matanya beberapa kali. Dan hanya bisa tertawa renyah.

Semoga saja Sehun tidak bertanya apa artinya.

Luhan dan Sehun memasuki elevator. Luhan menekan angka dua, lantai dimana apartemennya dengan Sehun berada.

Luhan berdiam diri masih tergiang dengan kata resepsionis tadi.

'Enjoy your honeymoon? yang benar saja.' Monolog Luhan dalam hati.

Setelah pintu elevator bergeser dan terbuka lebar, Sehun dan Luhan keluar lalu mencari dimana apartemen yang mereka sewa.

"Luhan." Panggil Sehun.

Luhan tersentak karena panggilan Sehun. Dengan gelagapan Luhan menoleh kearahnya.

"Ekhm. N-ne tuan?" Tanya Luhan.

Sehun memasang tampang heran, ada hal apa lagi yang tidak diketahuinya.

"Kita di kamar berapa Luhan?" Tanya Sehun.

"O-oh~ haha~ di kamar 217 tuan, hehe." Jawab Luhan dengan tertawa canggung. Tadi sebelumnya ia fikir Sehun akan bertanya apa arti dari kata-kata resepsionis tadi.

Luhan dan Sehun berhenti di depan pintu bertuliskan 217. Tempatnya berada di ujung lorong sebelah kanan.

Luhan menekan passcodenya dan pintupun terbuka. Luhan mempersilahkan Sehun masuk terlebih dahulu. Setelah Sehun masuk kedalam apartemen Luhan juga ikut masuk dan menutup pintunya.

Luhan meninggalkan kopernya di beranda. Ia masuk dan menatap takjub apartemen yang bergaya modern-klasik. Ini pertama kalinya Luhan menjadi guide yang tempat tinggalnya di apartemen.

Pertama kali masuk Luhan disuguhi oleh ruang keluarga yang besar. Sofa putih berbentuk huruf L didepannya terdapat meja kopi, lalu di kanan dan kiri meja terdapat bangku putar sebuat tv tertempel di dinding, lampu modern terpajang disudut ruangan. Di sisi kiri ruang keluarga terdapat satu pintu kamar lalu dua rak tempel yang terpajang beberapa hiasan ruangan, dan satu lemari mini panjang dibawahnya, lalu disampingnya terdapat satu pintu kamar lagi.

Jendela besar terpampang jelas, membuat menara Eiffel terlihat jelas dari mana pun, karena tembok yang menghadap keluar diubah dengan kaca jendela.

Luhan berjalan kearah kanan dari ruang keluarga. Terdapat dapur dan bar mini. Serta satu set meja makan terletak di sudut ruangan. Sehun membuka lemari pendingin. Yang ternyata belum terisi apapun.

"Aku rasa kita harus berbelanja Luhan." Ucap Sehun.

"Ne." Jawab Luhan.

Sehun meninggalkan Luhan di dapur dan beranjak menuju sisi kiri ruang keluarga yaitu kamar. Sehun menggeser pintu pertama lalu melangkahkan tungkainya menuju lebih dalam ke kamar. Kamarnya bernuansa putih. Terdapat king bed di tengah ruangan. Dua meja kecil dikanan dan kiri ranjang. Terdapat dua lampu tidur diatas kepala kasur yang besar, di belakang kepala kasur terdapat dua lemari besar dengan empat pintu yang digeser.

Di hadapan kasur terpampang jelas kaca jendela besar yang lagi-lagi menampilkan kota Paris dan menara Eiffel, di depan kaca jendela terdapat sofa panjang sampai ujung dinding. Di sisi kiri kasur terletak meja kerja dengan dua rak buku tertempel di dinding dan sebuah jam digital terselip di tengah susunan buku, dan satu kursi putih didepan meja. Di sisi kiri ranjang terdapat satu set meja rias.

Sementara Sehun menjelajahi kamar utama, Luhan menuju kedalam pintu yang terdapat di pojok dapur. Ini ternyata kamar mandi, kamar mandi yang luas dan nyaman. Terdapat sebuah bathup berbentuk lingkaran di tengah ruangan. Dua buah westafel yang dibatasi oleh lampu. Terjejer lima cermin yang bergaris. Dua buah tempat sampah, lalu dua buah lampu tempel di dekat cermin.

Disisi kiri bathup, kaca jendela besar menampakan pemandangan malam yang indah dikedua sisi kaca jendela terdapat gorden hitam tinggi guna menutup kaca jendela. Di sudut kamar mandi terletak shower box kaca. Dan disisinya terdapat satu kloset.

Luhan keluar dari kamar mandi lalu menuju kembali ke beranda dan mengambil kopernya. Ia menyeret kopernya lalu menggeser pintu yang berada di sudut ruangan. Pintu kamarnya dan Sehun hanya dibatasi oleh rak-rak tempel dan lemari mini panjang.

Luhan tersenyum senang saat mendapati kamar yang berukuran sedang dengan nuansa berbeda dari ruang lainnya. Kamarnya berwarna pink pastel dipadu warna putih.

Kasurnya single bed yang menempel di dinding, kasurnya memiliki empat pilar kayu tinggi disetiap sudutnya, pilar itu untuk dipasangkan kelambu nantinya. Kasurnya berwarna ungu muda. Lampu-lampu hias yang tertempel didinding menyala. Lantai kayunya terbentang karpet putih halus berbentuk lingkaran. Terdapat satu set meja rias. Didekat pintu berjejer lemari dengan empat pintu geser, dan disampingnya rak buku mini.

Luhan menaruh barang-barangnya lalu keluar dari kamarnya menuju kamar Sehun. Luhan mengintip dari pintu yang terbuka. Luhan mendapati Sehun yang tertidur di atas kasur. Tubuhnya menelungkup. Mungkin ketiduran fikir Luhan.

Luhan berjalan kearahnya lalu menempatkan diri di pinggir kasur.

Luhan menepuk pelan bahu Sehun beberapa kali.

"Tuan." Panggil Luhan beberapa kali. Namun Sehun tidak ada tanda-tanda ingin bangun dari tidurnya.

Entah yang keberapa kalinya Luhan menepuk bahu Sehun tiba-tiba tangannya ditarik dan secepat kilat masuk kedalam pelukan hangat Sehun. Luhan mengerjapkan mata beberapa kali. Ia seketika membeku. Luhan terfokus pada wajah Sehun yang tertidur. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan betapa indahnya pemandangan yang tersaji didepannya.

Jantung Luhan berdebar kencang dibuat oleh Sehun.

"Tu-tuan.." Ucap Luhan gugup.

Luhan menepuk pipi Sehun pelan. Dan kali ini berhasil. Sehun sadar, Sehun membuka matanya.

Ia terkejut saat melihat wajah Luhan yang sangat dekat dengannya.

"A-astaga. Maafkan saya Luhan." Ucap Sehun lalu melepas pelukannya.

Luhan hanya mengangguk lalu menunduk.

"Ekhm. Ada keperluan apa Luhan?" Tanya Sehun.

"Saya hanya ingin bertanya apa kita jadi membeli kebutuhan beberapa hari kedepan?" Tanya Luhan yang masih menundukan kepala.

Sehun melirik jam digital yang terletak di rak buku. Jam sudah menunjukan pukul Sembilan waktu Paris.

"Saya rasa esok hari saja Luhan. Makan malam kali ini, kita pesan saja." Jawab Sehun.

"Baiklah tuan, akan saya pesan. Apa yang ingin tuan makan?"

"Terserah padamu Luhan."

Luhan memberi hormat lalu melangkah keluar dari kamar Sehun. Baru Luhan sampai didepan pintu Sehun memanggil lagi.

"Luhan, maaf tadi saya tidak sengaja. Saya biasa melakukan hal itu kepada kakak saya."

Luhan menoleh kebelakang dan tertawa lembut.

"Gwaenchanhayo, tuan." Jawab Luhan.

"Dan satu lagi, tolong panggil saya Sehun." Pinta Sehun.

"Ne?" Tanya Luhan

"Ya, panggil saya dengan nama saya."

"Tapi saya akan dianggap-"

"Tidak sopan?" Potong Sehun. Sehun tertawa.

"Aku yang memintanya. Dan bicaralah non formal denganku, itu lebih terasa nyaman."

"Arraseo.. Sehun.." Ucap Luhan.

Sehun tersenyum mendengarnya. Luhan keluar dari kamar Sehun lalu duduk diruang keluarga dan memesan makan malam untuknya dan Sehun.

.

.


Setelah menghabiskan seluruh makan malam tanpa sisa. Luhan membuang sampahnya lalu menyikat giginya.

Ia kira kamar mandi tidak ada orang.

Ia kira Sehun sudah kembali ke kamarnya.

Ia kira, ia kira Sehun sudah keluar dari kamar mandi.

Na-namun..

"AAAAAAAAAAAAAAA!" Jeritan Luhan secara spontan menggelegar keseluruh penjuru ruangan.

Sehun yang sedang membuang air kecil langsung terkejut, lalu menoleh kearah Luhan.

Luhan menutup mulutnya lalu memberi hormat dan segera kabur menuju kamarnya. Dan membiarkan pintu kamar mandi terbuka lebar.

Luhan segera mengunci pintu kamarnya.

Ia jatuh terduduk dibalik pintu. Ia menutup wajahnya yang bersemu merah, jantungnya berdegup kencang tak karuan. Kedua kakinya lemas begitupun tubuhnya.

"A-apa yang aku lakukan.." Lirihnya.

Luhan terbayang-bayang oleh 'kecelakaan' yang terjadi beberapa menit yang lalu.

Luhan mendengar pintu kamar Sehun ditutup. Luhan menarik nafas panjang lalu menghembuskannya pelan-pelan.

Luhan ingin meminta maaf namun bimbang bagaimana caranya. Itu hal memalukan. Dan.. dan.. Luhan akui.. matanya melihatnya..

"Ya Tuhan.. ampuni aku." Lirih Luhan lagi.

"Pabo! Pabo1 Pabo!" Luhan memukul lantai.

Ia merangkak kekasurnya dan mengambil ponselnya di dalam mini bagnya. Ia berniat untuk menelfon Sehun. Untuk meminta maaf karena 'kecelakaan' tadi.

Namun Luhan urungkan. Sehun pasti marah besar kepadanya. Sejak keberangkatan tadi ia selalu membuat onar. Luhan mengutuk dirinya sendiri. Luhan mengehela nafas berat lalu membaringkan tubuhnya diatas kasur.

"Bersiaplah untuk dipecat esok hari." Gumam Luhan pada dirinya lalu memejamkan mata.

.


Sehun terkekeh saat mendegar perkataan Luhan tadi. Ia sebenarnya sedari tadi menguping dari tembok kamarnya. Sehun kembali ke kasurnya, ia sedikit menegakan bantalnya. Ia masuk kedalam selimut lalu memandang menara Eiffel yang nampak jelas dihadapannya melalui kaca jendela. Ia menyilangkan kedua tangannya di balik kepalanya.

Sehun secara perlahan mulai terbuai oleh kantuk dan perlahan memejamkan kedua matanya.

.

.

.

TBC

Readernim~~~ aku kembali dengan cerita baru. Maafkan aku, huhu.. maaf kalau ceritanya kurang menarik. maaf buat semua kekurangannya :(

Tenang cerita keenam cewek cantik yang badai bakal aku lanjutin! Aku cuman takut ga bisa bagi waktu, kapan harus nulis ff ini atau ff sebelumnya. Jadi aku bilang hiatus, maaf ya maaf~ tanpa kalian aku ga mungkin bisa lanjutin ff itu. SO… THANK YOU SO MUCH! Dukungan kalian, review kalian itu jadi satu-satunya motivasi aku buat lanjutin ff.

So here I am, upload new ff for HunHan Indonesia Big Event.

Gimana ceritanya? Seperti biasa ya!

Kasih tau aku tentang pendapat kalian di kotak review!

Kamsahamnida~ ^^ *BOW*