:: UNSPEAKABLE SECRET ::
(CHAPTER 4)
.
"—teruslah menangis, karena aku bahagia melihatmu tersiksa seperti itu."
.
HAPPY READING
.
Sehun masih bertahan diposisinya; duduk di kursi yang berada disamping kasur rawat Luhan, sedangkan Jongin sudah kembali ke kantor untuk mengurus kerjaannya. Jangan kalian pikir Sehun tak memiliki pekerjaan, ia justru memiliki banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan sebelum ia berangkat ke Sigapura dua minggu lagi, namun ia sedikit mengenyampingkan pekerjaannya kali ini demi mencari muka dihadapan Luhan.
Ia menatap lurus pada sosok yang sedang terbujur tak berdaya di kasur tersebut. Dahi wanita itu sesekali berkerut lalu dalam beberapa detik kembali seperti biasa, sepertinya ia sedang mengalami mimpi buruk.
Tak lama kemudian Sehun yang sedari tadi tak pernah lepas memandangi Luhan mendapati bahwa kini wanita itu mulai membuka matanya perlahan-lahan. Sehun dapat merasakan bahwa tubuh wanita itu kembali menegang saat ini, pergerakan bola matanya pun terlihat liar; karena gelisah.
"Luhan, kau sudah sadar, hm? Tenanglah... kita ada dirumah sakit sekarang." Sehun berkata dengan suara lembut dan dengan sendirinya kini ia mengenggam tangan pucat milik Luhan.
"OhSehun?" Luhan mengarahkan pandangannya mengerutkan dahinya; heran mengapa Sehun bisa ada bersamanya saat ini, ditambah lagi dengan tangan besar yang menangkup tangannya dengan hangat tersebut.
Sehun mengeratkan genggaman tangannya pada Luhan. "Ya, ini aku."
Tersadar bahwa kini tangannya berada dalam genggaman hangat Sehun, Luhan langsung menarik tangannya hingga kini terlepas dari genggaman yang cukup membantu menenangkan hatinya tersebut. "Kenapa kau bisa ada disini?" tanya Luhan begitu saja sembari berusaha untuk duduk dikasurnya.
Sehun dengan sigap membantu Luhan yang terlihat kesusahan untuk duduk dengan kekuatannya sendiri. "Kau tadi pingsan karena terkunci di lift dan aku yang membawamu ke rumah sakit," jelas Sehun.
Tiba-tiba pikiran Luhan kembali melayang pada kejadian tersebut. Kejadian dimana tiba-tiba saja lift yang ia tumpangi mengeluarkan suara dentuman cukup keras dan sontak ia langsung menekan tombol untuk membuka pintu tersebut berkali-kali namun hasilnya nol besar karena pintu lift tersebut tak kunjung terbuka, bahkan lampu lift lah yang justru ikut padam saat itu. Luhan semakin panik dan ia beralih untuk menekan tombol alarm bantuan puluhan kali dan masih tak ada kemajuan apapun. Lama kelamaan kenangan buruk itu... kembali terputar layaknya film jadul diotaknya dan berhasil membuatnya merasakan bahwa ia sedang mengalami deja vu.
Luhan yang memang mengalami Cleisiophobia—takut pada ruangan yang terkunci—langsung bereaksi tidak wajar. Tubuhnya dibanjiri keringat dingin, perutnya mual, dan kepalanya pusing tujuh keliling. Semuanya terlihat begitu abstrak dihadapan Luhan saat itu, lift yang terasa seakan-akan sedang digoncangkan dengan kecepatan ekstra; akibat kepalanya yang pusing, berhasil membuat Luhan kehilangan hampir seluruh kesadarannya.
Dengan segala kekuatan yang masih ia miliki, ia berteriak meminta tolong dan sebisa mungkin menggedor-gedor pintu besi tersebut dengan gumpalan tangannya. Hingga pada akhirnya Luhan menyerah dan ia pasrah jika ia harus mati saat itu juga. Tapi Tuhan berkata lain... disaat ia sudah ikhlas sepenuhnya jika ia harus mengakhiri perjalanannya di dunia saat itu juga sebersit cahaya langsung muncul entah dari mana. Luhan merasa bahwa kini tubuhnya sedang di guncang-guncang oleh seseorang dan tak lama kemudian seseorang itu merengkuhnya kedalam gendongan.
Luhan pikir ia sudah dilempar kesurga saat itu, untuk memastikannya ia membuka mata mati-matian dan ia... langsung melihat pemandangan garis rahang seorang lelaki yang begitu sempurna dan ia tersadar bahwa... pria itu Oh Sehun. Setelah itu semuanya menjadi gelap dan kini ia menemukan bahwa ia terbangun di rumah sakit dan wajah pertama yang ia lihat... juga Oh Sehun.
"Hei, kenapa kau menangis." Sehun beranjak dari duduknya dan kini ia duduk di tepi kasur Luhan; berhadapan langsung dengan gadis itu.
Luhan langsung kembali terlempar kedunia nyata begitu suara parau nan indah itu memasukki indera telinganya. Ia mengapus air matanya dengan lengan kanannya namun sialnya air mata itu tak kunjung berhenti, tangisannya justru semakin menjadi-jadi karena ingatan buruk mengenai masa lalunya kembali menghantuinya.
Luhan menjatuhkan pandangannya yang penuh kerapuhan tepat dimata Sehun. "Aku... aku takut..." lirih gadis itu, air matanya belum kunjung berhenti membobol dinding pertahanannya. Sehun memberanikan diri untuk menepuk-nepuk pundak Luhan agar gadis itu lebih tenang; dan lagi dengan menyesal harus Sehun akui bahwa ini hanya kepura-puraan semata.
"Kenapa kau takut? Kau aman disini bersamaku, Lu," ujar Sehun yang berusaha terlihat setulus mungkin. "Oh ayolah, berhenti menangis dan ceritakan semuanya padaku tentang apa yang sebenarnya terjadi," bujuk Sehun. "—teruslah menangis, karena aku bahagia melihatmu tersiksa seperti itu." Itulah yang sebenarnya ingin Sehun katakan namun ia hanya bisa mengungkapkan kalimat tersebut didalam hatinya.
Lama kelamaan Luhan mulai menghentikan tangisannya hanya saja ia masih sedikit terisak tanpa air mata. Ia kembali menatap tepat kemata Oh Sehun yang sedari tadi tak pernah sekalipun mengalihkan pandangannya, dan Luhan baru tersadar... bahwa Oh Sehun si brengseklah yang berada dihadapannya saat ini. "Kau... pergi saja, aku sudah tidak apa-apa." Luhan langsung bertingkah kuat, berbeda dengan beberapa detik yang lalu.
"Aku rasa kau masih cukup lemah, Lu. Oh ya, bagaimana dengan bingkisan tadi pagi, kau suka?" tanya Sehun yang segera mencairkan suasana karena ia tidak boleh kalah begitu saja. Kali ini ia harus berhasil mendapatkan hati Luhan.
Mendengar perkataan Sehun barusan, otomatis ia teringat akan bingkisan–yang well, Luhan akui cukup manis–yang ia terima tadi pagi dan juga... ciuman itu. "Hei, kenapa diam? Kau tidak suka ya?" Sehun mengangkat dagu Luhan dengan tangan kanannya, membuat pandangan Luhan kini jatuh tepat di bola mata indah milik Sehun. Dengan sigap Luhan menepis tangan Sehun dari dagunya. "Lumayan," jawab Luhan enteng dan terlihat acuh.
"Sepertinya kau memang tidak menyukainya... padahal aku hanya ingin mengungkapkan maafku karena sudah lancang menciummu kemarin malam." Kini Sehun justru memasang tampang murungnya.
"Bahkan jika kau meminta maaf langsung padaku pagi tadi aku akan tetap tidak memaafkanmu, Tuan Sehun. Kau tahu, aku sangat benci dengan tipikal orang sepertimu," ujar Luhan terang-terangan. Nekat. Ya, ia sangat nekan 'kan? Berbicara selancang itu pada atasannya.
Sehun sebenarnya cukup geram dengan tingkah Luhan yang benar-benar susah ditaklukan ini, apalagi dengan terang-terangan gadis itu mengatakan ketidaksukaannya pada Sehun. Oh ayolah, harusnya wanita ini bereaksi kalau ia tak keberatan sama sekali dengan ciuman Sehun dan juga terpukau dengan bingkisah yang ia kirimkan tadi pagi, dengan begitu Sehun bisa lebih mudah melancarkan serangannya. Tapi kali ini Sehun memilih untuk megalah. "Oke, bagaimana kalau kau anggap pertolonganku yang kuberikan padamu siang ini sebagai ungkapan permintaan maafku?"
"Ah, jadi kau tidak tulus menolongku? Kenapa tidak kau biarkan aku mati saja didalam lift itu?" Luhan lagi-lagi dengan jelas menunjukkan ketidaksukaannya pada Sehun.
"Hei, sebenarnya aku juga ingin membiarkanmu mati di dalam sana, tapi dendamku pada ibu jalangmu itu belum terbalaskan." Sehun membatin geram, tapi lagi-lagi ia hanya bisa menutupi semuanya dengan topeng malaikat andalannya. "Anni, aku tulus. Jinjja."
"Tapi aku tidak merasa begitu, anehnya. Kau terlihat terpaksa melakukan semua ini." Luhan menatap ke arah Sehun penuh selidik. "—feelingmu ternyata cukup kuat, Nona," sahut Sehun lagi dalam hatinya.
"Jadi, kapan kau mau pergi dari sini? Atau aku saja yang pergi?" Luhan mengambil ancang-ancang untuk melepaskan jarum selang infus yang terpasang ditangannya. "Hei, kau mau kemana?" alis pria itu berkerut.
"Kemanapun, yang penting tidak di dekatmu. Ah ya, walaupun aku tidak begitu suka denganmu, tapi aku cukup tahu diri karena kau sudah menyelamatkanku. Jadi, terimakasih." Luhan mengucapkan terimakasih dengan gaya angkuhnya. Tentu saja berhasil membuat Sehun hanya bisa menggeram dalam hati.
Akhirnya Sehun lagi-lagi memilih untuk mengalah, ia beranjak dari duduknya. "Oke, aku yang akan pergi. Semoga kau lekas sembuh." Ia memaksakan dirinya untuk bisa tersenyum setulus mungkin. Oh ayolah, bahkan Sehun sedang menahan dirinya habis-habisan untuk tidak mendorong gadis ini dikasurnya dan memperkosanya dengan ganas.
Sehun kembali mengeluarkan seringaian yang sejak tadi mati-matian ia tahan begitu ia sudah keluar dari UGD yang sangat besar itu, "Sebentar lagi... ya, aku yakin sebentar lagi kau tidak akan mampu menghindar dari pesonaku seperti saat ini, Xi Luhan."
.
.
.
Jongin sedang memeriksa pekerjaannya melalu tablet putih yang selalu menemaninya kemanapun ia pergi itu. Suara pintu yang dibuka dengan kasar lalu ditutup dengan kasar pula berhasil mengganggu konsentrasi Jongin dan ia hanya bisa menghela nafas saja karena ia sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini.
"Jongin, siapkan satu buah kamar untukku sekarang juga. Cari wanita yang hebat bermain diatas ranjang selama apapun aku mau, but virgin, oke?" Sehun menghempaskan jasnya begitu saja begitu ia masuk kedalam ruangannya dan langsung menjatuhkan bokongnya di kursi singgasana tersebut.
"Ya! Tiga puluh menit lagi kita ada rapat, bodoh!" protes Jongin yang masih duduk ditempatnya.
Sehun menatap malas kearah Jongin. "Aku tidak peduli, aku mau melakukan itu sekarang!"
"Ada apa lagi, huh? Aku tahu kau sedang emosi saat ini."
"Kau memang paling mengerti diriku, Jongin. Kau tahu, lagi-lagi aku ditolak oleh anak jalang itu!" emosi Sehun kembali menjadi-jadi saat ia mengingat bagaimana Luhan mengusirnya.
Jongin menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Sehun yang emosi karena mendapat penolakan seperti itu. Jongin tahu betul bagaimana perangai temannya itu. Ingin merendahkan tapi tidak ingin direndahkan. Egois, right? "Sudah kuduga, Nona Xi tidak semudah itu untuk ditaklukan."
"Bagaimana bisa ia masih menolakku seperti itu? Bahkan semalam aku rela menciumnya lebih dulu, lalu pagi tadi aku mengirimnya bingkisan seperti itu. Aku juga sudah meminta maaf tapi dengan wajah datarnya itu ia mengusirku." Sehun melemparkan sebuah miniatur yang tadinya berdiri tegak di atas mejanya ke sembarang arah.
"Tidak selamanya pesonamu itu berlaku pada semua gadis, Sehun. Percaya padaku, mereka–wanita maksudku, tidak serendah yang kau bayangkan. Mereka sebenarnya punya sisi kuat dalam diri mereka yang apabila dikeluarkan bisa justru menindas kita." Peringat Jongin.
Akan tetapi bukan Oh Sehun namanya jika ia mudah menerima nasehat dari orang lain. "Anni, dimataku sampai kapanpun kaum wanita tidak lebih baik daripada seonggok sampah," ujar Sehun tajam.
.
.
.
Dengan wajah murung Baekhyun keluar dari lift yang membawanya turun ke lobby dari ruangan kerjanya di lantai enam. Suasana mendung sore ini benar-benar sesuai dengan suasana hatinya yang tak kalah mendung dengan awan-awan diluar sana.
Begitu kaki rampingnya melangkah keluar dari pintu utama gedung pencakar langit berdominasi kaca tersebut rambutnya langsung berterbangan diterpa angin. Namun Baekhyun tak memperdulikan surai indahnya yang tengah terombang-ambing mengikuti arah angin, ia hanya terus melanjutkan langkahnya tanpa tujuan.
Kebetulan hari ini gadis itu tak mengendarai kereta mesih berwarna merah kesayangannya tersebut karena kini mobilnya sedang berada di bengkel sehingga ia terpaksa menggunakan kendaraan umum selama tiga hari kedepan.
Saat Baekhyun sudah hampir sampai di halte bus, suara dentuman musik mencuri perhatiannya. Ia menolehkan wajahnya ke arah kanan—seberang jalan, dimana terdapat sebuah klub malam yang cukup berkelas dikawasan Gangnam ini.
Baekhyun terlihat terpaku sebentar ditempatnya sembari berperang dengan dirinya sendiri, haruskah ia masuk kedalam sana atau tidak? Well, Baekhyun sudah lama tak berkunjung ke klub malam karena ada sesuatu yang ia hindari.
Akhirnya Baekhyun memantapkan hatinya untuk masuk kedalam klub malam tersebut, mengabaikan beberapa kemungkinan yang mungkin bisa membahayakan dirinya sendiri dilain waktu. Baekhyun menunggu lampu penyebrangan jalan berwarna hijau setelah itu perlahan-lahan ia menyebrangi jalan raya dibalik langit Gangnam yang sudah mulai menggelap karena matahari sudah turun ke tempat peristirahatannya.
Baekhyun menunjukkan kartu tanda penduduknya; membuktikan bahwa ia sudah cukup umur untuk masuk ke klub malam tersebut. Setelah itu ia langsung memilih salah satu kursi di meja bar tersebut dan memesan segelas cocktail. Ya, Baekhyun rasa ia tidak seharusnya mengkonsumsi alkohol saat ini walaupun ia sangat membutuhkan cairan dengan rasa menyengat itu saat ini.
Dentuman musik-musik dance yang sedang hits akhir-akhir ini dan diberi sedikit sentuhan tambahan oleh DJ tampan yang sedang asik memainkan piringan hitam dan beberapa alat musik elektronik dihadapannya ditemani oleh dua orang gadis berpakaian super minim yang meliuk-liukkan tubuh moleknya disebelah DJ itu.
Baekhyun tak tertarik sama sekali untuk ikut dansa di lantai bermotif seperti catur tersebut, ia lebih memilih untuk menyeruput gelas cocktail keduanya sembari duduk menyandarkan kedua sikutnya yang kini sedang memangku wajah cantiknya diatas meja bar.
Disaat semua orang sedang berteriak bahagia merasakan euforia akibat pengaruh dari alkohol dan musik dansa yang bertentum sana sini, Baekhyun justru terlihat mulai mengeluarkan buli bulir bening yang selalu menjadi pengiring kesedihannya selama ini ditempatnya.
Cukup. Baekhyun rasa ia benar-benar membutuhkan alkohol saat ini agar ia bisa segera melupakan bayangan-bayangan kejadian yang ingin ia lupakan agar ia bisa kembali hidup tenang seperti dahulu.
"Beri aku dua gelas whiski dengan alkohol tinggi," ujar Baekhyun putus asa pada seorang bartender dengan tubuh semampai tersebut.
Tak lama kemudian sang bartender menyerahkan dua gelas whiski sesuai pesanan Baekhyun dan Baekhyun menegak whiski gelas pertamanya sekali minum. Gadis itu lalu mengernyitkan wajahnya saat ia merasakan alkohol itu menarik bagian dalam tenggorokannya—hal yang wajar dirasakan saat meminum alkohol.
Setelah menghabiskan gelas pertamanya Baekhyun merasa sedikit demi sedikit beban yang ia pikul dipundaknya sejak istirahat makan siang tadi mulai terasa ringan.
Tapi sialnya ia masih mengingat kejadian tersebut dan tak bisa menahan lelehan air matanya yang justru semakin deras begitu ia menegak cairan memabukkan tersebut.
[Flashback]
Baekhyun menghempaskan tubuhnya dikasur dengan pakaian bagusnya; ia terlihat seperti akan pergi keluar. Ya, Baekhyun tadinya berencana untuk berkencan dengan kekasihnya yang sudah dua tahun belakangan ini berkencan dengannya. Namun tiba-tiba saja pria itu memberitahunya lewat pesan singkat bahwa mereka terpaksa harus membatalkan rencana kencan mereka malam ini karena kekasihnya itu sedang sakit. Jujur, Baekhyun kecewa, karena ini adalah hari jadi mereka yang ke dua puluh empat bulan tapi pria itu justru membatalkan kencan mereka tiba-tiba. Padahal tadinya Baekhyun sudah menghayalkan kencan romantis yang akan ia lewatkan bersama pria kesayangannya tersebut.
Tak lama kemudian ponsel berwarna putih yang berada di genggaman tangan kirinya berdering. Baekhyun mendapati nama Luhan kini terpancar dari layar ponselnya. Ya, junior sekaligus teman dekatnya tersebut meneleponnya.
"Yeoboseyo..." jawab Baekhyun tanpa semangat.
"Sunbae, kau sedang apa?" tanya Luhan dari seberang sana.
"Aku tidak sedang apa-apa, hanya bersantai dikamar. Wae?" tanya Baekhyun balik.
"Mau menemaniku pergi ke pesta ulang tahun teman SHS ku tidak? Chanyeol juga datang, apa ia tak memberitahumu?"
Dahi Baekhyun berkerut mendengar perkataan Luhan barusan. Oh ayolah, mengapa tiba-tiba Luhan berkata seperti itu? Bukankah Chanyeol sedang sakit? "Chanyeol? Bukankah ia sedang sakit? Ia tadi mengabariku dan membatalkan kencan kami malam ini," tanya Baekhyun keheranan. Ya, kekasih Baekhyun adalah Chanyeol, mereka mulai dekat sejak mereka bertemu untuk pertama kalinya diperlombaan piano antar kampus saat masih menjadi mahasiswa dahulu.
"Sakit? Hahaha, kau lucu sekali, Sunbae. Ia bahkan terlihat begitu bersemangat berangkat ke pesta ulang tahun ini. Baru saja ia pergi, aku berencana menyusul tapi aku malas pergi sendiri," jawab Luhan. Terdengar helaan nafas dari seberang sana.
Baekhyun bertanya-tanya dalam hatinya. Apa mungkin Chanyeol membohonginya? Oh ayolah, selama ini Chanyeol tidak pernah bersikap aneh seperti ini. Pria itu bahkan selalu kegirangan setiap Baekhyun mengajaknya berkencan.
Baekhyun terdiam, seketika ia menyadari suatu hal yang janggal saat ini. Ya, Chanyeol baru saja membohonginya dan jujur Baekhyun kecewa. "Bagaimana, kau mau menemaniku tidak?" tanya Luhan lagi karena Baekhyun tak kunjung menjawab ajakannya.
"Oke, aku ikut. Dimana pestanya?" Baekhyun memutuskan untuk mengiyakan ajakan Luhan untuk melihat apa yang Chanyeol lakukan sebenarnya. Karena jujur, perasaannya tidak enak.
"Di Klub Verde yang di Seoul. Kau siap-siap saja, Sunbae. Aku akan menjemputmu sekarang juga," ujar Luhan terakhir kalinya sebelum memutuskan sambungan panggilan mereka.
.
.
.
Baekhyun dan Luhan kini sudah sampai diklub malam dimana pesta diselenggarakan. Luhan menunjukkan undangannya pada security setelah itu mereka dipersilahkan untuk masuk keruangan VIP klub tersebut karena kebetulan teman Luhan yang sedang berulang tahun adalah anak dari salah satu konglongmerat di Korea Selatan. Kim Junmyeon—anak dari pemilik Hyundai Dept. Store.
Keadaan ruangan pesta terlihat begitu mewah dengan bau alkohol yang cukup tercium dimana-mana. Banyak muda mudi seusia mereka kini sedang berjingkat-jingkat diatas lantai dansa tersebut dengan sebuah gelas berisi cairan berwarna kuning kecokelatan itu ditangan mereka.
Begitu masuk kedalam ruangan tersebut, mata Baekhyun langsung berpendar kemana-mana, dengan satu tujuan, mencari keberadaan Chanyeol. Luhan bilang, pria itu mengenakan jaket kulit berwarna hitam yang dipadukan dengan celana jeans dan kaos putih. Tapi sudah sekitar lima menit matanya menjelajah kemana-mana ia tak juga menemukkan keberadaan Chanyeol.
"Myeonnie, selamat ulang tahun! Aigoo, kau semakin cantik dibalik balutan dress bertabur swarovski ini. Jinjja yeoppoda!" puji Luhan yang kini menghampiri Junmyeon sang empu pesta malam ini, tak lupa gadis itu menarik Baekhyun untuk ikut menghampiri Junmyeon.
Junmyeon tersenyum bangga mendengar pujian dari Luhan, gadis dengan sentukan make up glamour itupun kini mengibaskan rambutnya membuat kalung berliannya yang mengkilap itu terpampang sempurna. "Ya! Daebak... sebenarnya berapa banyak berlian yang kau milikki, eo? Ini benar-benar menakjubkan!" pekik Luhan kegirangan saat melihat kilapan kalung berlian yang melingkar manis di leher jenjang milik Junmyeon.
"Ini adalah salah satu hadiah dari ayahku, menakjubkan bukan? Asal kau tahu, ini bahkan lebih mahal dari mobilmu," ujar Junmyeon; yang mulai memamerkan kekayaannya tanpa malu. Luhan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kebiasaan pamer Junmyeon yang semakin hari semakin parah saja. Namun ia tak pernah mengambil pusing sedikitpun dengan sifat pamer temannya ini karena sebenarnya Junmyeon adalah pribadi yang baik dan mau bergaul dengan siapapun.
"Oh ya, kenapa kau tidak datang bersama Chanyeol?" Baekhyun yang sedari tadi masih sibuk mencari keberadaan Chanyeol di ruangan tersebut padangannya teralihkan pada Junmyeon yang tiba-tiba menyebut nama pujaan hatinya itu.
"Tadinya aku berencana untuk tidak datang karena besok aku harus bangun pagi-pagi sekali untuk berangkat ke China, namun atasanku mengabarkan bahwa penerbangan kami diundur menjadi penerbangan dini hari, jadi aku putuskan saja untuk datang. Kau tahu aku ini semua karena aku merindukanmu!" ujar Luhan yang kini sedang asik tertawa riang bersama Junmyeon.
"Lalu sekarang dimana Chanyeol?" Baekhyun akhirnya buka suara. Bahkan ia lupa mengucapkan selamat pada Junmyeon karena terlalu sibuk mencari keberadaan kekasihnya itu.
Junmyeon mengangkat bahunya. "Aku tidak tahu, seingatku ia tadi sedang berkumpul dengan para pria disebelah sana." Gadis itu menunjuk kearah meja yang kini diduduki oleh sekitar enam orang pria yang sedang asik bersulang.
"Ah, tidak-tidak. Terakhir aku melihatnya berbincang dengan Gayoung saat gadis itu datang," lanjut Suho.
Jantung Baekhyun berdegup kencang saat ia mendengar nama tersebut terlontar dari mulut Suho. Gayoung, Moon Gayoung. Ya, Baekhyun tahu betul siapa gadis itu. Ia adalah mantan pacar terakhir Chanyeol sebelum pria itu berkencan dengannya saat ini. Baekhyun semakin mencium ketidak beresan disini. Perasaannya benar-benar tidak enak.
Luhan yang menyadari bahwa kini Baekhyun sedang gelisah langsung mengusap punggung Baekhyun sembari berbisik, "Percayalah, Chanyeol hanya mencintaimu. Bertemu dengan mantan pacarnya tidak akan berhasil membuatnya berpaling darimu barang sedikitpun. Percaya padaku."
Baekhyun menatap lurus kearah mata Luhan dan ia tidak menemukkan kebohongan serta keraguan apapun terpancar dari gadis yang sedikit lebih tinggi darinya itu. Well, setidaknya mendengar perkataan tulus Luhan barusan berhasil membuatnya sedikit lebih tenang.
.
.
.
Sudah sekitar dua puluh menit Baekhyun duduk ditempat ini dan ia tidak menikmati pesta ini sama sekali. Sedari tadi ia hanya menyeruput minumannya dan sesekali mencicip makanan ringan yang tersedia di meja bundar tersebut. Sampai saat ini ia masih tidak juga menemukkan keberadaan Chanyeol.
Baekhyun akhirnya memilih untuk kekamar mandi karena tiba-tiba saja ia merasa ingin buang air kecil. Setelah pamit sebentar pada Luhan, Baekhyun langsung menuju ke kamar mandi yang berada di sudut kiri ruangan tersebut. Ya, ruangan VIP ini juga memiliki toilet tersendiri didalam ruangan.
Baekhyun mendorong pintu berwarna abu-abu yang diberi sedikit sentuhan garis-garis abstrak untuk mempercantiknya. Didalam kamar mandi tersebut terdapat tiga bilik kamar mandi yang masing-masing bilik berukuran cukup besar.
Baekhyun hendak memasukki bilik paling kiri karena bilik tengah pintunya tertutup, namun tidak begitu rapat; sepertinya sedang ada yang memakai, namun langkahnya terhenti saat samar-samar ia mendengar desahan dari seorang wanita yang terdengar cukup jelas.
"Eunghh... lebih cepathh... sayang..." begitulah sekiranya yang tertangkap di telinga Baekhyun. Lalu bunyi kecupan demi kecupanpun menyusul setelahnya.
Awalnya Baekhyun tidak ingin menghiraukan lenguhan kenikmatan yang sedang dikeluarkan oleh dua insan yang pastinya sedang bercumbu dibilik sebelahnya tersebut, namun tubuhnya membeku begitu ia mendengar desahan lanjutan dari sang wanita. "Park Chanyeol... aahh... teruss... ya disitu sayanghhh..."
Tubuh Baekhyun langsung bergetar setengah mati begitu ia mendengar nama kekasihnya yang sedari tadi ia cari keberadaannya tersebut didesahkan sesensual itu oleh sang gadis. Baekhyun mengurungkan niatnya untuk buang air kecil dan kini kakinya beralih untuk berjalan mendekat ke arah bilik yang mengeluarkan desahan tersebut.
Dengan tangan bergetar, Baekhyun mendorong sedikit demi sedikit pintu yang tidak dikunci tersebut dan saat pintunya sudah terbuka setengah bagian, Baekhyun dapat melihat jelas bahwa kini terdapat sepasang manusia yang sedang bercumbu panas didalam sana.
Sang wanita terlihat sedang duduk mengangkang diatas kloset duduk tersebut dengan rok mini yang sudah terangkat hingga pinggang juga kaos tanpa lengan berwarna merah tersebut yang kini sudah tanggal dari tubuhnya menyisakan gadis itu hanya dengan sebuah bra berwarna hitam yang sudah melorot kebawah sehingga dua buah payudara sintal itu menyembul keluar dan terlihat bercak-bercak kemerahan di sekitar payudara gadis itu.
Begitupun dengan pria dengan tinggi semampai dengan surai hitam berpotongan rapi yang sedang berdiri membelakangi Baekhyun saat ini. Bahkan hanya melihat tampak belakangnya saja Baekhyun sudah yakin seribu persen bahwa itu adalah Chanyeol, kekasihnya yang membatalkan kencan mereka malam ini dengan alasan sakit padahal nyatanya pria itu sedang bercumbu dengan mantan pacarnya di klub malam.
Baekhyun tak bisa menahan lelehan air matanya begitu melihat Chanyeol yang dengan nikmatnya menggerakan pinggulnya dan menghentakkan inti tubuhnya kedalam vagina milik Gayoung yang sudah berlumuran cairan cinta mereka tersebut. Oh lihatlah, Bahkan kini tangan besar milik Chanyeol kembali meremas dada Gayoung; yang Baekhyun aku jauh lebih besar daripada miliknya.
Saat Chanyeol mulai kembali meraup ganas bibir Gayoung dengan posisi yang masih sama seperti tadi, Baekhyun baru bisa menggerakan lidahnya yang tadi terasa kelu. "Park Chanyeol... kau brengsek!" lirih gadis itu sembari membuka lebar-lebar pintu bilik kamar mandi yang kini sudah dibanjiri oleh cairan cinta milik Chanyeol dan Gayoung, entah sudah berapa lama mereka bergumul di bilik kamar mandi ini.
Chanyeol menghentikan gerakkan pinggulnya serta menjauhkan bibirnya dari Gayoung begitu ia mendengar lirihan dari suara yang begitu familiar ditelinganya. Suara yang selalu mengisinya dengan celotehan-celotehan selama dua tahun belakangan ini.
"Byun... Baekhyun?" Chanyeol yang terlihat tidak dalam kesadaran yang normal menyipitkan matanya untuk memastikan sosok wanita yang sedang berlinangan air mata dihadapannya saat ini adalah Baekhyun.
.
"And this is what I'll say if I had any words
Wish we hadn't messed up, now your heart is with hers
And I know that your love wasn't here to stay
I gave you all of mine but you gave it away
And now you're the one who hurts
You had to love someone else"
Here's To Us – Ellie Goulding
.
"Kau benar-benar jahat, Chanyeol. Aku kecewa padamu!" Baekhyun tak tahan lagi untuk tetap tinggal ditempat itu. Ia langsung membalikkan tubuhnya dan membanting pintu toilet tersebut dengan keras saat ia sudah benar-benar keluar dari kamar mandi bernuansa abu-abu tersebut.
Dan sejak itulah... hubungannya dengan Chanyeol retak dan tak kunjung membaik meskipun enam bulan sudah berlalu...
.
.
T B C
.
.
#PREVIEW FOR NEXT CHAPTER
"Ya, aku menjemputmu karena aku ingin mengajakmu berangkat bersama. Apa aku terlalu frontal?"
"Ternyata kau menganggapku serendah itu. Sayang sekali, padahal aku begitu tertarik padamu,"
"Itu semua masa lalu, Sehun-ah. Apa masih belum cukup waktu delapan belas tahun untuk bisa merelakan semuanya?"
"Terserah, semua orang di dunia ini memang sama, hanya bisa menyalahkan orang lain,"
.
.
Hei, bertemu lagi denganku di series yang satu ini. Kelamaan ya kali ini updatenya? Sorry deh kkkk
Yap, mungkin chapter ini memang fokusnya terbagi antara HunHan dengan ChanBaek. Terus di chapter ini juga lebih banyak membahas ke masa lalu karna aku mau jelasin keambiguan antara para tokoh biar kedepannya tidak membingungkan kalian saat konflik utama mulai menyerang. Tapi chapter-chapter selanjutnya bakal lebih menjurus kekejadian di masa sekarang kok, dan tentu saja HunHan sebagai main cast yang memiliki peran dominan.
Untuk yang nungguin KaiSoo... sabar yah, karena bom waktu buat mereka belum meledak nih(?) Mungkin di next mereka muncul hihi #spoiler
Oh ya, aku berencana buat kasih preview next chap disetiap ending chapternya nih, gimana, deal?
Fast Update? Review dong makanya! Thankschuu!