Title :
Love, Fight, Blood
Cast :
SEVENTEEN
Genre :
Romance, Action, Family
Length :
Chaptered
Rated :
M (for blood scene and some gore. Maybe some sex scene but not really)
Disclaimer :
Nothing
Warning :
Disini, member mempunyai karakter berbanding 180 derajat dengan aslinya. Jadi yang biasanya biasnya konyol, disini jadi kejam semua. Jangan protes, soalnya udah diperingatin. Gak tanggung kalo nantinya ada yang muntah atau gimana, soalnya ada adegan darah.
Sekali lagi, disini semuanya OOC.
.
.
.
Love, Fight, Blood
Cahaya matahari pagi menyapu tanah Seoul kembali, titik embun berjatuhan dari atap rumah, ini masih musim gugur, udara masih terlalu dingin di luar, nyamannya suhu hangat kamar dan lembutnya selimut masih menjadi magnet yang kuat bagi masyarakat kota metropolitan ini.
Tidak terkecuali Yoon Jeonghan, ia masih enggan untuk bangun meski jam wekernya sudah berdering sedari tadi.
Jeonghan mematikan jamnya, dia menoleh ke ruang kosong di ranjang tempat ia tidur. Bukan Jeonghan yang menyetel alarm itu, ia bahkan benci bangun sepagi ini di musim dingin. Siapa lagi kalau bukan kekasih tercintanya itu. Dia selalu bangun saat matahari belum terbit dan menyetel ulang jam weker untuk membangunkan Jeonghan.
Pemuda itu akhirnya bangun, ia memunguti pakaiannya yang tersebar di lantai dan memasukkannya ke bak untuk dicuci nanti. Ia berjalan pelan ke kamar mandi, sakit di pinggangnya akibat terlalu 'kelepasan' semalam masih terasa.
Ketika kakinya menyentuh keramik lantai kamar mandi, Jeonghan sedikit berjengit. Satu lagi yang ia benci adalah mandi pagi di musim dingin. Biasanya Jeonghan akan mandi sekitar jam 9 atau 10 jika udara Seoul mulai mendingin. Tapi tidak sekarang, ia harus mandi karena aktivitas dengan kekasihnya semalam menyebabkan tubuhnya lengket oleh keringat dan . . . yah kau tahulah.
Setelah beberapa menit berkencan dengan air panas, Jeonghan keluar, ia memakai pakaian dan menata rambutnya. Celana jeans yang membalut kaki rampingnya dengan kemeja yang dilapisi sweater rajutan hangat membuatnya semakin manis. Jeonghan membiarkan rambut sebahunya tergerai menutupi leher, sekalian menutupi 'bekas kemarin malam'.
Jeonghan memasukkan ponselnya ke saku celana dan bergegas turun. Beberapa wanita berpakaian maid dan pria berjas hitam membungkukkan badan kepadanya ketika bertemu, Jeonghan hanya membalas dengan anggukan dan senyum.
Jeonghan sampai di meja makan, pemandangan di depannya seperti biasa. Kekasihnya, Choi Seungcheol duduk di ruang makan bersama 'tangan kanan'nya, Kim Mingyu. Juga beberapa maid butler dan di sekitar mereka untuk menyediakan apa yang mereka inginkan. Eh, sepertinya ada yang kurang?
"Hey, baby. Kau sudah bangun?"
Jeonghan menghampiri Seungcheol, pria itu menarik tengkuk Jeonghan kecil dan mengecup bibirnya. Jeonghan memukul kecil lengan Seungcheol dan dibalas dengan senyuman manis. Jeonghan duduk di kursi tepat di sebelah Seungcheol. Seorang maid yang semenjak tadi berdiri di sudut menghampiri Jeonghan, ia mengambil sepotong roti hendak melayani kebutuhan majikannya sebelum Jeonghan menghentikannya,
"Tidak usah, biar aku sendiri. Terima kasih" ucap Jeonghan tersenyum. Maid itu membungkukkan kepalanya kecil dan mundur kembali ke posisinya, Jeonghan mengambil roti tadi dan mulai mengoleskan selai coklat. Ia menggigit sarapannya sambil masih mendengarkan percakapan Seungcheol dan Mingyu, tangan kanan Seungcheol.
Mingyu sendiri sudah dianggap Seungcheol sebagai adik sendiri walaupun ia sudah memiliki dua adik kandung. Yah. . . walapun kedua adiknya berasal dari ibu yang berbeda dengannya.
"Pemesanan untuk (1)Kalashnikov AK-47 dan FAMAS 5,56 mengalami peningkatan di beberapa wilayah di Jepang, khususnya Hokkaido dan Osaka. Juga beberapa wilayah di Asia Tenggara meminta untuk dikirimkan stok yang sama untuk beberapa minggu kedepan" ucap Mingyu dengan sebuah tab di tangan kanannya, dan roti dengan selai kacang yang sudah tinggal setengah di tangan kirinya,
"Kirimkan yang mereka inginkan. Jangan lupa untuk menjamin semuanya." Balas Seungcheol.
"Hyung, aku tidak tahu ini berguna atau tidak. Tapi aku mendapat kabar bahwa leader grup Taigaa tiba di Korea pagi ini"
Seungcheol menaikkan alisnya, "Grup yakuza saingan kita asal Jepang itu?"
Mingyu mengangguk, "Dia dan beberapa tangan kanannya akan tinggal sementara disini untuk beberapa bisnis. Dan, menurut info, markas sementara mereka selama di Korea adalah di daerah Apgujeong"
Mendadak pikiran Seungcheol melayang ke adiknya, Lee Jihoon. Lelaki mungil itu tinggal terpisah di apartemennya sendiri di daerah Apgujeong. "Perlukah kukirim orang untuk mengawasi apartemen Jihoon? Atau kau mau menyelidiki tentang Taigaa juga?" tanya Mingyu
Jeonghan terdiam, ia menoleh ke arah Seungcheol melihat kekasihnya itu tengah berpikir, Senyum lega berada di bibir Jeonghan ketika Seungcheol menggelengkan kepalanya kecil. Jeonghan tahu menjalin hubungan dengan Seungcheol tidak mudah. Posisinya sebagai Leader dari The Golden Dragon, grup Mafia terbesar di Korea Selatan selalu membuat Jeonghan khawatir. Jeonghan tahu, Seungcheol pemegang sabuk hitam, ia juga ahli menembak, bisnisnya di Black Market berjalan mulus, tapi tetap Jeonghan khawatir.
Karena sebelum menjalin hubungan dengannya, Seungcheol merupakan orang yang kejam, dia tidak mempunyai hati sebagai manusia, membunuh siapa saja yang akan menghalangi jalannya. Jeonghan tahu semua itu dari Mingyu, walaupun Seungcheol sudah berjanji padanya untuk tidak mengambil nyawa seseorang dengan tangannya tetap saja Jeonghan khawatir.
Jeonghan menoleh saat tangannya digenggam, ia menoleh ke arah Seungcheol yang tersenyum manis,
"Jangan khawatir aku sudah berjanji padamu."
Seungcheol mengusap perlahan tangan Jeonghan, namja berambut panjang itu hanya tersenyum kecil. Mingyu sendiri hanya memasang muka datar dihadapan kedua insan yang sedang menyajikan adegan romantis di pagi hari,
Ia memasukkan sisa sarapannya ke mulut membuat mulutnya menggembung. Saat itu, seorang pemuda blasteran masuk ke ruang makan dan menepuk keras punggung Mingyu.
"Uhukk. . .Uhukk . ." Mingyu menggapai secangkir teh di sebelahnya dan meminumnya cepat. Tapi roti kacang itu masih menyangkut di kerongkongannya, secangkir kecil teh—yang sudah tinggal setengah—tidak akan meloloskan makanan yang tersangkut.
Jeonghan meraih teko teh dan menuangkannya kembali ke cangkir Mingyu, kali ini lebih banyak. Pemuda itu masih terbatuk memegangi lehernya, sedangkan Vernon—pelaku kejadian itu— hanya tertawa puas dan duduk dengan santai sambil menunggu seorang maid yang sedang membuatkannya roti selai.
Setelah roti kacangnya sudah masuk ke lambung, Mingyu menghembuskan nafasnya kasar, ia menoleh ke arah Jeonghan,
"Gomawo, Jeonghan hyung" ucapnya tersenyum.
"Makanlah sedikit-sedikit, nanti kau tersedak lagi"
Mingyu mengangguk seperti anak kecil, kepalanya menoleh ke arah Vernon, pandangannya berubah membunuh, ia meraih sendok teh di sebelahnya dan melemparnya tepat mengenai dahi pemuda blasteran itu, membuatnya merintih tapi masih tertawa. Untunglah Mingyu tidak mengambil pisau roti kecil di depannya, mungkin hasilnya akan lain?
Tidak peduli status Vernon yang merupakan adik dari Seungcheol. Toh, ia juga lebih tua darinya
"Kau mau membuatku mati, hah?"
Vernon masih memegangi dahinya, "Hyung, aku cuma menyapamu di pagi hari. Ada yang salah?" jawab Vernon menampilkan senyum mengejek.
"Hentikan"
Hanya satu kata dari Seungcheol yang membuat kedua namja yang masih berseteru itu diam, Seungcheol sendiri cukup tenang meminum secangkir kopi hitam, sedangkan Mingyu dan Vernon terdiam dan menyibukkan diri dengan kegiatan masing-masing.
Keheningan masih terjadi, Jeonghan memutuskan untuk buka suara,
"Seungcheol-ah. Sepulang kuliah nanti aku mau mengunjungi Jihoon, boleh? Aku jadi kangen dengan Jihoon gara-gara pembicaraan tadi"
Seungcheol memandang ke arah Jeonghan. Kemudian ia mengangguk pelan,
"Gomawo"
"Tapi harus dengan Mingyu. Aku tidak mau ada apa-apa terjadi denganmu"
Jeonghan hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Ia melanjutkan sarapannya dengan tenang.
Vernon menghabiskan makananya dengan cepat, ia beranjak setelah minum dan meraih tasnya.
"Hyung, aku duluan"
"Tidak bareng denganku?" tanya Jeonghan.
"Ada kuliah pagi!" teriak Vernon sebelum keluar, beberapa menit kemudian terdengar suara motor yang dipacu dengan cepat dari luar rumah.
"Akhir-akhir ini, dia selalu berangkat pagi. Jeonghan-hyung, apa fakultas teknik komputer selalu ada jam kuliah pagi?" tanya Mingyu.
Jeonghan hanya tersenyum kecil sambil mengendikkan bahunya, "Aku fakultas ilmu psikologi mana tahu tentang itu. Ah tapi mungkin aku tahu"
Seungcheol dan Mingyu menoleh ke arah Jeonghan, "Mungkin dia menyukai seseorang?"
"Jinjja? Nugu hyung?" tanya Mingyu menggebu.
"Ada seseorang dari klub choirku, namanya Boo Seungkwan. Dia mengatakan selalu diteror oleh pemuda berwajah blasteran yang fasih berbahasa Korea. Pemuda itu selalu menunggu di depan kelas Seungkwan dan menganggunya. Ia diganggu sejak dua minggu yang lalu, itu waktu pertama kalinya Vernon berangkat pagi kan?"
Mingyu mengangguk-anggukan kepalanya kecil, Sedangkan Seungcheol hanya tersenyum,
"Baby, bagaimana kau tahu kalau Vernon menjadi stalker temanmu itu? Bukankah banyak juga mahasiswa asing di kampusmu yang bisa melakukan itu?"
"Tapi hanya satu mahasiswa berwajah blasteran seperti Vernon dengan bahasa Korea yang luar biasa lancar. Mahasiswa asing di kampusku tidak begitu lancar berbahasa Korea"
Mingyu menyeringai kecil, gigi taringya yang tajam nampak di sudut bibirnya,
'Aku ada bahan untuk mengejeknya nanti, kekeke'
.
.
.
Love, Fight, Blood
.
.
.
Seorang namja berambut hitam tengah membaca koran ditemani segelas kopi hangat di ruang tamunya. Joshua Hong atau lebih baik kita panggil dia dengan Jisoo, menikmati waktu santainya sebelum seorang namja lain yang mengenakan pakaian formal datang dan meletakkan beberapa file di meja di hadapannya,
"Tuan Hong. Ada beberapa data yang harus anda lihat mengenai penjualan narkoba dan senjata kita"
Lelaki berwajah aristokrat itu meletakkan korannya, dan beralih ke map-map yang telah di tumpuk, asistennya, Jeon Wonwoo.
Mendadak teriakan nyaring menggema di rumah megah tersebut,
"JISOO HYUNG!"
Seorang namja memakai hoodie berwarna pink lembut turun dari tangga dan berlari ke arah Jisoo. Namja itu duduk di sebelah Jisoo yang masih membaca beberapa berkas,
"Hyung, ingat janjimu hari ini!"
"Iya, hyung akan mengantarmu ke kampus, Boo Seungkwan"
"Yeay!"
"Tapi, hyung tidak bisa menungguimu, Ada beberapa hal yang harus kuurus hari ini"
Senyum memudar di wajah Seungkwan, "Bisnis lagi?"
Jisoo hanya mengangguk pelan, ia menggusak rambut adik sepupunya ini. Hong Jisoo adalah seorang leader dari salah satu grup mafia di Korea Selatan, Black Diamond. Walaupun bukan terbesar, tapi pengaruh grup Jisoo cukup banyak, khususnya di bidang narkotika dan penjualan senjata tajam secara ilegal di Black Market.
"Kita berangkat sekarang?"
Seungkwan mengangguk, namja itu berjalan ke arah luar. Sedangkan Jisoo masih duduk dan menghabiskan kopinya. Wonwoo yang sedari tadi berdiri di samping Jisoo membereskan berkas yang berantakan di atas meja. Ia menumpukan lututnya di lantai dan mulai membereskannya,
"Wonwoo-ya" panggil Jisoo
"Ne, Tuan—"
Wonwoo berhenti ketika tiba-tiba wajah Jisoo dekat dengannya, Pandangan mata Jisoo menatapnya intens membuat detak jantungnya tidak bisa dikontrol. Jisoo mendekatkan bibirnya di telinga Wonwoo,
"Jangan lupa untuk membereskan beberapa pengganggu seperti yang kuminta kemarin." Bisik Jisoo.
Entah apa yang merasuki Wonwoo, ia merasakan bahwa suara Jisoo lebih berat dari biasanya. Ketika Jisoo menjauhkan badannya, ia tahu bahwa kunci mobil yang berada di saku jasnya sudah berada di tangan Jisoo. Wonwoo tahu ia lemah terhadap bosnya.
"Hari ini biar aku yang mengantar dan menjemput Seungkwan di kampusnya. Kau laksanakan tugasmu" nada bicara Jisoo kembali ke mode dingin seperti sebelumnya, Wonwoo hanya menghembuskan nafas sebelum membawa berkas-berkas tersebut dan pergi secepatnya setelah membungkukkan badan pada Jisoo.
Wonwoo berjalan cepat, nafasnya memburu dan wajahnya memerah. Ia tahu ini salah, tidak seharusnya ia menumbuhkan perasaan ini kepada atasannya sendiri. Tapi, ia tidak bisa menolak adanya perasaan itu.
Dua tahun semenjak ia bekerja sebagai asisten kepercayaan Jisoo, ia sudah berusaha untuk melihat Jisoo sebagai bosnya, hanya bosnya. Tapi selama dua tahun pula, perasaannya tumbuh semakin cepat.
Wonwoo menyimpan beberapa file tersebut di lemari map, dan bergegas ke dapur. Beberapa maid yang melihatnya bergidik ngeri. Wajahnya yang selalu dingin dan keahlian menembak yang tidak diragukan lagi, tangan Wonwoo telah berhasil menyingkirkan beberapa orang dengan satu kali tembakan.
Seorang sniper sejati, tapi justru takluk di hadapan Hong Jisoo. Wonwoo mengambil segelas air dingin ketika sebuah suara memanggilnya,
"Hai, Jeon"
Wonwoo menoleh mendapati namja, yang memakai setelan jas lengkap seperti dirinya,
"Oh, kau. Ada apa, Seokmin-ah?" tanya datar.
"Aku melihatnya tadi, di ruang tengah. Kau dan Jisoo"
Wonwoo menoleh tajam ke arah Seokmin, "Jangan memanggilnya seperti itu, dia itu atasanmu"
Seokmin hanya tertawa sinis, ia menghampiri Wonwoo yang berdiri membelakanginya dan menyampirkan lengannya di bahu Wonwoo,
"Lalu, bagaimana denganmu, hm? Dua tahun memendam rasa. Kau tahu jika sebenarnya, Jisoo tahu jika kau mencintainya?"
Wonwoo melepaskan lengan Seokmin dan berbalik menatap namja itu,
"Aku tahu"
Jawaban itu membuat Seokmin terkejut, tapi namja berusaha menyembunyikan keterkejutannya dengan sebuah smirk,
"Lalu, kau masih rela dimanfaatkan olehnya? Kau tahu itu, heum?"
"Aku tahu. Dan aku tidak peduli. Walaupun aku tahu dia memanfaatkan perasaanku padanya, aku tetap akan bekerja hanya untuknya. Sekarang sebaiknya kau mengantarku untuk melakukan pekerjaanku sebelum salah satu peluruku menembus otakmu, Lee Seokmin" ucap Wonwoo dingin.
Untuk beberapa orang yang mendengar itu mungkin akan lari terbirit-birit atau bahkan pingsan, tapi Seokmin hanya tertawa renyah sambil mengangkat kedua tangannya untuk menyerah,
"Baiklah, baiklah. Aku akan mengantarmu"
.
.
.
Love, Fight, Blood
.
.
.
Bandara Incheon masih sepi dari pengunjung. Beberapa petugas bandara hanya mondar-mandir di tempat mereka bekerja. Beberapa pengumuman tentang keberangkatan dan kedatangan pesawat terdengar dari pengeras suara,
Beberapa menit yang lalu, pesawat dari Bandara Narita di Jepang datang. Beberapa penumpang keluar dari gerbang setelah mendapatkan barang bawaan mereka. Dua orang pemuda berjalan berdampingan, pemuda berambut biru memakai mantel panjang dan syal serta masker yang menutupi wajahnya, pemuda satunya berambut hitam menggenakan sweater dan kaca mata hitam
Pemuda berambut biru ini melepaskan maskernya,
"Dino-ya".
"(2)Nan desuka, Niisama?" jawab pemuda lainnya dalam bahasa Jepang
"Hubungi Jun dan Minghao" Pemuda yang dipanggil Hoshi ini menjawab dalam bahasa Korea yang fasih. Percakapan mereka terdengar aneh karena menggunakan kedua bahasa yang berbeda tapi dimengerti satu sama lain.
"(3)Wakarimashita"
Pemuda yang dipanggil Dino itu meraih ponselnya,
"Satu lagi, Dino-ya"
Dino menoleh, kakaknya itu, melepas lilitan syal di lehernya sehingga wajahnya terlihat jelas sekarang,
"Gunakan bahasa Korea. Kita di Korea sekarang"
"Arraseo, Hoshi-hyung"
Beberapa menit kemudian terdengar sebuah suara di seberang,
"Yeoboseyo"
"Kami sudah sampai di Korea, Hyung. Jemput kami di Incheon"
"Okay, aku dan Minghao kesana sekarang."
"Dino-ya" ucap Hoshi memanggil. Dino mengangguk kecil,
"Hoshi-hyung ingin bicara, sebentar"
Ponsel Dino beralih ke tangan Hoshi,
"Bagaimana barangku? Sudah kau urus?"
"Sudah, kau akan melihatnya ketika sampai di rumah nanti. Walaupun aku harus membereskan beberapa orang dari pihak pengiriman barang karena mereka bersikeras mengirim pengajuan pada polisi"
"Baguslah. Jangan sampai ada kecacatan. Karena katana itu lebih berharga dari nyawamu"
"Percayakan padaku, katana milikmu dan Dino aman dan selamat. Lagipula kenapa kau repot-repot membawa katanamu dari Jepang ke Korea? Markas grupmu disini juga memiliki banyak pilihan senjata yang lengkap. Tidak hanya katana. Tidakkah kau berfikir untuk menggunakan senjata yang kau produksi sendiri? Kau seorang yakuza. Grupmu adalah grup terbesar dan paling berpengaruh seantero Jepang. Kenapa repot hanya dengan satu katana?"
"Karena katana itu akan kugunakan untuk menebas leher orang yang banyak bicara sepertimu. Sekarang jemput aku atau kepalamu benar-benar menggelinding ke arah kandang anjingku nanti"
Hoshi menutup telefonnya dan menyerahkan ponselnya ke Dino.
"Apa yang dikatakan Jun-hyung? Dia membuatmu marah?"
"Tidak ada, Dia masih banyak bicara seperti biasanya. Mau minum coklat panas?" tawar Hoshi.
Dino hanya mengangguk kecil. Walaupun statusnya sebagai adik seorang leader Yakuza serta kemampuan pedang yang tidak jauh dari sang kakak. Dino tetaplah seorang remaja yang baru berumur 18 tahun. Dan Hoshi sangat menyayangi adiknya.
.
.
.
Love, Fight, Blood
.
.
.
Jisoo memarkirkan mobilnya di halaman parkir kampus. Dia menggenakan pakaian biasa. Celana jeans, kemeja dan mantel bermotif kotak-kotak dengan panjang hingga setengah pahanya. Setelah mengunci mobilnya, Jisoo beranjak pergi ke cafetaria kampus. Seungkwan bilang untuk menunggunya disana. Masalahnya sekarang, Jisoo tidak tahu dimana cafetaria kampus Seungkwan. Biasanya Wonwoo atau Seokmin yang menjemput Seungkwan. Gara-gara janjinya pada adik sepupunya itu, The Leader from Black Diamond goes to campus to pick up his cousin, how great is that sound?
Jisoo mengeluarkan ponselnya, ia menghubungi nomor Seungkwan yang hanya dibalas dengan suara operator telepon. Berkali-kali ia menghubungi Seungkwan sambil mondar-mandir di area kampus berharap menemukan tanda bertuliskan cafetaria.
Karena menelpon sambil berjalan, ia menabrak seseorang yang saat itu turun dari tangga menyebabkan tubuh mereka berdua jatuh ke lantai.
Great, The one who make his butt kiss the floor.
Jisoo berdiri dan bersiap untuk memaki orang yang menabraknya, mungkin pisau lipat di saku celananya juga siap untuk berbicara,
"Akh. Pinggangku"
'For, God's Sake. Isn't she an angel?'
Hanya itu yang bisa Jisoo gumamkan dalam hatinya. Sosok indah dihadapannya ini membuatnya membeku selama beberapa detik. Hilang keinginannya untuk mengeluarkan sumpah serapah yang pasti bercampur antara bahasa Korea dan Inggris.
Yeoja—atau mungkin namja—dihadapannya ini masih terduduk di atas lantai. Jisoo mengulurkan tangan dan membantunya berdiri. Jisoo terkesiap melihat sosok di hadapannya. Rambut panjang sebahu berwarna merah dengan kulit putih yang kontras. Jisoo menyadari bahwa sosok di hadapannya ini namja ketika ia membuka suaranya,
"Aku minta maaf. Aku tidak melihat jalan ketika turun tangga"
Harusnya Jisoo yang minta maaf, ia tahu itu. Tapi seumur hidup, ayahnya tidak pernah mengajarkan kata itu,
"Ah tidak apa-apa"
"Eum, aku belum pernah melihatmu sebelumnya di fakultas ini. Apa kau anak fakultas lain?"
"Oh. Aku bukan mahasiswa disini. Aku ingin menjemput adik sepupuku, dia kuliah disini. Dia menyuruhku untuk menunggunya di cafetaria kampus. Tapi aku baru pertama kali menjemputnya jadi aku tidak tahu dimana cafetarianya. Aku hanya mondar-mandir area sekitar dari tadi"
"Oh begitu. Mau kuantar ke cafetaria? Kebetulan aku juga ingin pulang, cafetaria itu terletak di dekat gerbang luar."
"Terima kasih eum. . ."
"Yoon Jeonghan"
Jisoo tersenyum, "Aku Josh—Hong Jisoo. Namaku Hong Jisoo"
Bisa fatal jika ia menyebutkan code namenya sebagai mafia di hadapan warga sipil.
"Ayo pergi"
Jeonghan berjalan bersebelahan dengan Jisoo. Kedua namja itu menyusuri lorong kampus.
"Apa boleh aku tahu di fakultas mana adikmu? Mungkin aku mengenalnya" tanya Jeonghan.
Jisoo mengalihkan pandangannya sebentar, jujur ia tidak tahu mengenai perkuliahan Seungkwan. Karena semua kebutuhan Seungkwan pasti diurus maid-maidnya. Semenjak Seungkwan pindah ke rumahnya saat masih ia SMA, ia tidak pernah memperhatikan adik sepupunya itu. Hanya jika Seungkwan meminta sejumlah uang atau menyuruhnya tanda tangan saat ada surat keterangan dari SMAnya dulu.
"Eum. Itu. . .aku tidak tahu"
Jeonghan memiringkan kepalanya, "Kau tidak tahu?"
"Ya. Karena semua kebutuhan adikku diurus oleh maid dan butlerku. Aku terlalu sibuk untuk mengurusi pekerjaanku"
Jeonghan terdiam, ingatannya melayang pada kekasihnya yang entah sedang apa sekarang. Seungcheol juga selalu melimpahkan urusan Vernon dan Jihoon kepada maid dan butlernya. Mungkin itu juga yang membuat Jihoon pindah ke apartemen dan tinggal sendiri. Begitulah pikir Jeonghan. Sejak beberapa bulan yang lalu menjadi kekasih Seungcheol, Jeonghan tidak pernah tahu penyebab Jihoon tinggal sendiri. Ia terlalu takut untuk bertanya pada Seungcheol.
"Itu cafetarianya, tinggal berjalan kesana" tunjuk Jeonghan.
Jisoo mengangguk dan langsung berjalan tanpa mengucapkan terima kasih. Jeonghan hanya mengendikkan bahunya sebentar lalu berlalu menuju gerbang kampus.
Jisoo menemukan Seungkwan di salah satu meja, adiknya itu melipat kedua tangannya di dada dan menggerutu kecil. Bisa Jisoo lihat, sebuah gelas dan mangkuk yang sudah kosong di meja adiknya.
"Seungkwan-ah"
"Jisoo-hyung! Lama sekali. Aku sudah menunggumu 45 menit!"
"Aku kan tidak pernah ke kampusmu. Aku mondar-mandir mencari tempat ini."
"Ya sudah ayo pulang."
Seungkwan menarik Jisoo dan menuju parkiran. Setelah masuk ke mobil, Jisoo menjalankan mobilnya keluar dari gerbang kampus.
"Hyung! Kau tahu? Namja itu mengangguku lagi. Dia selalu datang ke kelasku tiap pagi dan menggodaku."
Jisoo mendengarkan ocehan Seungkwan yang duduk di sebelahnya. Mobilnya berhenti di depan lampu merah. Seketika matanya menangkap sosok yang tidak asing. Orang itu tengah menyebrang jalan di hadapan mobilnya yang berhenti karena lampu merah.
Dia, Yoon Jeonghan. Jisoo masih fokus ke sosok Jeonghan yang sekarang memasuki sebuah cafe kecil di seberang jalan kampus Seungkwan. Ia masih terpaku pada cafe itu, sosok Jeonghan yang duduk di dekat jendela memudahkannya untuk melihat.
"Hyung! Kau mendengarku tidak sih!?" suara Seungkwan mengagetkan Jisoo
"Eh. . iya. . aku mendengarmu. Kenapa tadi?"
"Kau tidak mendengarku hyung! Aku minta hyung menyuruh Wonwoo hyung untuk menyelidiki namja yang menerorku itu. Beri dia pelajaran!"
"Iya. Nanti kusuruh Wonwoo untuk menyelidiki namja itu" pandangan Jisoo menoleh kembali ke jendela cafe. Dilihatnya sosok Jeonghan masih duduk disana.
Jisoo tidak pernah gagal mendapat sesuatu, apapun yang dia inginkan harus ada di hadapannya.
'Berlaku sama untukmu, Yoon Jeonghan'
.
.
.
Love, Fight, Blood
.
.
.
NEXT CHAPTER
"Hyung mau bertanya tentang Jihoon hyung?"
.
"AAAAAKKKHHHH!"
.
"Ikat saja dia masukkan ke bagasi mobil. Minghao bantu dia"
.
"AHJUSSHIII...! Tolong aku...! Hubungi polisi, catat nomor platnya! TOLONG AKU!..."
.
"Dino-yah ayo berangkat sebelum ada tikus-tikus yang lain yang melihat ini"
.
"Dari wajahmu, sepertinya kau ingin tambah ya? With pleasure"
.
"Seungcheol-hyung, tolong aku"
.
"Bukankah TKP pembunuhan itu tidak jauh dari lokasi apartemen Jihoon? Aku khawatir Seungcheol-ah"
.
"Aku meng-hack seluruh CCTV di kota Seoul."
.
"Seungcheol-ah, Jihoon bagaimana? Kau sudah dapat kabar?"
.
"Dengar, jangan bereaksi apapun di depan Jeonghan. Aku tidak mau membuatnya panik. Jihoon sedang dalam bahaya dan aku mau kau melakukan ini. . ."
.
.
.
.
(1)Kalashnikov AK-47 dan FAMAS 5,56 = ini nama senjata yang saya comot dari mbah gugel wkwkwk
(2) Nan desuka, niisama? = ada apa, kak? Awalnya saya mau pake oniisan yang artinya juga sama kakak laki-laki. Tapi kok kesannya jadi imut ya? Apalagi dino yang ngomong. Jadi saya pake niisama, biasanya panggilan ini yang pake cuma dari keluarga yang masih bener bener menjunjung kasta. Kayak yakuza sama asasin gitu *maaf kebanyakan nonton film action*
(3)Wakarimashita = baik/aku mengerti. Kayaknya ini udah umum ya.
(4)Katana = pedang. *jangan mikir aneh aneh lo ya, ini emang pedang asli* wkwkwk
Oh ya ini sebenaernya udah ide dari setahun lalu, Cuma baru tercapai untuk diketik sekarang. Mana SEVENTEEN comebcaknya konsepnya kayak ada polisi-polisnya mafianya gitu kan jadi baperin ff sendiri T.T
YANG INI TOLONG DIBACA, SENGAJA SAYA TULIS PAKE CAPSLOCK.
KECEPATAN UPDATE TERGANTUNG REVIEW. RENCANANYA SAYA MAU UPDATE SEMINGGU SEKALI. TAPI KALO REVIEWNYA BANYAK DAN MEMBUAT SAYA TERGUGAH HATINYA(?) MAKA BISA UPDATE LEBIH CEPET.
TAPI KALO REVIEWNYA DIKIT SAYA KEMBALI FOKUS SAMA REINCARNATION OR ILLUSION ATAU ONESHOT YANG LAIN
SO INI TERSERAH KALIAN...