Title : [Not] Just Friend

Author : Kazuki Fernandes

Genre : Friendship, Romance

Pairing : SasuIno

Slight : SasuHina

Rating : M

Summary : Jika kau bertanya apa hubungan kami saat ini, mungkin aku sendiri tak bisa menjawabnya. Sahabat… atau kekasih?

Disclaimer :- Naruto © Masashi Kishimoto

- [Not] Just Friend © Kazuki Fernandes

Warning : OOC, AU, typo (maybe), etc

Chapter 7 – Kiba

"Hinata-chan!"

Sungguh, Hinata tak pernah menduga bahwa pemuda yang sedari tadi ia pikirkan justru datang sendiri kedalam ruangan tempatnya berada. Pemuda itu adalah Kiba, temannya sedari kecil, pemuda yang sudah beberapa kali –berkali-kali menyelamatkan hidupnya, pemuda yang telah lama membuatnya jatuh cinta.

"Kiba-kun! A-apa yang kau lakukan disini...?" kedua mata beriris sewarna lavender itu tampak berkaca-kaca.

"Menjemputmu. Ayo kita melarikan diri dari tempat ini, Hinata-chan!

Ah, memang begitulah Kiba, selalu melakukan sesuatu tanpa memikirkan risikonya terlebih dahulu. Mungkin karena itulah Neji membencinya.

"Kau gila?! K-kau pikir apa yang akan dilakukan ayah dan Neji-niisama jika aku melarikan diri dari pernikahan dan mempermalukan mereka?!"

"Jadi kau tak mau...?"

"Aku... aku ingin..." Hinata menundukkan kepalanya, bulir-bulir bening mulai menetes dari kedua matanya, terjun bebas membasahi gaun putihnya. "Aku ingin. T-tapi... k-kau tahu bagaimana keluargaku, Kiba-kun. M-mereka akan sangat m-marah, bukan hanya padaku... tapi juga padamu, Sasuke-san dan bahkan m-mungkin Ino-chan..."

"Haah... kau ini, sejak dulu memang selalu lebih memikirkan orang lain daripada dirimu sendiri, huh?" Kiba menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Tapi mungkin itulah alasan mengapa aku jatuh cinta padamu, Hinata-chan!" ia lalu memberi senyuman lebar kearah Hinata.

"K-kau tahu aku juga..."

"Karena itulah aku akan menghentikan pernikahan ini, dengan cara apapun!" senyuman lebar Kiba tak juga pudar, namun justru itulah yang semakin membuat Hinata khawatir. Apa yang akan pemuda nekat itu lakukan nantinya...?

-K-A-Y-

Didepan altar, Sasuke berdiri dengan gelisah. Ia memang sudah merencanakan sesuatu untuk menggagalkan pernikahan itu, hanya saja ia tak yakin apakah rencananya akan berhasil atau tidak. Belum lagi dengan ayah dan kakaknya yang terus mengawasinya sedari tadi. Dan lagi, pikirannya juga tengah dipenuhi oleh sosok lain yang sangat ia rindukan beberapa hari ini, sosok gadis pirang yang ia cintai, dan yang membuatnya begitu terkejut kala mendapati sang gadis memasuki aula gereja, bersama seseorang yang sangat tak ia sukai saat ini.

'Kenapa kau datang bersama pria itu, Ino?' ingin rasanya Sasuke meneriakkan suara hatinya, tapi apa daya, tatapan sang ayah semakin menajam kearahnya kala matanya juga mendapati gadis yang mengalihkan perhatian Sasuke itu. Ia benar-benar tak bisa berkutik...

-K-A-Y-

Ino tahu bahwa sejak awal Sasuke adalah pria yang tampan, sangat tampan. Tapi ia tak pernah menyangka melihat pria itu dalam tuxedo pernikahan akan membuatnya tampak lebih tampan. Namun sekali lagi, mengingat kenyataan bahwa pria itu berdiri didepan sana bukan untuk menanti dirinya membuat dada Ino sedikit sesak.

Dan jika ia tak terlalu percaya diri, dirinya merasa pria itu memandanginya sejak awal ia memasuki pintu besar itu. Namun tak lama, karena begitu ia menemukan tempat duduk dibagian belakang, pria itu sudah menoleh kearah lain.

"Kau baik-baik saja...?"

Ah, Ino sama sekali tak mengingat keberadaan pria merah yang sejak tadi berada disebelahnya, fokusnya hanya pada pria emo yang rambutnya kini tertata rapi didepan sana.

"Aku baik." Sahutnya dengan acuh. Namun ia mau tak mau menoleh kala merasakan sesuatu yang hangat menggenggam tangan kanannya, tangan besar yang sudah sering menggenggamnya dimasa lalu. Kenapa pria itu melakukannya...?

"Tanganmu dingin. Jika kau tak mau melihatnya, aku akan membawamu ketempat lain..."

"Tidak!" jawabnya dengan cepat, "Lagipula ini mungkin akan jadi yang terakhir kalinya aku melihatnya." Iris birunya mulai berkaca-kaca.

"Aku tak tahu rasa cintamu padanya sudah sebesar ini, Ino..."

"Aku tak mencintainya." Suara gadis itu mulai bergetar.

"Jika memang tidak, harusnya kita duduk didepan. Bukankah yang akan menikah itu sahabatmu? Kenapa kau harus bersembunyi ditempat paling belakang, Ino?!" Oh, Gaara hampir saja menaikan nada suaranya andai tak mengingat dimana mereka berada saat ini.

"Aku tidak-" setetes cairan bening lolos dari mata indah itu tanpa bisa sang empunya hentikan, "uhh... aku... hiks..." Ino mengusap air matanya dengan kasar sebelum berlari keluar, meninggalkan Gaara yang masih terkejut dan tatapan aneh dari para tamu yang lain.

...

Sasuke benar-benar tak bisa menahannya, meskipun tatapan sang ayah tetap setajam sebelumnya, tapi ia benar-benar tak bisa untuk tidak menatap gadis pirang yang duduk dibarisan bangku paling belakang itu. Terlebih saat pria merah disamping sang gadis terus saja mengajaknya bicara.

'Kenapa Sabaku brengsek itu terus saja mendekati Ino?!' batin Sasuke geram. Ingin rasanya ia menghampiri kedua orang itu saat ini juga dan menarik sang gadis kedepan altar dan memaksa pendeta untuk menikahkan mereka. Tapi ia tahu hal itu hanya akan membuat masalah semakin besar.

Namun yang membuat Sasuke terkejut adalah saat ia melihat Ino mengusap wajahnya dengan kasar sebelum berlari keluar, disusul oleh Gaara yang sempat tercengang untuk sesaat. Sasuke sendiri sudah akan berlari menyusul kedua orang itu andai saja tangan ayahnya tak menahannya dengan kuat.

"Apa yang kau pikirkan? Jangan coba-coba mempermalukanku!" suara rendah ayahnya terdengar begitu mengancam, membuat Sasuke mau tak mau mengurungkan niatnya.

-K-A-Y-

"Ino! Ino berhenti! Kau ingin pergi kemana sebenarnya?!" Gaara berhasil menangkap lengan sang gadis kala mereka sudah berada tak jauh diluar gereja.

"Lepaskan aku! Kenapa kau melakukan ini padaku?! Hiks..." gadis pirang itu merusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman sang Sabaku, namun nihil. Kekuatannya memang tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tangan kekar pria itu. Air matanya sendiri mengalir semakin deras seiring dengan usahanya untuk memberontak. Kenapa pria itu sangat kejam padanya...?

Grep! Tubuh mungil itu ditarik kedalam pelukan sang pria, membuat sang empunya semakin memberontak dan menangis sejadi-jadinya.

"Lepaskan aku! Kenapa kau sekejam ini padaku? Kenapa kalian para pria selalu menyakitiku?!"

"Menangislah, Ino... menangislah sampai kau merasa puas..." salah satu telapak tangan besar itu mengusap lembut rambut pirang Ino yang sedikit berantakan.

"Hiks... hiks... hiks..." tubuh mungil yang bergetar hebat itu sudah mulai berhenti memberontak, kedua tangannya mencengkeram lemah kemeja yang dipakai Gaara, sedangkan air matanya tak berhenti mengalir, membasahi bagian dada kemeja berwarna maroon itu.

...

Kedua sosok itu sudah berdiri disana selama lebih dari sepuluh menit dalam keadaan berpelukan, hingga akhirnya tangisan sang gadis mulai mereda, membuatnya tersadar dan mendorong dada pria merah itu.

"Maaf, aku tak bermaksud membuat kemejamu basah..."

Gaara hanya mengangguk, "Aku memiliki baju ganti dimobil, kau ingin ikut kemobilku? Kunci Hyuuga-san sudah kukembalikan, jadi jika kau ingin kuantar pulang atau semacamnya..." ucapannya terputus. Gaara memang bukan orang yang pandai berbicara panjang lebar.

"Aku... bisa pulang sendiri..."

"Tidak bisa, lihatlah penampilanmu! Aku akan mengantarmu, ayo pergi!" tangan itu kembali menarik Ino menuju tempat dimana ia memarkirkan mobilnya.

Dan Ino tertegun saat Gaara membukakan pintu penumpang untuknya. Mobil pria itu... masih sama.

"S-sudah kuduga aku tak bisa..."

"Apa?"

"Terlalu banyak kenangan dimobil ini... aku tak bisa..." gadis itu melangkah mundur.

"Bukankah sekarang kau sudah mencintai pria lain? Kenapa masih mengkhawatirkan hal kecil semacam ini?"

"Kecil? Ah, tentu saja... cara kita memandang cinta memang berbeda..." Ino tersenyum kecut.

"Jadi kau membenciku sekarang? Terserah, tapi masuk saja. Aku akan mengantarmu pulang."

Yah, itu adalah perintah, sudah bukan lagi sebuah permintaan. Jadi dengan berat hati Ino masuk kedalam mobil sang mantan kekasih, dan mobil sport berwarna maroon itu melaju meninggalkan gereja tempat pernikahan tengah berlangsung.

...

Kedua orang didalam mobil mewah itu tampak acuh satu sama lain, Ino terus saja menatap keluar jendela sedangkan Gaara memfokuskan matanya kedepan. Sama sekali tak ada yang membuka suara sejak saat keduanya memasuki mobil itu.

Gaara yang memang dasarnya tak banyak bicara cukup nyaman dengan keadaan itu, namun berbeda dengan sang gadis yang biasanya cerewet, keheningan yang terlalu lama terasa seolah akan membunuhnya.

Jadi setelah sekian lama diam, akhirnya ia membuka mulutnya juga...

"Gaara..."

"Hn?" pria itu bergumam tanpa sedikitpun menoleh pada lawan bicaranya.

"Kenapa kau melakukan ini...?" tanya Ino lirih, kepalanya menunduk dengan mata menatap ujung sepatunya dengan sendu.

Menghela nafas, pria Sabaku itu lalu meminggirkan mobilnya dan berhenti. Kini matanya sudah berfokus pada gadis yang tengah terkejut akibat penghentiannya yang tiba-tiba, "Kenapa kau bertanya...?"

"Kau sendiri yang mengabaikanu, kau sendiri yang meninggalkanku, memintaku mencari pengganti yang lebih baik darimu... lalu sekarang...? Kau kembali, terus mendekatiku, bersikap baik padaku... kenapa...?"

"Karena aku memintamu mencari yang lebih baik, Ino. Bukan yang sama brengseknya sepertiku."

"Apa?"

"Uchiha itu tak pantas untukmu. Ia menyakitimu, tapi terus memaksamu untuk bersamanya." Kening pria itu mengkerut, tampak menahan kesal.

"Kau juga menyakitiku. Kau lupa...?"

"Karena itulah aku pergi."

"Itu alasan yang tak masuk akal, Gaara! Jika memang kau sadar menyakitiku, kenapa tak kau perbaiki? Kenapa harus datang dan pergi sesuka hatimu?! Kau pikir aku ini apa...?" air mata yang semula kering kembali mengalir dengan deras dari kedua mata gadis itu.

"Maaf..."

"Kau selalu mengatakan maaf, sejak dulu selalu hanya kata maaf! Tapi apa kau pernah benar-benar menyesalinya?!"

"Aku menyesal. Karena itu pula aku disini sekarang..."

Kedua aquamarine Ino terbelalak, 'Semudah itu...? Ia pikir setelah menghancurkanku sedemikian rupa, ia bisa datang dan mengatakan ia menyesal...?'

"Kurasa kau salah paham, Gaara." Tatapan yang semula sendu itu berganti dingin, "Hanya karena aku bersamamu sekarang, bukan berarti aku sudah memaafkanmu..."

"Aku tahu..."

-K-A-Y-

Saatnya pun tiba, sang pianis memainkan musik khas pernikahan dengan indahnya, dan Hinata keluar memasuki aula gereja dengan didampingi oleh sang ayah. Sontak saja seluruh tamu undangan menatapnya dengan penuh kagum, melupakan kejadian yang beberapa saat lalu sempat menimbulkan bisik-bisik antar satu sama lain. Hinata benar-benar tampak cantik dengan gaun putihnya yang indah bak tuan puteri dari negeri dongeng, wajahnya yang terpoles make up membuat wajahnya yang memang seperti boneka tampak semakin cantik, terutama bibirnya yang terpoles lipstik merah. Rambutnya sendiri dibentuk digelung, dan dikeriting pada beberapa bagian. Sebuah mahkota kecil berhiaskan berlian juga terpasang rapi diatas kepalanya. Cantik, adalah hal yang paling bisa menggambarkan penampilannya saat ini.

Jauh didepan sana, Sasuke masih berdiri dengan gelisahnya, pikirannya benar-benar tak bisa teralihkan dari kedua orang yang pergi sebelumnya. Namun begitu, wajahnya sendiri tetap tampak tenang, menatap lurus kearah gadis yang tengah melangkah dengan ragu kearahnya.

Langkah sepasang ayah dan putrinya itu semakin dekat kedepan altar, jantung Hinata makin berdegup tak karuan. Tak adakah yang bisa mereka lakukan? Dan dimana sahabatnya, Ino? Hinata sama sekali tak menemukannya diantara para undangan, yang ada hanya keluarga besar kedua belah pihak, dan para rekan bisnis orangtuanya.

Tap!

Dengan langkah terakhir itu, Hinata sampai ke hadapan sang bungsu Uchiha, sang ayah, Hiashi, mengangkat tangan putrinya dan menyerahkannya pada Sasuke,

"Aku menyerahkan putri kesayanganku padamu, apapun yang terjadi, kau harus mencintainya dan menjaganya seumur hidupmu."

Sasuke sendiri menyambut tangan Hinata, namun tak menyahut, hanya mengangguk asal dengan terpaksa.

Keduanya kini berdiri berdampingan dihadapan sang pendeta, namun baru saja sang pendeta akan bertanya pada kedua mempelai, seseorang tiba-tiba saja berteriak dari pintu depan gereja,

"AKU MERASA KEBERATAN DENGAN PERNIKAHAN INI!"

dan membuat aula gereja yang semula tenang kembali dipenuhi kegaduhan...

-K-A-Y-

Brakk!

Ino membanting pintu mobil mewah itu dengan kesal, sudah ia duga harusnya ia tak mengikuti pria itu. Gaara itu egois, Ino sudah tahu itu. Gaara itu keras kepala, Ino juga tahu itu. Tapi kenapa ia dengan polosnya memasuki mobil pria itu? Apakah karena ia berharap mungkin pria itu sudah berubah? Atau karena pikirannya yang tengah teralihkan pada Sasuke?

Dan lucunya Ino berharap pria itu tak memanfaatkan kekacauannya dan hanya mengantarnya pulang ke apartemen kecilnya lalu membiarkannya menenangkan pikiran atau melanjutkan tangisannya sendirian...

Tapi kenapa pria merah itu justru membawanya kerumah lama mereka?!

"KENAPA KAU MEMBAWAKU KEMARI?!" Ino sudah tak tahan lagi untuk meluapkan amarahnya.

"Sudah kukatakan sebelumnya, aku mengantarmu pulang." Jawabnya enteng.

Ino menarik nafasnya dengan berat, menahan amarah, "Harusnya kau sudah tahu aku tak lagi tinggal disini, mengingat sebelumnya kau menjemputku ditempat tinggal baruku." deretan gigi gadis itu terdengar bergemeletuk.

"Tapi ini rumahmu. Aku membelinya untukmu..."

"Gaara..." Ino memejamkan kedua matanya, "cukup dengan semua omong kosong ini. Kembalikan aku ketempat tinggal baruku, atau aku akan pulang sendiri."

"Tidak, Ino. Tinggallah disini, aku tak akan mengganggumu."

"Terserah kau saja!" Ino dan kekeraskepalaannya, membuat gadis itu pergi meninggalkan sang pria dengan berjalan kaki –menjauh dari rumah penuh kenangan indah serta menyedihkannya. Beberapa kali gadis pirang itu tampak hampir terjatuh kala tumit runcing sepatunya menginjak bagian-bagian jalan yang tak rata, namun tentu saja, ia tetap berjalan –bahkan setengah berlari menjauh dari tempat penuh kenangan itu dengan air mata yang kembali mengalir deras dari kedua mata birunya yang indah.

"Tck! Gadis itu...!" Gaara sendiri dengan cepat kembali memasuki mobilnya dan menyusul Ino dalam hitungan detik, lalu keluar lagi untuk menggendongnya dan mendudukannya dikursi penumpang, "Akan kuantar, maafkan aku." gumamnya singkat sebelum kembali memacu mobilnya dengan kencang menuju apartemen Ino bahkan sebelum gadis itu sempat menyadarinya.

...

Perjalanan kembali berlangsung dalam hening, namun kali ini, tak ada satupun yang berniat memulai pembicaraan. Ino sendiri tampak begitu memberi jarak, ia menyandarkan punggungnya dikursi mobil dengan wajah mengarah ke jendela, sedangkan Gaara? Tetap fokus pada jalanan didepannya...

Jarak antara rumah lama mereka dan apartemen Ino sebenarnya cukup jauh, namun Gaara yang memacu mobilnya dengan begitu cepat membuat mereka juga sampai lebih cepat. Jujur saja, pria merah itu cukup merasa bersalah dan jadi tak nyaman dengan keadaan mereka saat itu, hingga ia memutuskan mereka harus tiba secepat mungkin dan berharap kecanggungan itu juga akan berakhir dengan cepat.

Brakk!

Untuk kedua kalinya Ino kembali membanting pintu mobil Gaara begitu ia keluar dari dalamnya. Wajah cantiknya tampak begitu sembab dan merah, rambutnya kusut dan seluruh penampilannya berantakan. Sungguh bukan dirinya sama sekali, tapi kali ini ia tak peduli.

Dengan langkah lunglai dan sedikit linglung, ia berjalan masuk kedalam bangunan apartemen, tak menghiraukan suara Gaara yang memanggil-manggil dirinya. Gadis pirang itu terus berjalan, kakinya yang mulai lemas terus ia paksa untuk membawanya kekamar apartemennya. Kamarnya sudah didepan mata, namun entah mengapa ia merasa pandangannya menjadi kabur, dan detik berikutnya ia terjatuh tak sadarkan diri.

Hampir saja Ino terhempas dilantai yang keras andai saja Gaara yang menyusulnya untuk mengantar tasnya yang tertinggal dimobil tak segera menangkapnya. Memang, pria itu sudah merasa ada yang aneh dengan cara gadis itu berjalan sedari tadi, ia takut gadis itu akan pingsan sebelum mencapai kamarnya. Dan ia benar.

-K-A-Y-

"AKU MERASA KEBERATAN DENGAN PERNIKAHAN INI!"

Teriakan protes yang berasal dari Kiba itu benar-benar membuat seisi gereja riuh. Semua tamu tampak kebingungan akan apa yang terjadi, saling berbisik satu sama lain. Hinata yang menyadari kehadiran Kiba tampak begitu terkejut hingga wajahnya yang memang sudah putih semakin memucat, ia benar-benar tak menyangka Kiba akan begitu nekat.

"Kiba-kun..." gumamnya dengan begitu lirih.

"PERNIKAHAN INI TIDAK DIDASARI OLEH CINTA, JADI AKU MENENTANG KERAS PERNIKAHAN INI!" teriak pria Inuzuka itu lagi.

"APA-APAAN ORANG INI?!" wajah Fugaku tampak begitu murka, "TANGKAP PENGACAU ITU!" perintahnya pada anak buahnya yang memang sejak awal berjaga.

Ia lalu berbalik kearah sang pendeta seolah tak terjadi apapun, "Silakan lanjutkan, Pak Pendeta..."

Namun pendeta itu menggeleng, "Suatu pernikahan yang suci tidak bisa dilangsungkan jika masih ada yang merasa keberatan."

"Tidak perlu memikirkan orang itu! Nikahkah saja mereka berdua!" ia menunjuk kearah Sasuke dan Hinata dengan geram.

Sang pendeta nampak ragu. Kiba sendiri kini tengah sibuk mendorong dan menendang para pria berpakaian hitam yang berusaha menangkapnya.

"HINATA, AKU MENCINTAIMU! MENIKAHLAH DENGANKU!" teriaknnya sembari terus menghindari pria-pria itu.

"Cepat bungkam pria itu!" kini Hiashi pun turut turun tangan memerintahkan anak buahnya.

Para tamu sendiri mulai berhamburan keluar kala menyadari keributan yang semakin menjadi-jadi ditempat itu, tak ada yang ingin terluka karena masalah orang lain tentu saja.

"Cepat nikahkan mereka berdua!" lagi-lagi Fugaku memaksa sang pendeta, membuat pria tua itu dengan terpaksa berniat kembali melanjutkan sumpah pernikahan.

Namun lagi-lagi ia bahkan tak sempat berucap saat kedua mempelai berteriak secara bersaamaan, "AKU TIDAK BERSEDIA MENIKAH!" membuat semua orang yang masih tersisa didalam gereja itu tercengang. Keduanya sendiri ikut terkejut karena meneriakkannya bersamaan, namun detik selanjutnya keduanya tersenyum lalu berbalik membelakangi sang pendeta.

"Maaf karena kami begitu terlambat mengatakan ini..." ujar Hinata pelan.

"... tapi kami sudah memiliki orang lain yang kami cintai..." Sasuke melanjutkan.

"Apapun yang akan ayah ataupun Hyuuga-sama lakukan, kami tetap tidak akan mau menikah." Ujar Sasuke lagi dengan lebih tegas.

Hinata sendiri menarik nafas dengan begitu berat sebelum menghembuskannya dan menatap ayah dan ibunya bergantian, kedua matanya tampak berkaca-kaca, "Ayah, ibu... apakah kalian mencintaiku...?" tanya Hinata dengan suara bergetar, dua tetes air mata akhirnya lolos melewati kedua pipinya.

Nyonya Hyuuga menatap Hinata dengan wajah seperti akan menangis, tangan kanannya menggenggam erat lengan jas suaminya, "Anata..." ucapnya lirih.

"Ibu...?" tanya Hinata lagi.

"Ibu mencintaimu, sayang... maafkan ibu." Ibunya melepaskan lengan sang suami dan berlari memeluk anak tengahnya itu. "Anata...!" panggil nyonya Hyuuga sekali lagi dengan wajah memelas. Sang suami sendiri justru mengalihkan pandangannya pada Fugaku untuk beberapa saat, sebelum kembali beralih pada isterinya dan Hinata.

Hiashi menghembuskan nafas berat sebelum kembali mengalihkan pandangannya pada Fugaku, "Maaf, jika sudah seperti ini... kurasa kita tidak bisa meneruskan pernikahan ini lagi. Bagaimanapun juga, aku tidak bisa menyakiti putriku lebih dari ini..." ia membungkukkan tubuhnya begitu dalam. Ia merasa sangat malu, namun ia juga tak bisa memungkiri bahwa Hinata lebih berharga dari sekedar kerjasama bisnis.

Fugaku sendiri hanya menggemeretukkan gigi-giginya sebelum menghadap Sasuke dan menamparnya dengan sangat keras sebelum menyeret isterinya pergi dari sana, "Lagi-lagi kau mempermalukanku, Sasuke!" ucap sang ayah dengan geram sebelum ia benar-benar pergi.

Sasuke melirik sang kakak yang masih berdiri ditempatnya dengan tatapan memelas, namun Itachi sendiri hanya menggelengkan kepala sebelum turut keluar dari gereja.

-K-A-Y-

Ino mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum menampilkan iris aquamarine itu sepenuhnya, menatap sekeliling dan menemukan dirinya sudah berada didalam kamarnya sendiri. Namun dalam hati ia bertanya-tanya, siapa gerangan yang membawanya kekamarnya? Seingatnya pandangannya mengabur dan gelap sebelum ia mencapai kamar apartemennya.

Tap, tap..

Ia mendudukkan dirinya dengan cepat meski akhirnya terasa sedikit pusing kala mendengar suara langkah kaki mendekati kamar tidurnya,

Cklek!

Ia sungguh terkejut kala pintu yang terbuka itu justru menampilkan Gaara yang tengah membawa nampan berisi mangkuk dan segelas susu putih. Wajah pria itu tampak kusut dengan rambut mencuat kesana-kemari, lengan kemejanya sendiri tergulung hingga mencapai siku.

"Gaara..." gumam Ino tanpa suara.

"Kau sudah sadar...?" tanya pria itu basa-basi.

Ia lalu meletakkan mangkuk yang ternyata berisi bubur dan gelas susu itu di meja kecil disamping ranjang Ino, lalu menarik kursi dari depan meja rias dan mendudukinya.

"Kau masih pusing...?" tanyanya lagi dengan wajah khawatir.

Ino menggeleng pelan. Gadis itu lalu menoleh kearah jam kecil diatas meja dan terkejut saat mendapati jam digital itu menunjukkan pukul sembilan pagi, "Berapa lama aku tak sadar?" tanyanya dengan suara lirih.

"Kau tak sadarkan diri sejak kemarin siang..." sahut Gaara sembari mengaduk-aduk bubur didalam mangkuk untuk mengurangi uap panasnya.

"Kau... menginap disini semalam...?" tanya Ino lagi, gadis itu menatapnya dengan pandangan kosong.

Gaara mengangguk sekali, "Maaf... aku tahu kau membenciku, tapi aku tak mungkin meninggalkanmu dengan keadaanmu yang seperti itu..."

Tak ada sahutan, Ino justru berusaha bangun dari tempat tidurnya, namun tangan kekar Gaara menahannya.

"Duduk, kau harus makan dan beristirahat."

"Aku tidak berselera..."

"Makan, Ino. Aku akan menyuapimu." Gaara mengarahkan sendok berisi bubur kearah mulutnya, namun gadis itu tetap bersikukuh mengatupkan mulutnya, "Ino, makan!"

"Aku tidak mau!"

"Ino... kumohon, satu suapan saja..." Gaara menatapnya dengan wajah datar, ia ingin memasang wajah memelas sebenarnya, tapi tentu saja ia tak mungkin bisa.

Dan mengingat betapa keras kepalanya Gaara, Ino akhirnya membuka mulutnya dengan terpaksa dan menerima suapan itu.

"Enak...?" tanya Gaara penuh harap.

"Sedikit terlalu asin." Jawab Ino jujur, "Dimana kau membelinya?"

Namun yang ditanya hanya diam.

"Satu sendok lagi...?" Ia lagi-lagi mengarahkan sendok berisi bubur itu, namun kali ini Ino menggeleng.

"Kau berjanji satu suapan saja."

Menghela nafas, pria merah itu meletakkan mangkuk buburnya dan mengambil gelas susu sebelumnya dan memberinya pada Ino, "Setidaknya habiskan ini..."

Kalah akan kepedulian pria itu, Ino akhirnya menurut saja dan meminum susu hangat itu sampai habis.

"Istirahatlah... aku sudah memberitahu Hyuuga-san bahwa kau sakit, jadi kau tak perlu masuk kerja hari ini." Ujarnya sembari mengusap lembut kepala Ino dan tersenyum tipis, "Aku akan pergi sekarang... hubungi aku jika kau butuh sesuatu. Ah, dan aku sudah memesankan makan siang untukmu tadi, mereka akan mengantarnya nanti siang."

Ino hanya terdiam menatap pria itu yang akhirnya keluar dari kamarnya, lalu ia kembali membaringkan tubuhnya yang masih terasa begitu lemas.

...

Gaara baru saja akan keluar dari apartemen Ino saat langkahnya terhenti kala menemukan sosok yang sangat ia benci berada didepan pintu, berniat mengetuk pintu yang baru saja ia buka.

"Kenapa kau ada disini?!" Uchiha Sasuke menatap Gaara dengan kening berkerut.

"Bukankah harusnya aku yang bertanya begitu?" Gaara bertanya balik dengan sinis, "Kukira saat ini harusnya kau tengah menghabiskan bulan madumu dengan Hinata-san?"

"Bukan urusanmu!"

"Maka alasanku berada disini juga bukan urusanmu. Pergilah!"

"Aku harus berbicara pada Ino!"

"Ino sedang istirahat, jangan mengganggunya." Gaara berdiri ditengah pintu, menghalangi Sasuke untuk tidak masuk.

"Dia sakit...?" tanya Sasuke dengan mata terbelalak.

"Bukan urusanmu."

"Biarkan aku masuk, aku harus melihat keadaannya!" seru Sasuke sembari berusaha untuk masuk, namun tubuh Gaara terus menghalanginya.

"Jangan membuat keributan, brengsek!"

"Aku brengsek...?" Sasuke tersenyum sinis, "Bukankah kau yang meninggalkannya begitu saja tanpa alasan yang jelas?! Yang membuatnya terus menangis setiap malam! Kau sama sekali tak punya hak untuk kembali!"

"Setidaknya aku tak meninggalkannya untuk gadis lain!" Gaara tak mau kalah, "Dan kau juga tak pantas mengatakan itu padaku!"

Kedua pria tampan itu terus saja beradu mulut didepan pintu, hingga membuat Ino yang tadinya sempat tertidur harus kembali bangun dan dengan tubuh sempoyongan berjalan untuk melihat apa yang terjadi.

"Kenapa kalian... ribut didepan pintuku...?" tanya Ino yang menatap keduanya dengan wajah pucat dan kedua tangan yang bertumpu pada dinding.

"Ino! Kenapa kau keluar?!" Gaara langsung saja berlari untuk menangkap tubuh Ino yang hampir saja ambruk, begitupula dengan Sasuke yang melakukan hal serupa.

Namun Ino mengangkat sebelah tangannya untuk menahan kedua pria tersebut, "Aku... tak apa..." ia memaksakan diri untuk tersenyum, "kalian... pergilah, aku ingin istirahat..."

Keduanya serempak menggeleng, "Aku tak bisa meninggalkanmu jika keadaanmu separah ini!" ujar Gaara dengan yakin.

"Aku juga tak akan meninggalkanmu!"

"Sa...su..." Ino menatap Sasuke, "bukankah harusnya kau bersama... Hinata...?"

Sasuke menggeleng, "Kami berhasil membatalkan pernikahannya, Ino. Aku akan menepati janjiku untuk menikahimu-" namun ucapannya terhenti saat melihat gadis pirang itu kembali merosot tak sadarkan diri.

"INO!" seru keduanya dengan panik dan segera mengangkat tubuh yang lunglai itu kembali ketempat tidurnya.

To be continued...

A/N:

Halo! Kay's back!

Jadi, sebenarnya Kay berencana untuk mengupdate chapter ini lebih cepat, sekitar bulan desember tahun lalu. Tapi karena tiba-tiba menggalau pas nulis scene GaaIno, akhirnya sempat kena WB dan stop dulu.

But, here it is now...

Semoga chapter kali ini tidak mengecewakan yaa~ /\

Don't forget to RnR, minna-saaan~!

Btw, ini balasan review untuk yang tidak login ya~

Shinji gakari: Maaf nunggu lama yaa, tapi ini sudah update. Jangan lupa RnR lagi ya~ ^^/

Noor wahdah: Soal siapa yang nanti berakhir sama Ino... lihat kedepannya deh ya, hehehe... terimakasih sudah RnR! ^^/

Inochan: Ini udah lanjut ya, semoga gak mengecewakan~ Jangan lupa RnR lagi ya~ ^^/

Balasan untuk yang login silakan cek PM masing-masing ya~ :D

Jangan lupa Read and Review lagi ya~

Thank you!