.
WARNING
FF ini adalah ff berkonten islami
FF ini terinspirasi dari beberapa cerita tentang diskriminasi muslim
sebagai minoritas dalam kehidupan social.
Pemeluk agama muslim terbesar di dunia adalah Indonesia karena ini adalah FF Naruhina
Maka aku ubah dicerita ini bahwa pemeluk agama islam terbesar di dunia adalah Jepang.
Dan Jepang disini ibarat indonesia. Masih dalam negara berkembang.
FF INI HANYA MUNGKIN 3 - 4 CHAPTER
HAPPY READING
.
.
"Aku melepas hijabku Naruto," ucap Hinata tanpa keraguan.
"Kenapa kau melakukan hal semacam itu? Kau seharusnya tidak usah mempedulikan ucapan mereka tentangmu. Kau harus teguh dengan pendirian. Berhijab adalah kewajiban seorang muslimah Hinata ," Jelas Naruto panjang lebar.
"Aku tahu Naruto kau tak perlu menjelaskannya padaku. Tapi apa kau tahu apa yang aku rasakan? Tiap waktu aku selalu mendapatkan bullying. Cacian dan makian datang silih berganti. Itu menyakitkan. Kau mungkin menganggapku wanita tak berakhlak. Aku baru satu hari berada di kampus ini tapi kau bisa lihat sendiri bagaimana perlakuan mereka terhadapku. Aku harap kau mengerti perasaanku Naruto," jelas Hinata dengan berlinang mata.
Naruto tak bisa mengatakan apa pun. Hatinya semakin sakit ketika melihat gadis cantik di depannya ini meneteskan air mata. Naruto sangat mengerti beban yang Hinata rasakan. Menjadi minoritas memang tak mudah. Terkadang kejahatan verbal lebih besar dampaknya dari pada non verbal. Sepersekian detik mata mereka saling bertaut. Tak ada kata yang keluar dari mulut keduanya. Hinata hanya terdiam kemudian menjauh dari Naruto. Saat gadis itu menjauhinya, tak terasa setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Naruto. Pria tampan itu segera menyeka air matanya. Terlalu memalukan jika orang lain melihatnya menangis.
Dan sejak kejadian itu, selama kuliah berlangsung. Naruto dan Hinata tak bertegur sapa. Memang benar, sejak saat Hinata membuka hijabnya tak ada lagi cacian ataupun perlakuan tak baik kepadanya. Banyak teman sekelas yang tak menyadari perubahan Hinata karena dia dikucilkan bahkan mungkin sebagian besar mereka tak menyadari kehadiran Hinata karena dia murid baru. Bahkan terang-terangan ada seorang teman pria sekelasnya mulai mengajak Hinata berbicara dan bertukar nomor ponsel. Kalau dilihat dari gelagatnya, pria itu suka dengan Hinata .
Naruto tidak mau munafik, Hinata memang tampak cantik dengan rambutnya yang panjang bergelombang. Namun bagi Naruto, Hinata lebih cantik jika ada hijab yang menutupi rambut indahnya. Naruto tidak bisa berbuat apa-apa. Jika itu jalan hidup Hinata , dia tidak punya hak untuk memaksakan kehendaknya. Pria tampan berlesung pipi itu tak menampik jika Hinata terlihat bahagia dengan penampilannya sekarang. Sebagai saudara muslim dari Hinata , Naruto hanya bisa berdoa agar Allah kembali menyadarkan gadis cantik itu bahwa keputusan yang diambilnya itu salah.
ooOOOoo
Jika biasanya setiap istirahat Naruto ditemani Hinata makan siang di kantin namun kali ini ia hanya sendiri. Canda tawa Hinata selalu menemani harinya. Kalau boleh jujur, Naruto juga kesepian dan tak ada orang yang benar-benar ingin menjadi seorang teman. Dan hanya Hinata yang bisa mengisi ruang itu. Mata Indahnya tak henti melihat Hinata yang bercengkrama dengan teman barunya. Gadis itu kini mengabaikannya. Ada perasaan aneh hinggap direlung hatinya. Perasaan sesak, perih dan nyeri setiap ia melihat Hinata tertawa namun tawa itu bukan saat bersamanya. Apalagi jika itu bersama pria lain. Kelima jari lentik tangan kanan Naruto mengelus dadanya yang bidang. Pria tampan itu menerka perasaan apa yang kini ia rasakan? Perasaan yang belum ia rasakan. Lamunan Naruto buyar ketika seorang pria tak dikenal menghampirinya.
"Hai, apa aku boleh makan disini?" tanya seorang mahasiswa berkulit hitam.
"Tentu saja. Selamat makan," ucapnya ramah kemudian meninggalkan pria itu sendirian.
Naruto melangkah gontai menuju kasir. Pria berambut kriting itu tak menyadari jika sosok Hinata juga melihatnya dari jauh. Gadis itu merasa begitu bersalah pada Naruto. Ia tak tahu kenapa ia harus mengabaikan seseorang yang selama ini selalu melindungi, menyemangati dan selalu ada untuknya. Tak seharusnya ia bersikap seperti itu. Matanya yang bulat nan indah bergerak mengikuti kepergian Naruto. Ia sudah tak tahan lagi.
"Maaf, aku harus pergi sebentar. Nanti aku akan kembali," ucap Hinata kepada teman-teman barunya. Sekuat tenaga ia mengejar Naruto yang semakin jauh darinya. "Naruto, Naruto!" teriaknya dari jarak sepuluh meter. Naruto menghentikan langkah kemudian membalikan badan. Di depan ia melihat Hinata berdiri tak jauh darinya.
"I'm so sorry, karena aku tidak mengajakmu bicara dan aku menjauhimu," ucap Hinata penuh rasa bersalah.
"Apa kau merasa seperti itu kepadaku?" tanya Naruto santai. Gadis itu pun mengangguk cepat. "Aku tidak masalah dengan itu semua. Apa kau bahagia memiliki banyak teman?" Hinata kembali mengangguk. "Aku lega melihatmu bahagia," ucap Naruto dengan senyum tipisnya.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Hinata sedikit khawatir. Ia pun tak tahu kenapa mengutarakan pertanyaan konyol seperti itu kepada Naruto. Sudah jelas, temannya ini baik secara fisik maupun mental.
"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja aku baik-baik saja. Hinata , aku masih ada urusan. Apa tak masalah jika aku pergi dulu?" tanya Naruto ramah.
"Kemana kau akan pergi? Apa aku boleh menemanimu?"
"No," jawab Naruto begitu cepat.
Naruto terkesan ingin segera mengakhiri percakapannya dengan Hinata . Dan jawabannya itu terlihat bahwa Naruto tidak ingin bersama Hinata untuk kali ini. Ada sedikit rasa kecewa yang Hinata rasakan. Naruto tak biasanya seperti ini. Kemana pun Naruto pergi, ia selalu ada disamping Naruto. Naruto yang sekarang tidak seperti Naruto yang dulu. Naruto yang tidak pernah keberatan jika Hinata selalu mengikutinya. Hati Hinata gamang menatap Naruto yang menjauh dari hadapannya. Bayangan Naruto semakin lama semakin mengecil kemudian menghilang.
"Sepertinya kau marah padaku," gumam Hinata .
ooOOoo
Kuliah hari ini terasa begitu padat dan harus pulang malam. Berkali-kali Hinata mendapat telepon dari orang tua untuk menanyakan dimana dia berada. Wajar jika orang tuanya begitu khawatir karena Hinata tergolong penduduk baru di London. Masih belum tahu bagaimana kota London sebenarnya. Perasaan Hinata semakin teriris-iris ketika ia ingat bahwa dia berbohong kepada orang tuanya. Kedua orang tua Hinata tak tahu jika ia melepas hijab jika berada di kampus dan dia akan memakainya jika ia sudh pulang. London adalah kota yang masih asing untuknya. Seandainya Naruto bersamanya pasti ia tak akan ketakutan seperti ini. Jalan menuju gang rumahnya juga begitu sepi. Sebelum menuju rumah, Hinata mengambil hijab dari dalam tas arena terlalu gugup hijabnya jatuh. Gadis itu berlari kecil mengejar hijabnya yang terseret angin di jalanan beraspal. Langkah Hinata terhenti ketika melihat sepasang kaki dihadapannya. Saat Hinata menengadahkan kepalanya ia tak menyangka jika pemilik kaki itu adalah Naruto.
"Naruto?" ucap Hinata antara bingung dan malu.
Naruto tak menjawab, ia mengambil hijab milik Hinata yang berada dikakinya. Mata indah Hinata tak henti-hentinya melihat wajah tampan Naruto dalam jarak yang begitu dekat. Pria bermata coklat itu tak berbicara sepatah kata pun. Ia melipat hijab segiempat Hinata menjadi dua bagian yang membentuk sebuah segitiga. Naruto memakaikan hijab itu diatas kepala Hinata kemudian menautkan kedua ujung hijab lalu menarikknya agar tidak lepas. Mata keduanya saling bertatapan, tatapan hangat itu seperti menusuk hati Naruto maupun Hinata . Mereka seolah merasakan kupu-kupu terbang di dalam perutnya.
"Don't ever forget to love. Keep loving who you are. Don't ever forget you shine. Shining like a star. There's something so perfect. Courage in everyone. Loving who you are. No matter, You are always beautiful, you are incredible, Hinata . "
Hinata tak bisa berkata-kata. Kalimat itu terdengar begitu luar biasa di telinga Hinata . Bahkan lidahnya terasa kelu untuk memanggil nama pria tampan itu. Entah kenapa tubuhnya seakan lumpuh. Dari sikapnya, terlihat Naruto adalah sosok pria yang sangat gentle. Hinata sama sekali tak mengerti kenapa Naruto tiba-tiba ada disini.
"Naruto… ," pekik Hinata tak percaya melihat Naruto yang muncul dihadapannya secara tiba-tiba. Bagaimana bisa?
"Inilah Hinata yang aku kenal, Hinata seorang gadis berhijab yang tegar, percaya diri dan berani," ucap Naruto ramah dan terkesan menyejukkan.
"Naruto, sedang apa kau disini?"
Pria bernama lengkap Uzumaki Naruto itu pergi begitu saja setelah mengungkapkan beberapa kalimat yang membuat Hinata melayang, sedangkan Hinata sendiri masih terjebak dengan pesona Naruto. Sebenarnya rumah Naruto dengan Hinata berlawanan arah namun pria tampan itu sengaja membuntuti Hinata karena terlalu khawatir jika gadis itu mendapatkan masalah saat pulang malam sendirian. Mata indah Hinata hanya bisa menatap kepergian Naruto yang menjauh darinya. Tak banyak kata yang Naruto ucapkan. Ia hanya berjalan mundur sambil menatap Hinata dan melambaikan tangan kepadanya.
oooOOOoo
"Aku pulang," ujar Hinata sembari melepas sepatu kemudian menggantinya dengan sandal rumah yang berwarna pink. Tak lupa juga hijab yang masih tertata rapi diatas kepalanya.
"Bagaimana kuliahmu hari ini?" tanya sang ayah yang bernaa Minato.
"Luar biasa," jawab Hinata singkat.
"Cepatlah ganti baju kemudian turun. Kita makan malam bersama."
Hinata tak menjawab ucapan ibunya. Pikirannya melayang mengingat kejadian tadi. Kejadian yang mungkin tak akan pernah ia lupakan. Di dalam kamar, Hinata merebahkan tubuhnya dan melempar begitu saja tas yang ia bawa. Kedua bola matanya memandang sayu langit-langit kamar. Saraf-saraf diotaknya selalu memaksa ia mengingat hal itu. Hal yang menurutnya paling romantic yang pernah ia alami. Ada perasaan aneh yang bersarang di dadanya. Bahkan jantungnya pun terus berdetak hebat pasca kejadian indah itu. Ia mencoba mengulangi kejadian itu. Bibir tipisnya Naruto yang kemerahan, hidungnya yang mancung, lesung pipinya yang mempesona membuat Hinata lupa akan hal-hal buruk yang telah menimpanya.
"Don't ever forget to love. Keep loving who you are. Don't ever forget you shine. Shining like a star. There's something so perfect. Courage in everyone. Loving who you are. No matter, You are always beautiful, you are incredible, Hinata . "
Wajah Naruto yang tampan dan cara ia mengatakan hal seindah itu padanya begitu membekasi di benak Hinata .
"Dia begitu tampan," gumam Hinata tanpa sadar. Gadis itu meletakkan kelima jari tangan kanannya di dada seolah berpikir dan mencari jawaban atas perasaan aneh ini. "Kenapa jantungku seperti ini? Rasanya aneh tapi membuatku bahagia. Apa aku jatuh cinta padanya?"
Kalaupun Hinata mencintai Naruto ia tidak akan mengungkapkannya karena berpacaran dalam islam tidak diperbolehkan. Mungkin cinta itu akan terus terpendam di dalam hatinya. Dari atap pandangan Hinata kemudian beralih ke sebuah cermin yang berdiri tegak di pojok kamarnya. Hinata berdiri, ia menatap bayangannya dicermin yang tampak cantik dengan hijab hitamnya. Hinata merasa sudah melakukan dosa besar karena melepas hijab demi kehidupannya tapi dia juga begitu takut dengan bullying yang akan ia terima.
"Apa yang harus aku lakukan?"
TO BE CONTINUE