Disclaimer : masashi kishimoto

Pairing : NejiTen

.

.

.

.

.

.

Tok.. Tok..

"Tenten-sama, Tenko-sama memanggil anda."

"Ya, aku akan keluar," ucap gadis berambut auburn, dengan gaya rambut cepol dua.

Tenten. Gadis yang masih bersekolah di Konoha Gakuen. Dia gadis yang tertutup dan tomboy. Dia juga ahli bela diri, terutama kendo. Ia tidak tertarik pada lelaki, tapi dia bukan seorang yuri. Ia mempunyai kucing yang sangat lucu, namanya Kun. Tenten sangat sayang pada kucing itu.

Tenten membuka kenop pintu kamarnya. Ia berjalan keluar kamarnya dengan malas. Bagaimana tidak malas, ia sedang enak-enakkan berbaring di kasurnya yang empuk. Eh, ayahnya memanggilnya. Tapi, mau bagaimana lagi, ia tidak mau jadi anak yang durhaka kepada orang tuanya. Diakan tidak mau dikutuk jadi batu yang menyatu dengan karang *abaikan*

"Tenten duduk disini!," ucap ibunya Tenten sembari menepuk-nepuk tempat di sampingnya. Tenten pun menghampiri ibunya.

"Kenapa ayah memanggilku?," tanya Tenten tanpa basa-basi.

"Tenten kau sekarang kelas 11, 'kan?", tanya ayahnya. Tenten hanya menganggukkan kepalanya. Ia menatap ayahnya dengan tatapan serius. Perasaannya tidak enak saat ini.

"Kau sudah besar Tenten, kau sudah pantas untuk menikah," ucap ibunya sembari memegang pundak Tenten.

Tenten memandang ibunya tak percaya. Menikah? Dia masih kelas 11. Dia masih begitu kecil dan imut. Perasaan Tenten semakin tidak enak saja.

"Maksud ibu apa?," Tenten bertanya dengan nada pelan.

"Ayah bermaksud menjodohkanmu dengan anak teman ayah," ucap ayah Tenten sembari menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa.

Tenten terkejut. Siapa yang tidak terkejut, jika dia akan dijodohkan dengan orang yang tidak ia kenali. Bagaimana jika ia dijodohkan dengan kakek-kakek. Tapi, ayahnya bilang ia dijodohkan dengan anak temannya. Mungkin saja umur 20 tahun-an.

"Dia seumuran denganmu, Tenten," ucap ibunya sembari tersenyum.

Seumuran? Jika ia dijodohkan dengan yang seumuran, bagaimana orang itu bisa menafkahi Tenten? Memangnya Tenten mau di beri makan rumput?

"Kalau dia seumuran denganku, bagaimana Caranya dia menafkahiku?," tanya Tenten dengan sengit.

"Dia anak orang kaya, Tenten. Kau akan tinggal dengan keluarganya, mereka akan melayanimu dengan baik," ucap ayahnya. Tenten makin heran dengan kedua orang tuanya. Ia harus tinggal bersama orang yang tidak ia kenal. Lalu, bagaimana dengan orang tuanya? Mereka pasti akan kesepian.

Tenten mengusap wajahnya, ia sungguh lelah saat ini. Ia tidak bisa dihadapkan dengan situasi ini. Ia terlalu terkejut saat ini. Ia tidak pernah menyangka akan dijodohkan oleh orang tuanya.

"Perusahaan ayah hampir bangkrut, Tenten. Jika kau dijo-"

"Jadi, tujuan perjodohan ini adalah uang?," tanya Tenten memotong perkataan ayahnya. Ayah Tenten hanya diam, dan Tenten semakin tidak percaya.

"Bukan hanya itu saja, Tenten. Ibu dan ibunya orang yang akan dijodohkan denganmu membuat perjanjian saat kami SMA. Jika kami mempunyai anak yang berbeda jenis kelamin, kami harus menjodohkannya," ucap ibunya. Tenten menatap ibunya dengan tatapan yang tidak bisa di deskripsikan. Bisa-bisanya ibunya membuat perjanjian konyol seperti itu.

"Ibunya mempunyai penyakit yang parah, Tenten. Kau harus membahagiakannya," ucap ayahnya

.

Tenten tercenung, ibunya orang yang akan dijodohkan dengannya mempunyai penyakit. Ia orang yang sangat tidak tegaan. Tapi tetap saja, ia tidak mau dijodohkan.

"Aku tidak peduli! Aku tidak mau dijodohkan!," ucap Tenten sembari berlari ke kamarnya.

"Apa yang ingin ayah katakan?," tanya pemuda bermata lavender itu.

"Ibumu ingin kau menikah Neji. Turuti permintaannya," ucap ayahnya. Neji hanya memandang ayahnya datar.

Ayahnya memegang pundak Neji. Ia menatap mata yang sama dengan matanya. Tiba-tiba ia menitikkan air mata. Neji terkejut melihatnya. Ayahnya terkenal dengan ketegasannya, tapi sekarang ia melihat ayahnya sedang menangis.

"Tapi ayah, aku tidak punya calon istri. Aku harus bagaimana?," tanya Neji. Apa Neji keberatan menikah di usia muda? Jawabannya, TIDAK. Neji akan melakukan segalanya demi membahagiakan ibunya.

"Ibumu sudah menemukan calon istri yang cocok Neji," ucap Hizas. Neji hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia yakin, pilihan ibunya tidak akan salah.

"Siapa nama gadis itu?," tanya Neji.

"Tenten, dia sekolah di Konoha Gakuen. Dia jarang bersosialisasi, sepertimu. Bedanya, kau masih mempunyai teman. Dan dia tidak punya teman sama sekali," ucap Hizasi. Ia berdiri dari duduknya. Ia pergi meninggalkan Neji yang masih duduk di sofa.

Neji hanya bisa mengernyitkan dahinya. Konoha Gakure? Musuh sekolahnya?

"Jadi, namanya Tenten? Dia sekolah di Konoha Gakure?," tanya teman Neji yang berambut blonde dan mempunyai tiga kumis kucing di kedua pipinya.

Neji hanya menganggukkan kepalanya. Ia menceritakan semua yang ayahnya katakan semalam pada Naruto-satu-satunya temannya. Naruto biasa saja mendengar Neji akan menikah dengan murid Konoha Gakure.

"Temanku juga sekolah disana," ucap Naruto sembari tersenyum lebar. Neji hanya meng'oh'riakan perkataan Naruto.

"Kau ingin melihat gadis itu? Aku pernah melihat siswi Konoha Gakure memakai name tage Tenten," tawar Naruto. Neji hanya memandang Naruto dengan tatapan aneh.

"Bagaimana, kalau Tenten yang kau maksud bukan Tenten yang akan menikah denganku?," tanya Neji. Ia merasa temannya ini sok tahu. Mungkin saja bukan Tenten yang itu. Tapi, Naruto sangat percaya diri bahwa dirinya benar.

"Mana mungkin ada lagi yang bernama sepuluh sepuluh. Ayolah!," bujuk Naruto. Naruto sangatlah keras kepala, tidak ada gunanya Neji menolak. Dengan malas Neji menganggukkan kepalanya.

Neji memandang gerbang besar di depannya. Sekolah di hadapannya sangatlah besar, lebih besar dari sekolahnya. Neji sangat kagum dengan sekolah di hadapannya. Kalau tahu begini, ia pasti memilih sekolah disini dari pada di Suna Gakure. Tapi, sekolah ini sangat jaih dari mansionnya.

Murid-murid berhamburan keluar dari gedung sekolah. Anehnya, murid-murid itu melemparkan senyuman pada Neji dan Naruto. Dan kadang, ada yang menyapa mereka-lebih tepatnya Naruto. Hei, bukannya jika kita bertemu murid dari musuh sekolah kita akan melemparkan tatapan penuh kebencian? Tapi, kenapa mereka malah tersenyum pada Neji dan Naruto?

"Hei, kuning!," sapa seseorang pada Naruto. Orang itu berambut coklat dan ada tato taring si kedua pipinya. "Sudah lama kau tidak kesini lagi,"

"Hei manusia guk guk! Kalau aku sering kesini, bisa-bisa dianggap penghianat oleh sekolahku," ucap Naruto sembari tertawa. Dan orang tadi-Kiba juga tertawa.

"Kau kesini ingin bertemu pasangan homomu? Dan ini siapa?," tanya Kiba sembari menunjuk Neji.

"Dia temanku, namanya Hyuuga Neji. Apa-apaan kau ini, aku tidak punya pasangan homo. Lagi pula, aku hanya mengantar temanku yang ingin bertemu pujaan hatinya," ucap Naruto sembari mengedipkan sebelah matanya pada Neji. Sedangkan Neji hanya memutar bola matanya.

"Kalau begitu, semoga berhasil! Eh, aku pulang dulu, ya! Jaa!," ucap Kiba sembari melangkahkan kakinya.

"Jaa!," ucap Naruto sembari melambaikan tangannya. "Neji, itu Tenten. Perempuan yang bercepol dua," ucap Naruto sembari menunjuk gadis yang sedang melangkahkan kakinya keluar dari gerbang.

Neji memandang gadis itu. Tidak seperti gadis remaja pada umumnya, gadis itu berjalan sendirian sembari menekuk wajahnya. Neji heran pada gadis itu, kenapa ia tidak punya teman. Apakah menurutnya, teman itu hal yang merepotkan? Menurut Neji, seharusnya gadis itu punya teman. Walaupun hanya satu orang.

"Tenten!," ucap Naruto sembari melambai-lambaikan tangannya pada gadis itu.

To be continued

Holla!

Aku datang kembali lagi dengan fanfic NejiTen. Semoga kalian suka. Yang baca tinggalkan jejak di kolom review ya!

Salam keren

19 Maret 2016