"Ughh~ Perutku… tidak bisakah kau bersabar?"

Erangan menyedihkan keluar dari mulut seorang pemuda yang sedang tergeletak begitu saja di pinggir jalan.

"Siapa saja… beri aku makanan… ugh, sial kesadaranku makin berkurang." Ujarnya sambil memegangi perutnya, wajahnya terlihat kesakitan menahan rasa laparnya. Kalau dilihat lagi, pakaiannya juga sangat kotor dengan sobekan di sana sini.

"Air… Krabby Patty… Ah, jangan, ramen saja…" bahkan disaat genting seperti ini, dia masih sempat pilih-pilih makanan.

Kekurangan makanan dan minuman membuatnya meracau tidak jelas. Pandangan matanya mulai kabur, pikirannya sudah mulai tidak karuan. Di saat-saat terakhirnya, dia teringat wajah keluarga tercintanya.

"Maafkan putramu ini, Bu… aku tidak bisa memberikanmu cucu… Ayah, aku tidak bisa meminang seorang wanita cantik… Adikku, aku tidak akan bisa menghadiri pesta ulang tahunmu… tunggu, aku tidak punya adik…" gumamnya pelan, semakin lama dia kelaparan, semakin parah pula kinerja otaknya.

Hingga pada akhirnya, di saat-saat paling kritis, ketika kan menutup mata untuk terakhir kalinya, ketika dunia menjadi semakin gelap baginya, dia melihatnya. Sesosok indah yang muncul berdiri di hadapannya.

Tersenyum lembut pada dirinya yang terkapar tidak elit di jalanan berbatu, dengan sinar mentari hangat yang menyelimutinya, sosok tersebut terlihat bagai malaikat penyelamat di matanya.

Pemuda itu mengangkat kepalanya dengan lemah berusaha melihat siapa yang berada di depannya, namun, karena begitu terangnya cahaya yang menemani sosok tersebut, ia pun tidak bisa menangkap jelas figurnya.

Bibirnya bergetar, berusaha mengucapkan sesuatu. Namun, yang keluar dari mulutnya adalah suara aneh yang sulit dikenali, "To…banga…"

Sebelum akhirnya ia menutup matanya, terkulai lemas di hamparan bebatuan alam yang menerimanya seolah bagian dari alam itu sendiri. Walau begitu, senyuman tetap mengembang di wajahnya yang penuh kedamaian.

Tidak ada yang ia sesali dalam hidupnya.

Kini, ia bisa pergi dengan—

"Ara? Dia cuma pingsan."

…Hei lihat, batu itu bisa bergerak…

Oh My Landlady!

A crossover by two-one kf

NarutoxDXD

Genre: Romcom

Status: Teaser

Character: Naruto U., Yasaka, two-one kf (Narrator)

"…Ini dimana?" itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut si pemuda malang, "Apakah ini surga? Atau neraka? Jadi pujaan atau terabaikan?... Ah, lagi-lagi aku meracau tidak jelas."

"Fufu, kamu ini lucu ya."

Si pemuda menoleh ketika mendengar suara lembut nan asing di telinganya, begitu menyadari siapa pemilik suara indah tersebut, dia melongo.

Seorang wanita cantik dengan yukata mewah sedang duduk di samping tempat ia tertidur, wanita tersebut tersenyum simpul padanya dengan aura keibuan yang membuat pipinya merona. Ia memiliki rambut pirang panjang yang membingkai paras cantiknya, dengan sepasang mata senada yang memandanginya dengan ramah.

"…Ini pasti neraka. Dosa macam apa yang kulakukan hingga harus mendapat siksaan pedih macam ini? Menyiksaku dengan keindahan fana seperti ini, bukankah ini terlalu berlebihan? Oh Kami-sama?"

Wanita tersebut tertawa geli mendengar keluhan dramatis pemuda itu, "Kamu ini ada-ada saja. Tempat ini bukan surga, juga bukan neraka. Disini adalah penginapan keluargaku."

"Penginapan? Kalau begitu, ruangan ini mestinya salah satu kamar ya?" tanya pemuda itu sambil mencoba merasakan rasa sakit di perutnya, tapi hasilnya nihil, perutnya telah berhenti berdemo. Dan hal itu membuatnya bernafas lega.

"Apakah anda yang telah berbaik hati menyelamatkan hidupku?"

Wanita itu mengangguk, "Kamu pingsan di jalan belakang penginapan. Jadi, aku meminta bantuan orang-orangku untuk membawamu kesini. Oh ya, kamu sudah pingsan selama tiga hari lho."

"Begitu kah? Aku kira lebih lama lagi. Ah, aku Uzumaki Naruto, salam kenal dan terima kasih telah menyelamatkan diriku."

"Sama-sama," balas wanita itu ramah, "Namaku Yasaka, pemilik generasi kelima penginapan ini."

Naruto hendak bangkit dari tempat tidur namun belum sampai posisi duduk pun, dia merasakan perutnya sakit. Reflek, dia pun meraba perutnya dari dalam selimut yang menutupinya dan menyadari kalau dia tidak memakai atasan.

"Eh?" ucapnya bingung ketika merasakan benda cair dan hangat di perutnya, secara tidak sengaja, pandangan mata Naruto bertemu dengan Yasaka yang terus tersenyum lembut padanya. Untuk alasan tertentu, hati Naruto berdegup kencang melihat ekspresi bertanya Yasaka yang menyadari sikap aneh Naruto.

"Ada masalah?" tanyanya dengan penuh perhatian.

Doki-doki!

'Pe-perasaan ini… apakah ini yang dinamakan… PENDARAHAN!'

Naruto berteriak panik dalam kepalanya begitu ia menyingkap selimutnya dan mendapati perutnya diperban dengan noda merah yang masih baru.

"Da-da-da—"

"Dakimakura?"

"DARAH!" teriak Naruto kesal yang dibalas dengan cekikikan geli oleh Yasaka, "Darah! Kenapa perutku bisa berdarah!?"

"Ara? Uzumaki-san tidak tahu? Saat seseorang kelaparan dan tidak ada yang bisa dicerna di dalam lambung, maka lambungmu akan mencoba mencerna dirinya sendiri. Jadi, itulah kenapa perutmu berdarah." Jelas Yasaka dengan ceria, bahkan dengan baiknya mengilustrasikannya di sebuah papan tulis kecil.

"…Oh, begitu ya?"

"Tentu saja tidak." Kalimat singkat Yasaka yang menentang pernyataannya sebelumnya membuat Naruto sweatdrop, "Perutmu berdarah karena ada benda tajam yang menancap sedalam 5 cm."

"Bagaimana ceritanya!? 5 cm itu dalam kan!?" pekik Naruto tidak percaya, rasanya mustahil dia bisa selamat dari luka semacam itu dengan kondisinya yang kekurangan asupan gizi harian.

"Ara ara? Uzumaki-san ini orang yang mudah panik ya?" komentar Yasaka dengan raut wajah cemberut.

"…lupakan soal perutku yang berdarah." Naruto menghela nafas lemah dan kembali berbaring di futon, kemudian sambil sedikit menolehkan kepalanya, Naruto bertanya, "Jadi, bagaimana caraku membayar kebaikanmu, Yasaka-san?"

"Tidak usah kok, bukankah membantu seseorang yang membutuhkan adalah hal yang wajar? Uzumaki-san tidak perlu memaksakan diri, lebih baik istirahat saja sekarang, lukamu masih belum sembuh total."

Naruto tercengang mendengar jawaban tulus dari Yasaka, karena telah sulit untuk menemukan orang sepertinya di dunia kala ini. Tapi, walau begitu permintaan wanita yang menyelamatkannya, Naruto tetaplah Naruto.

"Maaf, tapi aku tidak bisa menurutinya. Sangat bertentangan bagiku yang selalu membalas budi seseorang, kalau bisa aku ingin menggantinya, sekecil apapun itu."

"…Uzumaki-san…"

"Oh, sekali lagi aku minta maaf. Tapi, apakah bisa memanggilku dengan nama depanku saja?"

"Eh?" pekik Yasaka kecil, kedua tangannya menutupi mulutnya yang menganga. Matanya menatap Naruto dengan pandangan tidak percaya, kaget malah, "Ta-tapi, kita baru pertama bertemu dan kamu memintaku untuk saling menggunakan nama depan? I-itu terlalu cepat buatku."

Naruto terdiam beberapa saat sebelum semburat merah muda muncul di pipinya, "Wa—bukan itu maksudku!?"

Yasaka memalingkan wajahnya dan melirik Naruto dari sudut matanya, sikapnya itu justru membuatnya terlihat seperti gadis manis yang malu-malu.

"Ka-kalau itu yang kamu mau… baiklah… Na-ru—"

"Tidak usah! Tidak usah! Panggil saja aku dengan margaku!"

"Hai, Uzumaki-kun." Ujar Yasaka ceria, 180 persen terbalik dari sikapnya tadi.

"…Aku dipermainkan…" ucap Naruto dengan alis berkedut, "hal seperti ini tidak bagus untuk jiwa pemudaku yang masih polos."

"Jadi, apa Uzumaki-san masih tertarik untuk membayar kebaikanku?"

Naruto mengangguk mantap, "Tentu, ijinkanlah aku bekerja di penginapan ini."

Yasaka terlihat sedang memikirkan jawabannya, pada akhirnya Yasaka menggelengkan kepalanya. Melihatnya Naruto langsung menghela nafasnya sedih, "Tidak bisa ya…"

"Apa maksudmu? Aku masih belum memutuskan lho."

"Kalau begitu tolong pikirkan lagi, Yasaka-san. Aku tidak punya tempat untuk tinggal, pekerjaan pun tidak punya, kalau tidak ada lowongan di penginapan, ijinkanlah aku bekerja padamu." Pinta Naruto dengan mata yang terbakar semangat Hi no Maru.

Cling! Senyum lima jari Naruto muncul menerangi ruangan kamar untuk beberapa detik.

Yasaka terpengarah melihat niat murni Naruto, walau sedang terluka keinginannya yang membara menyilaukan hatinya. Hati Yasaka pun dilanda gundah, pasalnya tidak ada tempat untuk bekerja bagi Naruto di penginapannya.

Tapi, bekerja untuknya?

"…Apa kamu serius ingin bekerja untukku?" tanya Yasaka memastikan.

Naruto hanya mengangguk untuk merespon pertanyaan Yasaka.

Setelah mendapatkan jawaban, Yasaka hanya tersenyum simpul pada Naruto dan berdiri. "Kalau begitu, istirahatlah dulu. Akan kupanggilkan dokter untuk memeriksa kondisimu sekarang."

"Ah, sudah mau pergi?" tanya Naruto yang sudah kembali berbaring. Matanya melirik sosok Yasaka yang berjalan menjauh menuju pintu ruangan.

Yasaka menoleh dengan ekspresi bingung, "Lho…? Apa… Naruto-kun, tidak ingin aku pergi?" tanya Yasaka yang menelengkan kepalanya dan menempelkan jari telunjuknya ke bibirnya.

"Arrgh! Pergi sana!" teriak Naruto kesal yang lagi-lagi dijahili Yasaka. Saking seriusnya berteriak, Ia sampai muntah darah, "Blurgh!"

"Fufufu."

"Jangan malah ketawa! Aduduh!" ujar Naruto kesal sambil menahan sakit.

Diminta begitu pun, Yasaka malah tertawa geli melihat Naruto yang sedang berusaha mati-matian agar tidak mati. Bibirnya membentuk lengkungan indah yang membuat perasaan Naruto berdesir aneh, seolah ada seekor kupu-kupu yang sedang menari-nari di dalam perutnya.

Atau mungkin, itu karena perutnya sedang mengalami pendarahan.

"…Perutku masih terus mengeluarkan darah…"

"Ara? Bertahanlah Naruto-san." Ucap Yasaka penuh kekhawatiran, tangan kanannya menyeka setitik air mata yang menetes. Dengan suara sedikit tercekat, Yasaka berkata, "Walau kita baru pertama kali betemu, aku tidak mau kamu mati, Naruto-san."

Naruto tersentuh dengan kata-kata tulus Yasaka, dalam hatinya dia mulai memaafkan semua kejahilan si wanita berambut pirang itu.

"Benarkah?"

"Aku hanya tidak mau reputasi penginapanku ternodai karena berita kematianmu."

"Jahat!"

Xxx

"Ya, jangan bergerak terlalu berlebihan atau lukamu akan terbuka lagi, paham?"

Seorang wanita muda yang berpakaian ala dokter berpesan pada Naruto yang terbaring di futonnya, dia adalah dokter pribadi Yasaka. Ia memilki postur tubuh yang ideal dengan proporsi sempurna, dengan wajah oriental yang memikat hati.

Naruto mengangguk, "Aku mengerti, Setsuna-sensei."

Ketika Setsuna hendak berkemas pergi, Naruto menanyakan hal yang sedari tadi mengganjal pikirannya, sesuatu yang sangat penting baginya, "Ngomong-ngomong, Setsuna-sensei?"

"Ada apa?"

"Bagaimana bisa ada pisau menancap ke perutku sedalam 5 cm?"

Mendengarnya, Setsuna menatap Naruto aneh, "Pisau? Yang bilang pisau siapa?"

"Eh?"

"Yang menancap di perutmu itu patahan ujung katana."

"Wut!?"

"Ini Kyoto, kota dimana dulu sering terjadi pertempuran, sepertinya ada sebuah katana yang tertimbun dalam tanah. Selama ratusan tahun, katana tersebut membatu, tapi ujungnya patah entah bagaimana. Lalu, karena perubahan alam, tanah yang terkena erosi, ujung bilah yang patah itu menyembul keluar sepanjang 5 cm."

Naruto tidak bisa berkata apa-apa mendengar penjelasan ajaib dari Setsuna, dia terlalu shock mendengarnya.

"Kemungkinan, saat kau jatuh, kau menimpa ujungnya. Dan karena saat itu kau sedang kelaparan, saraf rasa sakitmu tidak berfungsi dengan baik, makanya kau tidak menyadarinya."

"Memang bisa?!"

"Tentu. Walaupun kecil, selama peluangnya masih ada, hal itu bisa saja terjadi. Kau kasus kedua yang pernah kutangani." Ujar Setsuna santai, "Berterima kasihlah pada orang yang pertama itu, kalau dia tidak ada, mungkin kau sudah tidak bernafas."

"Benar juga, anda mendapat pengalaman darinya ya? Jadi, dimana aku bisa bertemu dengannya, aku ingin berterima kasih."

"Mati." Jawab Setsuna singkat yang kemudian Ia ulangi lagi, "Dia mati."

'Perasaanku mulai tidak enak.' Pikir Naruto khawartir. Maka, sambil menelan ludahnya Ia bertanya, "Ma-maksudmu Sensei?"

"Bukankah aku sudah bilang? Kalau dia tidak ada, seharusnya kau yang mati, karena saat itu aku tidak tahu bagaimana menangangi kasusnya, toh dia juga sudah sekarat. Kesimpulannya, kalau saja kau pasien yang pertama, mungkin kaulah yang sekarang berada di tempatnya."

"Beberapa meter di dalam tanah."

Jawaban Setsuna yang blak-blakan itu membuat Naruto merinding, seolah Dewa Kematian baru saja mengelus pantatnya.

Tunggu, untuk apa Dewa Kematian mengelus pantat seseorang?

"Sekarang giliranku bertanya," celetuk Setsuna tiba-tiba, tapi, bukannya menghadap Naruto, Ia malah memutar tubuhnya membelakangi Naruto, "kalau bisa, kau harus menjawabnya. Ah, tidak, kau harus menjawabnya."

"Errr… apa yang kau bicarakan, Sensei?" tanya Naruto bingung, karena posisi Setsuna sekarang, Naruto tidak bisa melihat dengan jelas apa yang Ia lakukan. Yang terlihat olehnya hanyalah sosok Setsuna yang sedang sibuk dengan sesuatu.

Cring!

Sebuah pedang tiba-tiba saja terayun ke arah kepala Naruto.

Naruto kaget bukan kepalang, pedang tersebut nyaris saja memenggal kepalanya, untung Ia sempat menghindar tepat pada waktunya. Jika tidak, tamatlah kisah ini.

"Apa yang—"

Kata-kata Naruto tertahan ketika ujung pedang tersebut menyentuh lehernya, dia bisa merasakan dinginnya bilah tajam itu. 1 cm lagi, dan lehernya sudah pasti tertusuk.

Naruto yang dalam kondisi sangat tidak mengenakkan itu hanya bisa memandang pasrah pada Setsuna yang menatapnya setajam silet.

Berbeda dengan pengalamannya bertemu dengan Yasaka, bukannya aura keibuan yang Ia lihat, justru aura keiblisanlah yang meyelimuti Setsuna saat ini.

"Jawab pertanyaanku." Perintah Setsuna tegas yang dibalas dengan anggukan lemah, "Apakah kau…"

Deg deg deg.

Suasana menjadi sangat menegangkan bagi Naruto, hal yang wajar jika kau berada di posisinya.

Detik demi detik berlalu, pertanyaan Setsuna masih belum dilontarkan. Rasanya waktu berjalan lebih lambat bagi Naruto. Untung baginya, siksaan mental itu berakhir dengan terbukanya bibir Setsuna yang sedari tadi tertutup rapat.

"Apakah kau… suami dari Yasaka-dono?"

"EH!?"

To be continue…

Xxx

Ini cuma teaser guys, sebuah konsep yang cukup mengganggu pikiran author sehingga harus dilukiskan dalam kata-kata tidak jelas di dokumen Ms. Word.

Sebuah teaser dengan tema Romantic Comedy, yang tidak biasa di antara cerita-cerita romcom di situs NarutoDxD.

Benarkah? Entahlah, jika memang cerita ini memiliki chapter lanjutan, Author berpikir untuk mengganti beberapa setting utama dari DxDverse, apa itu?

Sebuah fakta yang tidak pernah lepas dari DxD, eksistensi makhluk supranatural!? Jika memang dilanjutkan, maka tidak ada yang namanya Iblis, Malaikat Jatuh atau apapun itu.

Murni tipe Daily-Life Fanfic. Dengan setting lokasi mantan Ibukota negara Jepang, Kyoto!

Alasan ini hanya menjadi teaser adalah karena Author kekurangan plot, sebuah masalah gawat untuk seseorang yang menyebut dirinya Author!

Bahkan Author sendiri tak tahu kepribadian Yasaka seperti apa, hanya satu yang Author tahu. Bahwa, Yasaka bisa jadi usil ataupun jahil di saat-saat tertentu.

Pernahkah kalian bertemu seseorang untuk pertama kalinya dan merasa sudah mengenalnya sejak lama? Sehingga bisa berbincang-bincang santai tanpa ada rasa canggung? Kira-kira seperti itu yang ada di chapter ini.

Seperti itulah, saat Naruto dan Yasaka belajar apa artinya kenyaman, kesempurnaan cinta~

Walau begitu, cerita tetaplah cerita, adakah yang mau mereview fic ini?