Disclaimer : I do not own Naruto.
Sedikit terinspirasi dari manga Takane No Hana.
Please forgive me for the similarity if someone ever wrote story about this idea before.
Warning : slight OOC
Untuk Hiburan.
Nasty Temper
Intro.
Pemuda itu tampan, tetapi hanya keburukan yang datang saat Sai mulai membuka mulutnya. Gadis itu cantik, tetapi keanggunan Ino memudar saat pemuda itu mulai menggunjingnya.
Bagaimana cara keduanya menemukan cinta?
Yamanaka Ino, putri sulung dari keluarga ningrat Yamanaka, kini tengah dinasehati oleh kedua orang tuanya. Gadis itu sudah bosan, berkali-kali ia diceramahi mengenai acara perjodohan yang selalu batal untuk kesekian kalinya. Si gadis memutar mata.
Bukan salahnya jika pernikahan yang direncanakan kedua orang tuanya itu selalu berakhir dengan kegagalan. Kepala bersurai blondenya sampai sakit saat ia mencoba mengingat beberapa calon yang pernah dipertemukan dengannya beberapa waktu lalu. Para lelaki itu mungkin memang anak seorang konglomerat, namun sama sekali bukan tipenya. Terlalu culun, terlalu narsis, terlalu freak, terlalu muda, terlalu pendek, terlalu tua, aargh.
Hanya karena Ino sudah kelamaan jomblo, orang tuanya menjadi tidak sabar dan uring-uringan. Kepala si gadis kembali nyut-nyutan.
Malam ini, lagi-lagi dirinya dihadapkan pada pembicaraan mengenai kencan buta itu.
Ino merutuk dalam hati.
"Kali ini, ayah harap kau akan lebih memikirkan perilakumu Ino. Ayah sudah bosan mendengar komplen mengenai ucapan pedasmu." Ujar ayahnya.
"Ayahmu benar Ino. Kau harus berhenti membuat kami malu. Tolong berperilakulah lebih seperti seorang lady." Ungkap ibunya sambil menepis matanya yang tiba-tiba berair.
"Ayah harap, perjodohan kali ini adalah yang terakhir. Ayah tidak ingin lagi menerima blablabla blablabla . . ."
Ino berusaha sabar. Ia memaksa gendang telinganya untuk tidak mendengar ocehan ayah dan ibunya itu. Tetapi ia masih duduk manis disana, dan memilih untuk tetap menutup mulutnya. Hanya manggut-manggut sesekali, berpura-pura mendengarkan.
Saat si ayah mengeluarkan sebuah foto dari kantong jasnya, Ino akhirnya mendongak.
"Ini foto pemuda yang akan dipertemukan denganmu pada akhir pekan nanti."
Ino meraih foto itu, mulai memberi perhatian.
Gadis itu menaikan alis saat melihat potret lelaki di dalam foto tersebut. Seorang pemuda berambut hitam pendek sedang tersenyum tipis ke arahnya. Pemuda itu mengenakan kemeja berwarna gelap, kulitnya putih, lebih mendekati pucat, dan dia terlihat, ehem, tampan.
Ino mengerutkan dahi, lalu perlahan memandang ayah dan ibunya secara bergantian. Apa kali ini, calonnya benar-benar pemuda normal?
"Pemuda itu berasal dari keluarga yang menggerakan perusahaan elit ternama Anbu. Namanya Sai. Ayah mengingatkanmu untuk menjaga sikap." Jelas sang ayah.
"Ibu harap kau memikirkan perjodohan ini baik-baik, Nak."
Ino hanya menatap datar orangtuanya, lalu mengangguk.
. . .
Akhir pekan pun tiba. Acara perjodohan itu bertempat di sebuah resort mewah.
Ino duduk di sebuah ruangan pribadi berisi sebuah meja makan, lengkap dengan fasilitas mewah lainnya. Gadis itu mengenakan gaun berwarna torquise dengan blazer berwarna hijau toska. Rambut pirang panjangnya disatukan dalam sebuah ikatan longgar, membuat helaiannya menjuntai rapi melewati satu bagian bahunya. Poni panjangnya diselip di samping telinga, disemat oleh sebuah ornamen bunga lili putih. Ia memakai riasan biasa, yang selalu ia pakai untuk acara pesta atau perjodohan seperti ini.
Ino ditemani oleh kedua orang tuanya.
Sedang duduk di sebrang mereka, adalah Danzou Shimura, pemilik Shimura'grup, yang merupakan kakek dari pemuda yang akan dikenalkan dengan Ino. Sementara si pemuda duduk disamping kakeknya. Pemuda yang diketahuinya bernama Sai itu berpenampilan percis seperti dalam foto. Rambut hitam, kulit pucat dan wajah tampan. Sai yang mengenakan setelan jas berwarna hitam itu tengah duduk dengan tegapnya.
"Terima kasih telah memenuhi undangan kami." Ucap sang kakek, membuka acara.
"Kami pun berterima kasih karena Anda ingin menjalin hubungan kekeluargaan dengan keluarga kami." Ayah Ino menjawab sopan.
Sesepuh dari kedua pihak melanjutkan pembicaraan mereka sedangkan baik Ino dan Sai masih sama-sama diam. Ino memperhatikan pemuda itu. Seutas senyum simpul sudah tersungging di bibir si pemuda semenjak mereka bertemu.
Well, pemuda ini boleh juga. Pikir Ino.
Acara tersebut telah sampai pada saat keduanya diperkenalkan.
"Senang bertemu denganmu," ucap si pemuda yang tengah menempatkan pandangannya pada Ino untuk mengamati gadis itu, "Nona cantik." Lanjutnya.
Mata aquamarine Ino sedikit melebar, pipinya terasa sedikit memanas.
Gadis itu membalas dengan senyuman.
Tiba saatnya muda-mudi itu ditinggalkan hanya berdua, untuk memberi kesempatan kepada keduanya agar saling mengenal.
Kencan buta kali ini berjalan normal, tidak seperti sebelumnya yang telah mulai kacau sejak awal acara.
Sejauh ini, semuanya berjalan lancar. Interaksi mereka berlangsung formal. Pembicaraan ringan, menyantap hidangan, sedikit basa-basi, sampai akhirnya si pemuda menyinggung suatu hal yang cukup sensitif.
"Kau tidak tampak seperti yang dirumorkan." Sahut si pemuda.
Ino mendongak, tersenyum anggun. "Benarkah?"
Memang banyak gosip yang berseliweran di luar sana, tentang putri bersurai pirang itu.
"Rumor yang beredar menyebutmu puteri yang berperangai buruk." Jelas Sai ringan.
Ino tertawa kecil. "Rumor memang selalu ada bahkan saat kau menjaga citramu dengan sangat baik."
"Sepertinya begitu." pemuda itu tersenyum tipis. Ia menyimpan garpu dan pisau yang telah digunakannya pada piring yang sudah kosong, lalu menyipitkan mata ke arah si gadis. "Atau mungkin, kau hanya sedang menahan diri?"
Ino terdiam sejenak, guratan jengkel mendadak muncul di sudut kanan dahinya. Kemudian ia tersenyum. "Entahlah."
Sai memperhatikan si gadis lekat-lekat, masih menyunggingkan senyum tipis, pemuda berambut raven itu berucap lagi, "Kau memberikan banyak perhatian pada penampilanmu. Kau pasti sangat mengagumi wajahmu."
Manik Ino mulai memicing. "Sayang sekali, tapi aku tidak tertarik dengan wajahku sendiri." Timpalnya, sambil mengangkat sebuah botol mocktail dan menuangkan isinya ke dalam gelas.
"Aku sangat tidak menyukai gadis yang merias wajahnya secara berlebihan. Polesan make up tidak akan mampu menyembunyikan sifat asli seseorang, anyway."
Ino berhenti sesaat, ia merasa seperti sedang dipojokkan. Kata-kata yang sedang Sai katakan itu, seolah ditujukan untuknya. Si gadis memaksakan untuk tertawa lagi, kini ia menuangkan minuman dari botol itu ke dalam gelas si pemuda.
"Apalagi jika gadis itu sengaja melakukannya untuk menarik perhatian lawan jenis." Ungkap Sai tersenyum seolah tak berdosa, sambil mengangkat gelasnya.
Crack.
Mulut botol beradu cukup keras dengan gelas Sai, membuat gelas itu terguling. Isinya tumpah mengenai dada pemuda itu.
Ino tahu, banyak orang menggunjing dirinya di belakang punggungnya. Tapi ia tak pernah mengira akan ada orang yang sanggup mengungkitnya tepat di depan wajah si gadis.
"Ah, maaf." Ucap Ino, tanpa nada bersalah. Gadis itu mulai berdiri. "Aku akan memanggil pelayan."
Ino memutar badannya dan mulai berjalan.
"Dan . , " Ino menoleh ke arah si pemuda. "Maaf saja jika kau kecewa, tapi aku tidak berdandan seperti ini untuk memuaskanmu."
Gadis itu menyunggingkan senyum manisnya sebelum ia melenggang pergi ke luar ruangan, meninggalkan pemuda bermanik hitam itu yang sedang melongo ke arah si gadis dengan jasnya yang basah.
Yamanaka Ino menyeringai puas.
X X X
Sepanjang jalan itu, Ino diomeli orang tuanya.
Mereka terus membicarakan tentang keadaan Sai dan kejadian buruk yang telah menimpa pemuda itu. Juga tentang perilaku si pemuda yang masih bersikap sopan padahal telah dipermalukan. Tapi Ino tidak perduli.
Ia sudah mengatakan bahwa kejadian itu bukan sepenuhnya salah si gadis.
Lelaki penjilat, dan licik.
Si gadis sudah menduga, bahwa lelaki pilihan orang tuanya tidak pernah ada yang normal. Begitu juga dengan pemuda bernama Sai ini. Tak ada yang salah dengan rupanya, memang, tapi wataknya sungguh bermasalah.
Sesampainya di rumah, omelan itu terus berlanjut. Baik ayah ataupun ibunya terus menyalahkan Ino padahal gadis itu telah menjelaskan bahwa Sai lah yang pertama menyinggung perasaannya.
"Ayah lelah mengingatkanmu, Ino. Kau adalah seorang gadis dari kalangan elit, bersikaplah yang pantas."
Lalu sang ayah menggerutu tentang kekhawatiran mereka mengenai kejadian ini yang bisa berakhir pada pembatalan perjodohan.
Disamping si ayah, ibunya menangis sambil merisaukan tentang cara mereka meminta maaf kepada keluarga sebesar Shimura'grup.
Ino memilih untuk bungkam di sisa acara omelan tersebut, sampai akhirnya ia diizinkan memasuki kamar.
BRAK!
Ino membanting pintu kamar mandinya.
Ia menatap pantulan bayangannya di cermin.
Rambut pirang, bola mata aquamarine, bibir mungil, kulit putih dan tubuh langsingnya ia dapatkan secara alami. Tak perlu permak berlebihan. Memangnya apa yang salah dengan sedikit merawat semua itu?
Dan kau beraninya mencela penampilanku tepat di depan mukaku.
Kedua tangan gadis itu mencengram tembok wastafel.
Ino benci, dengan semua orang yang memandangnya remeh hanya karena ia memiliki wajah cantik. Terutama para lelaki bodoh yang hanya memperhatikan wajah gadis itu.
Dan ia pun benci, pada lelaki angkuh yang hanya bisa bersembunyi di balik harta kekayaannya.
Belum pernah ia merasa sekacau ini setelah menjalani sebuah kencan buta.
.
.
.
To be continued . . .
Hi there, salam kenal.
Pertama kalinya bikin FF SaIno, mohon maklumi kegajean yang kubuat.
Akhirnya tercapai juga keinginanku buat bikin SaIno.
Terimakasih sudah membaca, semoga suka dan ditunggu reviewnya ya^^