Colonialism

A Hetalia Fanfiction

Disclaimer: Hetalia milik Hidekazu Himayura

Main Chara: England, Netherland, Japan Fem!Indonesia

Rated: T

Genre: Family, Romance, Friendship, Hurt/Comfort

Warning: OC, OOC, Semi-Historical

Summary: Keputusan Hindia telah bulat, dia pergi. Indonesia merasa dirinyalah yang lupa. England merasa ada badai di dalam onyx itu. Japan terdiam, rindunya tak tertahankan.

.

Project: 5/4 (Epilog)

5: Hindia Belanda, Harga Diri, Ramalan dan Keselarasan

.

Hindia Belanda, terbentuk karena ketidaksengajaan Indonesia yang sedang depresi atas 'hilangnya' sang Kakak tersayang. Hindia telah menyebrangi samudera dan menginjak tanah seberang benua. Selama 53 tahun ia tak nampak batang hidung keberadaannya di tanah nusantara. Hindia adalah seorang peramal jitu. Dia tak pernah salah dalam setiap ramalannya. Hindia adalah perlambang sebuah masa depan. Obsidian itu terlalu kosong untuk ditebak, namun terlalu berpengalaman menebak. Semua hal yang Hindia lakukan sangatlah dinamis. Hindia fleksible dengan segala keterbatasannya.

Keterbatasan yang membuatnya selalu menyebut "Tuhan, Tuhan, tolong aku". Yang pertama adalah 'makhluk laknat' yang bisa meramal bernama kucing, dan juga lelaki personifikasi negeri matahari terbit. Hindia tak dapat berkata-kata lagi saat melihat Japan. Terutama Japan suka pada 'makhluk laknat' itu. Itu baru Japan, sungguh Hindia tak ingin lagi masuk dalam daerah Yunani: terlalu banyak 'makhluk laknat' di tempat itu. Mungkin pengaruh dari personifikasinya?

.

Hindia mengepak beberapa barangnya dalam tas kecil itu. Lantas membawanyanya, dan mengenakkan jubah hitamnya. Sudah menjadi kebiasaan Hindia mengenakkan jubah hitam yang telah Hindia buat dari zaman Belanda baru datang. Yah... Tak ada yang mempermasalahkannya, selama jubah itu rutin dicuci. Hinda lantas membuka pintu kayu rumahnya. Hindia melongok ke luar rumahnya, hanya ada pohon, hutan dan hutan. Tak lama kayu itu lantas kembali tertutup dengan bunyi debuman kecil. Bersamaan dengan berlalunya Hindia bersama tiupan angin.

.

Indonesia terdiam sambil menyeruput teh di cangkir itu. Wangi ealr grey yang sangat kuat menguar dari teh itu. Masih hangat, baru dibuat. Sejenak Indonesia merasa rindu dengan aroma ini. Mau bagaimana lagi, Hindia tak dapat memasak maupun menyeduh minuman. Dan Indonesia bukanlah seorang penyeduh minuman yang baik, yang ada rasanya seperti scone England versi minuman. Benar-benar tak layak minum.

England terdiam melihat table manner seorang Indonesia yang semakin membaik. Karena setahu England dulu, Indonesia selalu makan dan minum dengan cara seperti 'ayam'. Berantakan. Namun di balik itu, England selalu was-was saat menatap mata onyx itu. England merasa ada badai di dalam sana. Badai itu bagai berkecamuk dalam pikiran Indonesia. England tak dapat bicara banyak. Ia tahu bila Indonesia sedang bad mood, ketenangan adalah kunci kembalinya mood baik seorang Indonesia. Namun tetap saja, itu membuatnya khawatir.

Indonesia menaruh cangkirnya di atas meja. Lalu terdiam beberapa saat. Sebelum akhirnya suara itu memecahkan keheningan di antara mereka.

"Kakak..." Indonesia meremas rok coklat berrample itu. Sementara kepalanya menunduk ke arah England yang berada di seberang meja kecil itu. England menaikan sebelah alisnya yang tebal. Lantas menjawab singkat 'Ya'. "Apa aku pernah berbohong pada Kakak? Apa Kakak pernah merasa kalau aku telah membohongi Kakak?" England membatu. Namun lelaki berambut pirang pasir itu masih bisa menjawab.

"Yah... Kurasa kau pernah." England memalingkan kepalanya dari Indonesia ke arah kanan, menatap ke arah taman di sana. Tak rela, namun England harus mengakuinya. Indonesia semakin mencengkram rok coklatnya.

"Apa menurutmu berbohong itu baik? Apa saat itu dengan aku berbohong masalah terselesaikan?" Wanita berkuncir itu melonggarkan cengkramannya terhadap rok coklat itu.

"Kurasa berbohong itu tidak baik. Namun saat itu kau berbohong demi orang lain. Orang yang tak berdosa, dan difitnah. Bersyukur dengan kau berbohong masalah saat itu selesai." England menjawab panjang lebar.

"Jika aku kembali berbohong setelahnya, apa itu tidak baik?" Indonesia mendongak, berusaha menatap lelaki di depannya dengan benar.

"Tergantung kau berbohong untuk apa." England menoleh pada Indonesia dengan senyum di bibirnya. Indonesia terdiam.

"Ah iya, Kak. Sebenarnya ada seseorang yang menitipkan ini padaku untuk diberikan pada Kakak." Indonesia membuka resleting tas selempangnya, lantas mengeluarkan sebuah kain hitam kecil, dan ditaruhnya di atas meja itu. England terdiam.

"Terakhir kali England melihat kain itu adalah sekitar 400 tahun lalu. Dan aku telah menyimpan kain ini selama England tak lagi menegetahui ke mana kain ini. Aku harap kau dapat memberikan ini pada England..." Akhirnya keinginan Hindia terjawab sudah.

.

Japan memasuki kamarnya, lalu membaringkan diri di atas tatami. Tangannya menyilang menumpu kepala. Gusar, Japan mendudukkan tubuhnya. Ada apa ini? Selama ini Japan tak pernah segusar ini. Lalu lelaki itu mendekat ke arah sebuah pintu, yang akhirnya Japan buka. Menampilkan taman kecil di belakang rumahnya. Nuansa sore itu sangat damai, dengan jingga yang indah. Taman dengan kolam ikan, berbagai bunga indah, dan sebuah pohon sakura yang entah kenapa terdapat kain hitam yang sedikit berkibar tertiup angin.

Wajah datar Japan tiba-tiba menjadi heran melihat kain hitam itu. Namun Japan tak ingin mengambil resiko. Japan lantas mengambil katananya, dan berjalan mendekat ke arah pohon sakura yang bunganya gugur tertiup angin dingin.

"Siapa di sana?!" Japan mengacungkan katananya ke atas sampai ke titik di mana Japan yakin berada di depan leher orang yang ada di atas sana. Angin berhenti berhembus.

"Hei, kau, Japan." Suara itu tampak tak asing di telinga Japan. Tangan Japan mulai bergetar kecil saat menyadarinya. "Ini aku. Maaf tak pernah berjumpa lagi denganmu. Dan maaf telah membohongimu." Suara itu datar, namun Japan tahu ada keseriusan di dalamnya. Japan menjatuhkan katananya. Sejurus kemudian wanita ikal itu berada di dalam pelukannya. "Maaf, maaf, dan maaf." Wanita ikal itu membenamkan wajahnya di dada Japan. "Hanya maaf." Japan mendekapnya erat.

.

Chapter 5: END

.

A/N: Akhirnya chapter ini selesai. Dan story ini selesai-sai. Kalaupun nanti saya kepingin bikin side story atau apalah namanya, itu nanti aja. Saya telah menyelesaikan chapter ini kurang dari satu minggu yang lalu. Tapi baru bisa up-date sekarang. Sorry...

.

OMAKE

Japan tak akan lagi melepaskan wanita ikal itu. Japan tak ingin meninggalkan wanita ikal itu lagi. Sungguh, Japan tak ingin melakukannya. Namun otaknya sungguh tak bisa berfungsi dengan benar sekarang.

"Kita akan memulai ini dari awal. Namaku Japan." Japan menyuguhkan teh hijau pada wanita ikal itu.

"Namaku Hindia Belanda." Japan terdiam.

Rasanya ingin bunuh diri saja... T.T, tangis Japan dalam hati. Tak menyangka bahwa wanita yang dicintainya adalah personifikasi negeri yang sama dengan Indonesia. Namun mewarisi nama dari mantan koloninya yang berambut jingkrak itu. Mati saja kau dan terima kasih, Netherland... Berkatmu Hindia ada... T.T

.

.

A/N: Cukup. Saya sudah human error nulis bagian selanjutnya. Karena melanggar rate, sudahlah. Saya potong saja. Sungguh, tak kuat saya menyelesaikan bagian selanjutnya, karena itu bagian selanjutnya gak jadi ditulis. Sudahlah...

Ah iya, ini cuma mau menepati janji pada Jie-Fe, Southern Light, dan seseorang. Ehem, Jie-Fe itu anak tetangga, seberang rumah. Ini lagi, orang lagi HIATUS malah up-date. Karena itu, saya akan menghilang lagi selama beberapa minggu kedepan. Karena tugas kembali bertumpuk.

Salam,

Mind to review?

ON: 27-03-2016