Chap. 4
.
By : Nyanmu
Main Cast : Park Chanyeol (a.k.a Kim Chanyeol) and Byun Baekhyun
[ChanBaek]
Support cast : BTS, Apink, Exo, de el el.
Genre : Romance, Humor, Family, Fantasy
Rated : T
Length : Chaptered
Warn! GS! Alur Ngebut!
TOLONG BACA SAMPE AKHIR. JANGAN MELEWATKAN AUTHOR NOTE, OKE?!
"Apa kau Baekhyun noona?"
Baekhyun berkedip bingung. Dari mana anak ini mengetahui namaku?, pikir Baekhyun.
"Noona, kenapa kau sangat ringan? Apa kau diberi makanan yang sehat oleh dua orang itu?", tanya anak lelaki itu.
Baekhyun memandangi dirinya dan anak lelaki tersebut. Heol! Aku lebih berisi dari padamu tapi kau bilang aku ringan?!, jerit Baekhyun dalam hati.
"Siapa kau?", Baekhyun semakin takut. Ia tidak boleh menemui siapa pun.
"Kau tidak tahu siapa aku?", tanya anak lelaki tersebut sambil menunjuk dirinya sendiri. Baekhyun hanya menggeleng karena ia memang tidak tahu.
"Aku adikmu", ucap anak lelaki itu. Baekhyun hanya bisa mengernyit bingung mendengar perkataan Taehyung.
"Apa dua orang itu tidak menceritakan mengenai Seokjin ahjumma?", tanya anak lelaki itu.
"Seokjin ahjumma?", bingung Baekhyun.
"Ah, mungkin kau salah orang. Aku permisi", Baekhyun hendak turun untuk mengakhiri percakapan konyol mereka.
"Tidak", ucap anak lelaki itu menahan lengan Baekhyun. "Aku tidak mungkin salah. Hanya noona yang tidak pernah aku lihat di Kerajaan Nortehen ini dan tinggal di dekat hutan".
"Ta-tapi aku ini … namja", ucap Baekhyun. Ia harus menggunakan samarannya. Anak lelaki yang menahan lengan Baekhyun terdiam. Ia hanya menunjukkan wajah datarnya dan tatapan tajamnya.
"Aku akan membunuh Luhan dan Kyungsoo jika kau tidak mau mengakui yang sebenarnya", ancam anak lelaki itu.
"Memangnya kau siapa sampai bisa membunuh Hannie dan Kyungie", Baekhyun bersedekap dada. Entah mengapa rasa takutnya menguap dan digantikan oleh rasa kesal.
"Aku Kim Taehyung! Anak bungsu dari Raja Nortehen, Yang Mulia Namjoon!", ucap anak lelaki itu.
"Hah! Bahkan sekarang kau berpura-pura menjadi anak bungsu Raja Nortehen", jengkel Baekhyun dan hendak turun.
"Noona tidak ingin mengetahui tentang Seokjin ahjumma?", tanya anak lelaki itu.
"Aku tidak mengenal Seokjin ahjumma itu. Lebih baik lupakan saja, kau salah orang", Baekhyun bingung caranya turun bagaimana.
"Seokjin ahjumma, seseorang yang melahirkan noona", jelas anak lelaki tersebut. Baekhyun terdiam. Aku bahkan tidak mengetahui siapa eommaku, batin Baekhyun.
Samar-samar, Baekhyun dapat mendengar segerombolan orang yang mendaki bukit dari sisi lain, cukup jauh dari rumah Baekhyun. Namun, orang-orang tersebut sepertinya mencari anak lelaki di hadapan Baekhyun ini.
"Tuan Muda Kim Taehyung!", Baekhyun mendengar salah seorang meneriakkan nama anak lelaki yang berada di hadapan Baekhyun ini. Baekhyun melirik ke arah Taehyung. Ia bingung harus mempercayai si Taehyung ini atau tidak.
"Noona masih tidak percaya?", ucap Taehyung. Baekhyun segera menutup kepalanya kembali menggunakan tudungnya.
"Aku percaya atau tidak, bukan urusanmu", ucap Baekhyun yang hendak turun. Di bawah, ia melihat keranjang yang berisi jamur.
"Noona meninggalkannya di hulu sungai tadi. Jadi, aku membawakannya", ucap Taehyung memandnag keranjang yang berisi jamur yang berada di bawah.
"Anak nakal! Turunkan aku! Aku tidak bisa turun!", kesal Baekhyun kepada Taehyung.
Taehyung dengan wajah datar andalannya menurunkan Baekhyun bagaikan membawa sebuah bantal. Terlihat sangat ringan. Baekhyun buru-buru mengambil keranjangnya yang hanya terisi setengahnya.
Baekhyun mulai menuruni bukit, ia menoleh ke belakang dan masih mendapati Taehyung berdiri menatapnya. "Apa yang kau tunggu? Pergi!", kesal Baekhyun. Taehyung memandangi Baekhyun sejenak, kemudian pergi.
Baekhyun buru-buru menuruni bukit. Beberapa cahaya terlihat mengarah ke arah jalan setapak yang Baekhyun lalui. Baekhyun bersusah payah untuk mempercepat larinya. Ia harus sampai di rumah sebelum orang-orang melihat keberadaan Baekhyun.
"Aku pulang!", teriak Baekhyun setelah membuka pintu dengan cukup kasar.
"Kau lama sekali", komentar Kyungsoo dan segera mengambil keranjang berisi jamur yang Baekhyun bawa.
"Ada sedikit masalah", kekeh Baekhyun dengan napas memburu. Napasnya masih belum teratur setelah berlari menuruni bukit.
"Bersihkan dirimu, Baekkie", pesan Luhan yang baru memindahkan beberapa bahan makanan persediaan musim dingin yang panjang.
"Aku ingin bertanya", ucap Baekhyun sebelum pergi untuk membersihkan diri.
"Apa?", tanya Luhan yang sudah bersantai di depan perapian. Baekhyun terlihat ragu untuk menanyakannya.
"S-S-Siapa–siapa nama eommaku?", cicit Baekhyun nyaris tak bersuara. Luhan menoleh dengan kening berkerut.
"Kenapa kau terlihat takut untuk bertanya?", bingung Luhan.
"Karena–mungkin saja hal ini tidak boleh dibahas?", ucap Baekhyun ragu. Baekhyun masih berada di ambang pintu masuk. Menunggu jawaban Luhan.
"Kau mendengarku?", walaupun jarak Baekhyun dan Luhan sekitar dua meter, Baekhyun dapat mendengar Luhan yang berbisik dari depan perapian. Baekhyun berkedip mengiyakan.
"Mungkin Kyungsoo akan panik jika kita membicarakan nama eommamu keras-keras", bisik Luhan. Baekhyun masih tak beranjak dari tempatnya berdiri. Ia sibuk mendengarkan suara bisikan Luhan.
"Kau bisa mendengarku, jadi akan kuberitahu. Diam di tempat dan jangan ke mana-mana", bisik Luhan lagi. Baekhyun terdiam, Luhan terdiam, dan Kyungsoo sibuk mengurus makan siang mereka.
"Seokjin–Kim Seokjin". Kedua bola mata Baekhyun membola saat mendengar nama eommanya. Anak itu tidak bebohong, pikir Baekhyun.
"Cepat bersihkan dirimu", kali ini Luhan tidak berbisik.
Baekhyun mengerjap beberapa kali lalu segera naik ke kamarnya. Ia hanya akan mengganti pakaian. Orang gila mana yang akan mandi di suhu yang cukup dingin ini.
"Kim Seokjin. Eommaku Kim Seokjin", entah mengapa Baekhyun merasa senang mengetahui nama wanita yang telah melahirkannya.
.
.
.
"Wow! Aku berhasil!", Baekhyun berteriak kegirangan saat ia berhasil memburu dua rusa hari ini.
"Kau berkembang pesat, Baekkie", Luhan mengusak puncak kepala Baekhyun. Jujur, Luhan juga merasa senang karena Baekhyun dapat menguasai apa yang Luhan ajarkan kemarin.
"Kau juga sudah menguasai beberapa trik dan terkhnik untuk menjaga diri. Kurasa kau sudah bebas pergi ke mana saja", ucap Luhan yang berjalan di samping Baekhyun. Luhan dan Baekhyun masing-masing memegang satu ekor rusa remaja hasil buruan Baekhyun.
Sebenarnya, Baekhyun berlatih keras untuk mengasai apa yang Luhan ajarkan. Karena pelajaran fisik bukan bidang Baekhyun. Tanpa sepengetahuan Luhan, Baekhyun diam-diam berlatih di dalam kamarnya. Kyungsoo sangat membantu Baekhyun untuk berlatih diam-diam.
"Mungkin juga kau bisa pergi ke kota", ucap Luhan. Mereka kini sudah masuk ke dalam rumah.
"Siapa yang bisa ke kota?", tanya Kyungsoo yang tengah mengupas kentang.
"Baekkie", Luhan mengambil rusa yang Baekhyun bawa.
"Tidak. Baekkie tidak akan ke kota!", tegas Kyungsoo.
"Kyungie~", melas Baekhyun.
"Oh, ayolah Kyung", Luhan memutar bola matanya malas. Kyungsoo terlalu takut untuk membiarkan Baekhyun mencoba sesuatu.
"Tidak. Kecuali denganku", ralat Kyungsoo. Baekhyun hanya tersenyum. Ia dapat membayangkan dirinya yang diseret oleh Kyungsoo ke kota. Membeli ini dan itu tanpa bisa melihat sekeliling barang sejenak saja.
"Yah, setidaknya kau bisa ke kota Baekkie", komentar Luhan yang berjalan ke belakang untuk membersihkan rusa buruan mereka.
Tiba-tiba terbesit dalam pikiran Baekhyun sebuah nama. Sebuah nama yang membuatnya pensaran hingga larut malam. Aku harus bertemu Kim Taehyung, batin Baekhyun.
"Kyungie", panggil Baekhyun yang duduk di sebelah Kyungsoo.
"Hmm?", sahut Kyungsoo sambil mengupas kentang.
"Bolehkah aku keluar sebentar?", tanya Baekhyun.
"Ke mana?"
"Ke bukit, hulu sungai"
"Untuk apa?"
"Hanya jalan-jalan"
"Jangan buka tudungmu"
"Baiklah", Baekhyun beranjak untuk pergi.
"Di luar semakin dingin, apa kau sudah memakai baju hangat tambahan?", tanya Kyungsoo menghentikan sejenak aktifitasnya mengupas kentang.
"Sudah", Baekhyun memegang gagang pintu dan memakai tudung kepalanya.
"Aku pergi sebentar", pamit Baekhyun.
Baekhyun menyusuri jalan menuju hulu sungai. Ia berharap akan bertemu dengan Taehyung. Namun, belum sampai setengah jalan menuju hulu sungai, Baekhyun dikagetkan oleh sebuah suara, "Kau akan ke mana sendirian, noona?".
Baekhyun buru-buru menoleh dan mendapati Taehyung dengan jubah hitamnya berada di belakangnya. "Aku mencarimu", ucap Baekhyun setelah tidak terlalu terkejut.
"Kau sendiri? Apa yang kau lakukan di sini sendirian?", Baekhyun bertanya.
"Aku juga mencarimu", ucap Taehyung yang sudah berada tepat di sebelah Baekhyun. "Lebih tepatnya megikutimu", bisik Taehyung di telinga Baekhyun.
"Jangan main-main. Aku ingin bertanya mengenai eommaku", ucap Baekhyun serius.
"Seokjin ahjumma?", tanya Taehyung memastikan.
"Ya", jawab Baekhyun mantap.
"Sebelum itu–", Taehyung melompat dan dirinya sudah duduk di sebuah dahan pohon yang tak jauh dari Baekhyun.
"Apa dua orang di rumahmu itu memberikan makanan yang layak untukmu?", tanya Taehyung dengan kedua kaki berayun-ayun membelai udara yang semakin dingin.
"Tentu. Mereka seperti orang tuaku sendiri", Baekhyun pun duduk di sebuah batu. Mulai menyamankan dirinya karena sepertinya ini akan menjadi percakapan yang panjang.
"Apa mereka merawatmu dengan baik? Kau tidak dijadikan budak mereka, 'kan?", tanya Taehyung dengan alis berkerut was-was dengan jawaban apa yang keluar dari mulut Baekhyun.
"Tidak. Aku bukan budak mereka. Aku keluarga mereka", ucap Baekhyun mendongak agar dapat melihat wajah Taehyung.
"Sudah, itu saja pertanyaanku. Apa yang ingin kau tanyakan mengenai Seokjin ahjumma?", tanya Taehyung.
"Tunggu dulu. Untuk apa kau menanyakan dua hal tadi?", tanya Baekhyun bingung. Sesekali ia akan membenarkan letak tudung kepalanya agar tidak merosot jatuh saat mendongak.
"Eomma menyuruhku", ucap Taehyung.
"Kenapa eommamu menyuruhmu?"
"Eommaku berhutang budi kepada seokjin ahjumma sehingga eomma merasa khawatir kepada noona", jelas Taehyung.
"Baiklah. Ceritakan saja semua tentang eommaku. Kalau ada yang tidak jelas akan kutanyakan", ucap Baekhyun.
Taehyung pun akhirnya bercerita mengenai Kim Seokjin, seorang permaisuri Kerajaan Nortehen.
Sebelum menjadi permaisuri, Kim Seokjin sebenarnya adalah rakyat biasa yang hidup bersama ibunya dan beberapa anak terlantar. Anak terlantar tersebut adalah Kyungsoo, Luhan, Jongin, dan Jongdae.
Ibu Kim Seokjin merupakan keturunan murni klan Byun. Klan yang memiliki kemampuan khusus yang bervariasi–kebanyakan bukan kemampuan fisik. Karena klan Byun dianggap dapat mengambil alih kekuasaan klan Kim–klan yang berkuasa di istana, akhirnya klan Byun diberantas habis. Tak terkecuali ibu Kim Seokjin.
Karena Seokjin bukan murni keturunan klan Byun, Seokjin tidak dibunuh saat itu. Namun, beberapa minggu setelahnya, Seokjin terpilih menjadi permaisuri raja. Seokjin tentu saja tidak mau. Ia memikirkan bagaimana nasib Kyungsoo, Luhan, Jongin, dan Jongdae jika ia tidak ada. Tapi karena keputusan raja adalah mutlak, maka Seokjin tak dapat berkutik.
Seokjin yang memiliki kemampuan untuk melihat masa depan melihat bahwa keempat temannya itu akan selamat. Beberapa hari setelah Seokjin dijadikan permaisuri, Luhan dan Jongin dipaksa ke istana untuk mengabdi kepada raja dan keluarganya karena mereka keturunan klan Kim, dengan begitu Seokjin dapat memantau kondisi Jongin dan Jongdae.
Seokjin juga dapat sesekali mengetahui keadaan Baekhyun dan Kyungsoo dari Jongin–karena sesekali Jongin kembali ke rumah untuk mengantarkan makanan.
"Lalu beberapa bulan setelah kejadian itu, Seokjin ahjumma hamil dan melahirkan noona. Sayangnya, kondisi Seokjin ahjumma tidak stabil sehingga tidak dapat bertahan setelah melahirkan noona", jelas Taehyung panjang lebar.
Taehyung melihat Baekhyun cukup bersedih mendengar cerita eommanya sendiri. "Eommaku yang menceritakan ini", ucap Taehyung menatap Baekhyun yang menunduk.
"Noona tenang saja, jangan sedih. Seokjin ahjumma adalah yeoja kuat. Beliau dapat membaca masa depan, beliau sudah memprediksikan ini akan terjadi. Maka dari itu, noona dibesarkan oleh Baekhyun dan Kyungsoo", Taehyung berusaha menghibur.
Baekhyun mendongakkan kepalanya. "Siapa yang bersedih? Aku sedang berpikir", ucap Baekhyun. Taehyung memutar bola matanya malas ketika melihat keseriusan di wajah Baekhyun.
"Kau adikku? Tapi eomma meninggal setelah melahirkanku. Apa kita berbeda ibu?", tanya Baekhyun ragu.
Taehyung mengangguk sebagai jawaban. "Ya, satu ayah, berbeda ibu".
"Apa ibumu permaisuri juga?", tanya Baekhyun.
"Tidak. Hanya Seokjin ahjumma yang menjadi permaisuri. Sampai saat ini, belum ada pengganti Seokjin ahjumma"
"Lalu ibumu itu–"
"Eommaku hanya seorang selir raja", Taehyung menarik salah satu ujung bibirnya–tersenyum kecut mengingat ibunya tidak diperlakukan sebagaimana mestinya.
"Selir? Tapi kau–Tuan Muda Kim Taehyung?", bingung Baekhyun.
"Seorang selir akan diperlakukan selayaknya budak dan pelayan. Namun, jika selir tersebut melahirkan anak laki-laki dari raja, maka anak tersebut akan menjadi anggota kerajaan", jelas Taehyung.
"Ah, begitu. Jadi ibumu tinggal di istana atau–"
"Tidak. Eomma tinggal di pinggir kota, dekat jalan menuju kemari", Taehyung mengangkat kepalanya. Melihat jalan setapak yang mengarah ke kota.
"Dan kau tinggal di istana?", tanya Baekhyun.
"Aku terpaksa. Tapi terkadang aku mengunjungi eomma", ucap Taehyung. Sarat akan kesedihan.
"Oh ya, kenapa ibumu berhutang budi kepada eommaku?", tanya Baekhyun.
"Kata eomma … eomma selalu mendapatkan kebaikan dari Seokjin ahjumma. Jika eomma terluka karena siksaan, Seokjin ahjumma seorang yang perduli padanya dan mengobatinya. Bahkan, Seokjin ahjumma yang menyelamatkan nyama eommaku saat hendak dihukum mati karena–entah karena apa, eomma tak mengatakannya. Tapi, Seokjin ahjumma menyelamatkannya", jelas Taehyung.
Baekhyun terdiam sambil menunduk. Memikirkan beberapa hal yang menurutnya perlu ia tanyakan kepada Taehyung. Siapa tahu mereka tidak akan bisa bertemu lagi.
"Jadi sudah jelas?", tanya Taehyung.
"Sepertinya tidak ada yang bisa kutanyakan lagi", ucap Baekhyun final.
"Mungkin pertanyaannya akan muncul saat aku di rumah. Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi di sini?", tawar Baekhyun.
"Tentu saja", jawab Taehyung.
"Baiklah, aku harus kembali", Baekhyun bangkit dan menepuk-nepuk mantel bagian belakang. Taehyung melompat turun dan berdiri di hadapan Baekhyun.
"Kau juga sebaiknya kembali", ucap Baekhyun kemudian mulai menuruni bukit. Kali ini Baekhyun tidak perduli apakah Taehyung masih berdiam diri atau sudah pergi, ia tak menoleh sama sekali.
"Aku harus melakukan sesuatu", gumam Taehyung sambil berbalik badan, bersiap untuk meninggalkan bukit ini.
"Apa yang Tuan Muda lakukan di sini menjelang makan malam?", tanya seorang pria yang sudah berada tepat di hadapan Taehyung. Jika saja Taehyung melangkah lagi, maka hidungnya akan menabrak dagu pria yang ada di hadapannya ini.
"Kau selalu saja begitu. Muncul secara tiba-tiba", kesal Taehyung.
"Minggir. Aku mau pulang", ketus Taehyung.
"Seharusnya begitu, Tuan Muda Kim. Karena Yang Mulia sudah menunggu Anda", ucap pria dengan setelan tuxedo hitam ini.
Taehyung berdecak lidah dan memutar kedua bola matanya malas. "Aku tidak akan pulang ke istana. Aku akan makan malam bersama eommaku", ucap Taehyung ketus.
"Yang Mulia menunggu Anda, Tuan Muda Kim", ulang pria bertuxedo hitam ini.
"Kau tahu apa jawabanku, Jongdae", kesal Taehyung masih berjalan santai menuju rumah eommanya–eomma yang melahirkannya.
"Yang Mulia menunggu–"
Taehyung berbalik badan dan bersiap untuk membentak, "AKU TIDAK INGIN–"
Bugh!
Taehyung merasa perutnya sangat sakit dan pandangannya menggelap. Jongdae mengusap kepalan tangan kanannya yang ia gunakan untuk memukul perut Taehyung tadi.
"Aku tahu kau tidak pulang ke rumah eommamu, Tuan Muda Kim. Kau sibuk mengawasi noonamu itu", ucap Jongdae.
"Aku tahu niatmu baik, Tuan Muda Kim. Tapi perilaku berlebihanmu membuatnya terancam", Jongdae mulai membopong tubuh Taehyung ke rumah eomma Taehyung. Jongdae tidak mungkin membawa Taehyung dalam keadaan seperti ini kembali ke istana. Bisa dipenggal dirinya jika ia membawa Taehyung kembali ke istana dengan keadaannya yang seperti ini.
.
.
.
"Aku pergi", Baekhyun pamit kepada Kyungsoo dan Luhan menuju hulu sungai belakang rumah. Ia tidak memberitahu kepada Kyungsoo dan Luhan apa yang akan ia lakukan di sana.
Baekhyun duduk di batu yang sama yang ia duduki kemarin saat berbicang dengan Taehyung. Kini ia siap untuk bertanya lebih. Bahkan Baekhyun menulisnya di selembar kertas.
Baekhyun melipat kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Baekhyun terdiam, berusaha untuk fokus mengawasi sekitar.
"Tidak ada. Dia tidak datang?", Baekhyun menoleh ke segala arah. Tumben ia merasa tidak ada yang mengikutinya.
"Benar-benar tidak ada?", Baekhyun berdiri dan memutar di tempat. Ia tidak melihat siapa pun. Baekhyun menunduk lesu.
"Mungkin besok", gumam Baekhyun kemudian menuruni bukit untuk kembali ke rumah.
.
.
.
"Kau mau ke mana?", tanya seorang wanita cantik dengan apron coklat polos.
"Aku hanya ingin bermain di sekitar, eomma", jawab seorang lelaki yang memakai jubahnya ini.
"Kau sering sekali ke sana. Memangnya kau sudah bertemu dengan Baekhyun?", tanya eomma.
"Sudah, makanya aku akan kembali ke sana untuk melihat keadaannya", ucap lelaki tersebut.
"Taehyung", panggil eomma saat lelaki ini hendak membuka pintu rumah.
Lelaki bernama Taehyung itu menoleh. Memberikan seluruh perhatiannya kepada eommanya tercinta. "Ne?", sahut Taehyung.
"Apa–apa kau tidak masalah terus-menerus menjenguk noonamu?", tanya eomma dengan kening berkerut khawatir.
"Tak masalah, eomma. Memangnya ada apa, eomma?", bingung Taehyung. Eomma berjalan mendekati Taehyung dan menangkup kedua pipi Taehyung.
"Aku senang kau memperhatikannya sebagai noonamu. Kupikir kau tidak akan mengakuinya sebagai noonamu", ucap eomma terharu. Taehyung pun tersenyum mendengar ucapan eommanya.
"Sebaiknya kau tidak ke sana, Tuan Muda Kim", ucap sebuah suara.
Taehyung dan eomma menoleh ke samping dan menemukan seorang pria bertuxedo hitam. "Jongdae? Apa yang kau lakukan di sini?", tanya Taehyung.
"Mengawasimu", Jongdae melangkah dengan menawan ke arah Taehyung.
"Kau tidak boleh kembali ke rumah itu", peringat Jongdae.
"Kenapa?", bingung Taehyung sambil melepas tangkupan tangan eommanya yang berada di pipinya.
"Jika aku melarang, maka Tuan Muda tidak boleh melakukannya. Tuan Muda tidak perlu tahu alasannya. Yang jelas, itu demi kebaikan Tuan Muda sendiri", ucap Jongdae.
"Ada apa denganmu, Jongdae-ya?", bingung eomma Taehyung.
"Sebaiknya kau diam saja, Eun Ji", ucap Jongdae melirik wanita yang melahirkan Taehyung yang bernama Eun Ji ini.
"Tapi niat anakku baik", Eun Ji tidak habis pikir dengan sikap Jongdae ini. Ia pikir Jongdae akan membiarkan anaknya pergi bebas ke rumah Baekhyun.
"Sekali tidak, tetap tidak", Jongdae bersikukuh.
"Jika aku melanggar, apa yang akan kau lakukan? Memukulku? Mengunciku di suatu ruangan? Memenjarakanku?", Taehyung emosi. Jujur saja, ia muak dengan sikap Jongdae yang diktator. Asal kalian tahu, Taehyung sudah diurus dan diatur oleh Jongdae sejak lahir.
"Kalau hal itu diperlukan, mengapa tidak?", Jongdae berucap santai sambil berjalan ke arah dapur.
"Ada apa denganmu Jongdae-ya?! Kau berubah!", kesal Eun Ji. Jongdae seperti menulikan pendengarannya dan sibuk membuat teh hangat.
"Aku akan mengawasimu", ulang Jongdae sambil mengaduk teh dalam teko.
"Baekhyun noona membutuhkanku. Takdirnya bukan di sana, aku pergi!", Taehyung berbalik badan hendak pergi menuju tempat ia biasa bertemu dengan Baekhyun.
Bugh!
Taehyung terkejut, ia memegangi perutnya dan penglihatannya mulai menggelap (lagi). "Aku akan membuatmu pingsan setiap kali kau menuju rumah itu", ucap Jongdae sambil membopong tubuh Taehyung.
"Yak! Sialan kau! Dia anakku!", Eun Ji memukul-mukul punggung Jongdae.
Jongdae meletakkan Taehyung di sebuah kursi kayu panjang dan berbalik menghadap Eun Ji. "Maafkan aku", ucap Jongdae penuh penyesalan. Kini wajahnya tidak sedatar tadi.
"Huh? Aku tidak mengerti. Tadi kau dingin dan diktator. Sekarang kau seperti Jongdae yang dulu. Ada apa denganmu?!", Eun Ji bisa dikatakan hampir menjerit di depan wajah Jongdae saking geramnya.
"Aku harus bersikap tegas di hadapan Taehyung agar aku bisa mendidiknya dan agar Yang Mulia tidak curiga kepadaku. Tapi sungguh, aku melakukan ini demi kebaikan Taehyung maupun Baekhyun"
"Kebaikan dari segi mana hah?! Kau baru saja memukul–melukai anakku!", bentak Eun Ji.
Jongdae berusaha tenang dengan meminum teh seduhannya sendiri. Ia duduk di meja makan dan mulai mendesah keras. "Hah! Aku hanya tidak tahan!", Jongdae berucap keras.
"Maksudmu?", bingung Eun Ji.
"Ini semua–semuanya … sudah Seokjin katakan", ucap Jongdae dengan suara hampir berbisik.
"Hah? Apa kau bilang? Seokjin meramalkan hal ini? Dan kau tidak memberitahunya kepadaku? Kepada yang lainnya?", Eun Ji duduk di hadapan Jongdae.
"Aku-Aku hanya takut", gelisah Jongdae.
"Apa yang kau takutkan? Kau punya kami", Eun Ji berusaha menenangkan.
"Ramalan Seokjin", bisik Jongdae sambil menatap dalam kedua bola mata Eun Ji.
"Apa yang Seokjin katakan?", tanya Eun Ji penasaran. Jongdae memejamkan kedua matanya saat mengingat apa yang Seokjin ramalkan untuk anaknya sendiri.
.
"Aku ingin Baekhyunie hidup bahagia"
"Dia akan menyusulku"
"Kau tidak perlu merubah jalan takdirnya"
"Setidaknya biarkan dia berbahagia walau sejenak"
.
TO BE CONTINUED
A/N : Annyeong~~~ berjuma lagi bersama saya, Maru! Demi apa Maru males banget buat ngetik *huhuuuu ... tapi untuk aja jadi :D Eh! Hari ini gak ada balesan review ya :3 Gak apa2 kan? kan? Kan? Oh ya, kalian comment dong yg banyak biar Maru semangat :( Maru agak down akhir2 ini ... TOLONG REVIEW /nangis darah/ *lebay-_-
Oh ya~~~ Kabar gembira untuk para A.R.M.Y dan CARAT! Karena aku jadi admin di salah satu fanacc instagram yang isinya IMAGINE! Kalian mau interaksi langsung sama Maru? Boleh kooookkk~~~ Langsung aja di follow .imagine
Maru jadi admin 'Ma' di sanaaaaaaa yg mau request imagine BTS dan Seventeen boleh kok di sanaaa~~~ TOLOOONG BANGET DIFOLLOW :"3 Maru tunggu kalian di sana :*
~Don't forget to review again~