Sebuah remake dari cerita dewasa yang masih dipertanyakan siapa pengarangnya.
.
DISCLAIMER
Rumor mengatakan cerita ini dibuat santhy agatha jauh sebelum sleep with devil tapi ada juga yang mengatakan santhy agatha terinspirasi dari karya ini.
Saya bukan author, saya belum bisa disebut penulis hanya pingin share cerita ini dalam bentuk pair Sasunaru
.
WARNING
Yaoi, ManxBoy, Typo, Rape, Interseksual, Hardcore, Sadist, Psyco, Violence, Rude and vulgar language, OOC, Mpreg, Age Gap
.
Cerita ini akan sedikit berbeda karena karakter Naruto disini akan saya buat sebagai seorang intersex / berkelamin ganda untuk kebutuhan alur cerita. Seperti dalam doujin yang saya baca intersex dalam cerita ini yaitu naruto memiliki vagina dan penis dan bisa dibuahi.
.
Tidak usah caper, tidak suka tidak usah baca
.
.
Chapter 1: Revenge
Seperti malam minggu lainnya, Sanctuary – sebuah club exclusive di daerah Tokyo – sudah dibanjiri tamu. Yang datang bukan orang sembarangan melainkan sekelas konglomerat yang biasa muncul di media massa dan televisi. Mereka pun tidak datang sendirian melainkan disertai beberapa pengawal pribadi. Beberapa di antara mereka membawa wanita sendiri yang penampilannya tak kalah cantik dan keren dari bintang film papan atas.
"Tamu penting sudah datang."
Bisikan serak di telingaku membuatku terlonjak kaget. Sialan! Kenapa sih si tua danzo senang sekali mengagetkanku. Padahal aku juga sudah melihat seorang pria berwajah angkuh yang baru saja memasuki ruang VIP. Uchiha Sasuke namanya. Konglomerat berusia tiga puluh dua tahun yang memiliki bisnis tidak terhitung jumlahnya, mulai dari pabrik kondom, garmen, properti sampai tambang batu bara dan berlian. Uchiha-sama – begitu ia biasa disebut – dikenal sebagai konglomerat berdarah dingin. Ia melibas pesaing tanpa ampun dan menghajar semua pihak yang dianggap menghalangi geraknya.
Delapan pengawal berambut cepak dan bertubuh kekar selalu mengelilingi Sasuke. Selain itu ada pula seorang lelaki yang selalu mengikuti persis di belakangnya, namanya Uchiha Sai. Wajah keduanya mirip karena memang bersaudara, tapi aura yang memancar dari keduanya bertolak belakang. Bila Sasuke tampak dingin dan berkarisma maka Sai terlihat konyol dan tolol. Cengiran konyol tak lepas dari bibirnya membuatnya terlihat seperti orang terbelakang.
"Kasihan pelacur-pelacur itu," desah Danzo sambil menggeleng prihatin saat melihat Sai menggandeng dua wanta cantik berkulit putih dengan rambut lurus berwarna karamel. "Mereka tidak akan bisa pulang ke Red District dengan utuh kalau sudah dipegang orang sadomasokis seperti Sai itu."
Apa? Orang konyol itu sadomasokis? Aku tidak sempat ternganga lama-lama karena kulihat empat pelacur koleksi premium Sanctuary segera mengerumuni Sasuke. Aksi keempat bidadari itu sedikit terhalang oleh ketatnya penjagaan yang memagari Sasuke, tapi tidak lama kemudian tangan Sasuke menunjuk salah satu pelacur dengan gaya angkuh. Tanpa sadar aku mengernyitkan kening saat memikirkan bagaimana cara aku bisa mendekati bajingan sombong itu. Waktu yang kumiliki tidak banyak. Selama hampir sebulan di sini baru kali ini kulihat Sasuke sedangkan aku tidak tahan berada dalam tempat keparat ini lebih lama lagi.
Tubuhku berjengit saat tangan Danzo menggerayangi punggungku. Kontan aku beringsut menjauh, tapi jari-jari kurusnya yang dililit cincin bermata berlian mencekal lenganku dengan kuat hingga aku meringis menahan sakit.
"Apa aku menggajimu hanya untuk menonton?"
Desisannya terasa panas di telingaku disusul jilatan menjijikkan di daun telingaku. Aku bergidik sekaligus menggeleng seraya berusaha melepaskan diri, tapi pemilik Sanctuary ini malah menarikku dengan kasar hingga hidung kami hampir beradu.
"Kau sudah sembuh dari diare dan harusnya hari ini kau sudah tidak dalam periodemu lagi. Sudah seminggu lebih kan? Aku tidak puas cuma kau kocok dan blowjob. Aku mau merasakan vaginamu malam ini juga."
Saat itu juga aku ingin muntah, persisnya memuntahi muka si babi mesum ini. Aku benci sekali bila harus diingatkan pada kewajiban mengoral penis pemilik Sanctuary ini tiap malam. Dia memang selalu mencobai tubuh semua karyawannya dan selama ini aku menghindar dengan berbagai alasan. Cukup sudah penis berkerut itu menjadi penis pertama yang memasuki mulutku, tapi tidak untuk liang vaginaku apalagi rektumku.
Untung saja saat itu salah seorang bodyguard Sasuke melambaikan tangan memanggil waitress untuk memesan minuman dan kebetulan aku yang berdiri paling dekat dengan meja mereka. Tanpa banyak kata Danzo melepaskan lenganku, tapi tangannya masih sempat meremas pantatku dengan gemas. Darahku mendidih. Aku langsung nekat menjalankan rencanaku meski nyawaku menjadi taruhannya. Lebih baik mati daripada harus ditiduri babi mesum brengsek itu. Aku tahu, seharusnya aku berpikir panjang supaya tidak menyesal nantinya. Aku masih muda, baru 20 tahun. Masih banyak hal yang bisa kunikmati dalam hidup daripada mati konyol, tapi aku sudah mantap dengan pilihanku.
Hatiku bersorak gembira begitu mendengar Sasuke memesan Flaming Ferraris. Sudah kuduga Sasuke pasti akan memesan minuman favoritnya. Minuman beralkohol pekat yang disajikan dalam sloki itu harus dibakar sebelum diminum untuk mengurangi kadar alkohol agar tidak membakar tenggorokan yang meminumnya. Tapi kali ini minuman itu akan membakar sang pemesan. Aku ingin bajingan angkuh itu merasakan bagaimana rasanya mati terbakar seperti yang dia lakukan pada Otou-sama empat bulan yang lalu.
Otou-sama bersaing ketat dengan Sasuke dalam memperebutkan konsesi batu bara di Indonesia. Setelah menerima berbagai intimidasi dan tidak juga mau mundur, Otou-sama tewas mengenaskan. Helicopter yang ditumpanginya mendadak meledak sesaat sesudah lepas landas. Seharusnya aku juga ikut mati, tapi di saat terakhir aku membatalkan keberangkatanku karena tak ingin duduk bersama dengan Pelacur peliharaan Otou-sama yang selalu mengataiku babi gendut. Otou-sama memang bukan orang suci. Dia pemain wanita sampai Okaa-sama mati karena sakit hati saat aku masih kecil. Tapi Otou-sama tidak pernah menikah lagi dan berusaha mengasuh anak tunggalnya sebaik mungkin sembari mencicipi berbagai jenis pelacur.
Semua orang mengira aku sudah mati. Mereka pikir bodiguard laki-laki hangus dalam bangkai helicopter itu mayatku. Aku terpaksa bersembunyi sambil menyusun rencana membalas dendam. Kemarahanku makin menggunung melihat harta warisan Otou-sama yang seharusnya menjadi milikku dikuasai Sasuke tanpa ada perlawanan sama sekali dari keluarga besarku yang pengecut.
Namun membalas dendam pada bajingan yang mempunyai back up pemerintah, memiliki pengacara segudang dan dikawal sepasukan bodyguard tidaklah mudah. Setelah mengikuti gerak-gerik Sasuke selama sebulan penuh, aku tahu penjagaan terlemah adalah saat dia berada di Sanctuary. Maka aku pun nekat menyamar sebagai waitress di sini.
"Mulai sekarang sampai jahanam sialan itu mati tidak ada Namikaze Naruto lagi. Yang ada hanya Kyuubi," tekatku dalam hati sebelum menginjakkan kaki memasuki gedung mewah yang pintu utamanya diapit dua patung unicorn.
Dan sekarang aku sudah menembus barisan kawalan Sasuke yang sudah tidak serapat tadi. Calon korbanku tidak mengenaliku lagi. Aku memang sudah banyak berubah. Tubuhku yang kata pelacur Otou-sama mirip babi itu sudah menciut hingga separuhnya. Dendam sudah menggerus rasa laparku.
Aku pura-pura tersandung dan menumpahkan isi sloki ke pangkuan Sasuke. Aku memang mengincar penisnya karena sebagai seorang playboy, penis terbakar rasanya pasti lebih menyakitkan daripada muka terbakar. Tangan kanan siap melemparkan pemantik yang menyala, tapi… Astaga! Ternyata ada Pelacur di kolong meja yang sedang mengoral Sasuke dengan hotnya. Isi sloki mengguyur kepala Pelacur itu dengan sukses.
Aku tertegun. Berkali-kali aku berlatih membakar Bantal dan boneka, semuanya tak pernah gagal, tapi sekarang… Brengsek! Mengapa hal sebodoh ini bisa terjadi? Aku masih terdiam sementara Pelacur itu memaki-maki. Seorang pengawal dengan cekatan mencekal lenganku dan menggiringku menjauhi meja Sasuke. Kulihat Danzo memelototiku. Celaka, malam ini penis pria tua itu…
"Juugo, apa aku sudah menyuruhmu membawa dia pergi?"
Aku kembali digiring ke hadapan Sasuke. Dengan menyipitkan matanya, Sasuke men-scan diriku dari ujung rambut ke ujung kaki.
"Anak baru ya?"
"Ya."
"Namamu?"
"Kyuubi."
"Kenapa kau tidak minta maaf?"
"Maaf, aku tidak sengaja. Akan kuganti minuman Tuan dengan yang baru."
Semua jawabanku tidak bernada ramah bahkan boleh dibilang ketus. Aku masih merasa kesal pada diriku sendiri dan pada situasi kacau ini sehingga tidak bisa menutupi kejengkelanku. Danzo mendadak muncul lalu merunduk-runduk meminta maaf pada Sasuke sambil kembali mencengkeram lenganku dengan kasar untuk memaksaku meminta maaf dengan lebih sopan.
"Aku sudah tidak mau minum lagi," tukas Sasuke usai aku meminta maaf lagi dengan nada terpaksa. "Kau di sini saja, gantikan dia."
Kurang ajar! Dia pikir aku sama seperti pelacur-pelacur itu? Aku pura-pura tidak mendengar dan beranjak pergi, tapi Danzo dan seorang bodyguard memaksaku berlutut di hadapan Sasuke. Semua pelacur menyingkir sambil memelototiku.
"Tunggu apa lagi? Bukannya kau sudah biasa menghisap penis?" desak Danzo.
Aku merasa terhina. Ingin kubakar penis besar dan panjang di hadapanku, tapi pemantik di tanganku sudah direbut Danzo. Sasuke duduk bersandar dengan santai sementara penisnya yang sudah berdiri tegang menungguku dengan angkuh. Aku menelan ludah menghadapi penis yang besar dan panjang dihadapanku, Aku diam saja sambil memandang ke arah lain, tapi salah satu bodyguard memegangi kepalaku erat-erat sambil menuntun bibirku ke arah penis majikannya. Aku terus menutup mulutku meski Danzo menjambak rambutku, menampar pipiku dan memukul punggung dan lenganku dengan keras.
"Terus! Pukul dia! Lagi! Lagi!"
Sai tampak gembira melihatku dihajar. Sampai-sampai ia juga ikut menjambaki dan memukuli kedua pelacur yang sedang bergantian mengoralnya. Sasuke sendiri tidak ikut memukulku. Dia hanya menontonku dengan penuh minat.
"Sudahlah, Danzo. Kalau dia tidak mau tidak usah dipaksa," tukas Sasuke melihat babi mesum tua itu mencoba membuka mulutku dengan paksa. "Kan masih ada mulut lainnya."
Hajaran Danzo membuat mataku sedikit berkunang-kunang sehingga reaksiku lamban saat melihat Sasuke memakaikan kondom pada penisnya. Kondomnya aneh, berbintil-bintil kecil di sekujur batang sehingga mirip kaktus.
Mendadak Sasuke menarikku bangun. Aku yang masih terhuyung, menjerit kaget saat Sasuke mendorongku ke atas meja. Botol dan gelas minum di atas meja disapu Sasuke hingga jatuh ke lantai, pecah berantakan. Tidak sempat kubayangkan seperti apa wajah Danzo karena aku sudah panik memikirkan diriku sendiri. Aku tergeletak di atas meja dengan seragam berantakan. Celana hitamku diturunkan hingga lutut dan kancing-kancing kemeja lengan panjangku sebagian sudah terbuka. Tangan Sasuke bekerja cepat sekali dan sekarang sudah mencengkeram ujung celana dalamku dan menariknya ke bawah. Gila! Dia ingin memperkosaku di depan umum!
"Jangaan! Aku tidak mau! Tolong! Hentikan!" teriakku panik sambil meronta.
Tapi tidak ada yang mau atau berani menolongku. Aku mulai memaki, semua perbendaharaan kata kasarku meluncur keluar. Danzo membentak marah, tapi saat tangannya menyelonong ingin menampar pipiku, sebuah tangan kekar mencengkeram tangannya hingga kudengar babi tua itu merintih sakit. Rupanya pengawal Sasuke tahu kalau bosnya tidak ingin bantuan dari orang lain lagi. Dia ingin membereskanku sendirian.
Kuayunkan kakiku kuat-kuat saat Sasuke mengangkangkan kakiku lebar-lebar. Aku bertekat akan menendang penisnya yang berdiri itu dengan keras hingga memar. Kuayunkan jari-jariku yang berkuku tajam. Tapi Sasuke ternyata sangat kuat. Dengan satu tangan dia menahan kedua pergelangan tanganku di atas kepalaku. Dan dengan pecahan botol, disobeknya celana dalamku.
"Apa ini? Kau adalah interseks?" pandangan meremehkan itu terarah tepat kemataku.
"Menarik. Aku baru pertama kali bertemu pria interseks sepertimu." Tangannya mulai menyentuh daerah sekitar vagina dan penisku.
"Lepaskan tangan kotormu brengsek!" teriakku.
"Jadi, kau ingin dimasuki dari anusmu atau vaginamu dulu?" seringainya padaku.
"Mati saja kau brengsek! Bajingan kau Uchiha!" aku meronta sekuat tenaga, akan tetapi Sasuke seperti terbuat dari batu dan tidak bergeming sedikitpun.
"Aku yang memilih kalau begitu." Seringainya lalu siap menghujam salah satu lubangku.
"Tidak! Tidaaak! Tida…aaaargh! Aaaaah!"
Aku berteriak kesakitan saat penis itu menembus paksa liang vaginaku yang masih perawan. Aku terus meronta, tapi hal itu malah membuat Sasuke makin bernafsu. Sebelah tangannya meremasi dadaku dan bibirnya melumat bibirku. Kugigit bibirnya keras-keras hingga berdarah. Tapi ia malah tertawa dan menggenjotku makin keras. Dirobeknya kemeja putih ku. Dilumatnya putingku dengan lahap dan salah satu tangannya meremas penisku dengan keras. Aku menggeleng-geleng, mencoba menghilangkan rasa sakit seraya berharap semua ini hanya mimpi buruk.
Namun sia-sia. Rasa sakit itu tidak kunjung hilang, malah makin menjadi. Tubuhku berayun keras seiring genjotan Sasuke yang makin cepat hingga bergeser ke ujung meja. Kepalaku sudah tergantung di tepi meja dan rambutku hampir menyentuh lantai. Teriakanku melemah dan pandanganku mengabur. Sempat kulihat wajah Danzo yang tampak gemas, dia pasti menyesal tidak mencicipi tubuhku lebih dulu. Aku juga melihat pandangan sirik para pelacur yang tersingkir. Tatapan dingin para pengawal membuatku menggigil, kejadian ini pasti sudah sering mereka lihat. Yang paling ribut malah Sai yang terus berteriak sambil menjambaki dan menampari kedua pelacurnya.
Tiba-tiba Sasuke berhenti, mencabut penisnya dan menyorongkannya ke wajahku. Aku berpaling karena tidak ingin menghisap penisnya, tapi teriakan tertahan para penonton membuatku penasaran dan kembali menatap penis jahanam yang masih terbungkus kondom kaktus itu. Ada darahku di sana.
"Ternyata dia masih dalam periode," ucap Danzo menggerutu.
Para pelacur melenguh jijik. Sai tertawa gembira, tapi Sasuke malah mendengus sinis.
"Ajaib sekali. Seorang perawan bekerja di tempat seperti ini," ujarnya mengejek.
"Pe..perawan? Dia masih perawan?" Danzo terbata dengan nada menyesal.
"Tadinya," sahut Sasuke sambil mengocok penisnya yang belum ejakulasi.
Aku sedang berusaha bangun saat Sasuke menyemprotkan spermanya ke dadaku sehingga menyiprat ke leher dan wajahku. Semua orang menahan napas melihatku menampar dan meludahi wajah Sasuke sebelum turun dari meja dengan tergesa sambil merapatkan kemeja yang sobek. Seharusnya aku tidak melakukan hal yang membuatnya marah, tapi kepalaku sudah dikuasai kemarahan dan kebencian. Yang kupikirkan hanyalah pergi dari neraka ini sesegera mungkin. Tapi aku tidak bisa keluar dengan penampilan sekacau ini jadi aku menuju ruang ganti karyawan untuk berganti pakaian. Tidak kupedulikan tatapan para tamu dan karyawan lain pada tubuhku yang setengah telanjang.
Tubuhku gemetar, tapi aku tidak menangis. Aku sudah siap dengan segala resiko dari rencana balas dendamku, tapi aku tidak pernah membayangkan akan menerima pelecehan dan penghinaan seperti tadi. Amarahku makin menggelegak dan ingin rasanya mencabik-cabik tubuh Sasuke seperti ia mencabik celana dalamku.
Pintu terbuka dan Danzo masuk sebelum aku sempat berganti pakaian. Dia menatapku dengan pandangan aneh.
"Kau boleh pergi."
"Jadi aku dipecat setelah diperkosa di depan umum?" balasku dengan suara bergetar menahan marah.
Babi tua itu seperti ingin mendekatiku, tapi tidak berani.
"Aku tidak tahu, kau ini beruntung atau sial. Bereskan bajumu. Kamu tidak mau membiarkan dia menunggumu lama-lama kan?"
"Dia? Dia siapa?"
"Sasuke. Dia sudah membelimu. Lima juta Yen."
Astaga! Keperawanan dan harga diriku cuma dihargai lima juta yen? Aku ternganga sebelum menyemburkan amarahku
"Brengsek! Memangnya sejak kapan kau memilikiku? Dengar ya aku bukan pelacur yang bisa diperjualbelikan!"
"Semua itu salahmu sendiri. Walaupun kau berkata kalau kau interseks kau tidak mengatakan padaku kalau kau masih perawan…"
"Memangnya kau berani membelaku di depan bajingan sialan itu?"
Serentetan cacian yang kutujukan pada Sasuke tidak juga berhenti meski si angkuh muncul dari balik pintu dengan wajah dingin. Danzo langsung menyingkir keluar, meninggalkan kami berdua.
"Sepertinya kau harus diajari sopan-santun," tukas Sasuke sambil mendekatiku dengan gaya mengancam. "Seumur hidupku belum pernah ada yang meludahiku apalagi di depan umum."
"Seharusnya sudah sejak dulu kau diludahi brengsek!" tukasku marah sambil menghujamkan kunci loker ke matanya.
Seperti tadi, tangan Sasuke bergerak cepat. Dengan sekali gerakan dia sudah berhasil menepis tanganku hingga kunci lokerku terjatuh. Gerakan selanjutnya adalah memitingku. Tapi aku tidak tinggal diam. Aku terus melawan. BRAK! Punggungku menghantam lemari loker setelah didorong dengan keras. Untung tidak ada pegangan loker atau kunci yang menancap di lubang kunci loker, kalau tidak punggungku pasti sudah berlubang.
Aku terjepit sementara Sasuke merobek kemejaku dan menurunkannya sehingga kedua lenganku tertahan oleh lengan panjang kemejaku sendiri. Aku nyaris tak bisa bernapas karena Sasuke melumat bibirku dengan penuh nafsu. Lalu dia menyumbat mulutku dengan sesuatu yang kenyal dan berbau karet. Astaga! Rupanya kondom kaktus bekas tadi! Aku berusaha memuntahkan kondom bekas yang masih berlumur cairan vagina dan darahku itu tapi tak bisa.
SASUKE mengangkat kaki kananku dan menghujamkan penisnyanya ke dalam vaginaku. Sekarang penisnya terbungkus kondom yang berornamen aneh. Ada cincin berbulu yang melingkar di tengah-tengah batangnya. Tangan satunya menarik pundakku turun sehingga hujaman penisnya terasa menumbuk ujung vaginaku. Kedua alisku mengernyit menahan sakit.
"Hhehh hhehk hhaahgh."
Geraman nafas Sasuke menderu di telingaku. Dia menjilati leherku dan membuat belasan kiss mark di sana, juga di dadaku. Kugertakkan gigiku untuk meredakan rasa perih dan linu di selangkanganku. Rasanya vaginaku berdarah lagi. Cincin berbulu di kondom itu membuat liang vaginaku terasa pedas dan perih. Tiba-tiba dia berhenti untuk melepas sumpal di mulutku. Dan hentakan pinggulnya semakin keras.
"Minta maaf… Ayo, minta maaf…," perintahnya setengah menggeram.
Aku mendelik dan meludahinya mukanya lagi. Bukannya marah, Sasuke malah tertawa dan melepaskanku hingga aku jatuh berlutut di hadapannya. Lalu sebelum aku sadar, Sasuke menjepit hidungku hingga mulutku terbuka untuk menghirup oksigen. Dan hap! Penis panjang itu masuk menusuk tenggorokanku dengan telak. Entah kapan dia melepas kondom dari penisnya. Tanpa ampun dia memegangi kepalaku kuat-kuat dan terus menyodok penisnya dalam-dalam. Aku hampir tidak bisa bernafas dan mencoba meronta, tapi tenagaku habis. akhh! Ujung penisnya melesak masuk ke ujung tenggorokanku dan CROT! CROT CROT! Aku tersedak cairan putih kental, tapi Sasuke tidak juga melepaskan kepalaku.
Baru dua menit kemudian dia mencabut penisnya dan melepaskan tangannya dari batang hidungku. Dia tampak puas melihatku ambruk tak berdaya di lantai dengan mulut berlumuran spermanya. Dijambaknya rambutku yang sudah awut-awutan dan bertanya lagi,
"Kalau kau minta maaf, hukumanmu akan kuperingan."
"Go to hell," bisikku geram sambil berusaha meludahinya lagi.
Sasuke menggeleng-gelengkan kepalanya dan mendorong kepalaku menjauh.
"Sepertinya aku harus mengajarimu dengan lebih keras lagi. Jugoo!"
Pintu terbuka dan seorang bodyguard bertubuh paling besar masuk. Wajahnya yang dipenuhi bekas cacar dan tanpa ekspresi tampak mengerikan. Aku menjerit kaget saat Jugoo mengangkat tubuhku yang setengah telanjang dan memanggulnya di pundak seperti aku ini sekarung beras saja.
"Turunkan aku! Lepaskan aku! Brengsek!" seruku sambil menendang-nendang punggung Jugoo dan memukuli perutnya.
Namun Jugoo bergeming dan tetap berjalan santai sampai keluar Sanctuary. Astaga! Aku pasti menjadi tontonan banyak orang. Sialan!, apa yang akan dilakukan Sasuke padaku? Menggilirku bersama para bodyguard-nya di halaman parkir?
"Aaah! Jangan! Tolong! Jangan tinggalkan aku di sini!"
Aku berteriak ketakutan saat Jugoo menjatuhkan tubuhku ke dalam bagasi mobil dan menutupnya. Aku takut pada kegelapan total. Membuatku tidak bisa membedakan apakah mataku sudah terbuka atau masih tertutup. Tapi mereka tak peduli pada teriakan dan gedoranku. Tubuhku terguncang-guncang saat mobil melaju kencang.
Rasanya berjam-jam aku terkocok dalam kegelapan dan kepengapan sebelum mobil berhenti dan pintu bagasi terbuka. Aku masih sibuk mengerjap-ngerjapkan mataku yang berusaha beradaptasi pada sinar lampu yang benderang sembari menyedot oksigen bebas sebanyak mungkin saat tubuhku ditarik keluar dari bagasi. Jugoo kembali memanggulku di pundaknya. Aku tidak tahu hendak dibawa ke mana karena pandanganku terbatas hanya pada sepatu hitam Jugoo yang mengkilat. Aku merasa mual setelah menerima hajaran Danzo, terbentur pintu loker dan terayun-ayun begini. Tapi makian tak berhenti kulontarkan.
Aku baru diam setelah Jugoo menurunkanku di sebuah ruangan yang ternyata kamar mandi. Kamar mandi yang tidak terlalu luas, tapi bersih.
"Eh! Kau mau apa?!" jeritku kaget saat Jugoo merobek sisa pakaianku begitu saja seperti mengupas pisang sehingga aku telanjang total.
Bukannya menjawab, gorila berwajah dingin ini malah membopongku dan menceburkanku ke dalam bathtub yang berisi air mandi hangat.
"Uchiha-sama bilang kau harus mandi."
Aku tertegun melihatnya pergi meninggalkanku sendirian tanpa memanfaatkan kesempatan untuk mencolek tubuhku. Mungkin dia tidak berani atau memang lelaki aseksual. Oh my God! Aku harus keluar dari sini. Mataku melihat sekeliling kamar mandi, tapi hanya ada ventilasi kecil dan pintu yang dijaga Jugoo dari luar, sialan!. Aku memutuskan untuk mandi karena aku memang ingin sekali membersihkan diriku dari sisa-sisa air liur, keringat dan sperma Sasuke juga darahku sendiri. Tulang selangkanganku sedikit linu dan vaginaku memar.
Anehnya aku tidak juga menangis meski merasa terguncang. Tak pernah terbayangkan olehku kalau keperawananku hilang dengan cara tragis seperti itu. Seharusnya aku membunuhnya, tapi dia malah memperkosaku. Sampai dua kali lagi. Aku benci setengah mati padanya juga pada kebodohanku.
Saat aku sedang mengeringkan tubuh, pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka dan orang yang paling kubenci sedunia masuk. Sasuke hanya mengenakan kimono. Darahku kembali mendidih melihat senyum mengejek di wajahnya.
"Brengsek! Bajingan kau Uchiha!" makiku sambil menimpukinya dengan semua barang disekelilingku. Dari botol sampo, sabun mandi sampai lilin aromaterapi.
Seperti tadi Sasuke hanya menyeringai sambil menepis barang-barang itu dengan santai. Dia terus maju sambil membuka kimono, memperlihatkan tubuh telanjangnya yang memiliki eight pack keras sementara aku mulai panik karena kehabisan amunisi. Aku terpojok sambil memegangi sikat toilet dengan posisi mengancam.
"Kau mau apa? Menyikatku sampai bersih?" ejeknya.
Aku hanya bisa gelagapan saat dia menyemprotkan air panas dari gagang shower ke mukaku. Sialan! Aku salah pilih senjata! Dengan mudah dia melumpuhkanku. Aku setengah terjerembab di lantai, terpeleset oleh air sabun, tapi dia malah menindihku dari belakang.
"Fucking shit! Lepaskan aku!" seruku sambil meronta dan berusaha mencakar wajahnya.
"Yeah. Let's fucking," sahutnya sambil memiting kedua tanganku di punggungku dan menggencet kepalaku ke lantai.
Lalu Sasuke meregangkan kakiku dan menunggingkan pantatku. Kulihat dia merogoh sesuatu dari saku kimononya. Kondom lagi, kali ini bentuknya beruas-ruas pendek. Aku berusaha melepaskan diri saat dia memasangkan kondom pada penisnya, tapi lagi-lagi aku tak mampu melawannya. Genggaman tangannya sangat kuat.
"Aaaaargh! Ahnn! Pelan-pelan! Sakit! hentikan!" teriakku kesakitan saat penisnya menembus vaginaku dengan sekali sodokan mantap.
Tapi Sasuke mana mau mendengar jeritanku. Semakin aku menjerit, semakin bernafsu dia. Pipiku sampai sakit tergesek lantai kamar mandi yang dingin. lututku juga. Tapi yang paling sakit lubang vaginaku. Rasanya seperti digaruk dari dalam. Aku curiga desain kondomnya yang aneh-aneh itu memang dibuat untuk menyiksa vagina. Apa vaginaku akan berdarah lagi?
"Take that, bitch!" seru Sasuke tiap kali menyodok dalam-dalam.
Mendadak ia mencabut penisnya dan …
"Aaahnn! Aaaah! Jangan! hentikan! Jangan di situ! Sasukeee!"
Aku mengejang dan teriakanku makin menjadi saat penis beruas itu memaksa masuk lubang anusku. Aku meronta sekuat tenagaku, tapi tidak bisa juga melepaskan diri meski Sasuke melepas pegangannya pada tanganku. Tangannya mencengkeram pantatku kuat-kuat bahkan jari-jarinya meregangkan lubang anusku.
"Hhhgh… lubangmu sempit sekali. Feels good," desah Sasuke penuh nikmat.
Aku tak mampu memaki lagi. Yang keluar dari mulutku hanyalah erangan kesakitan. Air mataku sampai menetes membasahi lantai dan gigiku gemeletuk menahan sakit. Astaga! Rasanya anusku robek. Perih sekali. Lebih perih daripada saat vaginaku disodok pertama kalinya.
Kedua tanganku mencoba meraih barang apa saja untuk dipukulkan ke kepala pemerkosaku, tapi Sasuke malah mendekapku erat dari belakang sambil meremas kedua dadaku. Kurasakan tubuhnya menggeletar dan dia menggeram panjang. Akhirnya dia orgasme juga.
Dia tetap menindih tubuhku sambil mengatur napasnya sementara aku merintih kesakitan. Dicabutnya penisnya dan dituangnya isi kondomnya ke kepalaku.
"Sudah lama aku tidak puas begini. Mandilah lagi yang bersih" ujarnya sambil menepuk pantatku yang pasti memerah.
"Sialan. Dasar binatang," desisku.
Seketika pria dengan tinggi 186 cm itu membalikkan tubuhku dan menatap mataku dalam-dalam.
"Kau sama sekali tidak takut padaku?"
Kuludahi wajahnya lagi, tapi kali ini dia tidak tertawa.
"You're one of a kind. I'm glad I bought you," ujarnya usai mencuci wajahnya.
"Brengsek! Kau pikir dengan uang lima juta yen kau bisa memilikiku begitu saja?"
Sasuke terkekeh sambil mencubit pipiku.
"Danzo menjualmu terlalu murah, tapi aku beruntung. Kau tidak begitu berpengalaman, tapi servismu luar biasa. Besok kita main lagi. OK?"
Lalu dia meninggalkanku terkapar di lantai kamar mandi. Sekujur tubuhku memar dan sakitnya jangan ditanya lagi. Dengan susah payah aku bangun dan merangkak sebelum bisa menceburkan diri kembali ke dalam bathtub
Aku tak pernah membayangkan akan menjadi budak seks orang yang ingin kubunuh. Sudah seminggu lebih aku disekap dalam sebuah kamar tanpa diberi pakaian layak. Pakaianku sehari-hari hanyalah kaus berukuran besar yang bila kupakai mirip hanya sampai setengah paha dan tanpa celana dalam.
Kamarku cukup luas. Isinya sebuah ranjang besar dan sebuah lemari dua pintu yang hanya berisi kaus, kimono mini, selimut, seprai, handuk mandi dan pembalut lonjong (tampon). Aku belum pernah periode sejak berada di sini, tapi tak terbayangkan olehku bagaimana rasanya memakai tampon apalagi tanpa celana dalam.
Ada pintu kecil yang menghubungkan kamar tidur dengan kamar mandi di sebelahnya. Kamar mandi itu adalah tempat Sasuke memerkosaku saat aku tiba di tempat ini. Aku sendiri tidak tahu pasti apakah tempat ini adalah bagian dari rumahnya atau apartemen karena tak ada jendela dalam kamarku. Hanya ada ventilasi kecil dalam kamar mandi dan letaknya di dinding atas, dekat langit-langit.
Tidak akan ada cara untuk kabur. Shit!
.
TBC