Title: Recalling Memories

Rating: PG15

Pairing: KaZe

Warning: OOC, may be, and please read the A/N first before reading

Summary: a what If story, jika setelah kematian keluarganya Zero tidak dikirim untuk tinggal bersama Kaein tapi ditemukan oleh keluarga Kuran

A/N: I have always seen stories in which Kaname and Zero have some sort of past together but something caused Zero to lost his memories. I love those kind of stories and decided to make my own version of it, so here it is! There will be some changes from the original story, but overall I follow the Vampire Knight universe as it is in the manga/anime. Btw in here Kaname is not some ancient vampire and bla bla bla, he is just Kaname. This story is in Bahasa, so enjoy!

PROLOGUE

Kaname berumur sepuluh tahun ketika ia pertama kali bertemu dengan anak laki-laki itu. Kala itu rambut silver miliknya tampak kemerahan, ternodai oleh bercak darah yang turut mewarnai sekujur tubuhnya. Begitu kontras dengan kulit putihnya yang pucat, seolah seluruh darah yang harusnya mengalir di dalam tubuhnya telah merembes keluar dari pori-porinya.

Anak itu tidak sadarkan diri, tangan kanannya terjungkal lemas dari rangkulan Haruka, ayah Kaname, yang menggendongnya masuk. Dibelakangnya Kaname dapat melihat Juri, ibunya, mengikuti mereka dengan Yuuki di dekapannya.

"Tou-san, Kaa-san, siapa dia?" tanya Kaname seraya menghampiri mereka. Ayahnya telah membaringkan bocah lelaki itu pada sofa di ruang tamu mereka dan kini tengah sibuk menanggalkan pakaian yang dikenakannya, sementara ibunya pergi mengambilkan air untuk membersihkan bekas-bekas darah dari tubuh mungil itu.

"Dia adalah anak yang mulai sekarang akan tinggal bersama kita, Kaname." Kaname mendengar ibunya menjawab. Ia menengadah dan melihat wanita berambut coklat itu berjalan menghampiri mereka dengan membawa baskom kecil berisi air di tangannya. "Seluruh keluarganya baru saja dibantai di depan matanya oleh seorang pureblood yang telah kehilangan akal sehat. Jiwanya sangat rapuh sekarang, karena itu kau harus berjanji jika ia sadar nanti kau harus memperlakukannya dengan baik ne, Kaname?"

Kaname tidak langsung menjwab permintaan ibunya, kembali kedua mata coklatnya beralih ke arah anak lelaki itu. Bahkan tanpa indra super vampir miliknya pun ia dapat menebah bahwa anak itu baru saja digigit dan kini sedang menjalani masa transisi untuk mengubah tubuhnya menjadi seorang vampir. Proses ini tidaklah sakit, namun entah mengapa anak itu tampak begitu menderita di dalam tidurnya. Keningnya mengenyit, dan tubuhnya dipenuhi oleh keringat. Sesekali Kaname dapat mendengar suara rintihan kecil keluar dari bibir keringnya, diikuti dengan beberapa tetes air mata yang mengalir membasahi pipi pucatnya, seakan-akan sesuatu yang buruk kerap menghantui pikiran bawah sadarnya.

Kaname merasakan sesuatu seakan menusuk hatinya. Tanpa sadar ia bergerak mendekati sosok rapuh di sofa tersebut dan mengusapkan tangannya lembut pada rambut keperakan yang kini telah bersih dari noda darah itu, seketika membuat ekspresi anak itu berubah tenang. Kaname tersenyum.

"Kaa-san, siapa nama anak ini?" tanyanya tanpa mengalih pandangannya.

"Zero, namanya Zaro Kiryuu." jawab Juri singkat.

"Zero" bisik Kaname pelan. "Jangan khawatir, mulai sekarang aku akan melindungimu."


Seorang pria berambut coklat menatap hampa ke pemandangan di luar jendela kamar miliknya. Sebuah senyum tipis tersapu pada bibirnya tatkala memori masa kecil itu kembali terlintas di pikirannya. Ia tidak akan pernah melupakan hari itu. Hari dimana dirinya dipertemukan dengan seseorang yang telah menjadi sumber kebahagiaan terbesar di hidupnya, bahkan kini ketika semua yang ia terima dari pemuda berambut silver itu hanyalah sorotan kebencian.

Senymnya berubah suram, bola mata coklatnya memancarkan kesedihan yang mendalam. Sebuah tawa pahit terlepas dari bibirnya, yang dengan cepat terhenti ketika sebuah suara langkah kaki familiar memasuki indra pendengarannya.

Di saat seperti inilah ia selalu mensyukuri kenyataan bahwa dirinya terlahir sebagai seorang vampir yang membuat jangkauan pendengaran dan penglihatannya jauh melampaui apa yang dapat dicapai manusia biasa. Sebab kalau bukan karena penglihatannya yang tajam ia tidak mungkin dapat melihat pemuda yang berada berpuluh-puluh meter dari tempatnya berdiri kini dengan sangat jelas. Tak mungkin dapat menyaksikan bagaimana rambut keperakannya mengayun tersapu angin, bagaimana pipi putihnya merona merah diradam dingin, atau pun bagaimana sorot mata violetnya berubah lembut saat pantulan cahaya matahari tenggelam mengenai wajahnya.

Kaname merasa tenggorokannya tercekat.

Betapa ia ingin untuk berlari kesana dan menyelipkan jemarinya diantara untaian benang –benang perak itu seperti yang dilakukannya bertahun-tahun lalu, untuk menyapukan bibirnya pada untaian kemerahan di pipi tersebut, dan membiarkan dirinya tenggelam di dalam lautan violet yang sangat dirindukannya. Namun ia tidak bisa. Tidak sekarang. Ini belum waktunya, ia mengerti akan hal itu, namun tetap saja hatinya memberontak untuk menerimanya.

"Zero, sampai kapan aku harus menunggu?" lirihnya perih.

TBC

So.. how is it? Terlalu OOC kah? Saya coba ngebuat Kanamenya engga terlalu OOC tapi rasanya gagal lol maaf kalau bahasanya rancu, saya ngetiknya tengah malam dan males untuk baca ulang hehe

Pendek? Iya, karna ini cuma prolog, chapternya kedepannya bakal lebih panjang kok. Btw judul cerita ini belum fix, jadi mungkin suatu saat bakal diganti, mungkin.

So what do you guys think? Should I continue or not? Please tell me in the review! Any critiques and suggestions are welcome too! Until next time ~