Konbanwa minna ^^/

Fic baru yang entahlah. Sebelum membaca, Amaya ingatkan bahwa Ansatsu Kyoushitsu bukan milik Amaya. Yuusei Matsui adalah sang pemilik aselinya. Fic ini adalah hasil khayalan author yang hobi mengkhayal. Semoga berkenan ^^/

Chapter: 1

Wedding

Malam itu dingin. Tapi gadis itu tidak peduli. Tangannya saling menggenggam dibelakang punggungnya. Surai biru langitnya melambai tertiup angin. Kakinya terasa dingin merasakan sapaan ombak yang datang dan pergi. Namun sekali lagi, gadis itu tak peduli. Langkahnya terhenti. Kemudian ia menengadahkan kepalanya. Menatap ribuan bintang yang bersinar terang malam itu. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman. Namun detik yang sama, sebutir air mata terjatuh dari mata indah itu. Ia tak menghapusnya..ia membiarkan butiran-butiran itu mengalir begitu saja. Tak apa bukan? Toh ia seorang gadis sekarang. Dan ini pertama kalinya ia bersyukur karena tuhan mengirimkan kecelakaan yang mengubah gendernya itu.

" Nagisa-kun, sedang apa kau disini? Tidak ingin bertemu dengan teman-temanmu?" Sebuah suara yang amat ia kenal dan amat ia rindukan terdengar. Tanpa menoleh Nagisa tersenyum.

" Koro-sensei… hisasiburi." Jawab Nagisa. Koro- sensei – masih dengan sosok gurita kuningnya- kini sudah berada didepan Nagisa. Nagisa tercengang kemudian tersenyum. Lalu ia menundukkan kepalanya.

" Nagisa..kun? kenapa kau.. menangis?" Tanya Koro- sensei. Nagisa –masih tersenyum- mengangkat wajahnya. Tak apa. Selama itu adalah sensei terhebatnya, biarlah.

" Daijobu. Aku hanya..bahagia." Jawab Nagisa.

" Atau sedih?" Koro sensei menghapus air mata Nagisa dengan selembar tissue.

" Apa yang tak bisa kusembunyikan darimu, Koro-sensei?" Nagisa menepuk tentakel milik senseinya itu. Koro-sensei hanya tersenyum dan mengusap kepala muridnya itu.

" Kau mau membicarakannya, Nagisa-kun?" Nagisa terdiam sejenak. Kemudian ia mengangkat bahunya.

" entahlah, sensei. Dan lagi, aku sudah bukan laki-laki sekarang..aku wanita." Ucap Nagisa sambil tertawa kecil. Koro- sensei tertegun. Ia ingat saat Karasuma memberi kabar tentang kecelakaan yang dialami Nagisa. Dan warna kulit Koro-senseipun berubah merah. Ia masih tak bisa memaafkan apa yang terjadi dengan Nagisa. Nagisa yang menyadari perubahan warna kulit senseinya tersenyum.

" Sensei.. kau masih marah?" Tanya Nagisa. Koro sensei tak menjawab. Nagisa menghela nafas.

" aku sudah bilang aku baik-baik saja, Koro-sensei..sungguh." Nagisa mencoba meyakinkan senseinya.

" Demo, kau menghadapi masa-masa sulit setelah itu. Kau bahkan harus melewatkan bangku sekolah menengahmu yang kau kejar mati-matian saat SMP. Dan sekarang.." Koro sensei menghela nafas. Warna merahnya memudar. Berganti dengan warna kuning cerahnya. " Kau bahkan menjadi seorang hitman." Lanjut Koro- sensei. Nagisa mengernyit.

" Aku tak masalah jika harus menjadi seorang hitman. Bukankah Koro-sensei bilang akan mendukungku jika itu keputusanku?" Tanya Nagisa

" Tentu saja.. tapi, kau menjadi hitman karena kau tak punya pilihan la.."

" Aku bahagia, Koro-sensei.. dengan kehidupanku yang sekarang. Dan aku juga tak perlu merasa tertekan jika harus berdandanseperti saat ini. karena aku perempuan sekarang." Jawab Nagisa. Koro sensei menatap wajah tersenyum Nagisa.

" Kalau begitu beritahu sensei, kenapa kau menangis. Apa alasannya?" Tuntut senseinya. Nagisa terdiam. Ia menundukkan kepalanya.

" Ne, Koro-sensei.. saat aku terbangun dari koma setahun yang lalu, aku benar-benar kebingungan.. aku hanya menemukan diriku berdiri sendiri.. aku tak bisa menemukan teman-temanku karena mereka sudah melejit entah kemana." Nagisa memberi jeda dalam ucapannya. " Demo.. aku senang saat kau datang dan memelukku saat itu.. aku.. lega. Karena aku tidak ditinggalkan dan karena kau masih hidup, sensei." Koro sensei menatap sayang murid birunya itu.

" Dan aku bersyukur karena aku bisa belajar menjadi hitman yang hebat darimu. Bukan dari orang lain yang bisa saja menyalah gunakan bakatku." Ujarnya lagi.

" Kau benar-benar anak yang baik, Nagisa-ku..chan. Tapi, tetap saja.. sensei... Masih marah dengan perlakuan shiro padamu." Ujar Koro-sensei. Nagisa tertawa.

" Sensei tak bisa melacakmu bahkan dengan kecepatan yang sensei punya. Sensei terlambat menyelamatkanmu darinya."

" Hei.. sensei tidak bersalah. Markas tempatku disekap adalah markas didasar laut. Sensei tak mungkin bisa kesana." Jawab Nagisa.

" Lagipula… karena kejadian itu aku jadi mengerti bagaimana perasaan sensei saat dijadikan bahan percobaan olehnya dulu." Ucap Nagisa.

" Bersyukurlah kau masih tak berubah bentuk seperti sensei." Ujar Koro-sensei. Nagisa kembali tertawa.

" Setidaknya, aku masih berwujud manusia. Begitu maksudmu, Koro-sensei?" Tanya Nagisa. Koro sensei tersenyum.

" Jadi?" Koro sensei bertanya. Nagisa tersenyum. Senseinya ini memang tak mudah dialihkan.

" Hhh.. ya.. aku shock saat tau aku menjadi perempuan karena ramuan-ramuan yang dia suntikkan kepadaku.. tapi, yang lebih membuatku merasa… sesak adalah.. hatiku, sensei." Ujar Nagisa. Kalau saja Koro sensei memiliki alis, mungkin alis itu sudah berkerut.

" Perasaanmu?" Nagisa mengangguk.

" Aku tidak mempermasalahkan jika aku menjadi perempuan. Tapi..entah kenapa saat itu juga, semua perasaanku berubah. Aku tak lagi memandang teman-temanku dengan pandangan yang sama. Saat aku masih seorang laki-laki, aku mencintai.. Kayano. Dan aku menyayangi Karma-kun sebagai sahabat. Namun semua berbalik." Ujar Nagisa lirih. Koro sensei terdiam..

" Apa.. yang kau maksud.."

" um.. aku mencintai Karma-kun.. dan menyayangi Kayano sebagai sahabat."

" De.. demo.. Karma-kun.." Nagisa mengangguk.

" Mengenaskan bukan, sensei? Dan disaat hatiku seperti ini, Bitch sensei mengutusku sebagai penggantinya untuk memainkan piano di capelnya nanti..benar-benar..hiks.. mengenaskan, bukan?" Bahu Nagisa bergetar. Koro sensei menatap muridnya itu dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Kenapa harus seperti ini? kenapa mereka harus bernasib seperti ini? kenapa Nagisa harus mengalami pukulan lagi? Koro sensei adalah guru yang hebat. Ia bisa melakukan apapun bahkan menyelamatkan nyawa yang sudah diujung tenggorokan. Tapi kali ini ia tak bisa berkutik. Ia tak bisa menyelamatkan salah satunya dan mengorbankan yang lainnya. Ia dibuat kebingungan…yang ia lakukan saat ini hanyalah menepuk punggung Nagisa yang kini sudah terduduk diatas pasir.

99999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999

Nagisa mengepas pakaiannya. Dibantu oleh Bitch sensei, ia mengenakan gaun biru langit yang cantik.

" Ne, sensei.. kenapa bukan sensei saja yang memainkan pianonya kalau sensei bisa datang?" Tanya Nagisa. Bitch sensei hanya tersenyum.

" Tidak apa.. aku hanya ingin menunjukkan hasil didikanku kepada mantan murid-muridku pada mempelai pria hari ini." Jawabnya sambil mengedipkan matanya. Nagisa menghela nafas. Ingin sekali rasanya ia kabur dari tempat itu. Namun terlambat.. Bitch sensei sudah menarik tangannya.

" Aku ingin tahu apa reaksi teman-temanmu saat melihatmu. Terakhir kali kalian bertemu adalah…8 tahun yang lalu bukan?" Bitch sensei membuka pintu ruangan itu. Sebuah altar yang indah menampilkan sang pendeta dan seorang pria berjas putih yang berdiri dengan tenang. Nagisa menatap sosok itu lalu menunduk. Ia menggigit bibirnya. Kemudian dengan pengendalian emosi yang sudah ia pelajari, ia mengangkat wajahnya dan tersenyum.

" Are? Bitch sensei!" Teriak seseorang. Bitch sensei dan Nagisa menoleh. Mereka mendapati sosok berambut pirang tengah berjalan kearah mereka sambil melambaikan sebelah tangannya. Sedangkan tangannya yang lain menggandeng seorang anak perempuan berambut senada.

" Oh, Nakamura-san!" sapa Bitch sensei. Nakamura tersenyum. Senyum yang sama. Kemudian matanya bertemu dengan iris Nagisa. Detik berikutnya ia membeku. Nagisa menghela nafas melihat reaksi Nakamura Rio. Ia tak menyangka ia akan membuat seorang Nakamura membeku seperti itu.

" Hisasiburi, Nakamura-san." Sapa Nagisa. Nakamura melangkah pelan.

" Na..gi sa?" Ujarnya lirih. Nagisa tersenyum.

" Hai'. Apa kabarmu?" Tanya Nagisa. Nakamura menggigit bibirnya dan air mata itu tumpah kemudian ia berlari dan memeluk Nagisa. Nagisa tersenyum lembut dan menepuk punggung Nakamura.

" Kau baik-baik saja! Kau masih hidup! Kau selamat!" Ujarnya lirih. Bitch sensei tersenyum. Kemudian ia membalikkan badannya. Menatap para mantan murid yang belum menyadari keberadaannya. Mereka masih sibuk bercengkrama dengan suaminya, Karasuma.

" Ne, Minna.." Panggil Bitch sensei. Mereka menoleh.

" Bitch sensei!" Teriak mereka. Kemudian suasan hening saat mata mereka tertuju pada sosok yang tengah berpelukan dibelakang bitch sensei. Nakamura melepas pelukannya. Kemudian ia menoleh kearah teman-temannya.

" Mi..nna.. Lihat.. Nagisa…" Ujarnya terpatah. Seluruh orang diruangan itu terdiam.

1…..

2…

3…

" Na..nagisa? Hontou?" Sugino melompat dan berjalan dengan langkah cepat. Kemudian ia memegang bahu Nagisa.

" Hei.. Hisasiburi..apa kabarmu, Sugino-kun?" Sugino mengerjapkan matanya. Suara yang sama..nada yang sama.. lalu tanpa peringatan, ia memeluk Nagisa.

" Yokatta.. yokatta.. yokatta.." Nagisa hanya tersenyum. Kemudian matanya menangkap sosok teman-temannya yang masih terdiam. Ia mendorong sugino lembut. Sugino mengusap air matanya. Nagisa menatap teman-temannya dan tersenyum.

" Minna.. Genki desuka? Kuharap selama ini kalian baik-baik saja." Ucap Nagisa. Kemudian ia merasakan matanya mulai berkaca. Bagaimanapun, ia meninggalkan kelas 3-e tanpa mengikuti perpisahan. Nagisa dinyatakan menghilang sebelum hari perpisahan. Dan mereka sudah tak berhubungan selama 8 tahun. Bahkan entah darimana asalnya, ada yang menyatakan bahwa Nagisa sudah meninggal.

" Aku.. merindukan kalian.." Ujar Nagisa. Mendengar perkataan Nagisa, bagaikan alarm, mereka tersadar dan berlari kearah Nagisa.

" Baka! Baka!" Teriak Kayano sambil menangis.

" Yokatta… kau hidup.. kau masih hidup.." Kali ini suara Isogai. Disebelahnya, Kataoka mengusap air matanya. Nagisa tersenyum mencoba menenangkan teman-temannya. Bitch sensei dan karasuma sensei tersenyum melihat adegan itu.

" Nagisa.." sebuah suara yang amat ia kenal. Suara yang ia rindukan namun sangat tak ingin ia temui. Bahkan ia berharap tak akan mendengar suaranya lagi. Seluruh murid menyingkir. Memberi jalan pada sosok tegap tersebut. Nagisa menghela nafas dan mengangkat wajahnya. Kemudian maniknya menatap kedalam manik pucat itu.

" Nagisa.." Ulangnya.. Nagisa memaksakan seulas senyum yang terlatih.

" Hai.. Karma-kun.." Jawab Nagisa. Karma menatap sosok didepannya tak percaya.

" ah, selamat atas pernikahanmu.. semoga hari ini berjalan lancar.. " Ucap Nagisa. Karma tak bergeming. Kemudian dalam satu tarikan, ia mendekap Nagisa erat.

" Baka.. Nagisa baka!" Ucapnya tertahan. Nagisa melebarkan matanya. Ia tak pernah melihat Karma seperti itu.

" K.. Karma-kun."

" sebentar… biarkan sebentar saja.. yokatta.. yokatta… kau masih hidup.. yokatta.." Ucapan yang sama. Nagisa tak heran. Karena ia menghilang selama itu dan pihak polisi sempat membuat dugaan tentang dirinya yang kemungkinan sudah tamat riwayatnya.

" Karma.. kau adalah mempelai pria. Dan sangat mencurigakan kalau kau memelukku seperti ini!" Nagisa mengingatkan. Karma melepaskan pelukannya perlahan. Kemudian ia memegang bahu Nagisa.

" Kau harus menceritakan semuanya padaku!" Tuntutnya. Nagisa tersenyum dan mengangguk. Kemudian ia mendorong Punggung Karma.

" Pergilah.. " Ujarnya lirih. Karma tersenyum lalu menuruti perintah Nagisa. Sedangkan Nagisa hanya menatap punggung Karma.

" Nagisa, kemana saja kau selama ini?" Tanya Terasaka sambil merangkulnya. Nagisa tertawa. Mereka masih sama saja.

" Aku pergi berlibur melihat terumbu karang dibawah lautan." Jawab Nagisa. Ia tidak berbohong tentang dibawah lautan.

" Hahaha… syukurlah pernyataan polisi bodoh itu tidak benar. Kami pikir..kau sudah.." Yada mengusap matanya. Nagisa tertegun. Apa dirinya membuat teman-temannya sekhawatir itu?

" Mm.. aku baik-baik saja." Jawab Nagisa.

" Demo, Nagisa-kun.. kenapa kau memakai gaun ini?" Tanya Nakamura.

" Hmm? kenapa? Apa tidak cocok?" Tanya Nagisa. Nakamura menggeleng.

" Bukan begitu.. tapi kau kan.."

" Aku perempuan." Jawab Nagisa tanpa ragu. Semua orang terjebak keheningan sesaat.

" USO!" Teriak mereka bersamaan. Nagisa tertawa kecil.

" Akan kuceritakan nanti. Tapi percayalah, aku perempuan sekarang. Jadi, bagaimana kalau kita kembali duduk? Kurasa upacaranya akan dimulai sebentar lagi." Ajak Nagisa.

" Nagisa benar. Kita harus duduk sekarang." Ucap Isogai. Ah, bahkan ia masih berjiwa pemimpin dimata teman-temannya. Terbukti, mereka masih begitu penurutnya dengan perkataan Isogai. Semua orang mulai menempati kursi masing-masing. Sedangkan Nagisa berjalan anggun menuju sebuah piano putih di depan. Ia membenarkan letak gaunnya dan duduk didepan piano. Matanya melirik pasangan Bitch sensei dan Karasuma sensei. Bitch sensei mengedipkan matanya. Nagisa memejamkan mata kemudian menatap tuts-tuts didepannya. Namun jarinya urung menekan tut situ saat ia tau pasti ada yang tengah menatapnya. Ia mendongak dan menemukan Karma yang tengah menatapnya heran. Nagisa tersenyum. Kemudian ia menekan satu tuts untuk memeriksa nadanya.

" Kekko Omedeto, Karma-kun.." Kemudian tangannya mulai bergerak lincah. Alunan music itu terdengar sangat indah. Semua mata terpana pada sang pianist. Karma tertegun melihat Nagisa yang memainkan itu dengan segenap hati. Bitch sensei dan Karasuma sensei menatap Nagisa. Ia memainkan dengan sangat baik. Aura seduction yang mendapatkan point 100 dari Koro-sensei.

" Hei, kau mengajarinya dengan sangat baik, Irina." Bisik Karasuma sensei. Bitch sensei –masih menatap Nagisa- mengangguk.

" Tapi.. ini pertama kalinya aku melihat ia memainkan dengan sesempurna ini." Jawabnya. Ketiga orang – Karasuma, Irina, dan Koro-sensei- itu menatap murid biru mereka dengan tatapan yang lain. Bukan kekaguman seperti yang diberikan banyak orang. Namun tatapan sedih. Dan menyesal karena membuat gadis itu memainkan piano dihari itu. Mereka mengetahui sesuatu yang tidak diketahui orang lain di gedung itu. Sheet music yang dimainkan Nagisa bukanlah sheet music yang disarankan oleh Bitch sensei. Tapi itu adalah sheet yang Nagisa pilih sendiri. Dan arti dari music itu adalah, perpisahan.

" Nagisa.." Gumam Bitch sensei. Cara Nagisa membawakan music itu membuat matanya berkaca-kaca. Didepan sana, Karma menatap Nagisa tanpa beralih sedikitpun. Music itu indah. Namun yang mengganggunya adalah, entah mengapa ia merasa Nagisa memainkan itu seperti tengah menangis dalam hujan. Menyembunyikan air mata diantara tetesan hujan. Bahkan mengecoh orang yang melihat dengan tawa. Seperti itulah music yang dimainkan Nagisa. Menampakkan kebahagiaan diluar, namun jika teliti, makaakan ditemukan kesedihan didalamnya. Dan Karma adalah orang yang kritis. Namun ia memilih meninggalkan prasangkanya. Untuk apa Nagisa bersedih setelah sekian lama ia melihat teman-temannya kembali? Untuk apa Nagisa bersedih saat ia melihat Karma- sebagai sahabatnya- kini akan bersanding dengan orang yang ia cintai? Nagisa pasti akan bahagia untuknya bukan?

" Aku bersyukur mereka semua tidak menyadarinya." Gumam Karasuma sensei. Bitch sensei mengangguk.

" Bagaimanapun, kita tak pernah mengajari mereka lebih dari yang kita ajarkan saat mereka masih smp." Jawabnya. Disebelahnya, Koro sensei menatap Nagisa. Pintu terbuka dan menampilkan seorang gadis bersurai hitam dengan kontak lens berwarna ungu menunduk malu. Gaun putihnya nampak sangat cocok dengannya. Karma tersenyum, dan Nagisa tau. Senyuman yang tak pernah dilihat Nagisa sebelumnya. Senyuman yang tak akan pernah ia dapatkan.

" Ne, apa aku harus menghentikan Nagisa dan membawanya keluar dari ruangan ini?" Tanya Bitch sensei. Karasuma menatap Nagisa yang masih memainkan lagunya dan Okuda yang berjalan anggun dengan gaun pengantinnya. Kemudian ia menatap gurita kuning yang sama sekali tak tertarik dengan Okuda. Gurita itu lebih memilih memperhatikan murid birunya. Nagisa Shiota. Satu-satunya mantan murid 3-E yang menjadi hitman. Satu-satunya murid yang mendapatkan ilmu lebih banyak dari yang lainnya tentang pembunuhan. Kini nampak sangat lemah dengan jari yang terus bergerak.

" Lebih baik biarkan saja. Dia tak akan lolos menjadi hitman yang handal kalau ia masih lemah dengan dirinya sendiri." Ujar Karasuma. Okuda sudah sampai didepan Karma. Karma -masih tersenyum- segera berjalan menghampirinya dan mengaitkan tangan okuda ke lengannya. Nagisa menatap mereka dari bangkunya. Sebuah senyuman tulus diberikan Nagisa saat sang pendeta mulai berceramah. Koro sensei tersenyum. Baginya, Nagisa adalah anak yang sangat baik. Baginya, Nagisa tak pernah menjadi kejam meski terbukti Nagisa sudah berhasil membunuh beberapa orang setahun terakhir ini. setengah tahun yang lalu, Lovro sensei memang mendatangi Koro-sensei untuk meminta agar Nagisa berada dalam pengawasannya. ia membawa Nagisa berkeliling negeri. Entah sudah berapa bahasa yang dikuasai Nagisa.

" Sekarang saya akan mulai menanyakan ikrarnya." Sang pendeta menatap kedua mempelai. Nagisa menundukkan kepalanya. Ini dia saatnya. Nagisa membalikkan badan. Hendak beranjak dari tempat itu. Kemana saja..asal tidak ditempat itu. Ia berdiri dan sudah akan melangkah saat ia menangkap suasana yang tidak wajar. Hanya satu detik dan suasana terasa normal kembali. Ia menoleh kearah Karma, Okuda dan peneta itu. Kemudian ia membelalakkan matanya saat melihat sang pendeta memasukkan tangannya kedalam saku bajunya dengan seringaian samar. Sangat samar. Nagisa melesat dan dalam sekejap ia sudah berdiri disamping Karma untuk menariknya menjauh dari pendeta itu. Ia berhasil menarik karma tepat saat sang pendeta menghunuskan sebuah pisau kearah Karma. Sedangkan Okuda berhasil diselamatkan oleh koro sensei. Karma masih mengerjapkan matanya tak mengerti. Ia merasa baru saja berpindah tempat dari altar didepan ke pintu belakang.

" He.. bagaimana kau tau apa yang akan kulakukan, gadis mungil?" Tanya pendeta itu. Seluruh tamu tercengang beberapa detik. lalu kemudian mulai berlarian dengan panic. Karma yang kebingungan hanya menoleh kekanan dan kekiri melihat kekacauan yang terjadi. Disebelahnya, Nagisa terengah.

" Hahaha… sayangnya, rencanamu yang nyaris sempurna itu gagal karena bloodlustmu sendiri." Ujar Nagisa.

" Hmm?" Pendeta itu memperhatikan gadis mungil itu. Rambut berwarna biru lembut, wajah polos, senyuman polos, namun peka terhadap bloodlust?

" Hahahaha… suatu keberuntungan bagiku bisa bertemu denganmu, Nagisa shiota, bukan?" Ucap sang pendeta. Nagisa tersenyum. Keringatnya bercucuran. Disebelahnya Karma mengernyit heran.

" Ya. Aku tersanjung kau mengenalku. Tapi kau datang ketempat yang salah, tuan.." Kemudian Nagisa entah sejak kapan sudah berdiri dibelakang pendeta jejadian itu. Dan dalam satu pukulan di tengkuk sang pendeta, Nagisa berhasil melumpuhkannya. Koro sensei tersenyum. Kemudian Karma dan teman-teman yang lainnya berlari kearah Nagisa.

" Sugoi! Kau cepat sekali!"

" Hei, siapa dia?"

" Apa kau mengenalnya?" Teman-temannya membanjiri Nagisa dengan pertanyaan. Nagisa menghela nafas dan terduduk. Seluruh orang terdiam.

" ah, sensei.. maafkan aku.. gaunnya rusak." Nagisa tersenyum melihat Bitch sensei yang berjalan kearahnya.

" Mattaku… kalau kau bertindak tanpa perhitungan lagi, kau tak akan kumaafkan!" Omel Bitch sensei. Nagisa hanya menunjukkan deretan gigi putihnya. Selagi teman-temannya bingung dengan apa yang terjadi, Karma membungkuk dan meraih pergelangan tangan Nagisa yang sejak tadi menutup bagian perutnya. Nagisa nampak enggan membukanya. Namun Karma menatapnya tajam dan menarik paksa tangan Nagisa. Semua mata terbelalak. Darah segar merusak keindahan gaun Nagisa.

" Apa luka ini.." Gumam Karma. Nagisa segera menggelengkan kepalanya.

" Tidak apa-apa.. ini hanya tergores.. tidak apa-apa!" Ujarnya sambil tersenyum. Karma sudah akan berkomentar saat ia mendengar suara lenguhan lainnya.

" Ugh.." sang pendeta bangkit dan menatap tajam kearah Nagisa.

" Kau.. memang seperti yang dirumorkan.. pandai menyembunyikan bloodlust." Ujar pria itu. Nagisa menatap datar pria didepannya. Kemudian seakan lupa dengan luka yang dideritanya, ia berjalan tenang kearah pendeta itu. Ia menepuk pundak pendeta itu dan berbisik ditelinganya. Pendeta itu tercengang sejenak. Kemudian menundukkan kepalanya.

" Bagaimana?" Tanya Nagisa. Pendeta itu menghela nafas dan menatap Nagisa.

" Baiklah. Tapi pastikan itu untukku, Shiota!"

" Tentu saja.. aku tidak pernah ingkar janji." Jawab Nagisa sambil tersenyum manis.

" Aku, memang memperhatikan mereka berdua sejak satu bulan yang lalu. Kemudian saat tau mereka sedang mencari seorang pendeta, aku menyamar. Targetku adalah mempelai pria, Akabane Karma." Pendeta itu mengaku. Karma mengernyit tak suka. Kenapa pula ia tak sadar bahwa ia telah diikuti selama itu?

" Lalu, siapa yang membayarmu untuk itu?" Tanya Nagisa.

" Pemilik Kunugigaoka group, Asano Gakushuu." Jawabnya. Mata karma melebar. Ia memang bersaing ketat sejak mereka smp. Namun ia tak menyangka sampai Asano bertindak sejauh ini.

" Ugh.." Nagisa melenguh pelan. " Kenapa ia menyuruhmu melakukan ini?" Tanyanya.

" Hmm? Dia bilang, bunuh mempelai pria dan culik mempelai wanitanya." Jawabnya. Semua mata sontak menoleh kearah… dimana Okuda? Karma mengedarkan pandangannya. Namun sosok Okuda tak nampak sama sekali.

" Kau.. kemana Okuda?" Tanya Karma. Pendeta itu hanya mengangkat bahunya.

" Aku tak membawa teman untuk misi ini. Percayalah..dan aku tidak tau kemana mempelaimu itu pergi." Jawabnya. Karma sudah akan berteriak kepadanya saat Nagisa menahannya. Nagisa meraih cincin di jari tengahnya dan melemparkannya kearah sang pendeta. Kemudian dengan mata sedingin es, Nagisa menatap pendeta itu.

" Pergi. Dan kalau kau berani muncul didepan kami, I'll kill you." Nagisa memberikan peringatan. Pendeta itu tersenyum dan mengangkat tangannya.

" Tentu saja. Aku tak ingin bermain dengan murid Shinigami." Pendeta itu berbalik.

" Hhh… sekarang kita tinggal mencari Okuda." Isogai memijit pelipisnya.

" Dia baik-baik saja." Ujar Fuwa. Semua kepala menoleh.

" Eh? Darimana kau tau?" Tanya Kurahashi. Fuwa tersenyum.

" Aku baru saja pergi keluar saat aku menemukan jejak sepatu yang dipakai Okuda. Disampingnya taka da jejak lainnya. Itu menandakan bahwa Okuda pergi atas kemauannya sendiri." Jawab Fuwa. Semua saling bertatapan.

" Ini tidak lucu, Fuwa-san. Tapi kenapa ia harus pergi dengan kemauannya sendiri sementara Karma justru hampir saja terbunuh?" Tanya Maehara. Semua mengangguk setuju.

" Entahlah.. kita harus bertemu dengannya kalau mau tau alasannya. Tapi, argumenku akurat." Jawab Fuwa. Karma menggertakkan giginya. Kemudian ia menoleh kearah Nagisa. Nagisa memegang perutnya. Wajahnya pucat.

" Baiklah.. mungkin Fuwa-san benar. Tapi kita harus menemukannya. Kalian bisa tunggu disini. Situasi masih tidak aman jika asano masih mengincar nyawa Karma-kun. Aku dan Koro sensei akan.."

" Bruk." Tubuh mungil itu terjatuh.

" Nagisa!" Karma segera membungkuk memeriksa keadaan Nagisa.

" Daijobu..daijobu.." Jawabnya terengah.

" Iie.. Nagisa! Sensei mengajarkanmu untuk tidak memforsir diri dalam bertugas. Itu bukan hal yang akan menguntungkan. Apa kau lupa?" Ucap Koro sensei.

" Kami akan pergi untuk menyelidiki keberadaan Asano dan Okuda. Kalian, lebih baik beristirahatlah. Dan seseorang tolong rawat Nagisa untuk kami." Ujar Karasuma sensei. Semua mengangguk. Kemudian dengan diantar terpaan angina, ketiga sensei mereka melesat dalam kecepatan 20 mach. Karma mengangkat kepala Nagisa dan menyenderkannya di lengan.

" Yukiko." Sugino menoleh kearah Yukiko Kanzaki. Kanzaki mengangguk dan memeriksa keadaan Nagisa.

" Kekurangan darah.. darahnya banyak sekali yang terbuang." Ujarnya khawatir. Mereka mulai panic. Mereka sekarang berada di pulau khusus yang entah dimana rumah sakitnya. Nagisa berusaha tersenyum.

" Ano.. siapa dari kalian yang berdarah AB?" Tanya Nagisa.

" Aku.. seingatku, Kayano-chan juga." Jawab Karma. Melihat Nagisa berkeringat sebanyak itu membuatnya khawatir.

"Etto..bisakah, kalian membawaku ke kamar hotel? Dan Kayano, bolehkah aku meminta donor darah darimu?" Tanya Nagisa. Kayano mengangguk.

" Kau bisa memakai milikku, Nagisa." Tawar Karma. Nagisa menoleh.

" Kau ingin mencari Okuda,bukan? Kau bisa mencarinya.."

" Tidak. aku akan ikut denganmu. Lagipula kau terluka saat hendak menyelamatkanku." Jawab Karma tegas.

" Kalau begitu, nanti, aku hanya ingin bersama Kanzaki-san, Kayano-chan, Karma-kun, dan Kataoka-san. Ah, aku lupa." Nagisa merogoh tas selempang kecilnya lalu mengeluarkan handphone ditangannya.

" Ritsu?" Panggil Nagisa.

" Hai'! are? Aku kenapa, Nagisa?" Tanya Ritsu.

" RITSU!" Teriak mereka serempak.

" Kau masih ada?" Tanya Okajima.

" MINNA! Ah, hisasiburi! Aku merindukan kalian.." Mata Ritsu berkaca.

" Ritsu, dengarkan aku.. kita bisa berbincang nanti.. tapi, sekarang aku butuh bantuanmu." Ujar Nagisa. Suaranya semakin melemah.

" Siap! Apa yang harus kulakukan?" Tanyanya.

" setelah sampai dihotel, pergilah dengan Isogai-kun untuk mendapatkan data tentang hotel. Dan pastikan taka da orang asing yang mendekati kamarku nanti." Pinta Nagisa. Ritsu mengangguk.

"Kalau begitu, kumohon..bantu aku." Nagisa berusaha bangkit. Kemudian ia merasakan tangan Karma menyelip diantara lututnya. Kemudian ia sudah berada dalam gendongan Karma.

" Karma-kun! Bajumu bisa kotor!" Nagisa mencoba mengingatkan. Karma-kun menggeleng tegas. Kemudian ia berlari menuju hotel terdekat.

99999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999

" Hh.. Arigatou." Ujar Nagisa saat Karma – yang berkeringat- meletakkannya diatas kasur. Kemudian ia menoleh.

" Apa sudah kau periksa, Kataoka?" Tanya Karma.

" Aman." Jawabnya.

" Nah, Kanzaki.. segera lakukan transfusi." Kata Karma. Kanzaki nampak bingung.

" Transfusi? Aku..tidak ada alatnya, Karma-kun. Jadi..tidak mungkin melakukannya disini." Jawabnya. Karma mengerjap bingung. Jadi kenapa mereka disini?

" Aku yang akan melakukannya." Jawab Nagisa. Semua terdiam. Kemudian mereka melebarkan matanya saat melihat sebuah tentakel berwarna biru menyembul dari kepala Nagisa.

" Nagisa!" Lirih Kayano. Nagisa kemudian menarik Karma dan Kayano mendekat. Kemudian tentakel itu menyingkap lengan baju Karma. Lalu setelah memijat-mijat mencari pembuluh darah, tentakel itu menusuk sedikit dan menghisap darah mereka.

" Kanzaki, tolong periksa tekanannya." Pinta Nagisa.

" Ha..hai'." Kanzaki segera melakukan yang ia bisa. Setelah proses transfuse berakhir, Nagisa menoleh.

" Karma-kun, bisakah kau membalikkan badanmu?" Tanya Nagisa. Karma menatapnya bingung. Kataoka mendekat dan membalikkan badan Karma.

" Dia hanya malu padamu, Karma-kun!" Ujar Kataoka. Nagisa menyingkap pakaiannya dan Kanzaki membantu Nagisa membersihkan darahnya. Kemudian Nagisa menempelkan tentakelnya di sekitar luka itu. Bagaikan lem, luka itu tertutup berkat sel tentakel yang ditempelkan Nagisa.

" Hh… Yokatta… Arigatou, Minna-san." Ujar Nagisa. Suaranya memang masih pelan. Tapi terdengar sangat lega.

" Apa, aku sudah boleh berbalik sekarang?" Tanya Karma.

" ah, sou! Maaf Karma-kun." Jawab Nagisa sambil tertawa kecil. Karma menatap sahabat birunya itu lalu berjalan menghampiri Nagisa.

" Sekarang ceritakan padaku.. apa yang sebenarnya terjadi!" Tuntut Karma. Nagisa menatap manik pucat itu untuk beberapa saat.

" Karma-kun, Nagisa baru saja melakukan operasi ringan.. dia harus istrirahat." Kanzaki mengingatkan.

" Iie.. taka pa, Kanzaki-san. Aku akan sembuh dalam 30 menit. Jadi, bisakaha kau menunggu 30 menit? Setelah itu akan kuceritakan. Apa yang ingin kau tau?" Tanya Nagisa.

" Semuanya Nagisa! Tentang tentakel itu dan..kenapa kau jadi seperti itu. Lalu..kemana kau selama 8 tahun ini?" Ujarnya. Nadanya merendah di pertanyaan terakhir.

66666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666

- TBC

Minna.. Amaya kembali dengan fic baru ^^ *s aya tau yang kemarin belum selesai tapi saya dapet ide dan kalau ga ditulis bias berakhir di tong sampah XD

Nah, Kali ini sangat nyinetron ya? Aku tau.. aku tau… tapi, saya tetap mohon bantuannya agar Amaya bias berkarya sambil belajar. Bagi penulis di , guru mereka adalah pembaca ^^

Jaa, semoga menghibur