6 bulan sesudah pristiwa Momoshiki dan Kinshiki. Boruto masih berusaha menjadi kuat dengan berlatih dan terjadi berbagai peristiwa yang luar biasa.../Alur cerita buat sendiri, kurang nyambung/ Langsung baca aja...

tebal: Jutsu, tempat, suara biju, suara besar.

sisanya seperti di ffn lainnya...

'Action...!'

- Di Tengah hutan yang tidak terlalu lebat tempat training.-

Ting...Ting...Ting...
"Hahh-hah...hah..." 'Sial!.gagal.' Gerutuku di dalam hati karena tidak bisa membidik banyak target dengan mata tertutup, kepala di bawah, jatuh dari ketinggian serta melambat melawan gravitasi.

"Sudah cukup! ini minggu ke 2 mu mempelajari teknik ini dan tidak ada kemajuan sekali. Kita hentikan saja latihan kita ini... Mulai sekarang kau berhenti saja jadi muridku."Ucap Sasuke Sensei.

Boruto tersentak salah satu cara untuk meraih impiannya hilang begitu saja...
"Tapi... Aku bisa melakukan raseingan kan? Bukannya itu syarat menjadi muridmu? Kenapa Sensei bilang aku harus berhenti? Padahal aku sudah diterima Jawab aku Sensei!" Aku menyangga ucapan Sensei-ku (mantan).

"Hn. Kau memang bisa memuat Raseingan tapi belum sempurna dan lagi aku memberi mu kesempatan melihat kemajuanmu tidak berarti. Sebaiknya, kau berhenti saja." Ucap Sasuke langsung pergi.

Boruto langsung berabah di atas rumput hijau sambil melihat langit memikirkan sesuatu... Sementara itu, seorang gadis berambut hitam dan menggunakan kacamata merah yang sedari tadi mengawasi la anak bermbut kuning itu hanya menghela nafas sudah berapa kali ia melihat hal ini...

'Kesempatanku hilang? (Jika ada 10 masalah maka ada lebih dari 100 solusi! Kalian harus temukan itu!) Apakah ada jalan lain di depan mata yang tidak kulihat? Selain itu kalau Tou-chan mau mengajariku, eh? itu tidak mungkin. Dia Hokage mana sempat, selain Tou-chan... Jii-chan? Tidak-tidak ia sudah menginggal (Aku bertemu dengan jiwa orang tuaku melalui genjutsu alam bawah sadarku sesudah mereka mati, mereka menolongku). Mungkinkah aku bertemu dengan mereka dan bicara dengan mereka? Kalau tidak di coba tidak akan tau! Aku akan melakukannya!.' Pikirku langsung bangun dan berlompatan di atas pohon pergi ke toko bunga Yamanaka. Gadis yang mengawasinya tadi heran, karena orang yang sedari tadi ia awasi menghilang. Lalu dengan perasaan kesal memukul pohon yang tadi ia senderi menjadi roboh."Sannarooo..." Ucapnya. Benar ia Uciha Sarada.

Boruto sampai di depan toko bunga keluarga Yamanaka dan berencana membeli bunga untuk mengunjungi makam kakeknya.

Klinting...klinting...

"Oh,selamat datang... Oh, Boruto lama tidak bertemu denganmu." Ucap anak laki-laki yang menjaga toko bunga bernama Yamanaka Inoji .
"Iya, sudah lama ya Inoji. Selain itu kenapa kau menjaga toko?" Tanyaku heran biasanya yang melakukannya adalah ibunya Inoji (Yamanaka Ino).
"Oh soal itu, ibuku memintaku untuk menjual semua sisa bunga yang ia petik. Karena ada misi dengan ayah, aku yang menjualnya sendiri, sayang juga kalau semua bunga ini layu." Penjelasan Inoji. "Terus untuk kenapa kau kesini?" Tanya balik Inoji.
"Benar juga aku mencari bunga. Eto..." Ucapku bingung karena banyak jenis bunga. Lalu teringat warna rambut kakek dan neneknya bewarna merah dan kuning kenapa tidak beli yang berwarna itu saja. "Matahari atau tulip berwarna kuning dan mawar berwarna merah." Ucapku.
"Kalau tulip sudah habis, matahari dan mawar tinggal masing-masing 4 tangkai apa tidak apa-apa? Kelopaknya juga agak rusak." Ungkap Inoji.
"Tidak apa-apa. Yang penting ada..." Kataku ikhlas.
"Baiklah aku akan bunguskan, karena kamu membelinya dengan keadaan seperti ini aku akan menurunkan harganya." Ucap Inoji sambil membungkus bunga. "Ini bunganya... cuma 400 yen." Inoji menyerahkan bunga itu kepada Boruto.
"Arigato... Ini uangnya." Aku balik memberikan uang untuk membayar.
"Baiklah, selain itu apa kau akan menyatakan perasaanmu kepada seseorang Boruto?" Tanya Inoji dengan kata-kata menusuknya.
"Tidak bukan untuk itu-Tebasaa! Huh... Aku akan mengunjugi makam Oji-san dan Oba-san. aku membeli bunga jenis ini karena warna rambut mereka, dan tidak tau harus memberi mereka bunga jenis apa." Jelasku sambil menahan emosi.
"Eh, kukira apa. Ternyata buat Yondaime-sama dan Kushina-san... Gomen-gomen... aku salah paham." Ucap Inoji sambil menahan tawa.
"Baiklah aku pergi."Ucapku langsung pergi karena kesal.
"Datang lagi ya..." teriak Inoji. 'begitu, ya.' Pikirnya.

-Area Pemakaman Khusus Yondaime dan Istrinya-

Di sebuah padang rumput dekat area latihan tim 7 terdapat 2 makam khusus Yondaime hokage dan Uzumaki Kushina. Boruto yang sudah mendekati makam berhenti karena melihat Rokudaime hokage menaruh bunga tulip putih di atas batu lisan kakeknya. Melihat ada pohon terdekat yang dahan dan daunnya rindang ia naik keatas pohon sambil mendengarkan apa yang diucapkan Hateke Kakashi itu.

"Sensei maafkan aku, seandainya sensei mengikut sertakan aku dalam misi kelahiran Naruto... Pasti hal ini tidak terjadi. Aku pasti akan menghentikan Obito, dan meyakinkannya bahwa masih ada tempat untuknya pulang. Selain itu perang yang terjadi, aku tidak mengetahui dari awal kalau dia Obito... Maaf Sensei, aku Ketua yang buruk..." Kata Kakashi mengakhiri curahan hati kesalahannya. "Kau tidak perlu disana terus... Tujuanmu datang untuk berkunjung juga kan?" Ucap Kakashi berbalik melihat pohon yang Boruto panjat.

"Iya..." Sahut Boruto langsung turun dari pohon sambil membawa buket bunga matahari dan mawar ditangannya. "Kelihatannya kau tidak perlu menyesal tentang apa yang terjadi 34 tahun yang lalu Kakashi..." Ucapku sambil menaruh bunga itu di depan lisan mereka.

"Kenapa? Kau tahukan Naruto menderita sejak kematian orang tuanya dan menjadi Jincuriki Kyubi." Tanya balik Kakashi.

"Aku tahu itu... Tapi Tou-chan sudah bahagia semenjak orang yang pertama mengakuinya, ia anggap orang itu sebagai Tou-san. Orang itu mengingat hari ulang tahunnya. Orang itu adalah..." Ucapku seperti minta di sambung.

"Umino Iruka." Sambung Kakashi.

"Kakashi mengertikan... Jika Jii-chan masih hidup, mungkin Tou-chan tak pernah ingin menjadi Hokage. Aku memang menginginkannya tapi mungkin saja... Aku tidak akan terlahir." Ucap Boruto dengan tenang, sementara Kakashi tersentak dengan kata-kata anak Nanadaime Hokage, ini karena bisa mengambil kesimpulan yang sangat teliti. "Selain itu menurut ingatanmu sebagai Senseinya kenapa ia ingin jadi Hokage?" Tanyaku balik .

Kakashi kembali mengigat saat Naruto masih Genin hal yang ia katakan tentang impiannya adalah 'Aku ingin menjadi hokage karena ingin diakui oleh semua orang... Dan aku yakin! Aku bisa melebihi hokage sebelumnya!'

"Karena ingin diakui oleh penduduk desa." Jawab Kakashi.

"Kalau Oji-chan sendiri kenapa?" Tanyaku lagi.
"Sama dengan ayahmu." Balas Kakashi datar.

"Mereka berdua ingin menjadi Hokage karena tidak memiliki orang tua, selain itu mereka orang terakhir dalam klan mereka 'Namikaze dan Uzumaki' tentu saja mereka ingin diakui, meskipun mereka sendirian. Tapi, begitu mereka menemukan orang yang mengakui dan menyangi mereka pasti alasan itu bertambah menjadi 'Aku akan melindungi semua orang yang kusayangi! Tidak akan kubiarkan mereka mati!' Itu contohnya." Kataku dengan senyum khas.

"Jadi alasanmu impianmu bukan jadi hokage. Selama ini..." Kata Kakashi datar.

"Itu semua karena aku punya orang tua yang hebat, jadi aku diakui dan tanpa penderitaan, kesepian, juga terluka... Tapi di balik itu semua, aku masih ingin diperhatikan oleh Tou-chan. Itulah sebabnya aku melakukan semua kekonyolan itu... Membuat Tou-chan marah agar aku bisa bicara dengannya, bahkan nilaiku rendah di akademi karena hal itu juga." Ucapku ceria.

"Kau berbuat sampai sejauh itu... kalau dikerjakan dengan benar memangnya akan bagus?" Tanya Kakashi.

"Kalau ada ujian ada 10 soal aku kerjakan dengan ngasal benar 6, santai 8/9, sungguh-sungguh 10. Jadi aku memang sengaja nilai pas-pasan... Selain itu aku tidak tau mau bicara apa saat ia kembali, karena itu sudah sangat malam. Aku yakin ayah kelelahan." Ungkapku.

"Hah kau ini, selama ini cuma pura-pura..." Kata Kakashi menyimpulkan.

"Iya, entah kenapa aku penasaran dengan masa lalu. Tapi kalau mengulangnya lagi rasanya malas, rasanya seperti sudah lengket meskipun baru sekali baca. Selain itu, saat jam pelajaran malas mendengarnya lagi kecuali belum kupelajari." Keluh Boruto. "Selain itu Jii-chan itu orangnya seperti apa? Aku penasaran!" Tanyaku semangat.

"Ganti pembicaraan ya... Eto, Sensei itu... Teliti, pintar, disiplin, orangnya juga menyenangkan, guru yang baik, dan penyabar." Jawab Kakashi.

"Kalau baa-chan?" Tanyaku lagi.

"Emm... Kushina... Cerewet, suka marah-marah, bercanda berlebihan, kadang ceroboh, sangat manja kalau dirumah cuma berdua, dan kadang kurang sabaran." Jawab Kakashi lagi.

"Yang terakhir sangat mirip dengan Tou-san. " Gumanku secara langsung.

"Yah, untung saja Hinata penyabar kalau tidak Naruto pasti akan dihajar habis-habisan karena tingkahnya." Sambung Kakashi.

"Iya sih, tapi tingkahnya gak tau tempat dan waktu. Kadang waktu aku baru pulang buka pintu rumah mereka ciuman, selain itu waktu Hima ingin dibelikan es krim dan mereka lagi mesraan di dapur, Hima akan pingsan kalau tidak ditutup matanya. BISAKAH MEREKA MELAKUKANNYA DI TEMPAT LAIN YANG LEBIH TERTUTUP!" Keluhku sambil marah-marah.

'Hah... Anak itu keterlaluan... Apa ini salahku ya...?' Pikir Kakashi sambil menggelengkan kepala. "Kenapa kau ke sini? Aku jarang melihatmu kesini kecuali tanggal 10 Oktober dan hari kelahiran mereka." Tanya Kakashi.

"Aku membuat muridmu kecewa dan akhirnya aku dipecat dari jabatan sebagai muridnya. Entah kenapa aku berharap bisa berbicara dengan mereka dan memikirkan peluang lain." Ungkapku.

"Sasuke...'tidak bisa lebih sabar.' Pikir Kakashi sambil menatap langit biru berawan tipis. "Baiklah kelihatannya kau ingin lebih lama disini. Aku pergi dulu..." Salam Kakashi langsung hilang pakai seleusin (ninggalin asap).

Boruto berdoa dengan hikmat di depan makam Jii-chan dan baa-chan nya. Lalu berdiri menyentuh batu lisan seperti prasasti/monumen. 'Bodoh... Kalau dipikir cara ini tidak akan berhasil. Apa dengan msalah sepele seperti ini aku bisa menemui mereka? Tidak akan...' Pikirku. Angin bertiup membawa dedaunan jatuh dan terbang, kututup mataku merasakan hembusan angin dikulitku dan mengoyangkan rambut kuningku. Secara sekilas aku melihat cahaya kuning berkedip masih saat kututup mataku, dan angin pun berhenti. Dengan cepat kubuka mata 'Apa itu tadi? genjutsu? Bukan, tidak bisa kalau mata tertutup...' Pikirku. Lalu cahaya itu berkedip lagi sekali dengan cepat dari arah pepohonan yang rindang, 'Ini nyata... Sebaiknya ku periksa.' Pikirku langsung berjalan kearah pepohonan di belakang batu lisan. Cahaya itu berkedip lagi, aku berlari sekuat tenaga dan kedipan terakhir, aku tidak melihat pohon dan tanah di depan hanya cahaya kuning yang menelan kesadaranku.

TO Be Continued...

Akhirnya update story pertama juga! Untuk cerita ini Author buat sifat Boruto mirip kayak Minato, maaf kalau kurang humor. Sampai jumpa di chapter berikutnya!

Review and perview

Please!