By: Xylia Park
BANGTAN BOYS PT.1
CHAPTER 1
.
"Good night, Boys"
Nyonya Bangtan berteriak seperti biasa dari bawah tangga. Setelah memastikan semua lampu sudah padam dan semua pintu sudah terkunci, dia masuk kedalam kamarnya.
"Fiuuh~ Akhirnya waktu tidur datang juga", katanya. Walaupun seorang Ibu, dia masih mampu melompat keatas tempat tidurnya. Nyonya Bangtan berbaring dengan nyaman dan langsung disambut dengan baik oleh otot-otot punggungnya yang kaku.
"Selamat tidur putra-putraku. Saranghae~", katanya sebelum dia mulai terlelap.
.
Sementara itu. Di lantai atas tempat dimana kamar putra-putra Nyonya Bangtan berada...
Beberapa diantara mereka memilih untuk cepat tidur. Bagi mereka tidak ada hal yang lebih menyenangkan selain tidur. Dan untuk si sulung, baginya tidur yang cukup akan membuat kulitnya ber-regenerasi dengan baik. Tapi ada beberapa diantara mereka yang masih terjaga dengan kegiatan mereka masing-masing.
.
Yoongi, putra ke-tiga dirumah sederhana itu, sedang asyik memandangi langit malam dari jendela kamarnya. Tidak ada yang lebih dia sukai dari pada ketenangan dimalam hari karena hal itu memberinya banyak inspirasi.
Dia memejamkan mata dan menajamkan indera pendengarannya untuk mendengarkan suara angin, atau suara jangkrik, dan juga suara berisik antara dua orang yang dia kenal dari jendela didekatnya.
Eh?
Dia membuka matanya dan menengok pada sumber suara derap kaki itu terdengar. Dia hanya diam melihat dua orang adiknya sedang berusaha merambat turun dari jendela kamar mereka dengan bantuan tangga kayu. Dua adiknya itu saling membantu satu sama lain sambil tertawa dengan suara tertahan.
Salah satu dari mereka menyadari keberadaan Yoongi dan melambaikan tangannya, menyebabkan debaran di dalam dada Yoongi. Dia adalah Hoseok. Adik 'kesayangan' Yoongi. Tidak ada yang bisa Yoongi lakukan selain mengangguk menurut saat Hoseok menyuruhnya menjaga rahasia dengan jari telunjuknya. Anak itu sudah banyak membantu Yoongi. Kini giliran Yoongi untuk membantu dengan menjaga rahasianya.
Hoseok tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya. Dia melakukan gerakan aku-akan-meneleponmu dengan jarinya dan memberi tambahan love sign besar di atas kepalanya sebelum dia ikut berlari meninggalkan rumah bersama teman sekamarnya.
.
"YA! Hoseok-ah, cepat!"
Hoseok berlari sekuat tenaga mengejar Namjoon, teman sekamarnya. Ya ampun. Anak itu cepat sekali larinya. Mentang-mentang sudah mengisi tenaga seharian, dia tidak mempedulikan Hoseok yang sudah mulai kelelahan.
Mereka berlari menjauhi rumah mereka menuju sebuah tempat yang tidak seharusnya mereka datangi. Seharusnya mereka sedang tidur dikamar mereka sekarang, mengingat besok mereka harus bangun pagi dan harus pergi sekolah. Mereka adalah murid senior sekolah menengah atas, seharusnya mereka fokus pada ujian yang akan datang.
Hidup seperti Namjoon memanglah impian semua anak sekolah, yang walaupun tidak belajar pasti bisa melalui ujian dengan mudah apalagi mendapat peringkat walaupun dia menghabiskan waktunya untuk tidur seharian.
Sebenarnya Hoseok tidak punya masalah dalam belajar. Dia cukup mengerti dan bisa mengikuti materi yang diajarkan di sekolah. Hoseok hanya selalu merasa khawatir dengan ujiannya. Dia tidak ingin mengecewakan ibunya jika dia tidak bisa lulus. Tapi, alasan dia menyelinap keluar rumah setiap malam juga demi mimpinya.
"YA! Hoseok-ah. Kau mau kemana?"
Hoseok menghentikan langkahnya saat dia sadar dia berjalan terlalu jauh. AH. Dia sibuk memikirkan ujiannya sampai dia lupa kemana sebenarnya tempat tujuan mereka.
Dia menyusul Namjoon yang sedang berdiri di sebuah tempat di mana mereka bisa menyalurkan bakat mereka dalam musik kegemaran mereka.
Sudah lama Hoseok dan Namjoon mengikuti komunitas rap underground . Mereka sering mengisi event dan mendapatkan uang untuk itu. Namun bukan untuk uang. Mereka melakukannya untuk mencari kepuasan dalam hidup. Bagi mereka, uang yang mereka hasilkan hanya bonus.
Tidak ada seorang pun dikeluarga mereka yang tahu selain mereka dan juga...
"OMO! Yoongi Hyung!". Hoseok memekik. Dia lupa, dia harus menelepon Yoongi karena jika tidak, maka kakaknya itu akan khawatir dan tidak bisa tidur semalaman. "Kau masuk saja duluan. Nanti aku menyusul", ucapnya pada Namjoon.
Dia segera menekan panggilan cepat nomor dua pada ponselnya dan dengan otomatis ponselnya langsung menelepon pada ponsel Yoongi.
"Ah, Hyung. Aku baru saja sampai. Kau segeralah tidur karena besok pagi-pagi sekali aku akan membangunkanmu. Mengerti?", Hoseok terkekeh saat mendengarkan suara gugup Yoongi. "Baiklah. Selamat tidur,Yoongi Hyung. Saranghae~". Dia menyimpan ponselnya sambil terkekeh lagi.
"Very cute"
.
.
Yoongi terbangun saat merasakan sesuatu yang berat terpental di atas tempat tidurnya. Dia menoleh kebelakang punggungnya dan mendapati Hoseok sedang berbaring di sebelahnya.
"Selamat pagi, Hyung~", sapa Hoseok dengan senyum di wajahnya yang lelah.
"Kau baru pulang?"
Hoseok mengangguk sambil memeluk bantal milik Yoongi dan memejamkan matanya. "Hyung, bangunkan aku satu jam lagi. Ingat! Satu jam saja!", katanya penuh tekanan pada kalimat terakhirnya sebelum terdengar suara dengkuran halus.
Yoongi terdiam. Dia memang sering memberi Hoseok waktu tiga puluh menit lebih lama untuk tidur karena tidak tega dengan adiknya yang hanya mendapatkan waktu tidur selama satu jam saja. Tapi Hoseok selalu ingin bangun lebih dulu dari Ibu mereka. Namjoon tidak bisa diandalkan, makanya Hoseok selalu masuk kekamarnya melalui jendela, membangunkan Yoongi untuk berjaga dan membangunkan Hoseok satu jam kemudian.
Tangan Yoongi terulur untuk membetulkan posisi tangan Hoseok, namun dia malah mendapatkan tubuh Hoseok yang terasa hangat. Dia beralih menyentuh kepala sang adik dan terasa semakin panas disana. Jangan bilang adiknya itu sedang sakit? Buru-buru Yoongi menutupi tubuh Hoseok dengan selimutnya agar tidak kedinginan. Kasihan sekali Hoseok.
.
Nyonya Bangtan tersentak kaget saat mendengar alarmnya berbunyi. Hal pertama yang dia ucapkan adalah, "Kenapa pagi cepat sekali datang?".
Bukannya tidak bersyukur masih bisa bangun lagi. Hanya saja waktu terasa begitu cepat berlalu. Rasanya dia belum puas merasakan alam mimpi. Dia segera bangun dan duduk di tepian kasur untuk meregangkan otot-otot punggungnnya yang tetap terasa kaku walaupun sudah tidur. Dia menggaruk kepalanya sebentar sebelum akhirnya dia siap untuk melewati hari-harinya yang melelahkan.
.
Suara musik terdengar menemani Seokjin yang baru saja selesai melakukan ritual mandi paginya. Seokjin memakai masker pada wajahnya. Sambil bersenandung kecil mengikuti musik, Seokjin memilih-milih pakaian apa yang hendak dipakainya hari ini. Dia harus nampak stylish dan mempesona di setiap situasi.
"Ah!", Seokjin akhirnya mendapatkan pakaiannya dan segera memakainya. Setelah itu dia berdiri di depan cermin untuk melakukan ritual selanjutnya, yaitu memakai krim perawatan untuk wajahnya.
"Seokjin"
"Astaga!", dia hampir saja menjatuhkan botol serumnya karena terkejut. Seokjin menoleh pada siapa yang datang mengagetkannya itu. "Ibu. Kenapa kau selalu mengagetkanku?!", protesnya. Ibunya itu justru tertawa mendengarnya.
"Ibu kira kau belum bangun", jawab Ibunya. Seokjin hanya memutar bola matanya malas.
"Ibu, sudah berapa kali aku bilang..", dia menatap ibunya dari cermin besarnya.
"Bangun pagi adalah rahasia ketampananku", lanjutnya yang diikuti oleh ibunya dengan akurat.
Ibunya tertawa. "Baiklah. Segera lah turun", kata ibunya sebelum pergi dan menutup pintu kamarnya.
.
Seseorang memberinya sebuah ciuman di pipi. Wanita itu tersenyum saat menyadari siapa pelakukan.
"Selamat pagi, Ibu~", sapa Hoseok dengan senyum penyemangatnya. Nyonya Bangtan tidak bisa untuk tidak ikut tersenyum melihatnya.
"Selamat pagi", balasnya. Dia menatap sekilas pada pintu dibelakang Hoseok. "Apa Yoongi sudah bangun?", tambahnya.
Hoseok mengangguk gugup dan Nyonya Bangtan menyadari kegugupannya itu. Namun dia tidak ingin membahasnya. "Apa tidurmu nyenyak?", dia memutuskan untuk menanyakan itu saat melihat mata lelah Hoseok.
"tentu saja. Aku bahkan bermimpi indah", jawabnya sambil tersenyum.
"Sungguh?", Nyonya Bangtan bertanya lagi dengan tatapan antara khawatir dan tidak percaya. Dia bisa melihat dengan jelas setitik keringat kegugupan pada dahi Hoseok.
"tentu saja! Ah, Ibu. Kita harus segera bangunkan Namjoon", Putranya itu mengalihkan pembicaraan dan pergi meninggalkan Nyonya Bangtan dengan senyuman gugupnya.
.
Hoseok segera menutup pintu kamarnya. Ibunya menginterogasi seperti detektif saja. Hoseok sampai gugup dibuatnya. "Fiuuh~", dia menghela nafas lega saat akhirnya dia berhasil kabur.
Sambil menguap dia berjalan mendekati saudaranya yang sedang tertidur tengkurap dengan pakaian lengkapnya semalam, bahkan sepatu pun masih dipakainya. Hoseok buru-buru melepaskan sepasang sepatu itu dari kakinya sebelum ketahuan Ibu mereka.
"YA! Cepat bangun", Hoseok melompat keatas Namjoon dan menindih punggung saudaranya itu.
"Hoseok bodoh. Cepat minggir!"
Hoseok tertawa senang. Dia segera turun saat namja itu menyahut dengan suara keras. Hoseok kira Namjoon sudah bangun. Namun ternyata dia salah. Namjoon kembali mendengkur dalam tidurnya.
"Aish! Memang susah membangunkan monser tidur"
.
Nyonya Bangtan masuk kedalam kamar Jimin dan Taehyung. Kepalanya langsung terasa akan pecah saat melihat keadaan kamar mereka yang porak-poranda. Pakaian bertebaran dimana-mana. Padahal Nyonya Bangtan sudah menyediakan tempat untuk menyimpan pakaian bekas pakai mereka.
Sambil memanggil nama keduanya untuk segera bangun, dia memunguti pakaian-pakaian yang berserakan dilantai itu. Tak sengaja dia menemukan sebuah kertas lembar test milik Taehyung. Matanya membulat tidak percaya. Putranya itu mendapatkan nilai 5 dalam test matematikanya.
Tak jauh dari tempatnya, Nyonya Bangtan juga menemukan selembar kertas ujian yang tertutup oleh pakaian di lantai. Dia menariknya dan melihat kertas test itu adalah milik Jimin, dan sama terkejutnya dia saat melihat Jimin mendapat nilai 15 dalam test matematikanya.
Dia menatap tidak percaya dengan kedua Putranya yang masih asyik terlelap itu dan memijit keningnya.
.
.
Setelah memastikan semua Putranya sudah bangun dan bersiap, Nyonya Bangtan segera turun ke dapurnya dan menggantikan Hoseok untuk menyiapkan sarapan. Hoseok juga harus sekolah seperti yang lainnya, jadi dia harus bersiap juga.
Satu persatu putranya akhirnya muncul. Mereka langsung duduk dikursi mereka masing-masing. Terdengar suara ribut dari Jimin dan Taehyung yang sedang bercanda di meja makan dan suara Seokjin yang terganggu dengan keberadaan mereka. Dia hanya bisa menggeleng sambil menyelesaikan memanggang roti yang terakhir.
Saat dia meletakkan roti-rotinya diatas meja, putranya yang bernama Yoongi datang bergabung dimeja makan. Dia sunyi seperti biasa. Mengambil duduk paling ujung dengan mulut terkunci rapat.
"Aish! Kenapa orang aneh ini duduk disampingku!", kata Taehyung yang ternyata duduk tepat disebelah Yoongi mengeluh. Nyonya Bangtan hendak menegurnya namun Hoseok mendahuluinya.
"Jaga mulutmu, adik kecil!", katanya sambil memukul kepala adiknya. "lagi pula siapa yang menyuruhmu duduk di kursiku?", tanyanya. Dia memakai sorotan matanya untuk menyuruh Taehyung pindah ke kursi yang lain.
Hoseok mengawasi adiknya itu hingga duduk di kursi yang jauh darinya lalu dia duduk dikursinya dengan senyuman manis. "Selamat pagi, Yoongi Hyung~~", dia menyapa pada Yoongi yang pendiam. "Hyung, kau mau sarapan apa? Roti atau sereal?"
Nyonya Bangtan mengawasi Hoseok yang sedang menuangkan susu pada mangkuk sereal Yoongi. Dia bisa melihat senyuman tipis di bibir Yoongi saat Hoseok membuat lelucon untuknya. Itu adalah moment kehangatan keluarga yang Nyonya Bangtan impikan. Bukan seperti putra-putranya yang sibuk dengan ponsel mereka atau bicara sendiri-sendiri.
"Seokjin. Simpan ponselmu atau Ibu akan menyitanya untuk satu minggu", kata Ibunya saat melihat Seokjin mulai mengambil gambar mangkuk berisi saladnya. Menu makanannya memang selalu berbeda dengan yang lainnya. Dia bilang sih, dia sedang menjalani program diet.
Sambil berdecak tidak suka, Seokjin menyimpan ponselnya kedalam celananya.
"Selamat pagi~"
Taehyung dan Jimin langsung berhenti bicara saat adik bungsu mereka yang bercahaya itu datang.
Jungkook memeluk ibunya sebentar lalu dengan santai duduk diantara Jimin dan Taehyung. "Selamat pagi, uri Jungkook-ie~", mereka berdua menyambut dengan hangat secara bersamaan. Mata mereka tidak pernah terlepas dari sosok manis itu.
"Stay away, Dumb and Dumber", kata Jungkook dengan malas sedangkan kedua kakaknya itu malah tersenyum seperti orang bodoh meskipun Jungkook mengatai mereka. Mereka tetap tersenyum menatapi adiknya itu.
Sedangkan Hoseok mulai heboh menyanyikan lagu dengan banyak kata 'dumb' untuk mengejek keduanya namun dia berhenti saat menyadari Namjoon sedang tertidur diatas roti panggangnya dan dengan cepat dia membangunkan Namjoon.
Nyonya Bangtan hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan putra-putranya itu.
.
Sesuai harapan, sarapan pagi mereka berlangssung dengan cepat. Putra-Putranya sudah pergi menuju sekolah mereka masing-masing. Sekarang gilirannya untuk bersiap diri sebelum berangkat menuju toko keramik miliknya.
Wanita cantik itu baru saja hendak menutup pintu rumahnya saat seorang pengantar surat datang kerumah mereka dan akan memasukkan setumpuk surat kedalam kotak surat mereka.
"Sebentar", kata Nyonya Bangtan. Dia mendekati tukang pos itu. "Biar langsung aku terima", tambahnya dengan senyum ramah. Dia segera membawa setumpuk surat itu masuk kerumahnya setelah dia menerimanya.
Sambil berjalan dia memeriksa satu per satu surat, kalau-kalau ada surat yang diujukan untuk dirinya. Namun sebagian besar adalah surat dari penggemar Jungkook, dengan beraneka ragam warna dan wangi yang berbeda-beda. Dan juga sebuah surat dengan tampilan yang lebih resmi. Alisnya berkerut saat membaca dari mana dan untuk siapa surat itu ditujukan.
.
Namjoon berdiri di depan pintu kelasnya. "Aish! Kembali kedalam kelas membosankan ini". Sebenanya dia malas sekali untuk masuk kedalam sana. Dia hanya tidur selama dua jam pagi ini. Mendengarkan suara gurunya berbicara membuat matanya yang mengantuk semakin mengantuk saja.
Dia menggeleng pelan dan memutuskan untuk tidur di atap sekolahnya saja. Dia butuh energi untuk event malam ini.
Namjoon berjalan dan tidak sengaja bertemu dengan wali kelasnya yang hendak menuju kelasnya. "Kau mau kemana?", tanya wali kelasnya.
"Atap", jawab Namjoon seadanya.
Wali kelasnya itu menatapnya dengan tatapan bosan. "Sudah berapa kali aku bilang. Siswa dilarang meninggalkan kelas saat jam pelajaran berlangsung".
Namjoon diam mendengarkan ucapan guru wanita itu sambil sesekali menguap karena kantuknya.
"Aku tidak tahu apa yang kau lakukan di luar sekolah. Tapi kau tidak bisa mengabaikan sekolahmu begitu saja. Kau sudah siswa senior dan akan segera menghadapi ujian"
Namjoon mengangguk merngerti. "tapi aku tidak bisa belajar jika sedang mengantuk. Maafkan aku, sonsaengnim", katanya sambil membungkuk hormat dan tanpa mau menunggu lebih lama, dia berjalan menuju arah tujuannya. Atap.
Dia berjalan melewati ruang guru, saat itulah matanya tidak sengaja menangkap sosok Hoseok yang sedang menghadap pada wali kelas adik-adik mereka.
.
"Tapi, Hoseok-ah. Ibumu harus tahu, tentang ini"
"Aku mohon jangan beritahu Ibu. Aku minta maaf atas kelakuan adik-adikku. Akan kupastikan mereka datang kesekolah besok pagi", kata Hoseok sambil membungkuk berkali-kali.
Ini sudah yang kesekian kalinya Hoseok dipanggil wali kelas Jimin dan Taehyung yang terus menerus tidak hadir dikelas mereka. Lama-lama Hoseok bisa gila jika mengurus dua orang anak itu. Dia tidak bisa memberitahu ibunya tentang ini karena Ibunya sudah terlalu banyak memikul beban mereka.
Lagi dan lagi, Hoseok harus memohon pada gurunya agar tidak melapor pada Ibunya. Dia memandangi dengan tatapan penuh harap pada gurunya itu. "Baiklah. Kau kembali kekelasmu", kata guru itu.
"Baik, sonsaenngnim", Hoseok membungkuk memberi hormat dan hendak pergi, namun guru itu memanggilnya lagi. "Ya?", tanya Hoseok.
"Ujian sudah hampir dekat. Fokuskan juga pikiranmu pada ujianmu", katanya. Hoseok hanya diam lalu memberi hormat sekali lagi dan segera meninggalkan ruang guru dengan pikiran yang kacau.
.
Namjoon mengintip dari tempat persembunyiannya. Dia mendengar semua percakapan mereka dan segera sembunyi saat Hoseok berjalan keluar dari ruang guru.
Namjoon lupa, saudaranya yang satu itu tidak akan membiarkan Ibu mereka memikul beban seorang diri. Tidak ada guru yang pernah memanggil Namjoon untuk melaporkan kenakalan adik-adik mereka. Semua guru memanggil Hoseok dan membuat dia memikul beban sendirian.
Kini Namjoon merasa dirinya tidak berguna untuk saudara-saudaranya yang lain. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya rumah mereka jika sehari saja Hoseok berpaling. Namjoon akhirnya sadar jika peran Hoseok sangat penting dalam kehidupan mereka.
Hoseok tidak bisa memikul semuanya sendiri. Bisa-bisa dia depresi karena terlalu banyak masalah. Namjoon diam sebentar, mempertimbangkan sesuatu sebelum akhrinya dia memutuskan untuk kembali kekelasnya.
.
.
Setelah sekolah usai, Namjoon segera pulang kerumahnya yang masih sepi. Ibunya masih bekerja dan saudara-saudaranya yang lain masih belum pulang entah kenapa. Sedangkan Hoseok masih mengikuti kelas tambahan disekolah. Saat-saat seperti ini sangat membantunya unuk menenangkan pikiran didalam kamarnya.
Dia melepas sepatunya lalu duduk diatas meja belajarnya. Dia mengeluarkan ponsel dan sebuah buku catatan miliknya. Dia memakai earphonenya dan memutar sebuah rekaman didalam ponselnya.
Dia membuka buku catatannya dan pena ditangan kanannya. Dia siap untuk mencatat semua penjelasan gurunya yang sudah dia rekam dengan ponsel saat dia tidur dikelas. Namjoon mencatat hal-hal yang penting saja karena dia akan mengerjakan soal-soal latihan yang ada didalam bukunya.
Mereka semua mengira Namjoon mendapatkan peringkat satu karena otaknya genius. Itu tidak benar, karena otak genius akan tumpul jika tidak diasah. Namjoon tidak suka belajar didepan banyak orang. Dia lebih suka belajar seorang diri didalam kamarnya saat rumahnya sepi.
Dia tidak suka berangkat kesekolah karena baginya sekolah hanya menghabis-habiskan biaya saja. Sedangkan saat mereka dewasa nanti, tidak semua mata pelajaran akan terpakai. Hanya saja Namjoon masih dibawah umur dan sekolah adalah kewajiban mereka.
.
.
Seperti biasa, meja makan mereka tidak akan pernah tenang. Selalu saja ada yang diributkan oleh Putra-Putra Nyonya Bangtan. Dari hal yang tidak penting sampai yang berlebihan. Nyonya bangtan hanya bisa diam dikursinya sambil mendengar ucapan mereka dan sesekali menegur jika Jimin dan Taehyung mengatakan kata-kata yang buruk.
"Ada surat untukmu, pagi ini", kata Nyonya Bangtan sambil menyerahkan setumpuk surat yang dipegangnya sejak tadi, kepada Jungkook. Putra Bungsunya itu menerimanya dengan wajah biasa, melihatnya sekilas lalu meletakkannya di samping mangkuk nasinya.
"Kau tidak ingin membaca surat-suratnya?", tanya Jimin yang duduk di samping Jungkook. Jungkook menggeleng karena terlalu sibuk memakan supnya.
"Boleh aku yang baca?", tanya Taehyung yang juga duduk disamping Jungkook. Dengan satu anggukan dari Jungkook, semua orang yang duduk dimeja itu mengambil satu surat untuk dibaca masing-masing. Kecuali Hoseok, dia mengambil dua untuk berbagi bersama Yoongi(tentunya) dan Seokjin yang nampak tidak tertarik dengan surat-surat itu.
"EWH! Gadis ini benar-benar berlebihan. Dia ingin kau menjadi pacarnya!", ucap Taehyung. "Dia bahkan menyemprotkan parfum pada surat ini!", kat Taehyung sambil melipat kembali surat berwarna ungu itu. "Tidak bisa. Jungkook hanya milikku", tambahnya sambil mengambil surat yang lain untuk dibacanya.
"Tidak. Jungkook hanya milikku", sahut Jimin. Dengan santai dia mengambil surat yang lain.
"Dia bahkan tidak pernah memperhatikanmu. Jangan mimpi", balas taehyung.
"YA! Jangan memancingku, Tae-Tae. Memangnya dia pernah memperhatikanmu?", balas Jimin. Perdebatan mereka semakin serius. Mereka bahkan membawa-bawa masalah siapa yang menyuapi Jungkook saat masih kecil dan siapa yang menggendong Jungkook saat dia menangis. Dan juga siapa yang mengganti popoknya.
"Diam, kalian berdua!". Nyonya Bangtan memukul meja. Jika tidak begitu maka keduanya akan semakin liar berebut sampai pagi. "Ibu yang mengganti popok Jungkook!", katanya. Dia memandangi kedua anaknya itu. Sampai kapan mereka akan merebutkan adik mereka sendiri?
"Dengar. Sampai kapan pun, Jungkook hanya milik Ibu! Benar kan, Kookie?", katanya tidak mau kalah. Mereka berdua diam saat Jungkook mengangguk dan tersenyum cerah menyetujui perkataan Ibunya. Yang terdengar hanya gelak tawa dari Hoseok yang mengejek mereka berdua.
"Lagi pula, aku hanya suka pada seseorang yang mempunyai rangking tinggi. Kalian kan dumb and dumber. Selama kalian tidak se-genius Namjoon Hyung, jangan harap perhatian dariku", kata Jungkook. Kedua kakaknya itu langsung menatap pada Namjoon yang sedang asyik dengan makan malamnya.
Namjoon hanya memberi tatapan 'apa-yang-kalian-lihat-?' pada kedua adiknya itu. Dan keduanya langsung mendengus tidak suka.
"Bocah sombong"
Jongkook mendengar ucapan itu, "Kenapa, Hyung? Sepertinnya kau selalu cemburu padaku", kata Jungkook dengan wajah angkuhnya.
Seokjin mendengus tidak percaya dan meledak marah. "Dasar bocah si-"
"Seokjin", Nyonya Bangtan menegur sebelum Seokjin mengatakan hal buruk kepada Jungkook. "tolong tutup mulut kalian dan selesaikan makan malam ini dengan cepat", kata Nyonya bangtan.
.
Nyonya Bangtan bersyukur makan malam cepat selesai. Sekarang rumah ini kembali tenang. Ketujuh putra-putranya sudah masuk ke kamar mereka masing-masing. Nyonya Bangtan berniat untuk mengunjungi salah satunya. Kamar diujung lorong. Kamar yang disebut-sebut penuh dengan misteri dan sihir hitam(Aish! Omong kosong!). Kini dia tahu kebenarannya. Sambil tersenyum dia mengetuk pintu itu dan langsung dibuka sedikit oleh pemiliknya tanpa bertanya siapa yang datang berkunjung.
Namja berambut mint itu mengintip dari bali pintunya. "Ibu?!". Dia terkejut melihat Ibunya berdiri didepan pintunya sekarang.
"Yoongi-ah. Boleh ibu masuk?"
Wajah Yoongi semakin terkejut saat mendengar pertanyaan itu. Dengan gugup dia menjawab, "t-t-tentu saja. Sebentar", katanya sambil hendak menutup pintu kamarnya lagi.
Namun Nyonya Bangtan tidak akan membiarkan itu terjadi. Dia tidak ingin memberi Yoongi kesempatan untik memnyembunyikan rahasianya. Karena itu dia menyelipkan satu kakinya untuk menahan pintu itu agar tidak tertutup-Yoongi tidak akan tega menjepit kaki ibunya sendiri dengan pintu, kan?
"Tidak. Ibu mau masuk sekarang"
"T-tapi, I-ibu"
Nyonya Bangtan tidak mau mendengarkan. Dia mendorong pintu itu dengan kuat hingga putranya mudur beberapa langkah menjauhi pintu. Dia tertawa, menggoda Yoongi yang semakin gelagapan untuk menerima kedatangannya masuk kedalam kamar penuh rahasia itu.
Yoongi segera berlari kearah meja belajarnya untuk menutupi sesuatu namun Nyonya Bangtan dengan cepat menjauhkan Yoongi dari mejanya.
"Coba ibu lihat dulu apa yang ada di dalam laptopmu...", katanya seraya duduk di kursi belajar Yoongi. "...Video porno?", tambahnya. Di memainkan jarinya di atas laptop itu dan melihat-lihat isinya. Sesekali dia melirik Yoongi yang nampak panik dan berkeringat. Nyonya Bangtan tidak bisa menahan tawa gemasnya. Dia mengalah dan menjauhkan wajahnya dari layar laptop itu dan beralih menatap putranya.
Sekarang dia tahu alasan kenapa Yoongi memiliki mata minus dan mengharuskannya memakai kacamata bulat itu.
.
"Baiklah. Lupakan laptopnya", kata Ibunya. Bukannya lega, Yoongi semakin panik dan berkeringat karena ibunya tidak juga berhenti menatap kepadanya. "Jadi.. Sudah sampai mana novel terbarumu, Tuan Agus. D?".
Yoongi mencelos. Dia menatap Ibunya dengan tatapan seolah-olah sedang berhadapan dengan malaikat pencabut nyawa. "I-ibu..."
"Jadi itu namamu sekarang, ya? Agus. D". Ibunya mulai bicara sendiri dan menebak-nebak arti dibalik nama penanya itu.
"Ibu..."
"Kenapa kau merahasiakan semua ini dari ibumu, huh?"
"Ibu..."
Ibunya tertawa dan menghapirinya. Ibunya merengkuh dan memeluknya dengan erat. Sudah lama Yoongi tidak merasakan pelukan Ibunya. Hal itu membuatnya meneteskan air mata. Dia merasa rindu sekali pada Ibunya.
"Yaa~ Kenapa kau menagis, um?", Ibunya mengusap air matanya dengan halus. Dia bisa apa selain menggeleng dan semakin meneteskan air matanya. "Kemarilah". Ibunya mengajaknya duduk diatas tempat tidur Yoongi.
"Sudah jangan menangis. Maafkan Ibu", Ibunya mencubit pelan pipi Yoongi seolah Yoongi adalah bocah berusia lima tahun yang hilang di terminal bus. "Ibu kemari hanya mau memberikan ini", lanjutnya sambil menyerahkan sebuah surat dengan amplop putih dan kop resmi dari penerbit. Sebuah surat undangan pertemuan untuk project novel kolaborasi.
"Ya~ Ibu tidak menyangka ternyata kau penulis terkenal". Ibunya mulai heboh. Dia mulai bercerita kisah hidup Yoongi mulai saat Yoongi kecil hingga Ibunya menerima surat itu tanpa sepengetahuan Yoongi. Wajahnya penuh dengan aura kebahagian. Ibunya itu mengusap rambutnya berkali-kali malam ini. Hal itu membuat Yoongi bahagia dan semakin bersemangat untuk menulis.
Yoongi mulai menulis saat dia masih sekolah menengah atas. Saat itu dia sering ditolak oleh banyak penerbit karena cerita yang dia buat masih kurang menarik minat pembaca. Dia tidak pernah menyerah dan terus berusaha mengembangkan imajinasinya.
Hoseok adalah orang pertama yang memergoki Yoongi yang sedang mengerjakan project novelnya. Dia menjaga rahasia Yoongi dengan baik dan Yoongi selalu mentraktirnya makan siang saat mendapatkan uang dari hasil tulisannya. Sepertinya sebentar lagi Yoongi juga harus mengajak ibunya makan siang bersama.
"Apapun yang kau kerjakan, selama itu hal yang menjadi keinginanmu dan tentu saja harus hal yang baik. Ibu akan selalu mendukungmu. Jangan ragu untuk meminta bantuan Ibu. Kau kan anak Ibu", kata Ibunya panjang lebar.
Yoongi hanya diam. Dia memikirkan sesuatu didalam otaknya. "Ibu.. boleh aku minta sesuatu?".
"Tentu. Kau mau apa?"
"Bisakah ibu merahasiakan ini dari siapapun? Uhm-maksudku, aku tidak ingin ada yang tahu nama asliku. Itu akan menyulitkanku. Aku tidak pernah memberitahu pembaca tentang diriku. Jadi..."
"Ah, tentu saja. Apapun untukmu", kata Ibunya. Yoongi tersenyum, begitu pula ibunya. Mereka terdiam beberapa saat sebelum Ibunya berdiri. "baiklah. Lanjutkan pekerjaanmu. Tapi jangan tidur terlalu malam. Kau harus jaga kesehatanmu". Yoongi tersenyum saat ibunya mengacak pelan rambutnya.
"Ibu akan tutup jendelanya. Udara sangat dingin", kata Ibunya seraya berjalan mendekati jendela.
Yoongi membulatkan mata mendengarnya. Apalagi saat melihat jam dindingnya sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan itu waktunya Hoseok dan Namjoon menyelinap.
"t-tidak. Jangan Ibu-", Yoongi segera berlari mendahului ibunya dan berdiri menutupi jendela dengan punggungnya.
"Kenapa?"
"A-aku..", pupil Yoongi bergerak-gerak. Dia sedang memikirkan sebuah kata untuk menjawab ibunya "Aku...tidak bisa konsentrasi jika tidak ada udara masuk", jawab Yoongi asal. Untung saja ibunya percaya.
"Penulis memang punya hal unik untuk mendapatkan konsentrasi mereka", kata Ibunya sambil tertawa. Namun tawa itu menghilang perlahan saat matanya tidak lepas dari pemandangan diluar jendela kamar Yoongi.
"Bukankah itu Hoseok?", kata Ibunya. Yoonngi meringis mendengarnya. "itu Hoseok dan Namjoon, kan?", Ibunya bertanya langsung kepadanya. Apa daya, Yoongi tidak mungkin menyangkal. Sudah jelas kedua anak yang berlari di luar itu adalah Hoseok dan Namjoon.
"Maafkan aku, Hoseok-ah"
.
"Ibu, biar aku saja yang masuk. Ibu tunggu saja disini"
Nyonya Bangtan menepis tangan Yoongi dibahunya. "Tidak. Ibu akan masuk kedalam". Dia berjalan mendahului Yoongi memasuki tempat yang didatangi oleh dua orang putranya yang menyelinap dari rumah. Dia ingin tahu apa yang sekiranya mereka lakukan ditempat ramai itu. Apakah berpesta?
Dia kecewa. Terutama saat dia tahu Hoseok, putra yang paling dia andalkan, juga ada didalam tempat penuh asap rokok dan gemerlap itu.
"Ibu. Ibu, dengarkan aku dulu"
Yoongi berulang kali mencoba mencegahnya datang kesana. Namun Nyonya Bangtan tidak ingin mendengarkannya sekarang. Pikirannya sedang kacau, antara kecewa dan khawatir. Dia bahkan tidak peduli saat semua mata menatapnya heran sejak langkah pertama memasuki tempat itu. Dia tahu, dia hanya pakai gaun tidur dan cardigan saja. Tapi dia tidak peduli, yang dia inginkan hanyalah menyaksikan sendiri apa yang sedang kedua anaknya itu perbuat. Jadi ini lah kenapa alasan Namjoon sulit sekali dibangunkan dan alasan kenapa Hoseok punya lingkar hitam dibawah matanya.
"Ibu, aku mohon!"
Yoongi menahan tangannya dengan kuat. Wajahnya sangat berbeda dari biasanya. Dia sangat berani menatap Nyonya Bangtan sekarang. "Sejak kapan mereka datang kesini?", tanya Nyonya Bangtan.
"Kau menyembunyikan semuanya dari Ibu, Yoongi", katanya sekali lagi dan wajah Yoongi langsung berubah penuh permohonan.
"Ibu dengarkan aku-", bertepatan dengan itu, suara dengung sound system terdengar dengan nyaring. Disusul oleh suara Hoseok yang menyapa para tamu disana.
Nyonya Bangtan tidak ingin tinggal diam dan ingin segera menghampiri. Namun Yoongi memaksanya. "Ibu, jangan sekarang. Aku mohon", katanya penuh harap.
"Aku mohon"
Nyonya Bangtan diam. Dia hanya menurut saat Yoongi mengajaknya duduk disalah satu kursi pengunjung. Yoongi ingin menunjukkan apa yang adik-adiknya lakukan di atas panggung kecil itu.
Musik terdengar, setelah itu suara Hoseok dan Namjoon bersahut-sahutan. Menceritakan kisah mereka dengan nada, memberikan semangat dan motivasi untuk semua yang ada disana, termasuk dirinya sendiri. Dan saat itu air mata Nyonya Bangtan menetes.
.
Tepuk tangan terdengar. Hoseok menyukainya. Perasaan saat mendapatkan tepuk tangan atas apa yang sudah dia lakukan. Dia merasa bangga. Begitu pula Namjoon. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya apa lagi saat semua yang hadir meminta satu pertunjukan ulang.
Hoseok mengedarkan pandangan, melihat satu persatu wajah puas para penontonnya. Tak sengaja dia melihat seseorang yang dia kenal dan itu membuatnya semakin senang.
"Yoongi Hyung!", seru Hoseok melalui microphone-nya. Kakak kesayangannya datang menyaksikan pertunjukannya. Hoseok sangat senang sekali. Namun tidak seperti dirinya, kakaknya itu menunjukkan wajah penyesalan. "Ada apa?", tanya Hoseok dengan nafas tersengal. Masih melalui microphone-nya.
Kakaknya hanya menunduk dan menoleh ke belakang punggungnya. Hoseok mengikuti arah pandang kakaknya itu dan terkejut setengah mati hingga menjatuhkan microphone-nya dilantai panggung, membuat suarang dengung yang keras.
"I-Ibu..."
Hoseok seperti berada di ujung tebing kematiannya saat melihat sosok ibunya yang sedang berdiri menonton dirinya dari ujung sana. Ibunya hanya diam menatapinya dengan ekpresi yang tidak bisa dibacanya. Cahaya mata Ibunya tidak se-ramah biasanya. Hoseok merasa takut dan sedih melihatnya. Ibunya tidak mengatakan apapun namun dia berjalan meninggalkan tempatnya.
"Ibu!", Hoseok melompat turun dari panggung dan hendak mengejar Ibunya untuk memberikan penjelasan. Namun Yoongi menghalanginya.
"Biar aku saja", katanya. "Maafkan aku, Hoseok-ah", tambahnya sebelum dia pergi mengejar Ibu mereka.
Hoseok hampir terjatuh dari tempatnya berdiri jika saja Namjoon tidak memeganginya. Tubuhnya terasa lemas tiba-tiba. Kepalanya berkunang-kunang seperti akan pingsan.
"Ibu.."
.
Seokjin duduk seorang diri di meja makan dengan setumpuk surat penggemar milik Jungkook. Dia baru selesai membaca semuanya. Surat berisi penuh sanjungan dan juga rasa cinta mereka pada Jungkook yang sebenarnya hanyalah anak sekolah menengah biasa yang kebetulan memiliki wajah tampan, pandai, mempunya kemampuan menyanyi dan menari, dan juga hebat dalam bidang olah raga. Dia sempurna.
Seokjin mengerang kesal lalu menelungkup di atas meja. Sekarang dia mengerti jika rasa bencinya pada Jungkook hanya karena iri. Seokjin tidak punya semua itu selain wajah yang tampan. Jika Jungkook mengikuti audisi pastilah dia akan langsung diterima pada kesempatan pertama. Tidak seperti Seokjin yang selalu gagal sehingga harus mengikuti audisi berkali-kali.
"Atau aku harus cari cita-cita lain saja, ya?", dia bergumam sendiri. Lalu mengacak-acak rambutnya karena bingung karena obsesinya sendiri.
Tiba-tiba dia mendengar suara pintu rumahnya terbuka tiba-tiba. Awalnya dia kira akan ada perampok yang masuk. Namun ternyata ibunya sendiri yang berjalan tergesa-gesa menuju kamarnya. Disusul oleh adiknya, Yoongi yang terus menerus memanggil ibunya. Seokjin melihat jam dinding yang menunjukkan pukul satu dini hari. Dia kira semua orang sudah tidur. Dari mana Ibu dan adiknya itu pergi pada jam seperti ini?
Seokjin diam memandangi Yoongi yang sedang mengetuk pintu kamar dan memanggil-manggil Ibunya. Ini pertamanya Seokjin melihat Yoongi mengeluarkan suara penuh tenaga seperti itu. Apa yang terjadi diantara mereka?
Seokjin penasaran dan mengahampiri Yoongi. Anak bersurai hijau itu nampak frustasi didepan pintu kamar ibunya. Saat dia berbalik, dia terkeejut melihat Seojin. Begitu pula Seokjin yang terkejut melihat Yoongi terkejut.
"H-Hyung. Kau belum tidur?"
Ada perasaan aneh saat panggilan 'Hyung' diucapkan oleh Yoongi padanya. Sepertinya sudah lama Seokjin tidak mendengar Yoongi memanggilnya 'Hyung'. Dia selalu diam saat mereka bersama.
Seokjin mengangguk. "Apa yang terjadi?".
Yoongi menggeleng pelan. "Tidak ada apa-apa", katanya. Kemudian melangkah pergi meninggalkan Seokjin.
.
.
Keesokan harinya, sarapan pagi berjalan seperti biasa. Ramai dan tidak akan pernah tenang jika disana masih ada Jimin dan Taehyung. Mereka tidak henti-hentinya merebutkan perhatian adik bungsu mereka dan membuat Seokjin pusing.
"Bisa tidak kalian diam?!", dia mengerang kesal pada adik-adiknya dan dibalas dengan desisan tidak suka dari keduanya. Dia memijit keningnya sambil mencuri pandang pada ke-empat orang yang duduk dihadapan mereka.
Ibunya, Yoongi, Hoseok dan Namjoon. Mereka semua sunyi sejak pagi dan sibuk dengan pikiran mereka sendiri. Yoongi mungkin memang selalu diam saat berkumpul, tapi sejak melihatnya tadi malam Seokjin jadi merasa aneh dengan diamnya. Hoseok dan Ibunya biasanya juga ikut ribut, tapi kini mereka menunduk dan memakan sarapan mereka dengan tekun. Namjoon bahkan tidak tertidur hari ini. Seokjin rasa ada sesuatu yang trejadi diantara mereka berempat.
"AH! Menyebalkan!", Seokjin memukul mejanya. "Aku mau langsung bernagkat", tambahnya. Dia berdiri dan menatap keempat orang itu dengan kesal sebelum dia meninggalkan meja makan. Dia tidak ingin memikirkannya.
.
.
Hoseok berjalan perlahan memasuki sekolahnya. Tubuhnya terasa lemas. Di tidak bersemangat untuk pergi kesekolah, tapi dia harus. Dia tidak bisa meninggalakn pelajarannya. Dia harus belajar untuk ujiannya. Tapi pikirannya kali ini sedang melayang memikirkan Ibunya yang sejak tadi tidak memberinya senyuman.
Hoseok merasa sedih. Apa itu berarti Ibunya marah besar padanya? Sejak pagi ibunya hanya diam. Setelah selesai menghabiskan sarapannya, Ibunya langsung masuk kedalam kamarnya. Tidak sekali pun Ibunya menatap matanya. Hal itu membuat Hoseok sedikit tertekan.
"YA! Lepaskan aku!"
Seseorang menabrak Hoseok dari belakang dan melewatinya. Bukankah itu Jimin dan Taehyung? Kenapa Namjoon menyeret mereka seperti itu?
"Astaga! Aku lupa!", Hoseok memekik sambil menepuk keningnya. Dia lupa akan janjinya untuk membawa adik-adiknya datang kesekolah hari ini. Dia berlali mengejar ketiga saudaranya itu.
"YA! Hosiki, lepaskan aku!", kata Taehyung yang menyadari keberadaannya. Taehyung mengulurkan tangan minta dilepaskan, tapi Hoseok hanya mencibir dan memukul kepala adiknya itu.
"Tidak", katanya. "Dan panggil aku 'Hyung', dasar tidak sopan!", tambahnya lagi. Hoseok membantu Namjoon membawa kedua adiknya itu ke ruang guru untuk menemui wali kelas mereka. Tidak peduli mereka berteriak dan meronta hingga membuat mereka berempat menjadi tontonan. Apapun akan Hoseok lakukan asal adiknya itu tidak membuat ulah lagi.
Namjoon melempar kedua adiknya itu tepat kehadapan wali kelas mereka membuat guru itu terkejut ditepat duduknya. "Kami mendapatkan mereka, Ssaem", kata Namjoon.
.
"Pantas kau menolak pergi bersama"
Namjoon hanya tersenyum. Dia memang menolak pergi kesekolah bersama Hoseok karena dia harus membantu Hoseok menepati janji untuk membawa adik-adiknya datang kesekolah. Hoseok tidak akan berhasil menangkap keduanya dnegan keadaan lemah seperti itu. Namjoon tahu, Hoseok sedang stress.
Namjoon menatap Hoseok dnegan khawatir. Wajah Hoseok nampak pucat dan tubuhnya semakin kurus saja. "kau baik-baik saja?".
Namjoon tidak apa-apa jika Ibunya marah karena dia bisa pura-pura tidur untuk menghindarinya. Tapi Hoseok tidak. Dia pasti sedih sekali.
Hoseok mengangguk-angguk. "Aku baik-baik saja", katanya. Kemudian dia mulai heboh menceritakan betapa hebatnya Namjoon menyeret adik-adiknya. Namjoon tertawa kecil, dia memang sudah mengerahkan semua tenaganya untuk mennyeret kedua adiknya yang super berandal itu. Dan sekarang dia merasa mengantuk.
.
Bangtan Boys
.
Nyonya Bangtan sedang berdiri dipinggir jalan pusat perbelanjaan. Dia sedang menunggu ketiga putranya. Yoongi, Hoseok dan Namjoon. Dia baru saja menghubungi mereka dan menyuruh mereka untuk menemuinya disana setelah selesai sekolah.
Dia sudah merenung seharian ini. Memikirkan tentang apa yang baru diketahuinya tentang ketiga anaknya itu. Sangat sulit untuk membaca pikiran putra-putranya karena setiap hari dia sibukkan oleh keributan dirumah dan juga pekerjaannya yang sebagai pengerajin keramik.
Dia tidak sempat menanyakan apa yang menjadi keinginan putra-putranya. Dia kira semuanya baik-baik saja. Ternyata mereka merahasiakan banyak hal darinya. Sekarang dia jadi khawatir dengan keempat putranya yang lain. Jangan-jangan mereka juga mempunyai sesuatu yang dirahasiakan darinya.
Tak lama menunggu, akhirnya ketiga putranya itu muncul dari seberang jalan. Dengan terlihat kaku dan canggung, mereka bertiga berjalan menghampiri Nyonya Bangtan. Dia jadi merasa bersalah karena sudah membuat mereka takut seperti itu.
Bahkan saat mereka sudah berdiri dihadapannya, mereka malah membungkuk hormat. Nyonya Bangtan juga tidak biasa seperti ini. Dia lebih suka senyuman dan pelukan dari pada itu.
"Kalian tahu kenapa Ibu menyuruh kalian kesini?", tanya Nyonya Bangtan yang sepertinya terdngar seperti ancaman bagi mereka karena mereka hanya menggeleng dan menunduk. Nyonya Bangtan tekekeh gemas tanpa ketahuan oleh mereka. "ikuti Ibu sekarang", katanya lalu memimpin jalan mereka.
.
Mereka masuk kedalam sebuah toko pakaian. Membuat ketiga putranya kebingungan.
"Aku ingin membelikan mantel hangat untuk dua putraku. Tolong pilihkan yang bagus. Aku tidak ingin mereka kedinginan saat menyelinap dimalam hari", kata Ibunya pada penjaga toko.
Hoseok menatap Ibunya lalu menatap Namjoon dan Yoongi bergantian. Apa Hoseok tidak salah dengar? Apa ibunya berniat membelikan mantel untuknya dan Namjoon?
"Nah, coba yang ini", kata Ibunya sambil menyerahkan mantel untuk masing-masing, Hoseok dan namjoon. Merka berdua menurut dan mencoba mantel baru mereka dengan perasaan canggung.
"Aigoo~!"
Hoseok sampai terkejut mendengar ibunya berseru dengan keras dan menangkup wajahnya. "Uri Hosiki, kau trlihat keren!", katanya. Ibunya itu beralih pada namjoon dan menelusuri lengan putranya dengan kedua tangannya. "Aku baru sadar jika Namjoon ternyata sangat tampan. Benar, kan?", tanyanya pada Hoseok.
Hoseok mau tidak mau tersenyum dan mengangguk. Bukan karena namjoon yang tampan, tapi karena Ibunya sudah kmbali seperti sebelumnya. Ibunya kembali ceria seperti biasanya. Apa itu berarti Ibunya tidak marah dan mengijinkan mereka untuk pergi? Hoseok tidak ingin menanyakannya dan merusak segalanya.
"Kalian suka?"
Hoseok dan Namjoon mengangguk semangat. Nyonya Bangtan tersenyum pada keduanya. "Kalau begitu aku ambil keduanya", katanya pada pramuniaga itu.
Hoseok senang sekali pada akhirnya ibunya bisa kembali tersenyum. Dia sedih setengah mati saat ibunya mendiamkan mereka. Dia menatap Namjoon, anak itu mengedikkan bahunya. Lalu beralih pada Yoongi yang diam ditempatnya dan membuatnya menyadari sesuatu.
"Ibu..", panggil Hoseok saat Ibunya mengampiri mereka. Ibunya itu menjawab dengan hangat seperti sebelumnya, membuat kekhawatiran Hoseok menghilang. "Yoongi Hyung, tidak dibelikan mantel juga?", tanyanya.
Ibunya itu diam dan menatapi Yoongi. Dia menggeleng, "dia tidak butuh mantel. Dia butuh sesuatu yang lain", katanya.
.
Sementara Hoseok dan Ibunya bersemangat. Reaksi Yoongi hanya diam saat Ibunya menyeretnya menuju sebuah optik disekitar sana.
"Ibu, untuk apa kita kesini? Kacamataku masih bagus", katanya sambil membetulkan posisi kaca mata bulatnya.
"siapa yang butuh kacamata. Jaman sekarang kita memakai benda kecil yang akan merubah penampilanmu", kata Ibunya dengan menggebu-gebu. Tanpa memberikan kesempatan untuk Yoongi menjawab, dia diseret memasuki optik itu.
Dia dipaksa duduk didepan seorang ahli mata yang akan memeriksanya. Ibunya berniat untuk membelikannya sepasang lensa mata minus untuknya. Yoongi hanya diam saat dia diperiksa.
Ibunya dan Hoseok terlalu bernafsu saat memilihkan warna untuknya. Mereka menawarkan warna-warna mencolok seperti biru, hijau dan semacamnya bahkan menawarkan untuk membeli dua warna. "Ibu. Beli yang biasa saja", kata Yoongi. Yoongi bukanlah anak yang penuh gaya. Dia tidak suka nampak mencolok didepan banyak orang.
"Yang biasa itu yang bagaimana?", tanya keduanya bersamaan, lalu mereka berdua tertawa. Lama-kelamaan mereka semakin mirip saja.
Yoongi menatapi setiap warna yang ditunjukkan. Pilihannya jatuh kepada lensa berwarna bening. Hoseok dan Ibunya nampak tidak setuju dengan pilihannya.
"Ibu bilang aku boleh minta apa saja. Boleh aku minta yang ini?", tanya Yoongi.
Ibunya nampak terkejut dan tidak percaya mendengar ucapan Yoongi. "O-oh, baiklah. Kau boleh ambil yang itu", katanya dengan canggung.
"Tapi Ibu, yang biru lebih bagus".
Ibunya langsung menepuk lengan Hoseok yang protes. "Biar dia memilih gayanya sendiri. Diamlah", tambahnya. Yoongi tersenyum tipis melihatnya.
Yoongi disarankan untuk mencoba lensa mata barunya, berhubung ini pertama kalinya. Dia masuk keruangan dengan wastafel dan cermin, untuk mencuci tangannya dan diajarkan bagaimana cara memakai dan melepas lensa mata yang benar.
Saat dia melepaskan kacamata bulatnya, matanya langsung buram seketika. Semua nampak kabur . Lalu dengan hati-hati dia memakai lensa bening yang sudah menempel dijari telunjuknya. Semuanya kembali saat benda bening itu menempel dengan sempurna. Dia menatap dirinya di cermin dan merasa asing dengan dirinya sendiri.
"Wah, kau jadi terlihat sangat tampan", kata dokter mata itu. Yoongi tersenyum malu, dia jadi merasa tidak nyaman dan ingin segera melepas benda dimatanya itu.
"Yoongi. Jangan dilepas dulu, Ibu ingin lihat!", teriak Ibunya dari luar. Dia meringis mendengarnya. Dia malu sekali jika ibunya harus melihatnya tanpa kaca mata.
Dengan ragu, dia melangkah keluar dari ruangan sempit itu dan menunjukkan dirinya pada keluarganya. Ibunya dan Hoseok berseru senang sedangkan Namjoon menatapinya tanpa berkedip.
"Aku akan melepasnya", kata Yoongi sambil menutup matanya dan hendak kembali keruanngan itu namun dihentikan oleh sebuah suara.
"Jangan!"
Yoongi diam menatapi adiknya. Jika itu Hoseok, mungkin Yoongi akan merasa biasa saja kerena Hoseok sudah sering melihatnya tanpa kaca mata. Tapi yang menghentikannya itu adalah Namjoon yang bahkan sehari-hari tidak pernah memandang dan bicara padanya.
"Lebih baik seperti itu, Hyung", katanya.
.
Mereka pulang dengan naik taksi. Namjoon yang duduk disebelah kanan Hoseok tidak bisa melepaskan tatapannya dari Yoongi yang duduk disebelah kiri Hoseok. Hoseok merasa seperti penghalang kedua saudaranya dengan duduk di antara mereka.
Hoseok tahu, namjoon sedang terpesona pada Yoongi karena baru pertama kali melihat Yoongi melepas kaca matanya. Tapi itu sungguh mengganggu karena dari tadi Namjoon menekan perut Hoseok dengan sikunya.
"Berhenti menatapnya seperti itu, kau membuatnya tidak nyaman", Hoseok menghalangi pandangan Namjoon dari kakak kesayangannya itu dan hanya dibalas tatapan malas dari Namjoon.
Taksi mereka akhirnya berhenti tepat dirumah mereka. Hoseok mengikuti Yoongi yang keluar dari taksi terlebih dahulu. Kakaknya itu memakai kaca mata bulatnya lagi sebelum memasuki rumah mereka. Hoseok tahu, pasti karena Yoongi tidak ingin dilihat oleh yang lainnya.
.
Mereka masuk kekamar masing-masing dengan tenang. Namjoon nampaknya masih terkesan pada Yoongi. Dia bahkan mulai melamun ditempat tidurnya.
"YA! Kau benar-benar terpesona padanya?", tanya Hoseok sambil melompat ketempat tidurnya. Dia melempar boneka kudanya pada wajah Namjoon.
"Aku tidak tahu jika dia semanis itu", kata Namjoon yang masih melayang-layang dalam pikirannya, dia bahkan memeluk boneka kuda milik Hoseok.
Hoseok memutar mata malas. "Tentu saja. Yang kau lakukan hanya tidur. Kau memang tidak pernah menatapnya", kata Hoseok sambil memainkan ponselnya.
"YA. Apa saja yang kau lakukan dikamar Yoongi Hyung?"
Hoseok menggaruk kepalanya. "Tidur", jawabnya singkat. Namun jawabannya itu membuat Namjoon terkejut.
"APA?! Maksudmu kau tidur disampingnya?", Hoseok sampai kaget dibuatnya. Dia hanya mengangguk saja.
"K-kenapa? Memang aku tidak boleh tidur disamping kakakku sendiri?", tanya Hoseok karena Namjoon nampak tidak suka mendengarnya. Namun dia malah diam mendengar pertanyaan Hoseok barusan.
"Benar", katanya. Dia menghela nafas. "Apakah salah jika aku menyukai saudaraku sendiri?", gumamnya.
Hoseok diam sebentar. Memikirkan pertanyaan Namjoon. Walapun mereka lahir ditahun yang sama, Hoseok berada diposisi seorang kakak. Dia harus menjawab pertanyaan adiknya itu.
"Ini sangat rumit. Mungkin, untuk kita, sepertinya tidak apa-apa. Tapi..", Hoseok kebingungan dengan ucapannya sendiri.
"Aku mengerti", jawab Namjoon. Dan mereka diam dengan pikiran masing-masing. Sampai Namjoon mengajaknya bicara lagi. "YA, apa saja yang Yoongi Hyung lakukan dikamarnya? Benarkah ada sesuatu seperti.."
"Sihir hitam? Omong kosong!", Hoseok mendengus. "kau mempercayainya juga?", Hoseok bicara dengan wajah kesal.
"kalau aku bertemu dengan penyebar gosip murahan itu, akan kuhajar sampai babak belur!"
Hoseok menatap namjoon. "Yang sebenarnya dia lakukan hanya menulis. Dia penulis terkenal, Agus. D", Hoseok langsung menutup mulutnya dan meringis. Dia baru saja membongkar rahasia Yoongi pada Namjoon.
"APA?!", Namjoon membulatkan matanya. Dia menoleh pada buku-buku tebal koleksinya lalu menyambar salah satu buku favoritnya yang bertuliskan 'youth spirit'dicovernya. "pantas aku merasa cerita dalam buku ini sangat mirip dengan kisah kita", kata namjoon.
"Jadi dia yang menulisnya?!"
Hoseok merebut buku itu dan meletakkannya kembali ke atas meja. "YA. Kau harus jaga rahasia. Aku bisa mati kalau Yoongi Hyung tahu, aku keceplosan", dia memohon dengan wajahnya.
Hoseok cemas, karena Namjoon tidak segera menjawab permohonannya. "namjoon-ah?", panggilanya. Tapi Namjoon malah menjauhkan tangan Hoseok dari tubuhnya dan melompat ketempat tidurnya.
"Aku mengantuk", katanya sambil berbaring ditempat tidurnya.
Bertepatan dengan itu, seseorang mengetuk pintu kamar mereka. Hoseok melirik pada Namjoon sebelum dia berjalan membuka pintu itu. "Oh, Yoongi Hyung?", kata Hoseok dengan suara yang sengaja dikeraskan. Dan sesuai dengan perkiraan, Namjoon langsung melompat dari tempat tidurnya dan merapikan beberapa barang yang berserakan dilantai.
"Boleh aku masuk?"
Hoseok tersenyum dan mempersilahkan kakak berkacamata bulat-nya itu masuk kedalam kamar mereka yang lumayan berantakan. Hoseok mencuri pandang pada Namjoon yang salah tingkah. Apa-apaan dia? Dengan kakaknya sendiri saja sampai gugup begitu?
"H-Hyung, tumben berkunjung kekamar kami", kata Namjoon yang salah tingkah.
"Duduklah, aku ingin bicara", ucap Yoongi yang langsung dituruti oleh Namjoon. Hoseok hanya bisa menggeleng melihatnya dan duduk disamping Namjoon.
Kakaknya itu mengambil nafas dalam, sebelum akhirnya besuara. "Aku ingin minta maaf", katanya. Hoseok dan Namjoon mengatakan 'kenapa?' dengan bersamaan. "Malam itu Ibu tiba-tiba datang ke kamarku dan tidak sengaja melihat kalian berdua menyelinap. Seandainya aku bisa mencegahnya, kalian pasti tidak akan ketahuan", katanya. "Mianhae", tambahnya.
"Tidak ap-", Hoseok baru saja ingin mengatakan sesuatu namun Namjoon mendahuluinya.
"Tidak apa-apa, Hyung. Ini bukan salahmu. Aku tahu semua yang kami lakukan , lama kelamaan akan ketahuan juga", katanya. Hoseok hanya berkedip memandangi Namjoon. Kenapa dia tiba-tiba berbicara sok bijaksana? Tapi Hoseok mengangguk, menyetujuinya. Dia juga berpikiran begitu.
"Lagi pula-"
"Lagi pula...", Namjoon menyela kalimatnya lagi. Namjoon mendekati dan duduk disamping Yoongi, bahkan tangannya sekarang sudah berani merangkul kakak kesayangan Hoseok. "...karena kejadian ini, kami jadi tidak perlu menyelinap lagi, kan?", katanya.
Hoseok terkekeh melihat tingkah Namjoon yang soktampan dan Yoongi yang nampak tidak nyaman dirangkulannya. Dia dengan segera mendekati keduanya dan mengambil posisi di antara mereka. Membuat Namjoon memasng tampang tidak suka.
Hoseok merangkul keduanya dan membawa mereka berbaring diatas tempat tidurnya. "Hidup ini memang rumit", katanya sambil memandang langit-langit kamarnya. Mereka diam untuk beberapa saat. Berkelut dengan pikiran masing-masing. Sebelum Namjoon buka suara.
"Hyung. Aku sudah baca novelmu", katanya. Membuat Yoongi langsung bangun dari tempatnya. Dia menatapi Hoseok dengan tatapan menuduhnya yang lucu.
"Maaf, aku keceplosan", kata Hoseok dengan wajah menyesal. Dan mereka bertiga berakhir dengan Namjoon yang terus menggoda Yoongi, dan Yoongi yang terus menyalahkan Hoseok, dan Hoseok yang tidak henti-hentinya membantu Namjoon menggoda Yoongi.
"Aku tidak akan beritahu siapapun, hyung. Aku janji"
"Apa itu berarti aku harus mentraktirnya makan siang juga?", tanya Yoongi dan mereka bertiga tertawa.
.
Bangtan Boys
.
Nyonya Bangtan baru saja berbaring diatas tempat tidurnya saat seseorang dengan nomor tidak dikenal menelponnya.
"Yeoboseyo", Nyonya Bangtan menjawab teleponnya.
"Ya, dengan Nyonya Bang Tania? Ini dari kantor polisi. Anak anda, Jimin dan Taehyung sedang kami tahan disini"
"APA?!"
To Be Continue