Chaos in the Street

Cast: SEVENTEEN Seungcheol, Jeonghan, Hoshi, Wonwoo, Woozi, & Mingyu

Rating: T

Genre: Romance, Friendship, Action, Crime

.

Case 001

.

Mingyu tidak pernah memikirkan kalau dia akan mengalami kejadian seperti. Padahal dia baru saja pindah ke daerah ini dan belum kenal siapa siapa juga belum kenal apa apa saja yang mungkin terjadi di tempat ini. Mungkin tempat ini memang selalu sepi dan mungkin saja distrik ini adalah distrik dengan angka kriminalitas tertinggi seantreo kota Seoul, atau malah seantreo Korea Selatan.

Kalau memang benar begitu harusnya Mingyu tidak lagi terkejut saat tiba tiba dia ditarik, ditangkap dari belakang, dan ada pisau ditempelkan di lehernya. Pisau itu terlihat berkilat di bawah lampu jalan putih yang tidak ada gunanya sama sekali. Mingyu belum tahu apa pisau itu sudah menggores kulitnya atau belum, juga tidak sempat memikirkannya. Yang dia pikirkan saat ini tidak jauh dari 'Ya Tuhan, aku akan mati hari ini!'

Tapi yang Mingyu yakini, pisau itu sempat menggores bahunya saat sepertinya ada yang menarik penjahat bersenjata itu dari Mingyu. Mingyu berbalik, mencari siapa yang menarik orang itu.

Mingyu melihat seorang laki laki berjaket hitam, dia dapat pukulan telak yang keras di muka dari si penjahat bersenjata itu. Dan mengingat si penjahat bersenjata, Mingyu buru buru menendang perutnya. Sampai penjahat itu tersungkur, "Pergi kau dari sini!" seru Mingyu.

Setelah penjahat itu lari, Mingyu berjongkok di depan laki laki berjaket hitam yang berusaha menolongnya. Laki laki itu menunduk.

"Aku Mingyu, apa kau baik baik saja?"

"Aku baik baik saja. Aku Wonwoo."

Tapi Wonwoo tidak juga berdiri, bahkan saat Mingyu sudah agak lama kembali berdiri. Saat dia menengadah pada Mingyu yang sudah berdiri, Mingyu bisa melihat darah segar mengalir dari sudut bibirnya. Sekencang itukah pukulan si penjahat itu?

"Harusnya aku yang bertanya padamu." Kata Wonwoo, dia tidak terlihat punya luka lain, tapi dia terlihat pusing.

"Harusnya aku yang bertanya padamu, kau kelihatan pusing sekali." Kata Mingyu. Dia menarik Wonwoo berdiri dan anak itu malah terhuyung, Mingyu buru buru menangkapnya dari tidak melepaskannya lagi.

"Kau benar, tapi darahmu kemana mana."

Mingyu melihat ke arah kemejanya, bagian bawahnya masih putih seperti biasa, tasnya masih menempel di punggungnya, Mingyu masih lengkap.

Tapi Wonwoo menyentuh leher Mingyu dengan ujung jarinya yang dingin, lalu Mingyu meringis, dan saat dia menarik jarinya Mingyu bisa melihat warna merah darah yang pekat ada di ujung jari Wonwoo yang putih, kontras sekali.

Mingyu memang terluka.

.

Kadang kita tidak butuh teman di saat semua orang terjaga dan melihat ke arah kita, kita lebih sering butuh teman saat malam, saat angin yang berhembus rasanya membekukan dan orang orang mulai tertidur. Di saat seperti itu kita baru akan sadar kalau sumber kehangatan hanyalah hangat tubuh kita sendiri. Jantung, bagian dada, adalah bagian yang selalu hangat, kemudian leher, lalu bagian bagian lipatan. Tapi ada kalanya kita ingin kehangatan yang lain yang masuk dari luar ke dalam, dari orang lain ke dalam diri kita, ke dalam hati kita.

Wonwoo ingin malamnya yang dingin dihangatkan oleh sesuatu, seseorang. Secara spesifik, seseorang yang lebih besar darinya, juga seseorang yang nyaman untuk dipeluk.

Dan entah mengapa, keberadaan Mingyu di sebelahnya membuat hangat. Mungkin karena dia terus berpegang pada orang itu, tapi mungkin juga karena Mingyu memegangnya terlalu erat. Disini Mingyu yang terluka lebih parah, Wonwoo harusnya protes tapi dia tidak punya kekuatan untuk itu.

"Kita mampir di minimarket dulu."

Hanya itu yang bisa Wonwoo katakan.

.

Kasir itu, pria dengan kacamata bingkai merah, mendorong kacamatanya dari ujung hidungnya ke tulang hidungnya, "Kejadian lagi?" tanyanya.

Mingyu diam.

"Iya." Jawab Wonwoo. Mereka berdiri di depan kasir dan tidak melakukan apa apa.

"Ada P3K di belakang, tapi tidak ada baju ganti."

"Terimakasih, Jeonghan." Kata Wonwoo lagi.

Mingyu mengekornya saat Wonwoo membuka suatu pintu yang menuju ke gudang minimarket dan satu pintu lagi yang ternyata pintu kamar mandi. Mingyu meletakan tasnya di depan kamar mandi.

Wonwoo menutup pintu kamar mandi yang diganjalnya dengan kertas, sepertinya tidak bisa dikunci, "Buka bajumu." Katanya.

Wonwoo terlihat datar, dia langsung ke inti dan kata katanya juga langsung ke inti, dia tidak menunjukan kesungkanan atau bahkan iba, dia lebih seperti perampok kalau begini.

"Apa?"

"Buka bajumu." Ulang Wonwoo.

"Ta –a-a-"

"Jangan lama lama, Mingyu." Kata Wonwoo. Dia menarik kerah kemeja putih Mingyu dan menarik ujungnya yang diselipkan ke celana Mingyu, lalu membuka kancingnya semua tapi tidak melepasnya dari badan Mingyu.

Dan Wonwoo mendorong Mingyu supaya anak itu merunduk ke arah keran air.

Tapi Mingyu, adalah Kim Mingyu.

"A-apa yang mau kau lakukan!?"

Wonwoo membalas dengan santai, tenang dan datar, "Membersihkan lukamu sebelum infeksi."

Setelah itu Mingyu diam, dia seperti anak kecil penurut yang sekarang sedang merunduk dengan Wonwoo di belakangnya, memutar keran air yang mampet dan begitu airnya keluar air dari keran itu malah main sembur saja ke muka Mingyu.

"Maaf ya, kerannya biasa begitu." Kata Wonwoo. Dia terdengar seperti mau tertawa. Bagus, ini memang lucu.

"Tidak apa apa." Balas Mingyu.

Wonwoo menarik kerah kemeja Mingyu sampai leher dan pundaknya, juga sedikit punggungnya, yang kecokelatan terlihat. Di bagian kiri ada dua buah luka dan Wonwoo langsung saja membasuhnya dengan air.

"Ssh!"

Dan Wonwoo masih saja membasuhnya meskipun Mingyu meringis.

Luka itu, yang kata Wonwoo berdarah kemana mana, ada di leher dan bahu. Mingyu merasakan perih yang lebih waktu Wonwoo membasuh bahunya, sepertinya luka itu yang lebih dalam.

"Sudah." Kata Wonwoo, dia menyampirkan handuk ke pundak Mingyu dan menekannya pelan pelan.

Mingyu berdiri dan sebelum dia sempat bicara Wonwoo menyela,

"Kau lebih baik buang kemeja itu."

Mingyu melepasnya pada akhirnya, saat Wonwoo menarik ganjalan kertas di pintu kamar mandi dan menarik pintunya. Mingyu baru melihat darahnya mengalir seperti cat basah berwarna merah, memberi motif yang menakutkan di kemejanya yang sobek di bagian bahu.

Wonwoo menariknya, menyuruhnya duduk di meja di gudang minimarket dan membuka kotak P3K yang kelihatan masih baru, putih dan bersinar di antara debu dan pencahayaan yang minim di gudang.

Dia menetesi luka Mingyu dengan betadin dan Mingyu meringis lagi, lalu Wonwoo menutupnya, "Hanya itu yang aku bisa." Katanya.

Tapi itu juga sudah baik sekali, "Terimakasih." Kata Mingyu.

"Sama sama."

Lalu mereka terdiam, tas Mingyu masih teronggok di depan kamar mandi, dan pintu di belakang mereka tertutup. Ventilasi di belakang Mingyu memberi celah pada cahaya untuk masuk dan jatuh di wajah Wonwoo. Mingyu mungkin sinting karena kehilangan banyak darah, tapi kenapa semua yang berwarna putih di gudang ini terlihat bersinar? P3K itu, kerah baju Wonwoo yang melar, dan Wonwoo sendiri dengan kulitnya yang putih dan terasa dingin di kulit Mingyu.

Wonwoo melepas jaket hitamnya yang memang tidak di tutup, kerah baju putihnya yang melar membuat tulang selangka Wonwoo terlihat dan ujung lengannya menutupi bahkan hampi ke ujung jari Wonwoo. Jelas sekali, apa itu berarti Wonwoo kurus? Atau bajunya yang terlalu besar? Atau baju itu sudah terlalu melar?

"Untukmu." Kata Wonwoo, dia menyodorkan jaket hitamnya pada Mingyu.

"Terimakasih, dimana aku harus membuang ini?" Mingyu menunjukan kemejanya yang cuma dia gulung gulung pada Wonwoo.

"Tinggalkan saja disini, Jeonghan akan membuangnya."

.

"Ya," mulai Jeonghan, poninya yang panjang lagi lagi jatuh ke mukanya, "Daerah sini memang rawan." Katanya, "Ada yang mau mie?"

Jeonghan menyeduhkan mie untuk Wonwoo dan Mingyu dan mereka duduk di tempat yang disediakan sementara Jeonghan kembali lagi ke kasir, mengurus kertas struk.

"Ah! Aku mencium bau mie!"

Wonwoo dan Mingyu sama sama menoleh untuk melihat siapa yang datang, seseorang dengan rambutnya yang disemir biru dan Mingyu bersumpah dia pikir dia melihat versi ramah dari idol rapper Zico.

"Jeon Wonwoo! Beraninya kau!" anak itu berseru.

"Apa?" tanya Wonwoo datar.

"Diamlah, Hoshi, aku yang membelikannya untuk mereka." Seru Jeonghan dari meja kasir.

Hoshi, si rambut biru, menatap Wonwoo, "Serius? Enaknya. Aku kan juga mau."

Lalu dia duduk di samping Mingyu.

"Wonwoo." Panggilnya lagi.

"Apa?" tanya Wonwoo lagi, masih tetap datar, tapi kali ini dia terkesan mulai kesal dipanggil terus.

"Ini pacarmu."

Mingyu tersedak. Wonwoo juga.

"A-apa!?" tanya mereka bersamaan, dan itu membuat Hoshi tertawa.

"Jangan menutupinya dariku, kalian sudah sangat kompak begini." Kata Hoshi.

"Bukan, bukan, aku baru saja bertemu Wonwoo tadi, waktu dia menolongku." Kata Mingyu.

"Oh, benarkah? Padahal kalian kelihatan cocok berdua, seperti sedang kencan berdua, malam malam, makan mie."

"Ini Mingyu, Hoshi. Dia hampir saja jadi korban penodongan." Kata Wonwoo.

"Ah." Hoshi mulai mengeluh, "Daerah sini memang rawan," Hoshi melirik jam tangannya dulu, "Apalagi sudah semalam ini, kau harus bersyukur masih selamat, Mingyu."

Mingyu menoleh pada Wonwoo, "Apa itu benar?"

Dan Wonwoo mengangguk. Anggukan Wonwoo tadi seperti menjadi membenaran bahwa distrik ini memang distrik dengan angka kriminalitas paling tinggi seantreo Seoul, bahkan mungkin seantreo Korea Selatan.

Hoshi melanjutkan, "Biasanya ada jambret kalau malam malam begini, aku baru tahu ada tukang todong juga. Tapi disini paling sering pecah kaca, minggu ini aku sudah dengar tiga kasus. Pokoknya, jangan bawa tentengan kalau jalan kaki dan jangan meninggalkan apapun di dalam mobil yang di parkir di pinggir jalan, ingat itu."

"Ok, aku akan ingat itu." Kata Mingyu.

Hoshi lalu memperhatikan wajah Mingyu lebih dalam, "Kau baru ya disini?"

"Iya, aku baru pindah dua hari yang lalu."

"Oh, Ya ampun! Bagaimana aku ini? Kenapa aku tidak tahu?" Hoshi menepuk jidat, lalu mengulurkan tangan pada Mingyu, "Aku-"

"Hoshi, aku tahu." Sela Mingyu. Mingyu tetap menjabat tangan Hoshi. Mingyu jadi berpikir, akhir akhir ini dunia jadi sangat kebarat-baratan, bahkan dalam perkenalannya yang sekarang dengan Hoshi pun mereka malah berjabat tangan dan bukannya membungkuk seperti ada Korea yang benar.

"Iya, Mingyu, aku juga tahu namamu. Aku bagian dari tim keamanan daerah ini, jadi-"

Wonwoo menyela, sepertinya tidak setuju dengan Hoshi, "Dia cuma teman nongkrongku."

Dan Hoshi tidak memikirkan perkataan Wonwoo, "Kalau ada apa apa kau harus beritahu aku, atau Wonwoo, atau Coups, atau Woozi, kau paham?"

"Aku paham."

"Kau bisa add KaTalk-ku, atau Line, atau apapun yang kau mau, dan aku akan mengirimkan kontak yang mungkin kau perlukan, Warga Baru."

Mingyu dan Hoshi akhirnya bertukar kontak sementara Wonwoo menghabiskan mienya dalam diam.

"Kau tinggal dimana?"

"Tidak jauh dari restoran chinese-"

Hoshi menyela, "Oh, gedung itu. Wonwoo juga tinggal disitu, iya kan?"

"Iya." Jawab Wonwoo, dia menyeruput kuah mie-nya sebelum melihat Mingyu.

Dan akhirnya Mingyu dan Wonwoo saling pandang.

"Kalian bertemanlah mulai saat ini, aku rasa kalian cocok, kelewat cocok malah. Cobalah pulang berdua, kalian tinggal di tempat yang sama, kan?"

.

Entah ada angin darimana, atau mungkin Hoshi bisa sihir, tapi Mingyu dan Wonwoo tetap pulang berdua dan berdiri di dalam lift kecil yang kosong berdua.

"Lantai?" tanya Mingyu.

"Sama denganmu." Jawab Wonwoo.

Mingyu melirik pada tombol yang baru saja dipijitnya, lantai empat.

Kemudian Wonwoo bersandar ke dinding lift yang abu abu. Di sudut bibirnya ada luka dan sedikit memar.

Mingyu menyentuhnya dan mendekat untuk melihatnya. Dan itu membuat Wonwoo langsung menatapnya.

"Ini tidak apa apa, kan?" tanya Mingyu.

Wonwoo tidak menjawab.

"Wonwoo?"

Wonwoo mengalihkan pandangannya, "Kau terlalu dekat."

"Maaf."

Dan mereka sama sama turun di lantai empat.

"Aku ke kanan."

"Aku kiri."

"Duluan, Wonwoo."

"Iya."

Mingyu menyusuri lorong yang terang itu sampai ke apartemennya. Dia langsung membuka Line begitu masuk apartemen. Wonwoo itu simple, dia di Line cuma 'Wonwoo' dan fotonya siluet badannya. Tenang, datar, dan berwarna gelap, dibanding foto Mingyu dan The Kim-Mins –kumpulan sepupu Kim; Minseok, Minjae, Minji, Mingyu, Minseo, Wonwoo jauh lebih kalem.

Lalu ada Line dari Wonwoo; Kau boleh mengembalikan jaketku kapanpun, santai saja.

Tapi sepertinya Wonwoo itu anak yang manis dan perhatian.

Mingyu tadinya mau membalas dengan berbagai macam pertanyaan tentang Wonwoo yang mungkin saja bersifat pribadi. Tapi akhirnya Mingyu malah cuma membalas; Akan aku kembalikan secepatnya. Terimakasih, Wonwoo.

Wonwoo membalas; Bagaimana lukamu, apa kita perlu ke dokter?

Mingyu membalasnya lagi; Tidak usah, aku rasa aku akan baik baik saja.

Wonwoo membalas; Kabari aku kalau ada apa apa.

Terakhir Mingyu membalas; Aku akan mengabarimu.

Dan Wonwoo tidak membalas apa apa lagi.

.

TBC

.

Note: Entah kenapa waktu mendengarkan Runaway-nya Topp Dogg lalu mendengarkan Warm Hole, aku kepikiran ide ini. Lalu mendengarkan Boy in Luv, maka jadinya...

Note(2): Tadinya aku ma menjadikan ini Biker!AU, tapi AU begini pun sudah cukup menyenangkan untukku. Aku merasa AU ini AU-ku sekali, karena aku tinggal di tempat yang rawan kejahatan. Untungnya sekarang sudha berkurang meski masih ada beberapa kasus dalam beberapa bulan sekali.

Note(3): Tapi sebenarnya isi playlist-ku waktu mengetik fanfic ini adalah; Sistar – I Swear, BEG – God Particle, BEG – Time of Ice Cream, BTS – Boy in Luv, dan BEG – Warm Hole.

Note(4): Akhir akhir ini aku tidak punya banyak waktu untuk membalas review, hm.

Note(5): Aku juga belum menyelesaikan chapter penutup CaraPop.

Note(6): Mingyu di chapter ini adalah pamanku, tapi pamanku bisa melawan penjahat sendiri meskipun akhirnya kacamatanya hilang dan dia luka luka.