Naruto berulang kali harus menunduk dan tersenyum canggung saat Mikoto -wanita yang sempat dia kira sebagai kakak Sasuke itu kini duduk di sampingnya sembari menyodorinya berbagai cemilan. Wanita dengan paras awet muda itu nampak bercerita berbagai macam hal tentang keluarganya dengan semangat. Tentang betapa menyedihkannya kehidupannya sebagai satu-satunya wanita di rumah Uchiha. Mengeluh karena dia begitu kesepian tanpa hadirnya sosok menantu yang akan menemani dirinya mengobrol atau menonton drama favoritnya.

"Naru-chan tahu, Sasuke itu dulu sangat imut sepertimu. Tapi begitu dia dewasa, entah mengapa kepribadiannya sudah layaknya gunung batu berjalan seperti itu." ujar Mikoto dengan tampang sedih yang berlebihan.

"Ahahaha...apa Itachi-san tidak pulang ke rumah?"

Kini Naruto harus sesak nafas karena Mikoto tiba-tiba memeluknya erat.

"Anakku yang satu itu...semenjak dia membeli apartemen sendiri bersama Kyuu-chan, dia bahkan jarang sekali pulang. Kalau Sasuke punya mate nanti, aku ingin mereka tinggal di kediaman utama bagaimanapun caranya."

Naruto mencuri pandang kearah Sasuke yang nampak acuh tak acuh dengan ocehan ibunya. Dia nampak sibuk dengan smartphone miliknya dan nampak mengetikan sesuatu disana.

"Sasuke! Kau harus menghormati tamu kita! Setidaknya ajakla Naruto mengobrol."

Mikoto menghardik putranya yang malah sibuk dengan dunianya sendiri. Padahal jika mereka tahu, Sasuke hanya berusaha agar tidak terlibat terlalu jauh dengan sosok pirang di depannya.

"Ah, tidak apa-apa. Mungkin dia memang sedang sibuk.Hahaha..."

Naruto harus menelan tawanya saat tiba-tiba ibu Sasuke menggenggam tangannya dan menyeretnya bersama Sasuke menuju suatu tempat.

"O-obasan?!"

"Apa yang Kaa-san lakukan?" Sasuke berseru protes saat dirinya ikut pula diseret ibunya menuju lantai atas yang berarti menuju kamarnya.

Sementara orang tua yang lain hanya tersenyum kikuk mendapati fenomena itu.

"Apa istrimu selalu begitu?" tanya Minato dengan senyum kikuk. Dan Fugaku hanya menanggapinya dengan helaan nafas.

.

.

.

Kawaii no Okama

Disclaimer : Naruto belongs to Masashi Kishimoto-sensei

Story by Kuroi Sora18

WARNING!!!

Yaoi!/BL/Shounen-ai content, gaje, absurd, and so many typo here. If you don't like this fic, you can click BACK button peacely.

Chapter : 6

.

.

.

.

.

BRAK!!!

Sasuke dan Naruto kompak menoleh dengan horor kearah pintu kayu yang tertutup dengan keras dan diikuti bunyi 'cklek' yang artinya mereka berdua telah terkurung di kamar itu.

Setelah mengetahui situasi yang terjadi, Sasuke dengan sigap berteriak sembari menggedor-gedor pintu kamarnya dengan beringas.

"Kaa-san, buka pintunya!"

"Kalian ngobrol saja berdua disitu! Hihihihi..." Mikoto terkikik senang saat sayup-sayup mendengar suara Naruto menenangkan Sasuke. "Uhmm..Nanti Kaa-san akan membukakan pintu ini jika kalian sudah merasa akrab satu sama lain. Wakatta?"

Selanjutnya Mikoto beranjak dari depan kamar Sasuke dengan hati riang gembira. Ahh...bahagianya~

"Sudahlah!" ujar Naruto ketika dia melihat Sasuke nampak terus berkutat dengan gagang pintu dengan wajah panik. Ngomong-ngomong, kemana kepribadian datar dan dinginnya yang selalu Sasuke junjung tinggi itu?

"Aku tahu kau tidak suka melihat wajahku. Maafkan aku karena telah menyakiti hatimu, Sasuke-san." ujar Naruto dengan helaan nafas di akhir kalimatnya.

Sasuke akhirnya terdiam mendengar perkataan Naruto. Dia memandang Naruto yang nampak memalingkan wajahnya kearah kalender mejanya. Nampak disana masih dengan jelas jika tanggal 23 Juli dilingkari dengan spidol warna merah. Dan Naruto yakin tepat di tanggal itu Sasuke merayakan ulang tahunnya yang ke-18 sekaligus menjadi acara pengikatan mate itu berlangsung. Wajah remaja manis itu terlihat sendu. Dan tak dipungkiri salah satu sisi hati Sasuke berkedut nyeri melihat itu.

"Kau tidak perlu minta maaf soal itu."

"Tapi...aku sudah berkata kejam kepadamu. Kupikir itu sesuatu yang tidak bisa dimaafkan. Aku...merasa menyesal."

Sasuke mendengus. Menyesal?

"Baiklah!" Sasuke menyisir poni rambutnya ke belakang dan menatap Naruto dengan tatapan mengintimidasi. "Kau sudah banyak menipuku, membuat aku jatuh cinta kepadamu, lalu dengan gampanganya kau berkata kejam kepadaku. Yah, itu sangat melukai hatiku. Bahkan sampai sudut hatiku yang terdalam."

Naruto terperanggah. Akhirnya Sasuke mengeluarkan segala unek-uneknya selama ini.

"Gomenasai..." kata Naruto dengan nada lirik nyaris berbisik. Manik birunya bergulir-menghindari kontak dengan manik hitam Sasuke yang terus menyorotnya tanpa henti.

"Aku juga tidak mengira bisa tetap jatuh cinta kepadamu meski aku tahu kau sebenarnya laki-laki yang hobi crossdresser."

"Sasuke-san..."

Sasuke tersenyum kecut mendengar panggilan itu. Naruto bahkan masih memanggilnya dengan nada formal seperti biasa.

"Jika memang kau menyesal, kenapa kau selalu hadir di hadapanku? I-itu membuatku semakin sulit untuk memaafkanmu. Aku sudah tidak bisa memalingkan perasaanku. Jika terus seperti ini..."

GREB.

Manik onyx Sasuke terbuka lebar saat melihat tangan Naruto menggenggam tangannya yang mengepal erat.

"A-ada yang ingin aku tanyakan kepadamu. Apa-" Naruto menarik nafas. "Apa benar jika kau tidak memiliki mate, kau akan dicoret dari keluarga Uchiha?"

"Itu peraturannya. Aku sudah pernah mengatakannya kepadamu." jawab Sasuke pendek. "Menyedihkan bukan? Kau pasti heran kenapa klan kami masih menganut paham kolot seperti itu." lanjut Sasuke dengan tawa lirihnya.

Pengangan itu terlepas. Dan Sasuke telah siap dengan apapun yang akan terjadi kedepannya.

"Kenapa? Apa kau kasihan kepadaku?"

Naruto menggigit bibirnya. Air matanya menggenang di kedua pelupuk matanya. Itu artinya Sasuke akan meninggalkan kehidupan menyenangkannya karena dirinya? Meninggalkan keluarganya? Bukankah itu telalu kejam untuk dilakukan?

"Huu-"

"A-ada apa?" Sasuke gelagapan melihat Naruto yang tiba-tiba terisak.

"HUUUAAAAAAA~"

.

.

.

.

"HUUUAAAAAAA~"

Semua orang tua yang sedang mengobrol di lantai bawah terlonjak kaget saat mendengan suara tangisan Naruto.

"Apa yang terjadi?" tanya Kushina.

Dia memandang Mikoto yang nampak berwajah seram dengan tangan terkepal erat.

"Hahaha...aku berniat membuat mereka akrab satu sama lain dengan membuat mereka mengobrol berdua di kamar Sasuke."

Fugaku memijit pelipisnya yang mendadak berdenyut nyeri. Ada-ada saja kelakuan istrinya itu.

"Apa mereka bertengkar hebat?" tanya Minato kemudian. Wajahnya terlihat sangat khawatir mendengarnya.

"Biar aku saja yang mengeceknya. Kalian tunggu saja disini ya?"

Setelah mengatakan itu, Mikoto dengan sigap menaiki tangga menuju kamar Sasuke.

Sementara Sasuke sudah kalang kabut tidak karuan melihat pujaan hatinya menangis meraung-raung di dalam kamarnya. Apa kata-katanya terlalu kejam untuk anak itu? Sungguh dia tidak bermaksud membuat anak itu sampai menangis sampai seperti itu.

CKLEK!

Begitu pintu terbuka, Sasuke bergidik ngeri melihat wajah ibunya yang nampak murka. Seumur hidup, ini pertama kali Sasuke melihat wajah ibunya semenyeramkan itu.

"Apa yang kau lakukan Sasuke?!"

"Aku tidak melakukan apa-apa! Sungguh kami hanya bicara sebentar dan Naruto tiba-tiba saja menangis."

"Pasti kau mengatakan hal-hal kejam dengan mulut pedasmu ya?"

Sasuke bungkam. Ibunya memang selalu tepat sasaran.

"HUWAAAA~"

"Hei, sudahlah! Jangan menangis lagi. A-aku minta maaf."

"Minta maaflah yang benar Sasuke!"

Sasuke mengacak-acak rambut ravennya.

"Kumohon maafkan aku! Aku yang bersalah disini. Jadi, jangan menangis lagi..."

Naruto akhirnya terdiam. Dia menatap Sasuke dengan manik birunya yang berkilauan karena air mata. Sebenarnya, beberapa hari mengenal Sasuke dirinya merasa ada perasaan aneh yang belakangan ini terus mengganggunya.

"Maafkan aku..."

Lantai bawah nampak suasana tak kalah canggung entah kenapa bisa tercipta. Mungkin karena beberapa saat yang lalu Fugaku baru saja mengatakan hal yang mengejutkan untuk Minato dan juga Kushina.

"A-apa?"

"Anakku-Sasuke, dia jatuh cinta dengan putramu. Jika Sasuke memilihnya menjadi mate-nya apa kalian sebagai orang tuanya akan menyetujuinya?"

"Tunggu! Aku perlu mencerna perkataanmu terlebih dahulu." Minato menatap Fugaku dengan dahi dipenuhi kerutan dalam. Meski perkataan Fugaku sudah cukup jelas, tapi entah mengapa pikiran Minato tiba-tiba kosong hanya dengan mengetahui fakta itu. Sungguh ini terlalu mengejutkan untuknya.

"Bagaimana, Sasuke bisa jatuh cinta dengan Naruto? Bukankah mereka baru saja kenal?"

"Kau lupa jika anakmu bekerja paruh waktu di tempat Itachi? Mereka bertemu disana. Detail ceritanya aku tidak begitu paham kenapa Sasuke bisa jatuh cinta dengan anakmu."

"Ah ya... Aku tidak berhak memutuskannya karena Narutolah yang akan menjalaninya. Kau tahu kan, jika keluarga istriku masih menganut paham kolot itu. Aku takut mereka akan menentangnya seperti ketika pengikatan Itachi dan Kyuubi dilakukan."

Fugaku menghela nafas. Wajahnya yang selalu terlihat datar itu kini menunjukan raut gelisah. Tak dipungkiri memang jika kepala keluarga Uchiha itu kini sedang mengkhawatirkan nasib anak bungsunya.

"Naruto besar di kediaman utama Uzumaki. Berbeda dengan Kyuubi yang besar dan tinggal di Amerika untuk jangka waktu yang lama. Aku tidak yakin apakah Naruto akan menyetujuinya atau tidak." ujar Minato dengan wajah lesu. Dia merasa tak enak hati dengan sahabatnya itu.

"Ahh.. aku paham."

Kushina pun sama halnya dengan Minato. Dia tak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya saat melihat wajah sahabat SMU suaminya nampak kacau.

"Meskipun begitu, aku akan mencoba membujuk nenek Naruto untuk merestuinya. Jika mereka berdua saling menyukai, tentu itu bukan suatu hal yang besar bukan?"

"Tentu saja itu bukan hal yang besar, hanya saja yang aku khawatirkan disini adalah Naruto itu sendiri. Tak bisa disebut sebagai pasangan jika salah satunya tidak saling mencintai. Kami tidak bisa memaksa orang untuk mencintai atau dicintai. Itulah prinsip klan Uchiha."

Mendengar itu, bahu Kushina mendadak lemas. Dirinya memandang Minato dengan wajah bingung.

Dan acara makan malam itu diakhiri dengan keheningan diantara kedua belah pihak.

.

.

.

.

.

Pagi yang ditunggu-tunggu pun tiba. Seperti yang sudah diagendakan sebelumnya, kini Naruto sudah bangun pagi seperti anak sekolah pada umumnya. Memakai kemeja putih dengan blazer hitam dengan lambang burung elang di bagian dada. Kerah bajunya sudah terikat rapi dengan dasi merah beraksen kuning di setiap sisinya. Kini dia tampil seperti anak sekolahan yang normal. Yah, setidaknya dia harus menyingkirkan kesan buruk dari orang-orang jika siswa dari Uzushio Gakuen adalah hanyalah sekumpulan preman yang suka membuat onar.

"Uwaah! kau nampak keren sekali Naruto!"

Kushina memekik senang kala Naruto muncul dari kamarnya dengan seragam St. Mangekyo.

"Ah...hmmm." jawab Naruto dengan gumaman. Dia berjalan menuju meja makan yang sudah ada Minato yang sedang menikmati sarapannya.

"Kau nampak kurang sehat."

Naruto mengangkat wajahnya dan menatap kedua orang tuanya yang beraut wajah khawatir. Dia tersenyum lebar-telalu dipaksakan hingga membuat kerutan di dahinya.

"Kurasa aku menghabiskan waktu terlalu banyak saat bermain game semalam. Tou-san paling tahu kalau aku sudah lama tidak memainkannya. Hahaha..."

"Benarkah begitu?" tanya Minato ragu.

"Y-ya! Tentu saja!" Naruto beralih mencomot sebuah roti tawar dan menggigitnya dengan semangat. "Ahh, roti ini keras sekali! Hahaha..."

Minato dan Kushina saling berpandangan. Mereka tahu Naruto sama sekali tidak pandai berbohong jika mengatakan sesuatu.

"Apa karena acara makan malam di rumah Uchiha? Apakah terjadi sesuatu denganmu dan juga Sasuke?"

"Tidak ada."

"Lalu kenapa kau semalam menangis? Kalian berdua bertengkar? Kau bahkan sampai tidak berkata apapun sepulang dari sana."

Naruto memandang ibunya dengan senyum dipaksakan.

"Bisakah kalian jangan bahas ini lagi? Aku bisa telat di hari pertamaku."

Mendengar itu, Minato tersenyum maklum.

"Hari ini, biar Tou-san yang mengantar ke sekolah barumu."

"Tidak usah! Nanti Tou-san telat berangkat ke kantor."

"Daijoubu!" Minato bangkit dan menepuk kepala Naruto dengan lembut. "Lagi pula sudah lama juga Tou-san tidak mengantarmu berangkat sekolah. Terakhir itu saat kau kelas 3 SD. Sungguh aku benar-benar merindukan masa-masa saat kau merengek ingin digandeng olehku menuju kelas."

"Ara! Kau tak pernah cerita jika Naru pernah begitu, anata!" ujar Kushina dengan nada jahil. Kontan saja wajah Naruto memerah dibuatnya.

"Ahh, urusai!"

.

.

.

.

.

Sementara itu, nampak suasana pagi hari Sasori tak secerah biasanya. Berdiri seorang diri dengan berbagai tatapan aneh yang terus tertuju kepadanya. Terutama oleh dua siswa urakan yang dia cegat di depan gerbang. Seorang siswa judes dan seorangnya lagi siswa aneh yang selalu membawa-bawa anjing di kepalanya.

"Hmm?"

Mata Kiba tak henti-hentinya menatap pria bersurai merah di depannya dengan pandangan menyelidik. Sementara Kankurou hanya menanggapi tingkah laku sahabatnya dengan dengusan kasar. Benar-benar konyol.

"Kau sebenarnya siapa?" tanya pemuda pecinta anjing itu kemudian. Manik hitamnya tak henti-hentinya menatap Sasori dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Sasori-pemuda bersurai merah itu membuka kaca mata hitamnya dan menatap Kiba.

"Namaku Akasuna Sasori. Aku rekan Naruto sesama pegawai kafe. Aku datang kesini untuk mencarinya."

Kiba memandang Kankurou dan Sasori secara bergantian.

"Kurasa belakangan ini banyak sekali orang aneh yang mencari Naruto. Apa anak itu terlibat suatu kasus kejahatan?" gurauan Kiba yang tak lucu itu disambut oleh jotosan di kepala oleh Kankurou-sahabatnya sendiri.

"Dia tidak memberitahumu jika dia pindah sekolah?" tanya Kankurou setelah dia menyingkirkan Kiba dari hadapan Sasori.

"Apa?"

"Melihat reaksimu, kurasa anak bodoh itu tidak memberitahu apa-apa. Beberapa hari yang lalu dia memutuskan untuk pindah dari sini ke St. Mangekyo karena pekerjaan orang tuanya. Jika kau ingin mencarinya, kurasa sekarang dia sedang memulai hari pertamanya disana."

"St. Mangekyo? Apa artinya dia sekarang pindah ke Konoha?"

"Kata-kataku sudah cukup jelas. Silahkan kau simpulkan saja sendiri. Aku permisi."

Kankurou pun melangkah memasuki area sekolah dengan Kiba yang menyusulnya dari belakang.

Tak lama muncul Deidara dengan dua buah minuman cola di tangannya.

"Bagaimana? Kau sudah bertemu dengannya?"

"Dia tidak disini." jawab Sasori pendek.

"Lho, memangnya dimana? Itachi bilang dia sekolah disini kan? Walaupun sebenarnya aku mengira mustakhil sekali Naru-chan sekolah di tempat seperti ini. Bahkan aku yakin ada dari banyak siswa disini itu anggota yakuza atau semacamnya."

Deidara mendekat kearah Sasori dan membisikan sesuatu.

"Kudengar, siswa disini sudah sering meresahkan masyarakat dengan mereka yang sering berbuat onar."

"Tidak mengherankan."

Sasori akhirnya beranjak pergi.

"Memangnya Naru-chan dimana?" tanya Deidara setelah mereka berdua menaiki mobil Sasori yang terparkir di sisi jalan.

"St. Mangekyo. Dia berhutang banyak penjelasan kepadaku."

"Kalau dia pindah kesana artinya dia tak akan bekerja di Akatsuki lagi bukan?"

Sasori yang sedang memasang sabuk pengaman menoleh cepat kearah Deidara dengan ekspresi terkejut.

"Apa maksudmu?"

"Ano ne...Kau tahu aku dan Itachi adalah alumni sekolah itu beberapa tahun silam. Sekolah itu bukan sekolah biasa, Bakasori!"

"H-huh?"

Deidara menghela nafas. Wajahnya berubah serius dalam sekejap. Hal itu membuat Sasori semakin heran tentunya. Dia memang sudah cukup lama tinggal di Konoha. Tapi dia lahir dan besar di Sunagakure, jadi dia sama sekali tidak mengetahui berita tentang sekolah itu. Yang dia tahu hanya tentang reputasinya sebagai sekolah elit dimana para anak orang kaya bersekolah disana.

"Aturan di St. Mangekyo sangat ketat. Mereka melarang siswa-siswinya kerja part time. Yah, wajar sih...tidak ada anak orang kaya yang kerja part time. Kalau ketahuan kerja part time siswa tersebut pasti dikeluarkan. Aturan itu sudah ada sejak dulu dan sepertinya masih berjalan hingga sekarang."

"Itu artinya..."

"Sou!" Pria dengan rambut pirang panjang itu merangkul Sasori dengan wajah sedih. "Kita tinggal menunggu Naru-chan menyerahkan surat resign-nya saja. Dan dipastikan aku akan kerja dua kali lebih berat dari pada yang biasanya.Uhh, Ita-kun pasti akan mengomeliku jika aku memecahkan piringnya lagi."

"Kenapa dia tidak memberitahukan hal sepenting ini kepadaku?"

"Eh, itu karena kau bukan siapa-siapa, Bakasori!"

Jawaban Deidara mau tak mau membuat hati Sasori mencelos. Membuatnya hanya bisa menggenggam erat kemudi mobil dengan perasaan kalut.

.

.

.

.

"Namikaze Naruto desu. Yoroshiku onegaishimasu."

Setelah selesai memperkenalkan diri, Naruto menatap teman-teman barunya yang memandangnya dengan tatapan yang berbeda-beda.

"Ya. Naruto-kun baru saja pindah dari Uzushio Gakuen. Aku harap kalian bisa membantunya beradaptasi dengan baik disini."

Setelah mendengarkan penjelasan guru yang baru Naruto ketahui dia bernama Hatake Kakashi-guru Matematika yang sangat terkenal suka membaca novel porno di jam mengajar seperti ini -terdengar berbagai bisikan tentang dirinya.

"Ehh...Uzushio?"

"Memangnya bisa siswa Uzushio boleh pindah kesini?"

"Kau dengar itu, dia pindahan dari sekolah preman itu!"

"Kowai..."

"Dia tidak terlihat menakutkan seperti gosip yang beredar."

"Kawaii~"

Dan berbagai bisikan lain yang sesungguhnya membuat Naruto merasa sangat risih. Apa lagi beberapa siswa yang menyebutnya dengan sebutan itu.

"Ha'i. Bisakah kalian tenang?!" Kakashi bertepuk tangan beberapa kali untuk mencuri perhatian anak didiknya yang kini ribut sendiri. Dan tak lama mereka pun diam sambil menatap ke depan.

"Baiklah, Sai-kun!"

Seorang siswa bersurai eboni yang selalu memasang senyum mengerikan (menurut Naruto) berdiri dari barisan kursi paling belakang.

"Ha'i, Kakashi-sensei."

"Karena kau ketua kelas disini, tolong nanti kau ajak Naruto-kun berkeliling ya!"

"Baiklah, Kakashi-sensei."

"Kalau begitu Naruto-kun, sekarang kau duduk di kursi kosong sebelah Sai-kun ya."

Naruto pun mengangguk.

"Arigatou gozaimasu, Kakashi-sensei."

Dan Naruto berjalan menuju bangku yang Kakashi maksud- menghiraukan tatapan aneh yang tertuju kepadanya selama perjalanan menuju kesana. Oh, Naruto harap dia bisa bertahan selama dua tahun ke depan. Dia hanya ingin menghabiskan masa SMU-nya dengan damai dan tanpa beban.

Sementara itu di ruangan OSIS...

Hozuki Suigetsu- siswa tahun kedua St.Mangekyo yang mendedikasikan dirinya sebagai bendahara OSIS itu berwajah heran saat celoteh panjangnya mengenai anggaran kegiatan camping yang sebentar lagi akan diselenggarakan oleh sekolah mereka sama sekali tak di dengar oleh sang ketua OSIS.

"SA.SU.KE!" panggilnya yang ke tiga kali dengan nada jengkel.

Sasuke mengalihkan pandangannya dari bingkai jendela di ruangannya kepada Suigetsu yang kini bersidekap menatap jengkel kearahnya.

"Teganya kau tidak mendengarkan penjelasanku!" omelnya begitu Sasuke selesai dengan lamunannya.

"Maafkan aku. Tinggalkan saja itu di mejaku. Aku akan membacanya nanti."

"Kau tidak terlihat seperti biasanya. Ada sesuatu yang mengganggumu? Karin kah? Apa gadis binal itu membuat moodmu memburuk hari ini?"

Suigetsu menarik sebuah kursi dan duduk menghadap Sasuke yang kini nampak membereskan macam-macam kertas yang memenuhi mejanya.

"Tidak apa-apa."

"Ngomong-ngomong, kau sudah tahu jika ada siswa transfer dari Uzushio Gakuen?"

Tangan Sasuke terhenti sejenak mendengar berita dari sahabatnya itu. Namun dia kembali melanjutkan pekerjaannya dan bersikap masa bodoh dengan berita itu.

"Hn."

"Aku baru tahu jika sekolah kita menerima siswa transfer dari sana. Semua orang tahu jika reputasi Uzushio Gakuen itu buruk sekali."

"Tapi setelah aku melihat anak itu secara langsung, ternyata anak itu manis sekali. Kalau saja dia wanita, pasti sudah aku jadikan pacarku. Hahaha-"

BRAK! Suigetsu terlonjak kaget saat tiba-tiba Sasuke memukul meja dengan keras.

"Ano Sas, kau b-baik-baik saja kan?"

" Dia itu milikku."

"E-eh?!" Manik violetnya mengerjap beberapa kali sebelum dia berteriak histeris dengan wajah terkejut yang berlebihan. "Eeeehhhh?!!"

Wajah Sasuke langsung berubah merah secara mendadak. Apa yang barusan dia katakan?!!!! Batinnya menjerit histeris setelah menyadari hal bodoh apa yang dia katakan.

"A-apa maksudnya itu Sasuke?! Kau dan siswa transfer itu saling mengenal?"

Sasuke mengangguk dengan manik yang bergulir gelisah memandang guci tua di pojok ruangan.

"Dia anak teman lama orangtuaku."

Belum sembuh dari shock karena pernyataan gila Sasuke, kini dia harus shock karena kalimat lanjutannya sukses membuat Suigetsu- si bendahara OSIS kita jatuh terjengkang dari kursi yang didudukinya.

"-dan dia adalah calon mate potensialku."

.

.

.

Manik biru Naruto memandang ragu sekelilingnya yang lagi-lagi memberikan tanggapan tidak menyenangkan dari siswa-siswi yang dilewatinya.

"Ano..." Naruto memegang ujung blazer Sai yang berjalan disampingnya.

"Ya, Naruto-kun?" Siswa bermarga Shimura itu memandang Naruto dengan senyum palsu yang terukir di bibirnya.

"Hahaha, hanya perasaanku saja atau memang semuanya tidak senang dengan kehadiranku?"

"Hmm? Aku tidak tahu apakah ini benar atau tidak, penyebabnya mungkin karena kau siswa transfer dari Uzushio Gakuen?"

"Apa reputasi sekolah lamaku seburuk itu?"

"Sudahlah, cepat atau lambat mereka pasti akan melupakan hal itu. Setelah aku berbicara langsung denganmu, kurasa rumor buruk tentang Uzushio tidak sepenuhnya benar."

"Hmm...padahal aku berharap, jika aku bisa menghabiskan masa SMU-ku dengan tenang dan damai."

Sai tertawa sejenak sebelum dia berseru memanggil nama seseorang yang membuat dunia Naruto seperti berhenti mendadak.

"Uchiha-senpai!"

Sasuke yang baru saja keluar dari ruangan OSIS sedikit terkejut saat mendapati sosok Naruto yang sedang bersama Sai.

"Kebetulan sekali bertemu disini."

"Ada apa?"

"Data yang kau minta tempo hari sudah kuselesaikan. Kurasa besok aku akan memberikan data itu."

"Baiklah." sahutnya singkat. Manik onyxnya mencuri pandang kearah si pirang yang nampak menyembunyikan diri dibalik tubuh Sai. Apa Naruto masih marah dengannya karena perkataan kejamnya semalam? Dia bahkan sampai menghindarinya seperti itu.

"Oh ya, Naruto-kun...dia Uchiha Sasuke- ketua OSIS kita." Sai membalikan badan menunjukan sosok Sasuke kepada Naruto yang masih menundukan kepalanya.

"Yoroshiku onegaishimasu, Uchiha-senpai." Entahlah dia harus senang ataukah sedih karena mulai hari ini dan seterusnya Sasuke akan lebih sering melihat sosok pirang yang telah menawan hatinya. Dan sejak kapan, Naruto memanggilnya dengan panggilan formal seperti itu? Apakah ini tandanya sudah tidak ada harapan baginya?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

*TSUZUKU*