Warn of typo(s)! This is YAOI! Cerita punya saya! Bahasa sesuka saya! DLDR~

Happy reading!

.

.

.

Pagi itu juga Sehun pergi ke rumah Luhan. ia tidak sabar bercerita banyak hal kepada Luhan. mulai dari hal yang membuatnya sakit hati sampai yang membuatnya bimbang. Luhan mendengarkan dengan seksama cerita Sehun. Luhan juga sempat memberikan tanggapan dari setiap apa saja yang Sehun sampaikan.

Sehun terdiam ketika nama Jongin mulai masuk dalam ceritanya. Luhan mengangkat alisnya pertanda dirinya penasaran. Sehun pada akhirnya menceritakan pada Luhan perihal Jongin yang menyatakan cinta padanya. Sehun juga bercerita tentang apa yang dikatakannya pada Jongin saat itu.

"Lu, aku benar-benar merasa seperti orang yang sangat kejam. Aku memberikan Jongin harapan yang sebenarnya tidak mungkin dia dapatkan. Aku masih mencintai Chanyeol dan aku tidak tahu apakah perasaannku itu adalah cinta atau hanya ungkapan rinduku padanya. Tetapi yang jelas, aku tidak bisa melupakannya atau menerima yang lainnya."

Tanpa mereka sadari orang yang mereka bicarakan mengawasi dan mendengarkan semua yang mereka katakan. Jongin, laki-laki itu berdiri di balik pintu flat Luhan sambil membawa sebuah bungkusan yang awalnya ingin dibagikan ke dua orang di dalam. Tetapi niatnya terhenti ketika mendengar percakapan anrtara Sehun dan Luhan.

Rahang Jongin mengeras dan pandangan matanya jadi marah. Dia membuang bungkusan itu di tong sampah depan rumah Luhan kemudian pergi meninggalkan rumah itu dengan perasaan marah dan kecewa yang mendalam. Ia masuk ke mobil sedan miliknya dan segera mengetikkan pesan 'Aku ingin bicara denganmu. Kita bertemu di kafe Yellow satu jam lagi.'

.

.

.

"Lu, aku pulang dulu ya." Kata Sehun sambil memasang sepatunya.

Yifan datang tidak lama setelah Sehun selesai bercerita. Yifan adalah seorang pebisnis. Ia hanya mendapat libur tidak banyak dari orang-orang pada umumnya. Sehun tidak mau membuat kedatangan Yifan sia-sia karena dirinya. Yifan tentunya ingin memadu kasih dengan Luhan atau bermesra-mesraan. Maka ia pun memutuskan untuk pulang meskipun ia melakukannya dengan berat hati.

Belum lama ia berjalan meninggalkan flat Luhan, ponselnya bergetar. Diambilnya ponsel tersebut lalu mendapati satu pesan dari Chanyeol. Sehun menautkan alisnya dan sedikit ragu akan membuka pesannya ataukah tidak. Chanyeol memang sudah membuatnya senang tadi, tetapi dia juga tidak bisa melupakan semua kejadian yang Chanyeol sebabkan. Sakit hatinya terlalu besar dan egoismenya mengalahkan dirinya. Dengan ragu, Sehun mengunci kembali layar ponselnya dan memasukkan ponsel tersebut kembali ke dalam sakunya.

.

.

.

"Huh," terdengar helaan nafas marah dan lelah yang bercampur menjadi satu dan terlihat dalam wajah itu. "Kau ini bagaimana?! Kau bilang semuanya sudah beres. Sebenarnya apa yang Chanyeol katakan padamu waktu itu?!"

Wanita itu menunduk saja dan keringatnya membasahi sebagian besar keningnya. Jongin terus saja menatapnya dengan tatapan intimidasi. "Hei! Jawab aku?!"

"Dasar bodoh!" Teriak wanita itu tak kalah marahnya. "Kau menyuruhku untuk berpura-pura hamil dan mengatakannya pada Chanyeol. Kau fikir caramu itu bagus?!"

Jongin melotot dan darahnya semakin mendidih. "Hei, kau!"

"Chanyeol bahkan tidak pernah menyentuhku. Kau fikir dia percaya dengan kebohongan itu?! Dia pintar dan hanya orang bodoh yang membuat rencana konyol itu! sekarang Chanyeol semakin membenciku dan bayangkan saja bagaimana reaksi Sehun kalau tahu, laki-laki yang selama ini baik padanya-lah yang membuat rencana jahat ini."

Krystal menenggak habis minuman yang ada di meja depannya. Dia menggebrak mejanya dengan gelas tersebut lalu pergi meninggalkan Jongin begitu saja. Laki-laki itu mengacak rambutnya kasar dan frustasi. Dia menendang kursinya dan meninggalkan kafe tesebut secepatnya.

.

.

.

"Halo." Sehun mendekatkan ponselnya di telinga. Seseorang diseberang tak kunjung menjawab, membuat Sehun jadi berang. "Halo!"

"Umh, iya." Sahutnya ragu.

"Siapa ini?" Tanya Sehun sudah kembali sopan dan ramah.

"Ahaha." Kekehnya. Sehun menjauhkan ponselnya dan melihat nama siapa yang ada dipanggilannya. "Kau ini bagaimana? Kau pasti sedang melamun, oleh sebab itu kau tidak tahu siapa yang menelponmu."

"Bicaralah yang benar!" ketus Sehun saat mengetahui adalah Chanyeol yang menelponnya. "Aku akan tutup teleponnya sekarang juga."

"Tunggu!" Cegah Chanyeol. Tanpa disadari Chanyeol, Sehun tertawa sendiri mendengar responnya. "Aku sudah membeli dua tiket pesawat untuk kita."

"Tiket pesawat?!" Mata Sehun spontan membulat saking terkejutnya.

"Iya. Kau lupa?"

Sehun menerawang jauh ke beberapa hari yang lalu dan ia ingat. "Oh begitu. Tapi apa kau juga belum mendapat kabar tentang pamanku?"

"Ah, Sehun." Chanyeol mendengus. "Bagaimana kalau kau segeralah pulang. Aku tidak suka pembicaraan lewat telepon. Lagipula aku akan habis banyak pulsa."

Chanyeol tertawa di akhir pembicaraannya. Sehun mau tak mau ikut tertawa meskipun ia sedikit gengsi harus melakukan hal tersebut. Chanyeol akan mengira Sehun menerimanya kembali. Padahal ya, sebenarnya Sehun sudah menerima Chanyeol kembali. Mungkin saat ini gengsi Sehun lebih besar ketimbang keinginannya bahagia bersama Chanyeol. Tapi suatu saat pasti gengsi itu juga akan hilang.

.

.

.

"Kau memasak semua ini?" Sehun tertegun melihat meja makan yang sudah ditata rapi dengan beberapa masakan rumah kesukaannya. Chanyeol mengangguk sambil tersenyum lebar. "Apa ini semua bisa dimakan?"

Chanyeol berdecak dan memelototi Sehun yang seakan-akan merendahkannya sekaligus meremehkannya dalam hal memasak. Sehun tertawa renyah melihat ekspresi Chanyeol yang kesal padanya. Entahlah, Chanyeol akan terlihat semakin tampan saat marah.

Sehun mendekat ke Chanyeol dengan langkah ragu. Ia bermain dengan jari tangannya sendiri mencoba menyembunyikan debaran jantung gilanya. Chanyeol memerhatikan langkah Sehun yang hati-hati. Ia tersenyum kecil saat Sehun menarik nafas panjang di depannya.

"Anak pintar."

Chanyeol melongo dan memasang wajah bodohnya. Sehun hanya menepuk sambil mengelus kepalanya dua kali lalu berpaling dan duduk di kursi. Sehun cekikikan sendiri melirik Chanyeol yang bingung. "Kenapa masih berdiri di situ?" tanya Sehun dengan nada sedikit ditinggikan.

Chanyeol menyernyit. Dia mengedikkan bahu lalu menatap Sehun yang mulai mengambil piring dan nasi. Chanyeol pada akhirnya duduk di kursi di depan Sehun. ia tatap Sehun yang seolah-olah selalu menghindari tatapan Chanyeol. tetapi lelaki itu tak menyerah untuk mendapatkan perhatian Sehun.

"Ada apa?" Sehun menyuapkan sesendok nasi dengan lauk di mulutnya sambil menaikkan alisnya, bertanya pada Chanyeol.

Chanyeol hanya diam dan tersenyum kecil. "Aku jadi ingat saat dulu pertama kali kita bertemu." Sehun kembali menunduk untuk menyendok nasinya. "Kau datang ke rumahku hanya untuk meminta maaf saja. Saat itu hujan lebat dan aku juga ingat kalau itu pertama kalinya kita saling jujur soal perasaan kita. Malam itu juga malam jadian kita sekaligus menjadi malam dimana kita—"

"Hei! Aku ini sedang makan." Sentak Sehun. matanya melebar dua kali lipat dengan wajah memerah. "Tidak baik bicara di meja makan. Tidak sopan."

Chanyeol berdecak dan meminum teh seduhnya. "Kira-kira perasaanmu sebesar apa hingga kau rela ke rumahku hanya untuk minta maaf?"

Sehun diam untuk mencari alasan. Fikirannya kacau dan otaknya tidak betul saat itu. "Luhan yang menyuruhku meminta maaf. Memangnya aku bisa menolak perintahnya?!" kilah Sehun sambil mencoba menyembunyikan rasa malunya.

"Ck, alasan." Decak Chanyeol.

Sehun minum. Dia telah menghabiskan sepiring nasinya dan Chanyeol senang karena Sehun menikmati masakannya. Sejak dulu memang Sehun selalu menerima apa saja yang Chanyeol berikan. Karena bagi Chanyeol, meskipun Sehun terkadang galak dan suka menghina dengan kata-kata kejam, tapi aslinya Sehun itu baik sekali. Bahkan bagi Chanyeol Sehun itu sangat rapuh bagaikan daun kering di musim gugur. Dan dirinya yang akan menjaga agar Sehun-nya tidak hancur dan remuk oleh apapun, termasuk dirinya.

"Aku fikir kau tadi tidak segera duduk karena mengira aku akan memberikanmu ciuman. Sebagai hadiah dari makanan ini." Sehun menggelengkan kepalanya tidak percaya, tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkannya.

Chanyeol diam karena melamun. Ia bahkan tak tahu apa yang Sehun ucapkan barusan. Ia sedang mengingat akan janjinya. Dirinya akan membiarkan Sehun memilih dan merelakan Sehun seutuhnya. Chanyeol juga sadar, kebersamaannya dengan Sehun hanya akan menambah sakit hati pemuda itu saja. Apalagi status Chanyeol yang sudah menjadi duda, Sehun tentunya akan mempertimbangkan kembali akan menikah dengan seorang duda atau tidak. Daripada Chanyeol sakit hati dicampakkan Sehun, lebih baik Chanyeol perlahan menjauh karena Jongin akan lebih pantas dengan Sehun.

"Sehun," panggil Chanyeol. pemuda pemilik nama itu mendongak dan memandang Chanyeol. fikirannya mengatakan Chanyeol akan membahas topic yang tidak bagus. "Tadi polisi memberi kabar kalau pamanmu sudah ditemukan, tapi dia masih di Thailand untuk perawatan. Kau tahu, dia masih sedikit shock. Mungkin satu atau dua minggu lagi dia akan kembali ke Korea."

Sehun mengangguk dan senyumnya tercipta di bibirnya. "Benarkah?" Chanyeol ikut mengangguk. "Wah, aku senang sekali. Kapan kau—"

"Sehun," potong Chanyeol. "Aku sudah berjanji akan pergi dari kehidupanmu. Kau bebas memilih jalan hidupmu. Aku akan melepasmu. Kau boleh bersama dengan Jongin atau—"

"Hentikan, Chanyeol!" Sehun berdiri dan menggebrak meja makan dengan kedua tangannya. "Aku tidak mencintai Jongin."

"Kalau begitu kau bebas memilih siapa pendamping hidupmu." Sahut Chanyeol segera setelah Sehun selesai.

"Tapi aku tidak mencintai siapapun." Sergah Sehun dengan nafas bersaut-sautan.

Chanyeol terperangah. Sehun berbalik dan meninggalkannya di ruang makan. Apa yang dimaksud Sehun. apa benar Sehun tak mencintai siapapun. Apakah dia juga tidak mencintaiku?

Chanyeol terduduk kembali dengan fikiran hampa dan melayang entah kemana. Sehun bersungguh-sungguh kah? Chanyeol hanya bisa menebak-nebaknya saja. Sehun mungkin marah dengan ucapannya tadi. Chanyeol begitu egois akan meninggalkan Sehun hanya karena dirinya takut Sehun mencampakkannya. Apa Chanyeol tidak berfikir bagaimana saat dia mencampakkan Sehun saat itu. Sehun yang menurutnya rapuh saja bisa menerima semua rasa sakit yang diberikannya, apakah tepat kalau dirinya lari dan bersembunyi dari kemungkinan yang belum tentu terjadi. Sehun mungkin saja tidak mempermasalahkan status sosialnya. Sehun selalu menerima apapun yang Chanyeol berikan termasuk status Chanyeol. apakah Chanyeol melupakan hal itu?

Chanyeol berdiri dan berjalan ke kamar Sehun. dia berhenti tepat di depannya dan menimbang-nimbang akan mengetuk pintunya ataukah tidak. Dan pada akhirnya dia mengetuk pintunya. "Sehun?" panggilnya lirih serta halus.

Tak ada sahutan.

Chanyeol menempelkan keningnya di pintu. Dia membayangkan sedang bertatapan dengan Sehun saat itu. hatinya bingung menentukan bertahan atukah pergi. Sehun menurutnya tidak memberikan kepastian padanya. Sikap Sehun yang berubah-ubah membuatnya tidak berani melangkah ke depan ataukah mundur. "Sehun," panggilnya kembali. Suaranya begitu lirih dan pelan. Ia juga tak yakin Sehun mendengarnya.

"Aku.." dia diam, otaknya bekerja untuk memilih-milih kata yang tepat untuk diutarakan pada Sehun. "Sumpah! Aku ini benar-benar manusia otak sosis." Chanyeol terkekeh. Akankah Sehun juga terkekeh?

"Jujur aku sangat pengecut. Aku memilih mundur untuk mendapatkanmu karena aku sudah bukan seperti yang dulu. Kau mungkin menganggapku sebagai lelaki paling penakut yang menyedihkan. Aku bisa menerimanya. Ketahuilah Sehun, aku selalu menerima semua caci dan makianmu." Chanyeol kembali terkekeh. Kali ini ia sudah duduk bersandar di pintu. Ia mengingat-ingat ketika dirinya dan Sehun masih berada di satu sekolah yang sama. Sehun dan Luhan selalu mengganggu Chanyeol. Dan setiap kali tertangkap oleh kelompoknya Chanyeol (Jongdae dan Baekhyun), Sehun selalu mengatakan jika dirinya hanya kaki tangan Luhan semata. Padahal Sehun juga terlibat dalam rencana kotor Buat-Chanyeol-Menderita tersebut.

"Apa kau tetap tidak memperbolehkan aku masuk?" Chanyeol bertanya disela-sela lamunannya.

"Baiklah. Aku akan menunggumu di sini." Sahut Chanyeol. "Perlu kau tahu, kalau kamar mandi di dalam krannya tidak menyala. Aku bisa jamin kau akan segera keluar. kau tadi cukup minum banyak, pasti kau akan buang air. Benar, bukan?"

Dua jam empat puluh satu menit sudah Chanyeol duduk merenung memandangi pintu kamar Sehun yang tak kunjung terbuka. Ia lihat botol wine-nya sudah hampir habis. Ia kembali menenggak habis wine-nya dan menatap pintu di depannya dengan sabar. Hingga pada akhirnya, pintu itu bergerak. Chanyeol bangkit dan benar. Sehun keluar dari sana dan langsung melesat ke kamar mandi yang ada di bawah. Bahkan Chanyeol tak yakin Sehun tadi melihatnya.

Chanyeol berjalan menuju tangga. Dia berhenti tepat di anak tangga teratas, memandangi Sehun yang baru saja keluar dari kamar mandi. Bahkan Chanyeol sempat berfikir mesum ketika kedua tangan Sehun masih membenarkan resleting celananya.

Sehun naik ke anak tangga pertama dengan tatapan ke bawah. Chanyeol bersedekap memperhatikannya. Senyumnya berubah menjadi tatapan gugup tatkala Sehun menyorot Chanyeol dengan tatapan dinginnya.

"Sehun aku minta maaf." Kata Chanyeol sambil mencekal tangan Sehun.

Sehun mengibaskan tangannya dan kembali berjalan. Chanyeol menarik Sehun, kali ini lebih bertenaga. "Dengarkan aku." Sentak Chanyeol. melihat sepasang mata Sehun yang menguncinya dengan tatapan tajam membuat Chanyeol membeku tak dapat berbicara.

Keduanya diam untuk beberapa saat. Sehun meneguk liurnya saat Chanyeol tak kunjung mengatakan apapun. Ayolah, jelaskan sesuatu padaku! racau Sehun dalam hatinya sendiri.

Sehun mengangkat kedua tangannya. Awalnya ragu tetapi saat kedua telapak tangannya menyentuh pipi Chanyeol. semuanya menjadi pasti. Sehun sedikit berjinjit dan menarik Chanyeol untuk menunduk. Keduanya begit dekat. Sehun memang tak berniat mencium Chanyeol, atau jika ada, niatnya itu sangat kecil. Chanyeol telah membuka mulutnya dan nafasnya naik turun. Sehun menahan tawanya dalam hati. Chanyeol benar-benar tak bisa menahan dirinya apalagi saat Sehun tersenyum padanya. Kening mereka berdua bersentuhan dan meskipun gengsi, Sehun selalu saja memperhatikan bibir Chanyeol yang membuka-menutup.

Jemari Sehun menelusuri tengkuk Chanyeol hingga sampai di bibir Chanyeol yang sudah basah karena liurnya sendiri. Dia memainkan jemarinya di sana sambil sesekali menatap mata Chanyeol yang sangat sayu.

"Apa kau belum bisa mengartikan ini sebagai kepastian dariku?" bisik Sehun. nafasnya juga terengah. Chanyeol melingkarkan tangannya di pinggang Sehun dan menarik tubuh Sehun mendekat.

"Belum." Jawab Chanyeol berbisik. Sehun selalu saja tersenyum ketika Chanyeol memajukan kepalanya. Bibir Chanyeol yang terus-menerus berusaha menggapai bibir di depannya membuat Sehun semakin senang mempermainkan Chanyeol saat ini. "Ada dua kemungkinan." Chanyeol membuka matanya lebar dan menatap Sehun dalam. Jemari Sehun masih meraba-raba bibir Chanyeol dan sekitarnya. "Pertama, kau terlalu lama mengulur waktu. Apa ini sebuah penolakan untukku?" Sehun terperanjat dan kembali tersenyum. Dia mengacungkan telunjuknya di depan bibir Chanyeol yang terbuka-tertutup. Chanyeol manangkap telunjuk Sehun dan mengulumnya di mulut. Sehun bergidik geli dan menarik tangannya.

"Lalu apa yang kedua?" Sehun kembali berjinjit dan menangkup wajah Chanyeol. hidung mereka saling bersentuhan dan saling bertukar udara.

"Kau memintaku untuk tetap tinggal. Kau menginginkan sesuatu yang berbeda. Lebih lama bermain dan menikmati segalanya lebih dalam." Sehun melenguh ketika merasakan tangan Chanyeol meraba-raba pangkal pahanya. Chanyeol tersenyum dan ketika Sehun mulai kehilangan tumpuannya akibat gemetar, laki-laki itu segera menyandarkan Sehun di dinding.

Masih dilihatnya wajah Sehun sambil membelai rambut halus kekasihnya menggunakan satu tangannya yang bebas. Sehun memejamkan matanya. Tangannya masih melingkari leher Chanyeol. "Jangan pergi." Kalimat tersebut meluncur dengan mulusnya dari mulut Sehun. Chanyeol tersenyum lebar lantas menjatuhkan bibirnya di atas bibir Sehun.

Menyesapnya dengan serakah dan mengulumnya seakan-akan bibir itu hanya miliknya. Tidak ada seorang pun boleh melakukan itu dengan bibir yang sudah menjadi hak miliknya. Chanyeol mengangkat tangan yang tadi sempat menyapa dan meraba milik Sehun di sana. Ia semakin menghimpitkan tubuh Sehun dengan dinding dan tubuhnya. Chanyeol menegakkan kepala Sehun agar lebih bebas ruang geraknya. Sehun memejamkan matanya tak tahu sebagaimana Chanyeol antusias dengan dirinya.

Chanyeol menjulurkan lidah. Ia sudah tak sabar untuk merasakan hangatnya rongga mulut Sehun, tetapi lelaki itu selalu saja berusaha mengatupkan bibirnya. Chanyeol sudah dilahap nafsunya, ia tak bisa dan tak ingin berlama-lama dalam tahap seperti ini. Ia mengarahkan kembali tangan kirinya di pangkal paha Sehun. membuka resletingnya serta kancing celananya. Sehun mencoba menghentikan pergerakan tangan Chanyeol yang seolah-olah hafal dengan letak-letak di bawah. Seperti tangan Chanyeol memiliki mata sendiri.

Sehun sudah terbuai oleh ciuman lembut Chanyeol. Ia bahkan terlalu lemas untuk menghentikan tangan Chanyeol yang sudah berhasil menggenggam miliknya. Sehun tak tahan dan tak kuat. Ia melenguh nikmat ketika dirasa miliknya digenggam erat oleh tangan Chanyeol. Dengan cepat ketika Sehun melenguh, Chanyeol segera memasukkan lidahnya di mulut Sehun dan bermain di dalam sana. Chanyeol meraba langit-langit mulut Sehun dengan lidahnya dan mengabsen barisan gigi-gigi Sehun.

Tangan Chanyeol belum berhenti memainkan milik Sehun di bawah. Ia meremas dan menarik ulur dengan hati-hati. Sehun kewalahan. Chanyeol memang selalu menjadi penguasa atas dirinya. Sehun mendorong tubuh Chanyeol saat dirasanya kepalanya pening karena kekurangan pasokan oksigen. Dia menarik rambut Chanyeol yang sudah berantakan cukup bertenaga sampai-sampai Chanyeol melepas pagutannya dengan segera dan terpaksa.

Sehun menarik nafas cepat dan ngos-ngosan. Chanyeol berkeringat dan dirinya pun sama. Mereka berdua saling pandang sampai pada akhirnya terdengar bunyi telepon berdering memenuhi ruangan sunyi itu. Sehun cepat-cepat membenarkan dirinya dan merapikan pakaiannya. Chanyeol berdecak kesal saat Sehun berjalan melewatinya menuju meja telepon.

"Halo." Sapa Sehun senormal mungkin. Ia mengangguk sambil mengatakan "Iya, dia ada." Lalu menoleh ke Chanyeol yang masih berdiri di anak tangga teratas. "Baiklah. Akan kupanggilkan."

Sehun menjauhkan teleponnya dan melambai ke Chanyeol. laki-laki itu menautkan alisnya dan memasang wajah sebal sambil menatap Sehun yang mengisyaratkan agar dirinya ke sana. Chanyeol menerima telepon dari Sehun dan berkata "Chanyeol sedang istirahat. Dia tidak bisa bicara dengan siapapun."

Lalu teleponnya di tutup. Sehun menatap heran ke Chanyeol. "Kenapa kau bilang seperti itu?!"

"Ini sudah malam. Untuk apa menelfon. Memangnya tidak ada hari esok? Aku tidak suka dengan orang yang tidak bisa menghargai waktu istirahat orang lain." Jawab Chanyeol sambil bersedekap.

"Tapi bagaimana kalau itu penting?!" sergah Sehun.

"Kalau penting sebaiknya telepon sejak dari tadi." Sahut Chanyeol enteng.

"Bagaimana kalau ada kabar dari pamanku?" Sehun mengguncang pundak Chanyeol. Laki-laki itu terkesiap untuk sesaat sebelum akhirnya dia berhasil menjawab meskipun dirinya tidak yakin Sehun akan percaya ataukah tidak.

"Tidak mungkin. Aku tadi sempat mendengar orang itu menyapaku. Dia adalah sepupuku, Kyungsoo." Ujar Chanyeol ragu. Semoga Sehun percaya dan tidak bertanya lagi.

TBC—

Ugh, senengnya bisa menyapa kalian lagi. bagaimana? Makin aneh ya? Hehe, aku minta maaf.

Dan segala typo-typo yang tersebar, mohon dimaafkan ya. Aku akan semakin semangat kalau respon kalian baik. review?

Thanks for follow, Favorite, and review. dan yang masih jadi silent rider, ayo dong tunjukan diri kalian. setidaknya hargai hasil karyaku yang abal2 ini. wkwkwkw. Belum punya akun juga bisa review kok. Terima kasih.. love you