Sehun membuka mata dan benar-benar berharap apa yang ada di hadapannya hanyalah hayalan,
tapi sayang takdir membencinya.
"JONGIN?!"
Dan Sehun bersumpah takdir sedang menertawainya sambil berkata,
"Inilah karmamu, Bocah."
Innocent
Pair : Hunkai
Warn(s) : Yaoi, OOC , Typo(s), lilbit fantasy.
Disclaimer : Cast(s) milik diri mereka sendiri.
.
.
.
.
"Jongin?!"
Sehun ikut berlutut ke tanah karena harus menyangga kepala Jongin yang lemas. Tidak basah, berarti tidak ada darah. Sehun mengangkat tubuh Jongin ke dalam pelukannya untuk melihat bagian belakang tubuh Jongin, benar, baju Jongin bersih jadi tidak ada darah. Tapi di bahu kiri Jongin ada sebuah jarum yang memiliki tabung kecil, sangat kecil, dengan cairan merah muda yang masuk ke kulit Jongin.
"KATAKAN PADAKU! APA INI?!" Sehun menarik jarum di bahu Jongin dan menyentak Irene dengan marah, membuat Irene yang sedung membeku terlonjak kaget.
"A-aku tidak tahu..." Kata Irene lirih. Dia juga bingung melihat Jongin yang tidak sadarkan diri. Kalau terjadi sesuatu pada Jongin bisa-bisa dirinya dipenjara.
"BAGAIMANA MUNGKIN KAU TIDAK TAHU! KAU YANG MENEMBAKKANNYA!" Sehun masih berteriak pada Irene karena marah yang ikut membuat Irene berteriak juga karena ketakutan.
"AKU TIDAK TAHU! WENDY YANG MEMBERIKU ITU! DIA BILANG SERUM ITU AKAN MEMBUATMU JADI MILIKKU!"
"Akh sial!" Umpat Sehun, dia tidak punya waktu untuk adu teriakan dengan Irene. Fuck! Jongin sedang tak sadarkan diri dalam pelukannya dan dia malah main teriak-teriakan bersama Irene. Dengan sigap Sehun mengangkat Jongin dalam gendongannya dan berjalan terburu-buru menuju pintu belakang mobilnya untuk membaringkan Jongin disana. Setelah meletakkan Jongin di kursi belakang Sehun membanting pintu dan beranjak ke kursi kemudi sebelum tangannya ditahan oleh Irene yang sudah bersimbah air mata dan maskara.
"Tolong- Aku mohon jangan laporkan aku ke polisi." Tangis Irene, memohon pada Sehun.
"Kalau terjadi sesuatu pada Jongin, aku pastikan kau akan membusuk di penjara." Sehun kembali membanting pintu mobilnya meninggalkan Irene menuju rumah sakit terdekat.
Sehun dengan ugal-ugalan menyetir mobilnya sambil sesekali melirik ke arah Jongin yang masih tidak sadarkan diri. Sesampainya di rumah sakit Jongin langsung mendapatkan perawatan sementara Sehun hanya dapat menunggu diluar.
Dengan panik Sehun berjalan mondar mandir di depan ruangan tempat Jongin sedang diperiksa. Sehun bingung harus melakukan apa. Dia bingung dan khawatir pada Jongin. Kenapa Jongin ada di dekat rumahnya? Kenapa Jongin tiba-tiba muncul disaat yang tidak tepat? Bahkan setelah apa yang Sehun lakukan tadi siang kenapa Jongin masih mau melindunginya? Kenapa Jongin masih peduli padanya?
Sehun mengacak rambutnya frustasi. Seharusnya tidak begini. Seharusnya Jongin membecinya dan bahagia bersama pacarnya bukannya tiba-tiba muncul dan melindungi Sehun dari serangan salah satu mantan pacarnya yang gila. Menghela napas berat Sehun memejamkan matanya, terbayang-bayang mata sembab Jongin yang sudah pasti adalah ulahnya.
Mata Sehun terbuka dan langsung berdiri begitu mendengar suara pintu dibuka yang disusul dengan seorang dokter paruh baya yang keluar dari sana.
"Apa dia baik-baik saja?" tanya Sehun cepat bahkan sebelum dokter itu sempat menutup pintu.
"Tidak ada yang salah dengan tubuhnya secara fisik. Tapi kami masih belum tahu apa efek dari serum itu. Kami masih akan mengeceknya di laboratorium." Jelas dokter itu sambil memegang jarum dengan tabung kecil yang tadi dibawa Sehun.
"Aku ingin-"
"Ya. Anda bisa menemuinya, saya yakin dia akan segera sadar sebentar lagi." Kata dokter itu membuka pintu dan mempersilahkan Sehun untuk masuk.
Sehun masuk dan menuju ke ranjang rumah sakit di tengah ruangan tempat Jongin berbaring masih tidak sadarkan diri. Sehun duduk di pinggir ranjang dan menatap Jongin sendu.
"Apa yang kau lakukan? Apa kau bodoh?" gumam Sehun mengelus pipi Jongin dengan alis yang berkerut sedih. Sehun yang bodoh dan Sehun tahu jelas itu. Dia yang memutuskan Jongin terlebih dulu, Sehun bahkan tidak tahu kenapa dia memutuskan Jongin secara tiba-tiba. Dia yang memutuskan Jongin, tapi dia sendiri yang tidak rela ketika Jongin bersama orang lain, awalnya bukan apa-apa karena Sehun yakin tidak akan orang yang lebih baik dari dirinya untuk Jongin. Dan Sehun sangat yakin Jongin cinta mati padanya, hampir semua orang cinta mati padanya by the way. Tapi ketika Choi Minho yang datang, ada terbesit perasaan takut dalam diri Sehun. Choi Minho dengan segala reputasi baiknya dan senyum hangatnya cepat atau lambat pasti akan menggeser posisi Sehun dari hati Jongin.
Dan sebelum itu terjadi Sehun yang akan menggeser Jongin dari hatinya terlebih dulu. Dia kembali menjadi Oh Sehun yang sebelumnya, pergi ke klub, mabuk-mabukan, meniduri wanita yang bahkan Sehun tidak tahu siapa, berkencan dengan siapapun yang dianggapnya menarik, apapun.. apapun dilakukan hanya untuk melupakan Jongin, Jongin yang sudah menjadi milik orang lain.
Sehun tersenyum miris.
Jongin yang sudah menjadi milik orang lain tapi rela melemparkan hidupnya hanya untuk menolong Sehun.
To : Sulli
Berikan aku nomor kakakmu.
Sehun mengetik dengan cepat dan mengirimkannya pada Sulli, salah satu teman kencannya. Lalu kembali menatap wajah Jongin sampai ponselnya bergetar tanda pesan masuk. Mengabaikan ocehan Sulli di pesan balasannya Sehun langsung menekan nomor yang diberikan Sulli padanya.
'Halo.' Jawab Minho.
"Ya, halo." Jawab Sehun datar. Sungguh dia benar-benar benci mendengar suara Minho.
'Siapa?' tanya Minho terdengar bingung.
"Sehun."
'Oh Sehun? Ada apa?'
"Kau ada dimana? Pacarmu seda-"
'Tunggu tunggu pacarku?' sela Minho.
"Iya. Pacarmu, Jongin." Jawab Sehun dengan pahit. Tapi Sehun mengerutkan alisnya bingung saat mendengar tawa getir Minho.
'Jongin bukan pacarku.' Kata Minho.
"Apa?" tanya Sehun semakin bingung.
'Jongin bukan pacarku.' Ulang Minho.
"Tapi kau menem- Kau memutuskan Jongin?" tuduh Sehun tajam pada Minho seolah Sehun sendiri tidak pernah memutuskan Jongin dan melukainya.
'Aku tidak memutuskan Jongin,' Minho ikut merasa geram. Hell! Jangankan memutuskan, Jongin bahkan tidak menerimanya.
'Dia bahkan tidak menerimaku.'
"Apa? Tapi saat itu-" tanya Sehun bingung dan tidak percaya.
'Aku memang menembak Jongin tapi terjadi kesalahpahaman. Jongin tidak pernah menerimaku sejak awal. Kami tidak pernah berpacaran.' Jelas Minho.
"Kenapa?" tanya Sehun bodoh. Jadi selama ini...
Terdengar kekehan ringan Minho sebelum dia menjawab. 'Bukankah sudah jelas? Karena Jongin masih mencintai mantan kekasihnya.' Napas Sehun tercekat, kepalanya terasa dihantam dengan keras.
Mendengar napas Sehun yang tercekat Minho kembali terkekeh getir. 'Aku rasa kau sudah tahu kan siapa orang itu?'
"..." Sehun terdiam.
'Jadi, apakah terjadi sesuatu pada Jongin?'
"Tidak. Tidak ada apa-apa. Maaf mengganggumu." Kata Sehun datar masih merasa mengambang karena kenyataan yang baru saja diketahuinya.
Setelah memutuskan panggilannya pada Minho dan meletakkan ponselnya, Sehun kembali menghadap ke arah Jongin. Bahkan kini dia meletakkan kepalanya diatas kepala Jongin, kening mereka bersentuhan.
"Kau benar-benar bodoh," kata Sehun memejamkan matanya sambil merasakan napas Jongin menerpa wajahnya. "Tapi aku lebih bodoh lagi."
Sehun terdiam dalam posisi seperti itu selama beberapa saat sampai merasakan alis Jongin bergerak. Sehun bangun dan mengamati wajah Jongin.
"Jongin?" Sehun memegang pipi Jongin sambil menatap Jongin dengan seksama.
"Eunghh..." Jongin mengerang pelan lalu perlahan-lahan membuka matanya, berkedip beberapa kali sebelum berusaha untuk bangun, yang tentu saja dibantu oleh Sehun.
Jongin menatap sekitanya dengan bingung sebelum menatap lurus ke arah Sehun masih dengan raut kebingungan yang sama.
"Katakan sesuatu Jong. Kau membuatku takut." Kata Sehun menatap Jongin lekat-lekat.
"K-kau.. kau siapa?" tanya Jongin ragu membuat Sehun membuka mulutnya, menganga.
"Aku Sehun, Jongin. Jangan bilang kau melupakanku?" Bagus. Apa serum itu membuat Jongin lupa ingatan? Ya Tuhan bukankah ini terlalu klise? Seperti drama saja.
"Paman Sehun?"
"P-paman?!" Sehun bukan hanya kaget lagi sekarang, pikirannya benar-benar blank mendengar Jongin memanggilnya paman.
Cklek.
Mendengar pintu dibuka Sehun langsung menghadap ke arah pintu membuat dirinya berdiri disamping Jongin yang duduk di ranjangnya. Dan Sehun masih memasang tampang blank nya tentu saja.
"Maafkan kami, tapi laboratorium kami tidak dapat mengidentifikasikan serum itu. Ah, pasien Kim Jongin anda sudah sadar." Kata dokter itu tersenyum ke arah Jongin yang malah membuat Jongin takut dan memegangi lengan Sehun sambil bersembunyi dibalik punggung Sehun.
Dokter itu mengernyitkan alisnya bingung melihat tingkah Jongin yang aneh dan memandang penuh tanya ke arah Sehun yang masih dalam mode semi-blanknya.
"Apakah terjadi sesuatu pada pasien Kim Jongin?" dokter itu bertanya.
"Dia memanggilku paman." Jawab Sehun lirih.
"Ya?" tanya dokter itu bingung dan bertanya-tanya apakah dirinya salah dengar.
"Dia memanggilku paman." Ulang Sehun kali ini lebih keras.
"Paman? Dia memanggilmu paman?" dokter paruh baya mengerutkan alisnya berpikir. "Kami akan melakukan pemeriksaan pada pasien untuk menganalisa kemungkinan yang terjadi pada Kim Jongin-sshi." Sehun menganggukkan kepalanya kaku dan hendak beranjak meninggalkan ruangan Jongin untuk membiarkan dokter dan perawatnya memeriksa keadaan Jongin, tapi Jongin mencengkram tangannya dengan keras membuat Sehun menoleh ke arahnya.
"Jongin tidak mau diperiksa. Jongin takut di suntik." Jongin menggeleng-gelengkan kepalanya hampir menangis, Sehun melempar pandangan meminta bantuan pada dokter di ruangan itu.
"Kami hanya memeriksa. Kami tidak akan menyuntik Jongin." Dokter itu tersenyum ramah menggunakan triknya ketika dia harus menangani bocah-bocah yang takut diperiksa.
"Bohong! Kalian bohong! Semua dokter selalu bilang begitu tapi mereka menyuntik Jongin atau mencabut gigi Jongin." Jongin berteriak sambil menangis seperti anak kecil yang tengah merajuk.
"Jongin tidak mau disini. Jongin ingin pulang paman." Jongin memeluk perut Sehun sambil membenamkan wajahnya di dada Sehun.
"Jongin hanya sebentar saja, kami berjanji tidak akan menyuntik Jongin." Bujuk dokter lagi.
"Ayo paman kita pulang. Jongin tidak mau disini." Jongin mengacuhkan bujukan dokter dan terus merengek pada Sehun sambil menangis. Sehun lagi-lagi melempar pandangan bertanya pada dokter itu lagi, bertanya apa yang harus dilakukannya? Sembari tangannya tanpa sadar mengelus rambut Jongin dan menggoyang-goyangkan tubuhnya untuk menenangkan Jongin.
"Baiklah, kita tidak akan melakukan pemeriksaan. Saya rasa saya sudah mendapatkan analisa sementara akan keadaan Jongin."
"Benarkah?" tanya Jongin mengintip sedikit dari dada Sehun.
"Iya." Dokter itu menjawab sambil tersenyum membuat Jongin ikut tersenyum penuh kemenangan.
"Kami boleh pulang?"
"Ya. Silahkan, tapi ada sedikit yang harus kita bicarakan Sehun-sshi. Saya akan menunggu anda diluar." Pamit dokter itu lalu keluar.
Begitu pintu ditutup, Jongin langsung melompat dari tempat tidur dan berlari di sekeliling ruangan sambil bersorak seperti anak kecil. Sementara Sehun memejamkan matanya sambil menghela napas frustasi. This is really fucked up.
"Paman ayo kita pulang."
"Tapi Jongin sangat lapar sekarang."
"Bisakah kita membeli makanan terlebih dahulu?"
"Jongin ingin makan ayam. Apakah boleh?"
Sehun yang masih merasa pusing dengan situasi yang tengah dia alami mengabaikan ocehan Jongin.
"Paman kenapa diam saja?" Jongin mulai memegang tangan Sehun dan menggoyang-goyangkannya.
"Boleh kan paman?"
"Paman Jongin ingin makan ayam bolehkan?"
"Paman?"
"Paman!"
"Paman jawab Jongin!"
"Paman Sehun!"
"JONGIN DIAM SEBENTAR!" Sehun membentak Jongin karena risih mendengar rengekan Jongin dan tangannya yang digoyang-goyangkan terus.
"M-maaf..." kata Jongin lirih sambil menunduk. Sehun memutar tubuhnya menghadap Jongin dan melangkah mendekati Jongin membuat Jongin melangkah mundur takut.
"Jongin.. minta maaf. Jongin janji tidak akan nakal lagi, jangan marahi Jongin." Jongin meremas ujung baju pasiennya dan menatap ke lantai takut saat dirinya diapit dengan tubuh tinggi Sehun dan tembok putih dibelakangnya dan kembali memenjarakan Jongin diantara kedua lengannya seperti tadi siang.
"Apakah ini benar-benar efek dari serum Irene? atau kau ingin balas dendam atas semua perbuatanku padamu?" tanya Sehun dengan keputusasaan yang terdengar jelas dalam suaranya.
"Jawab aku, Jongin. Jawab aku." Kata Sehun matanya menatap tajam mata Jongin, membuat yang di tatap mengkerut ketakutan.
"Jo-jongin tidak mengerti." Kata Jongin dengan mata berkaca-kaca. Sehun masih menatap Jongin.
"Jongin tidak mengerti maksud paman." Kata Jongin lirih dengan air mata yang mulai mengalir. Jongin tidak suka ini, Jongin tidak suka dimarahi.
Sehun terus mengamati Jongin untuk beberapa saat melihat apakah Jongin bersungguh-sungguh atau hanya berakting.
Tapi air mata Jongin merupakan air mata sungguhan, Sehun tahu jelas itu.
Menyerah Sehun melepaskan tangannya dari tembok disamping kepala Jongin. "Pakai sepatumu kita pulang sekarang." Katanya tidak menyuruh Jongin mengganti baju karena baju Jongin entah diletakkan kemana, malas mau mencari.
Jongin dengan patuh menuruti Sehun setelah menghapus air matanya, sementara Sehun sendiri keluar untuk menemui dokter.
"Jadi bagaimana, dok? Lupa ingatan? Tapi kenapa dia memanggilku paman?" tanya Sehun bertubi-tubi.
"Bukan lupa ingatan. Serum itu lebih ke membuat ingatan Jongin mundur ke suatu waktu tertentu dalam hidupnya, dalam kasus ini saat dia masih anak-anak. Yang otomatis membuat semua ingatannya diluar waktu itu menjadi... bagaimana mengatakan ini... tersimpan atau terkunci di suatu bagian dalam otaknya tapi Kim Jongin-sshi tidak bisa mengingatnya. Semisal dia berada di usia sekitar lima sampai tujuh tahun perkiraan saya yang berarti ingatannya dari usia lebih dari itu sedang terkunci tadi." Jelas dokter itu panjang lebar sambil mengamati wajah Sehun yang sedang mencerna penjelasannya.
Sehun menghembuskan napasnya perlahan, mengendalikan semua perasaan yang berkecamuk.
"Obatnya?" tanya Sehun pelan, dokter itu menggeleng.
"Serum ini saja baru pertama kali kami mengetahuinya, apalagi obatnya... Tapi kami akan berusaha mencari obatnya." Kata dokter itu, Sehun mengangguk pelan walaupun pikirannya masih berkelana kemana-kemana.
"Kalau begitu kami permisi dulu. Pasien Kim Jongin bisa pulang sekarang."
"Terima kasih dok." Kata Sehun lalu menyandarkan punggungnya di tembok belakangnya.
Seriously ini benar-benar terjadi? Menghela napas besar Sehun memejamkan matanya. Awalnya dia memang tidak bisa menerima keadaan ini. Karena, fuck, Sehun anak tunggal dia tidak pernah berurusan dengan anak kecil, Sehun benci anak kecil. Sangat. Mereka nakal, berisik dan cengeng. Dan sekarang Jongin menjadi anak kecil? Well damn.
Tapi ini semua memang salahnya. Kalau Jongin tidak menolongnya mungkin dia yang menjadi bocah sekarang. Lagipula Jongin bukan sembarang bocah, Jongin adalah... Jongin. Sosok yang telah menjungkir balikkan dunianya. Jika Jongin besar bisa melakukannya, siapa yang tahu apa yang Jongin bocah bisa lakukan pada Sehun?
Setelah termenung berpikir untuk sejenak Sehun memutuskan bahwa dia akan bertanggung jawab. Dia harus bertanggung jawab. Sehun kembali masuk ke kamar dan menemukan Jongin terduduk di lantai dengan posisi membelakanginya.
"Kau sudah selesai?" pertanyaan Sehun langsung membuat Jongin berdiri dan membalikkan badannya, lalu mengangguk pada Sehun. Sehun hendak berbalik tapi mengerutkan alisnya saat melihat sepatu Jongin.
"Kenapa tidak diikat?" tanya Sehun datar.
"Jongin tidak bisa..." Kata Jongin sambil menunduk takut dimarahi lagi. Paman itu terus saja memarahinya, padahal Jongin sendiri tidak tahu dimana letak kesalahannya.
"Huh, dasar." Kata Sehun melangkah maju lagi-lagi membuat Jongin beringsut mundur takut, siapa tahu kalu paman ini mendorongnya dan memarahinya lagi?
Tapi diluar dugaan Sehun justru berlutut di depan kaki Jongin dan mulai menalikan tali sepatu Jongin. Sehun menghela napas, pikirannya sudah mulai tenang sekarang. Mungkin dia harus mulai terbiasa dengan semua ini.
Berdiri, Sehun melepaskan jaketnya. "Pakai. Kita akan makan ayam." Kata Sehun sambil tersenyum tipis membuat senyuman Jongin merekah.
"Benarkah paman?" tanya Jongin antusias.
"Ya. Mau minum bubble tea juga?" tawar Sehun.
"Bubble tea?"
"Kau tidak tahu?" Jongin menggeleng.
"Baiklah, aku akan menunjukkanmu." Senyum Sehun dan merangkul Jongin seperti yang selalu dilakukannya kalau berjalan berdua bersama Jongin dulu. Ah kebiasaan memang susah hilang.
Semobil dengan 'Jongin bocah' membuat Sehun jadi terbiasa dengan ocehan anak-anak yang menanyakan apapun yang dilihatnya.
"Kita sudah sampai?" tanya Jongin saat Sehun memarkir mobilnya di salah satu restoran cepat saji yang pertama kali dilihatnya.
"Hmm. Ayo turun." Ajak Sehun turun dari mobilnya yang disusul oleh Jongin. Jongin memutari mobil Sehun untuk menuju ke sisi Sehun lalu menggenggam tangan Sehun. Satu lagi yang Sehun ingat, anak kecil selalu menggandeng orang dewasa ketika berjalan, termasuk Jongin, meski tubuh seratus delapan puluh sentimeternya tidak bisa dikatakan kecil.
Sebelum memasuki restoran itu Sehun menahan Jongin terlebih dahulu menahan Jongin di depan pintu.
"Ingat. Jangan melompat-lompat, berteriak, dan merengek." Peringat Sehun yang diangguki cepat oleh Jongin.
"Dan yang paling penting, jangan memanggilku Paman ketika ada orang lain. Mengerti?"
"Lalu Jongin harus memanggilmu apa?"
"Sehun." Jawab Sehun.
"Tapi kata ibu tidak sopan memanggil orang ya-"
"Baiklah baiklah panggil aku Hyung." Kata Sehun mengalah.
"Sehun hyung?" tanya Jongin polos dibalas anggikan antusias dari Jongin. Bukannya dia keberatan dipanggil paman-jujur Sehun memang keberatan. Kalau mereka sedang berdua saja masih bisa ditoleransi oleh Sehun tapi kalau di tempat umum seperti ini bisa-bisa Sehun dikira.. err... pengidap uncle kink? Atau yah itulah pokoknya.
Mereka memasuki restoran cepat saji, Sehun menyuruh Jongin untuk pergi mencari tempat duduk sementara dirinya memesan tidak mau mengambil resiko, Jongin memang sudah berjanji tapi bukan berarti Jongin akan mematuhinya bukan? Lagipula Jongin hanya bocah sekarang.
Setelah pesanannya siap Sehun membawa nampan di tangannya menuju Jongin yang duduk di meja paling ujung sambil menatap keluar jendela. Suasana di sana memang sepi karena sudah hampir pukul dua belas malam.
Sehun menyeruput colanya sambil menonton Jongin memakan ayamnya dengan penuh semangat disampingnya, sesekali tersenyum melihat tingkah menggemaskan Jongin. Jongin memang menjadi bocah, tapi dia tetap sama, Jonginnya tetap sama. Apa? Jongin single kan? Lagipula Sehun yang merawat Jongin sekarang jadi otomatis kalau Jongin menjadi miliknya, bukan?
"Paman makanlah ini." Kata Jongin menyodorkan sepotong kentang goreng pada Sehun. Ya Jongin kembali memanggilnya paman lagi, Sehun menyerah terserah Jongin mau memanggilnya apa. Sehun menerima suapan Jongin sambil tersenyum kecil dan Jongin yang tersenyum lebar. Mungkin anak-anak memang tidak seburuk perkiraannya.
"Sehun? Jongin?" Mendengar suara memanggil nama mereka otomatis membuat Sehun dan Jongin yang-menurut orang yang melihat melihat mereka-tengah suap-suapan mesra langsung menoleh.
"Luna?" itu suara Sehun.
"Kalian sedang apa disini?" tanya Luna heran melihat pasangan populer kampus yang hubungannya telah kandas itu terlihat mesra malam-malam.
"Kau buta?" tanya Sehun dengan wajah datarnya merangkul Jongin mendekatkan tubuh mereka sampai menempel.
"Paman-" Jongin mengurungkan niatnya untuk bertanya saat melihat tatapan Sehun yang menyuruhnya diam.
"Sejak kapan kalian bersama lagi? Dan tunggu apakah Jongin tadi memanggilmu paman?"
"Sejak kapan kami bersama lagi bukan urusanmu." kata Sehun datar.
"Dan ya, dia memang memanggilku paman," Sehun lalu menyeringai. "Bukankah Daddy kink terlalu mainstream? Kenapa tidak mencoba yang baru?" Sehun tersenyum puas melihat wajah kaget Luna dengan mulut yang setengah menganga.
"Kita pulang sekarang, Baby." Kata Sehun berdiri dan menarik Jongin kedalam rangkulannya, meninggalkan Luna yang masih membeku kaget, dan menyeret Jongin yang masih kebingungan.
"Paman dia siapa?" tanya Jongin saat Sehun memasangkan sabuk pengamannya pada Jongin.
"Bukan siapa-siapa." Jawab Sehun enteng mulai menyetir mobilnya kembali ke rumahnya.
"Lalu..."
"Ya?" tanya Sehun menunggu pertanyaan Jongin selanjutnya yang ternyata akan membuat dia membenturkan kepalanya ke setir mobilnya.
"Daddy kink itu apa?" tanya Jongin ringan. Membuat Sehun mengingatkan dirinya untuk berhati-hati saat bicara di dekat Jongin.
Sehun mengerang saat mendengar ponselnya berdering tanda panggilan masuk. Berusaha bangun Sehun mencoba meregangkan tubuhnya tapi gagal saat merasakan berat di sisi tubuhnya yang ternyata adalah Jongin yang memeluknya erat dengan tubuh yang setengah menindihnya, masih terlelap lengkap dengan baju pasiennya kemarin. Tersenyum kecil, Sehun justru memiringkan tubuhnya menghadap Jongin dan memeluk Jongin seperti guling dengan kaki yang menindih tubuh Jongin dan lengan yang memeluk Jongin erat, menenggelamkan Jongin dalam pelukannya lalu kembali terlelap.
Tapi baru sebentar ponselnya lagi-lagi berdering dengan keras, membuat Sehun dengan kasar meraihnya dari meja nakas.
"Apa?" jawab Sehun cepat tanpa melihat siapa yang menelponnya.
'Kau dimana sekarang?' itu Luhan.
"Di rumah."
'Cepat ke kampus seka-'
"Tidak mau. Aku tidak ada kelas pagi hari ini. Lagipula aku berencana membolos hari ini. Tunggu sampai besok kalau kau ingin bertemu denganku." Jawab Sehun mencoba menarik tubuhnya untuk bersandar di sandaran tempat tidur belakangnya, membuat Jongin mengerang.
"Eunghh..."
'Bukan untuk itu. Ada yang ha- itu suara Jongin?' tanya Luhan.
"...Ya."
'Jadi berita itu benar?' tanya Luhan lagi.
"Berita apa?" tanya Sehun balik.
'Luna datang dan memberitahu semua orang terutama teman kencanmu kalau kau balikan dengan Jongin.'
Ah, tentu saja wanita itu akan menyebarkannya. "Tukang gosip." Cibir Sehun pelan tapi cukup didengar oleh Luhan.
'Jadi cuma gosip?'
"Tidak juga." Jawab Sehun.
'Yang benar dong!' kata Luhan terdengar marah. Sehun berdecak, karena dia akan bersama Jongin terus kenapa tidak sekalian saja? Toh dia memang ingin balikan dengan Jongin.
"Iya. Aku balikan dengan Jongin. Ada masalah?"
'Serius?! Berikan ponselnya pada Jongin aku ingin bicara padanya.' Kata Luhan masih tidak percaya, Sehun memutar bola matanya malas.
"Babe, Luhan hyung ingin bicara denganmu." Kata Sehun menggoyangkan tubuh Jongin yang memeluknya pelan.
"Emmmhh... tidak mau." Erang Jongin sambil berguling membelakangi Sehun dan ganti memeluk guling.
"Jongin tidak mau bangun. Dia masih lelah. Aku juga sebenarnya. Kemarin malam, malam yang panjang." Kata Sehun datar tapi malah terdengar ambigu-bagi Luhan. Tapi bagi Sehun semua kejadian semalam, mulai dari Irene yang mengamuk sampai Jongin yang menjadi bocah benar-benar malam yang panjang.
'KALIAN HABIS MELAKUKAN APA?!' teriak Luhan dari sebrang sana, membuat Sehun terkekeh pelan.
"You know what i mean." Bohong Sehun sekalian mengerjai Luhan lalu memutuskan telponnya sebelum Luhan sempat bersuara lagi.
...
Sehun berjalan menuju ke pintu rumahnya yang berada di ujung jalan dengan malas, tadi sehabis bangun tidur Sehun berencana untuk sarapan cereal dengan Jongin, karena, well, hanya cereal yang ada di rumahnya. Tapi Jongin merengek dengan keras karena tidak mau memakan cereal cornflakes milik Sehun, seharusnya Sehun sudah menduga Jongin dewasa saja tidak mau memakan cornflakes yang katanya cereal membosankan itu apalagi Jongin bocah. Dan disinilah dia sekarang menuju ke mini market terdekat untuk membeli sekotak besar Froot loops dan beberapa snack tidak sehat kesukaan Jongin.
Begitu masuk ke rumahnya Sehun melihat Jongin yang masih belum mandi dengan baju pasiennya tengah terkikik sambil berguling-guling di karpetnya sedang menonton Larva.
"Bukankah aku menyuruhmu mandi?" mendengar suara Sehun, Jongin langsung terlonjak bangun.
"M..maaf paman." Kata Jongin menunduk membuat Sehun merasa sedikit bersalah, anak ini jadi takut padanya karena kemarin dia tidak sengaja memarahi Jongin.
"Tidak apa-apa." Kata Sehun mengelus rambut Jongin membuat Jongin mendongak.
"Sekarang mandilah." Perintah Sehun sambil tersenyum kecil mengulurkan tangannya membantu Jongin untuk bangun. Jongin memegang tangan Sehun tapi tidak berdiri.
"Bersama paman?" tanya Jongin polos.
"Heh?" pekik Sehun kaget.
"Kenapa? Bukankan Jongin memang harusnya dimandikan?" tanya Jongin tidak mengerti.
"Err.. iya juga. Tapi.." Sehun menggaruk tengkuknya canggung. Bukannya dia takut melihat tubuh telanjang Jongin. Hell no! Sehun sering melihat tubuh polos Jongin-dulu. Yang jadi masalahnya disini adalah meskipun mental Jongin bocah tapi badannya tetap badan orang dewasa. Kalau Sehun kelepasan bagaimana? Tidak mungkinkan dia mencabuli anak dibawah umur, yah meskipun Jongin tidak dibawah umur, literally.
"Paman Sehun tidak mau?" tanya Jongin lagi.
"Bu-bukan begitu."
"Kalau begitu kita mandi sekarang." Pekik Jongin melompat berdiri dan menarik Sehun ke kamar mandi.
Dan disinilah Sehun sekarang di berendam di bathtub besarnya setelah mati-matian memandikan Jongin dengan segenap kekuatan dan pengendalian diri. Tapi bukan berarti penderitaannya sudah selesai, dia tidak sendiri di bathtub putihnya, masih ada Jongin yang bermain air duduk di depannya membelakangi Sehun.
"Sudah ya?" tawar Sehun.
"Tidak mau." Tolak Jongin.
"Jongin." Peringat Sehun. Jongin mengerucutkan bibirnya dan menyadarkan punggungnya di dada Sehun dengan keras. Merajuk.
"Sebentar lagi. Jongin mohon." Kata Jongin memelas.
"Kau mau es krimnya meleleh?"
"Es krim?" tanya Jongin.
"Aku tadi membeli es krim. Tapi kalau tidak segera dimakan akan-"
"Kita makan es krim sekarang." Jongin langsung berdiri dam keluar dari bathtub dengan air yang menetes-netes dari badannya membuat Sehun terkekeh kecil lalu ikut berdiri.
...
Seharian ini mereka berdiam diri di rumah Sehun, tidak berdiam diri juga sih sebenarnya. Karena berlarian menemani Jongin bermain petak umpet bukanlah berdiam diri. Kalau orang melihat Sehun sekarang mungkin mereka berpikir bahwa Sehun juga terkena salah satu serum gila Irene, karena Sehun, Oh fucking Sehun is fucking playing Iron man with Kim Jongin.
"BANG!" Teriak Jongin pura-pura menembak Sehun.
"ARGHHH." Teriak Sehun balik tak kalah heboh sambil memegang dadanya dan terkapar di lantai. Jongin terkikih melihat Sehun yang pura-pura tidak sadar.
"Captain America aku telah mengalahkanmu." Teriak Jongin senang mengakhiri permainan mereka tapi Sehun tak kunjung bangun dan membuka matanya.
"Captain America?" kata Jongin berjongkok di samping Sehun.
"Paman Sehun?" sekarang Jongin mencolek-colek pipi Sehun.
"Paman kau baik-baik saja?" tanya Jongin mulai ketakutan.
"Argh.. sepertinya aku.. akan mati." Kata Sehun dengan suara terbata.
"Paman kau tidak boleh mati!" Teriak Jongin panik.
"Kau.. harus mengobatiku." Jongin mengangguk cepat.
"Ehmm Jongin akan mengobati paman Sehun. Bagaimana caranya?" tanya Jongin antusias.
Sehun memejamkan matanya memikirkan cara apa untuk menggoda Jongin sebelum merasakan bibir Jongin mengecup dadanya membuat Sehun tertegun sejenak.
"Apa sudah sembuh? Kata ibu kalau dicium sakitnya akan hilang." Kata Jongin polos membuat Sehun menyeringai kecil.
"Aww.. aww aww masih sakit. Disini juga sakit." Kata Sehun pura-pura kesakitan sambil menunjuk pipinya, tanpa bicara Jongin langsung mencium pipi Sehun.
"Satunya." Kata Sehun menyodorkan pipi sebelahnya dan mendapat kecupan dari Jongin lagi dan berhasil membuat Sehun tersenyum kecil.
"Sudah sembuh?" tanya Jongin. Sehun bangun dari posisinya dan tersenyum.
"Sudah." Jongin ikut tersenyum lebar. Sangat menggemaskan, membuat Sehun...
"Tapi masih ada satu lagi yang sakit." Kata Sehun duduk berhadapan dengan Jongin.
"Benarkah? Yang mana? Sini biar Jongin cium supaya sembuh." Jongin membulatkan matanya.
"Tapi bagian ini sakit sekali." Kata Sehun.
"Kalau begitu Jongin akan menciumnya saaaaangat lama supaya sembuh." Jawab Jongin semangat.
"Sungguh?" tanya Sehun memajukan wajahnya, Jongin mengedipkan matanya bingung tapi tidak mundur membiarkan wajahnya dan wajah Sehun menjadi sangat dekat.
"Disini." Bisik Sehun lalu menarik dagu Jongin mendekat dan menyatukan bibir mereka. Jongin membelalakkan matanya tapi lama-lama matanya ikut terpejam dan tangannya naik ke leher belakang Sehun. Ingatannya memang anak-anak, tapi instingnya sebagai orang dewasa membuat Jongin membalas ciuman Sehun.
Sementara Sehun,
pedofil? Ah terserah mau kalian sebut apa.
A/N :
Jangan tanya ini apa karna aku sendiri juga nggak ngerti .-. niatnya mau bikin Jongin kaya bocah tapi gagal. Segagal-gagalnya. Mana ada serum kaya begituan dan mana ada bocah yang ciuman kaya gitu lol. Abaikan keabsurdnya dan anggep aja itu Jongin mbales ciuman Sehun murni karna instingnya sebagai orang dewasa.
Dan di ff ini aku baru nyadar kalo Sehun keliatan labil banget kaya abg lol. Sekali lagi tolong abaikan~
Oh dan berhubung habis ini aku mau uas mungkin apdetnya bakalan lama. Banget.
Mungkin.
Sekian.