Prologue.
Bocah berusia 10 tahun itu berjongkok di sebuah gang kecil, dengan kepala menunduk dan isakan yang terdengar dari mulutnya. Dia sedang menangis. Di tengah guyuran hujan salju yang dingin, dia memakai mantel tipis berwarna biru muda, menangis tanpa seorangpun menyadari kehadirannya. Sesekali kepala kecilnya mendongak dan menoleh kesana kemari, seolah berharap seseorang mendatanginya.
Tapi nyatanya tak ada yang melakukan hal itu, orang-orang dewasa yang berlalu lalang melewatinya terlihat sibuk tanpa sama sekali menyadari sosok kecil di gang yang agak gelap itu. Bibir bocah itu mulai memerah, dia merasa benar-benar kedinginan, airmatanya mulai mengering, perutnya lapar dan dia masih tidak mengerti harus pergi kemana.
"Hei,"
Mendadak sebuah suara mengejutkannya, dia mendongak dan mendapati seorang bocah yang posturnya lebih kecil dari dirinya berdiri tepat di depannya, memandang wajahnya dengan ketus. Dia membenarkan letak kacamata, menatap lekat-lekat siapa yang berada di depannya.
"Hei, kau menangis?" Tanya bocah itu lagi, kemudian berjongkok di depannya.
Dia bisa melihat dengan jelas wajah anak itu sekarang, ia memiliki potongan rambut super pendek dan mata yang sangat sipit.
"Kenapa kau menangis?" Bocah itu bertanya lagi,
Dia terdiam sesaat menimbang apakah harus menjawab pertanyaan orang asing di tengah kota asing? Lagipula sepertinya bocah yang berdiri di depannya terlihat jauh lebih muda darinya. Tapi, dia harus bertanya dimana letak kantor polisi berada, dia ingin menelepon ibunya agar memberitahu paman Hwan Jung jika dirinya tersesat ketika sedang mencari toilet.
"Kau mendengarku?" Bocah di depannya bertanya lagi, melambaikan tangan kanannya.
"A—Aku tersesat," Dia memberanikan diri untuk berbicara meskipun merasa takut.
Bocah itu menatapnya dan mengangguk.
"Siapa namamu? Kau tidak berasal dari sini ya?" Tanyanya lagi, berdiri dan menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Namaku Kim Seokjin, aku berasal dari Gwacheon. Gyeonggi-do Gwancheon." Jawab Seokjin, bocah itu menatapnya dan Seokjin menyadari mungkin bocah lelaki itu tidak benar-benar tahu dimana letak Gwacheon.
"Namaku Kim Namjoon, kau mau kuantar ke kantor polisi terdekat?"
Seokjin refleks berdiri dan mengangguk dengan cepat menjawab pertanyaan Namjoon, "tolong antarkan aku kesana, aku ingin menelepon ibuku!" Seokjin berkata dengan raut wajah hampir menangis.
Namjoon menatapnya sekali lagi, menyodorkan tangan kanannya pada Seokjin dan tersenyum dengan lebar menampilkan deretan giginya yang tidak beraturan.
"Ayo, aku antar."
Seokjin memberikan tangannya pada bocah bernama Namjoon, dia bisa merasakan hangatnya tangan kecil tersebut. Di tengah kota asing kedua anak itu berjalan saling bergandengan, Seokjin merasakan sesuatu, entah apa, yang pasti dia merasa Namjoon bisa di andalkan meskipun tubuhnya jauh lebih kecil.
Saat itu, Seokjin belum mengetahui apa yang salah dalam dirinya.
Apa yang membuatnya berbeda,
Apa yang membuatnya merasa pertemuan dengan si kecil Namjoon begitu bermakna.