Minna san ^^/

Salam kenal, Amaya disini. Saya datang dari fandom sebelah. Hohoho*plak

Yoroshiku onegaisimasu!

Amaya untuk pertama kalinya publish FF Ansatsu Kyoushitsu. Semoga fic ini wajar dan gak horror ya! Amaya kebiasaan bikin fic horror sih*plak

Nah, sebelum membaca, jangan lupa berdoa, dan inget-inget kalau Ansatsu Kyoushitsu bukan punya Amaya. Tapi punyanya Yusei Matsui sensei ^^

Ratednya… T sajalah. Genrenya, tergantung saya*plak

Happy Reading ^^/

Chapter 1

Nagisa Time!

Siang yang terik. Ruangan tak berpendingin itu nampak lenggang. Siang itu pelajaran Kimia. Seluruh murid kelas 3-E berada disebuah ruangan yang berjarak dua pintu dari ruang kelas masing-masing. Berkutat dengan didihan berbagai macam cairan berwarna. Beberapa wajah nampak masih serius. Namun beberapa malah tersenyum senang mengetahui percobaan mereka telah berhasil. Di depan kelas, seekor (?) gurita ter kawaai yang pernah ada tengah tersenyum dengan kulit yang perlahan mulai berubah warna menjadi pink muda.

" Kau curang, Koro-sensei!" Teriak Okajima. Matanya tak bisa lepas dari sampul buku yang dipegang Koro- sensei.

" Nurufufufufu~ Okajima-kun, kalau kau bisa menyelesaikan tugasmu dengan baik, aku akan memberikan majalah edisi terbaru ini padamu." Jawab Koro-Sensei. Okajima langsung membelalakkan matanya. Sinar matanya bagaikan sinar mata seorang pemuda yang baru pertama kali melihat gadis yang dipujanya. Seisi kelas hanya menatap prihatin pada sosok Okajima dan Koro sensei. Kemudian adegan selanjutnya sudah bisa ditebak. Seisi kelas mulai ribut dan menyalahkan Koro sensei atas pengajaran anak dibawah umur sengan sesuatu yang tidak wajar. Koro sensei mulai kewalahan menanggapi murid-muridnya yang semakin pintar mencari kesalahan untuknya. Kelas yang awalnya hening kini berubah ramai. Masih dengan topic mesum, dan guru yang gagal. Ditengah keramaian itu, seorang pemuda bertubuh mungil terlihat berjalan pelan menjauh dari kerumunan. Perlahan ia memposisikan dirinya duduk di pinggir jendela. Bahunya bersandar ke dinding. Matanya terpejam. Sesekali ia membuka mata dan menyipitkannya. Matanya tidak berfungsi dengan baik hari ini. entah kenapa semenjak latihan olahraga tadi, ia merasa pandangannya mengabur. Bahkan ia merasa tubuhnya lemas. Kepalanya pening dan nafasnya panas. Nagisa Shiota tersenyum samar melihat tingkah laku teman-temannya yang asyik memojokkan sensei mereka. Koro Sensei sudah mengambil sapu tangan handalannya dan mulai memainkan peran melankolisnya. Nagisa tersenyum. Tak terlalu kuat lagi untuk tertawa.

" Ne, Nagisa-kun! Bisakah kau bantu aku sebentar?" Seorang gadis berkacamata memanggilnya. Nagisa mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian tersenyum ramah.

" Tentu." Nagisa menghela nafas samar dan mencoba menopang tubuhnya. Ia bisa! Ia segera berjalan mengikuti Okuda.

" Nah, ini adalah Formula yang kita butuhkan. Mm?" Okuda menoleh dan mendapati Nagisa memegang pelipisnya.

" Nagisa-kun, Daijobu?" Tanya Okuda. Nagisa mengangkat kepalanya lalu tersenyum.

" Daijobu. Jangan khawatir. Ah, apa yang kau bahas tadi, Oku..eh?" Nagisa merasa matanya mulai berulah. Okuda yang tengah menatapnya khawatir nampak berputar-putar sekarang.

" Are? Kenapa Okuda berputar 360 derajat seperti itu?" Pikir Nagisa. Kemudian ia merasa tubuhnya limbung. Nagisa mempererat pegangannya pada pinggiran meja.

" Ini gawat." Pikirnya.

" Kau yakin, Nagisa-kun?" Tanya Okuda pelan. Nagisa mengangguk. Kemudian ia memperhatikan sekitarnya. Teman-temannya belum berhenti 'bersenang-senang' dengan Koro-sensei. Meminta bantuan Okuda untuk membantunya kekelas bukan pilihan bagus. Pilihannya hanya bertahan dikelas itu! Nagisa melirik jam didinding. 15 menit lagi bel berbunyi. Yosh! Nagisa mengepalkan tangannya. Ia bisa menahan kepalanya yang berputar dan perutnya yang mulai berulah. Sayangnya, tubuhnya enggan menuruti keinginan Nagisa. Kakinya melemas.

" Eh?" Okuda hanya bisa melihat tubuh Nagisa yang mulai kehilangan keseimbangan.

" Nagisa bodoh!" Rutuk Nagisa dalam hati.

" Hup." Nagisa merasa tubuhnya ditahan. Nagisa mengerjapkan matanya perlahan dan menangkap surai merah sahabatnya.

" Woah.. Nagisa-kun! Kulitmu seperti terbakar! Panas!" Seru Karma. Seruan yang tidak diharapkan oleh Nagisa. Karena seruan keras itu, seisi kelas menoleh kearah mereka bertiga.

1….

2…

3…

" NAGIIISAAA" Seisi kelas mendekatinya. Nagisa menghela nafas melihat tingkah teman-temannya yang entah mengapa sangat posesif terhadap dirinya.

" Mana yang sakit? Mana?" Nakamura Rio, siswi yang paling posesif jika sudah berurusan dengan Nagisa segera memegang dahi Nagisa. Kemudian bagaikan induk kucing, ia melotot kearah Isogai

" Kau! Cepat bawakan Nagisa penurun panas!" Perintahnya. Isogai dengan sigap dan insting ke ikemenannya segera berlari keluar kelas. Nagisa terbatuk ia mencoba duduk. Tubuhnya bersandar pada telapak tangan Karma yang menahan punggung Nagisa

" Kau tak perlu seperti itu, Nakamura-san. Aku baik-baik saja." Jawab Nagisa berusaha tersenyum. Nakamura berpaling kearah Kanzaki.

" Etto.. setelah diukur, panasnya 39,5 derajat. Ini harus segera dikompres." Ujar Kanzaki lembut.

" KAPAN MEREKA MENGUKUR SUHU BADANKU?" Nagisa hanya bisa tertawa datar.

" Nah, Nagisa-kun, sebaiknya kita ke kelas sekarang." Karma meraih tangan Nagisa dan melingkarkannya di bahunya. Nagisa menurut saja. Kepalanya sudah terlalu pening. Perutnya seperti ditusuk.

" Ah~ Atau mau sensei antar pu.."

" TIDAK."Tolak Nagisa bahkan sebelum Sang sensei menyelesaikan kalimatnya. Seisi kelas hening menyaksikan respon tak terduga dari Nagisa. Nagisa tidak pernah menjawab dengan bentakan seperti itu. Nagisa yang menyadari suaranya yang keras, menggigit bibirnya. Kemudian setelah menarik nafas panjang dan melepaskannya perlahan, Nagisa tersenyum manis kearah koro sensei.

" Gomen, Sensei. Aku.. tidak perlu kau antar pulang. Aku akan istirahat sejenak di kelas. Aku yakin ini karena tadi kami berjemur di bawah terik matahari. Mungkin sedikit minum dan istirahat cukup." Jawab Nagisa. Seisi kelas masih tak merespon. Detik berikutnya, Nagisa merasakan kelopak bunga bertebaran di sekitarnya. Teman-temannya – terutama bagian wanita- menatapnya dengan senyuman aneh

" KAWAAAAIII" teriak mereka dalam hati. Koro Sensei hanya mengangguk.

" Karma-kun, antar Nagisa-kun kekelas. Pastikan dia minum setelah sampai dikelas." Ujar Koro sensei.

" Haai." Jawab Karma. Ia menggeser pintu ruang lab dan mulai memapah Nagisa.

" Ah, Koro-sensei! Aku juga izin ke kelas! Aku melupakan sesuatu!" Okuda mengangkat tangannya. Koro sensei hanya mengangguk mengiyakan. Okuda segera keluar menyusul Karma dan Nagisa.

" Nah, Istirahatlah." Karma melepaskan rangkulannya.

" Arigatou, Karma-kun." Nagisa menempelkan kepalanya ke meja.

" Etto, Karma-kun.. Nagisa-kun harus minum terlebih dahulu. Pesan dari Koro sensei." Tegur Okuda. Karma melirik sahabatnya yang wajahnya mulai memerah karena demam.

" Ne, Nagisa-kun.. dimana airmu?" Tanya Karma. Nagisa tersenyum.

" Sudah kuhabiskan saat pelajaran olahraga tadi. Tak usah khawatir.. aku akan baik-baik saja." Jawab Nagisa.

" Ck..ck.. ck.. jelas-jelas kau kepanasan." Karma menarik pipi Nagisa.

" K..karma-kun! Ittai!" Nagisa mencoba melepaskan tangan Karma.

" Ah, kalau begitu.. kau bisa meminum air yang tadi kubeli. Aku beli terlalu banyak tadi. Sebentar, Karma-kun bisakah kau mengambil air mineral di tasku selagi aku mengompres Nagisa-kun?" Tanya Okuda. Karma hanya mengangguk dan berjalan menuju bangku Okuda yang memang berada di depan bangkunya. Ia meraih sebotol air mineral dan membawanya.

" Ini." Karma menyodorkan botol ditangannya. Okuda membuka tutup botol dan mengarahkannya pada Nagisa. Nagisa berusaha menegakkan tubuhnya dan menerima botol air mineral tersebut. Ia meminum beberapa teguk dan memberikan botol itu pada Okuda.

" Nah, aku letakkan disini ya? Kami kembali ke kelas kimia dulu. Istirahatlah, Nagisa-kun." Okuda meletakkan air mineral disudut meja Nagisa.

" Hee? Pelajaran akan segera selesai, okuda-chan. Kenapa kau masih mau kembali?" Tanya Karma.

" Ah, Etto… ada yang ingin kuberikan pada Koro sensei." Jawab Okuda. Mata Karma entah kenapa berbinar mendengarnya. Okuda ingin memberikan sesuatu pada Koro sensei? Pasti itu racun terbarunya!

" Kalau begitu aku ikut! Kau pasti akan memberikan hasil percobaanmu pada sensei bukan?" Tanya Karma. Okuda mengangguk lalu berjalan ke mejanya. Ia meraih tasnya.

" Kenapa kau membawa tasmu, Okuda?"

" Barang yang kuperlukan ada disini." Jawabnya.

" Jaa Nagisa-kun! Kau tidurlah dulu. Nanti akan kubangunkan jika sudah waktunya pulang." Ujar Karma. Nagisa tersenyum. Perlahan, ia mulai menutup matanya. Menahan sensasi aneh di kepala dan perutnya.

" Waktu habis, anak-anak! Silahkan bereskan meja kalian. Jangan lupa untuk mencuci tabung yang baru kalian pakai!" Instruksi Koro sensei.

" Ano… Koro-sensei, tolong terimalah!" Okuda menyodorkan sebotol cairan bening. Koro sensei tersenyum (?) bijak.

" Oh, Okuda-san. Ini pasti penemuan terbarumu. Apa kau sudah mencobanya pada makhluk lain?" Tanya Koro Sensei sambil meraih botol dari tangan Okuda. Gadis itu menggeleng.

" Sou.. kalau begitu, fungsinya masih belum ditemukan. Kalau begitu sensei akan meminumnya. Itadakimasu!" Koro sensei mulai menegak cairan bening tersebut. Seluruh mata diruangan itu menatap Koro Sensei yang meminum racun. Mereka sangat menikmati reaksi racun yang diminum oleh sensei mereka yang kebal itu. Perubahan bentuk atau ekspresi wajah Koro sensei setelah meminum racun buatan Okuda benar-benar menjadi bahan tebakan yang menyenangkan. Mereka menunggu reaksi yang akan terjadi saat Koro sensei menghabiskan minuman di tentakelnya.

Satu detik….

Dua detik….

Tiga detik…

Empat detik..

Lima detik…

.

.

.

.sepuluh detik..

" Err… Okuda-san. Kau yakin yang kuminum itu racun? Aku tak merasakan apapun." Jawab Koro Sensei. Okuda mengangguk mantap.

" tentu saja!" Jawabnya.

" Tapi rasanya seperi air mineral. Aku tidak merasakan zat apapun didalamnya." Ujar Koro sensei sambil menyodorkan botol plastic tersebut. Okuda menggaruk kepalanya bingung. Ia yakin ia sudah membawa botol yang… tunggu. Botol plastic? Air mineral? Mata Okuda terbelalak saat melihat tutup botol yang bertengger indah di botol tersebut. Tidak ada! Tanda yang ia beri untuk menandai racun tidak ada!

" Mm? Okuda-san? Daijobu?" Koro sensei menepuk pundak Okuda yang bergetar pelan. Okuda tersentak dan dengan pelan ia menoleh kearah teman-temannya. Teman-temannya hanya menatapnya heran tanpa sepatah katapun. Kemudian matanya menangkap sosok Karma yang menaikkan alisnya melihat tatapan Okuda. Okuda menatap Karma dengan begitu horror.

" Sa.. kun." Gumam Okuda.

" Eh?" Koro sensei tak mendengar bisikan Okuda.

" Nagisa.. kun." Kini suara Okuda bergetar. Matanya berkaca-kaca.

" Nagisa.. kun? Ada apa dengannya?" Tanya Koro sensei. Seketika mata Karma melebar mendengar pertanyaan Koro sensei. Tanpa peringatan apapun, Karma melesat keluar meninggalkan tanda tanya bagi seisi kelas. Okuda yang menatap[ kepergian Karma terentak kemudian ia menoleh kearah Koro sensei.

" Koro sensei! Kumohon… selamatkan Nagisa-kun! Dia… dia meminum racun untuk Koro sensei!" Seru Okuda.

" Nyunyaaa?" Koro sensei segera melesat, disusul oleh derap langkah kelas 3 E yang berlari dengan panic.

Detik yang sama dengan saat Karma meninggalkan kelas Kimia…

" Ugh.." Nagisa meremas perutnya yang terasa sangat menyakitkan. Matanya berkunang-kunang. Kenapa seperti ini? Nagisa yakin ia tidak salah makan. Malah ia ingat ia sudah kehilangan nafsu makannya beberapa hari ini. Nagisa mengernyitkan matanya. Kemudian ia terbatuk.

" Uhuk.. uhuk.. hoek.." Nagisa memuntahkan sesuatu. Tidak… bukan isi perutnya. Karena taka da apapun diperutnya. Jadi ia tak memuntahkan isi perutnya. Lantas? Wajah Nagisa memucat. Tangannya meraih permukaan meja. Kepalanya terangkat dengan cepat. Menjalarkan rasa pening sampai ke tengkuknya. Ia mengangkat tangannya yang kini berlumuran darahnya. Darah?

" Nagisa-kun!" Pintu bergeser menampilkan sosok Karma yang terengah dan sosok Koro sensei yang tengah memegang pintu kelasnya. Nagisa hanya bisa terdiam.

" Nagisa-kun.." Karma membelalakkan matanya. Dan hal terakhir yang dilihat Nagisa adalah sekelebat warna Kuning yang menyanggah tubuhnya yang limbung.

Karma menempelkan punggungnya ke dinding. Kemeja putihnya kini sudah berubah warna. Setelah menemukan sahabatnya yang memuntahkan cairan kental berwarna merah, ia dan Koro sensei segera menuju rumah sakit terdekat. Tak butuh waktu lama dengan kecepatan senseinya yang setara dengan kecepatan 20 mach tersebut. Setelah mereka mendarat dengan aman di bagian belakang rumah sakit yang sepi, Karma menggendong sahabatnya itu dan mengurus semuanya. Koro sensei? Ah, abaikan dia yang sibuk bersitegang dengan Karasuma sensei yang menelpon ' tepat pada waktunya'. Meneriakkan tentang sebaiknya koro sensei tak muncul di depan public.

Karma melirik jam yang bertengger ditangannya. Sudah setengah jam sejak Nagisa memasuki ruangan didepannya. Dan karma belum mendapatkan kabar apapun tentang kondisi sahabatnya. Ia sibuk mengisi kepalanya dengan rutukan. Tentu saja! Ia yang mengambil botol tersebut dan menyodorkannya pada Nagisa tanpa mengingat hal penting: Okuda adalah specialist racun yang sangat mungkin menyembunyikan racun untuk sensei mereka tersebut. Jika saja Karma lebih berhati-hati dengan menanyakan apakah botol yang dipilihnya sudah benar atau belum, pasti Nagisa masih selamat. Karma masih termenung saat ia mendengar sebuah suara yang dikenalnya memanggil namanya. Bersamaan dengan derap langkah yang bertumpuk. Karma menoleh dan mendapati Nakamura Rio dan juga teman-teman sekelasnya.

" Bagaimana? Apa ada kabar tentang Nagisa?" Tanya Nakamura. Karma menggeleng pelan. Kemudian ia kembali menoleh menatap pintu yang masih tertutup itu. Sejenak suasana hening. Hingga akhirnya terdengar suara isakan pelan.

" Karma-kun.. Gomen ne?" Suara Okuda terdengar lirih. Bergetar menahan isak. Karma menoleh menatap si rambut hitam berkepang dua yang tengah menunduk. Tak berani menatap Karma. Karma menghela nafas sambil memejamkan matanya. Kemudian ia mengangkat wajahnya.

" Ne, Okuda-san. Kau tak perlu meminta maaf kepadaku. Kau tidak berbuat kesalahan apapun kepadaku. Minta maaflah nanti.. pada Nagisa. Lagipula ini tak sepenuhnya salahmu. Aku juga dengan sembarangan mengambil botol itu dari tas mu." Jawab Karma. Okuda menengadah.

" De.. demo.."

" Hei, diamlah. Nagisa akan baik-baik saja." Potong Karma. Tepat setelah perkataan Karma, pintu ruangan itu terbuka. Karma menoleh.

" Keluarga Nagisa-san?" Tanya perawat bermasker tersebut.

" Ah. YA! Bagaimana keadaannya?" Serbu seluruh murid. Perawat itu hanya memasang wajah terkejut diserbu tiba-tiba oleh sekelompok anak muda.

" Etto… apa keluarganya sudah datang?" Tanya perawat tersebut. Mendengar pertanyaan itu, mereka saling memandang bingung.

" Ah, Sumimasen. Keluarganya masih dalam perjalanan. Saya gurunya." Sebuah suara baritone yang sangat dikenal membuat seluruh kepala menoleh.

" Karasuma sensei!" Seru seluruh anak.

" Jadi, bagaimana keadaannya?" Tanya Karasuma sensei. Perawat itu terpana sejenak sebelum akhirnya berdehem.

" Ah, nona Nagisa mengalami pendarahan di dalam. Dan itu cukup parah." Perawat itu menilik apa yang dicatatnya. Seluruh murid menelan ludah pahit. Nagisa pendarahan? Separah itu kah efeknya?

" Jadi, kami harap kalian tidak membiarkannya makan makanan yang aneh. Nona Nagisa harus makan makanan yang lembut, non alcohol pastinya! Jadi, bisakah kau memberitahukan ini jika keluarganya sudah datang nanti, Sensei?" Tanya perawat itu. Karasuma sensei mengangguk. Kemudian perawat itu menoleh kearah para murid. Seketika perawat itu mengerjapkan matanya mendapati tatapan bingung para remaja tersebut.

" ah.. etto… anu… jadi, bisakah kau menjelaskan dengan lebih mudah lagi pada kami? Bagaimana keadaan Nagisa-kun?" Tanya Kayano. Suster itu tersenyum dibalik maskernya.

" Nona Nagisa baik-baik saja. Dia hanya perlu istirahat yang cukup dan makan yang teratur." Jawab Perawat tersebut. Satu detik.. dua detik.. semua berusaha meyakinkan telinga mereka bahwa Nagisa baik-baik saja. Detik berikutnya, euphoria kesenangan itu nampak dari wajah- wajah polos tersebut.

" Yokattaa!" Pekik mereka.

" Yokatta ne, Okuda-chan!" Kayano memuk Okuda. Okuda hanya bisa menangis lirih. Karma kembali menghempaskan dirinya ke dinding. Ia menghela nafas lega. Kemudian ia mendengus setengah tersenyum.

" Demo… berarti racunmu kali ini gagal ya, Okuda-chan?" Tanya Yada.

" Ah, itu tak masalah. Tuhan terlalu baik membuat racunku gagal disaat ini." Ujar Okuda. Semua disana tersenyum. Karma ikut tersenyum. Kemudian ia teringat perkataan perawat yang menurutnya aneh. Dia menoleh.

" Ah, Maaf. Tapi, sepertnya kau salah, Onee-san!" Perawat itu menoleh kearah Karma. Menatap Karma tak mengerti. Seluruh temannya pun menatap pria berambut merah itu. Apa lagi yang salah?

" Nagisa memang seperti anak perempuan. Tapi dia laki-laki. Jadi harusnya kau memanggilnya Nagisa-kun." Koreksi Karma. Perawat itu terdiam sejenak kemudian tertawa kecil.

" Aku tau kalian sudah merasa lega. Tapi maaf, aku sedang sibuk dan tak berminat bercanda." Jawab Perawat itu.

" Kami tidak bercanda. Dia memang imut. Bahkan dia bisa menjadi lebih manis dibanding semua anak perempuan dikelas kami. Iya kan?" Nakamura menoleh meminta persetujuan para teman wanitanya.

" Err… selama ini hanya kau yang selalu histeris dengan Nagisa-kun." Batin para gadis. Karma mengangguk. Kemudian ia menunjukkan layar Handphonenya.

" Nakamura-san benar. Lihat, dia kawaii bukan?" Karma menunjukkan foto-foto nista Nagisa yang dipaksa bercosplay ria oleh Karma dan Nakamura pada teman-temannya. Juga pada Karasuma sensei dan perawat tersebut. Selagi teman-temannya mengagumi kecantikan, keimutan dan kemanisan Nagisa, Karasuma dan perawat itu hanya bisa sweetdrop.

" terlepas dari itu, bukankah kau bisa memeriksanya sendiri, Onee-san?" Tanya Maehara yang mulai mengikuti gaya Karma. Memanggil seenaknya. Perawat itu mulai kewalahan dengan kekeras kepalaan para murid smp tersebut.

" Tentu saja aku bisa yakin mengatakan bahwa Nagisa-chan adalah perempuan karena akulah yang menggantikan pakaiannya tadi. Dan aku yakin 100% bahwa Nagisa-chan adalah perempuan. Jadi anak-anak, kalau kalian tidak keberatan, aku akan mengurus kamar untuk Nagisa-chan dulu." Perawat itu segera pergi meninggalkan para murid smp yang hanya bisa speechless mendengar penuturan perawat tersebut.

" NANI?" Teriak mereka.

" Pstt… Karma-kun, kau saja!" Nakamura mendorong Karma. Karma menoleh kesal pada si rambut pirang itu. Karma dan Nakamura adalah utusan para siswa kelas 3 E untuk membuktikan gender Nagisa yang menurut kesimpulan berubah karena racun dari Okuda.

" Ne, Nakamura-san. Kau kan wanita. Kenapa tak kau saja yang melihatnya?" Elak Karma.

" Ha? Kau tega melihat temanmu ini mendapat panggilan mesum?" Tanya Nakamura. Karma memijit pelipisnya.

" Jadi dia tega jika aku yang menjadi orang mesum disini?"

" Ayo, Karma-kun… aku sudah penasaran!" Nakamura mendorong-dorong punggung Karma. Karma dan Nakamura berjalan mendekati Nagisa yang belum juga sadar sejak ditangani tadi. Rambut birunya tergerai sebahu. Tidak, lebih panjang lagi. Nafasnya teratur. Tarik.. keluarkan… Tarik.. keluarkan…

" Nakamura, kau saja!" Karma menarik Nakamura dan mendorongnya kearah Nagisa. Nakamura protes.

" Bagaimana mungkin aku melihatnya? Lagipula bagian bawah itu kan privasi!" Protesnya. Karma mengerjapkan matanya.

" Ba..baka! kau bisa cek bagian atas kan? kalau memang dia berubah jadi perempuan pasti.. kau tau bukan?" Wajah Karma memerah. Giliran Nakamura yang mengerjapkan matanya beberapa kali. Kemudian ia menjentikkan jarinya.

" Ah, SOU! Baiklah, aku akan melakukannya. Dan kau!" Nakamura menoleh dan menatap tajam kearah Karma.

" Hai' hai'.." Karma membalikkan badannya. Kemudian ia bisa mendengar Nakamura yang memekik. Karma mengangkat alisnya penasaran.

" Hei, apa sudah.."

" Karma-kun!" Nakamura memekik. Karma membalikkan badannya dan mendapati partner in crimenya tengah memasang wajah berbunga.

" Kenapa? Dia tetap laki-laki kan?" Tanya Karma. Nakamura masih tersenyum lebar sambil menggeleng.

" Akhirnya.. kostum cosplay kita tidak akan sia-sia. Nagisa perempuan!" Serunya bahagia. Karma terperangah tak percaya dengan pemikiran temannya ini. kemudian matanya menangkap sosok yang tengah terbaring tenang itu.

" Nagisa.. perempuan?" Matanya tak lepas dari wajah tenang itu. Dan entah mengapa, wajah Karma memerah.

Mata Nagisa mengerjap perlahan. Matanya mencoba menyesuaikan diri dengan silaunya sinar lampu yang menyambutnya dari alam mimpi. Kemudian ia mengedarkan pandangannya keseisi ruangan. Ia yakin ia tak tahu dimana ia sekarang. Matanya melirik jem dinding yang berada tepat diatas jendela ruangan itu. Pukul 10.30 dan Nagisa yakin ini sudah malam melihat langit diluar jendela. Ia kemudian berusaha bangkit dengan menahan tubuhnya menggunakan kedua sikunya. Belum juga ia berhasil duduk, ia mendengar suara pintu yang bergeser.

" Ah, Kau sudah sadar!" Nagisa menoleh dan mendapati wajah sumringah Nakamura Rio yang tengah membawa tas plastic putih ditangannya. Nagisa tersenyum dan mengangguk.

" Ano.. Nakamura-san, dimana ini? kenapa.. aku bisa tertidur disini?" Tanya Nagisa. Nakamura diam tak bergeming. Ia memang tahu bahwa Nagisa telah berubah menjadi seorang wanita. Dan ia yakin karena ia sudah mengecek kebenarannya dengan matanya sendiri. Tapi, tetap saja otaknya masih terlalu terkejut dengan perubahan itu. Dimatanya, Nagisa jadi sangat kawai. Dan suaranya lebih lembut dari biasanya. Ia benar-benar manis! Nakamura yakin, Nagisa bisa mengalahkan kepopuleran Kanzaki-chan. Nagisa yang menunggu jawaban Nakamura, memiringkan kepalanya.

" Hey, Nakamura-san. Daijobu?"

" Eh? Ah.. Gomen…gomen.. kau ada dimana? Kalau kau melihat tanganmu dan sesuatu yang tergantung disebelahmu, mungkin kau akan tau tanpa kuberitahu." Jawab Nakamura sambil berjalan mendekat. NAgisa menoleh dan mendapati sebuah infus tergantung disebelahnya.

" Rumah sakit? Kenapa aku disini?" Tanya Nagisa bingung. Kemudian ia mengingat semuanya.

" Hmm? Kau kenapa?" Tanya Nakamura. Nagisa menggeleng pelan.

" sudah berapa lama?" Tanya Nagisa.

" Kau tertidur setelah mendapatkan pertolongan pertama. Ah, menurutku kedua. Karena yang pertama adalah aksi Karma-kun yang langsung menggendongmu dan melompat kepelukan Koro sensei untuk kemudian membawamu kemari dengan kecepatan supernya itu. Dari tadi siang kau disini." Jawab Nakamura.

" Karma-kun? Sou.. dimana dia?" Tanya Nagisa. Meskipun ia tau mungkin sahabatnya itu sudah pulang mengingat ini sudah larut.

" Hmm? Karma? Dia.."

SREK.

Mata keduanya menoleh dan mendapati surai merah itu keluar dari pintu kamar mandi. Karma membenarkan lengan kemejanya dan menoleh kearah mereka berdua.

" Nagisa!" Karma tersenyum dan bergegas menghampiri sahabatnya. Nagisa tersenyum. Yang terjadi selanjutnya bukanlah adegan romantic, adegan persahabatan atau adegan positif lainnya. Karma yang tersenyum karena senang sahabatnya sudah sadar, turut menyertakan kepalan tangan untuk menyambut kesadaran sang sahabat.

PLETTAK

" Ittai! Karma-kun! Apa yang kau lakukan?" Protes Nagisa. Karma masih tersenyum.

" Hukuman karena membuat kami khawatir." Jawabnya tenang. Nagisa terdiam sejenak. Kemudian tersenyum.

" Ah, sou.. Gomennasai." Jawabnya.

" Mattaku… kau benar-benar malas makan atau apa? Kenapa lambungmu bisa sampai pendarahan separah itu? Kau tak perlu berdiet, Nagisa-chan!" Nakamura mengacak rambut Nagisa.

" Hentikan, itu Nakamura-san. Kau merusak rambutku." Protes Nagisa. Ia merasa ada yang aneh. Yang pertama dengan tubuhnya. Yang kedua dengan temannya. Nakamura memanggilnya Nagisa-chan? Bukankah biasanya ia akan memanggil Nagisa-kun? Dan Karma.. sejak kapan ia membuang akhiran kun saat memanggilnya?

" Jadi? Mau mengatakan kenapa kau bisa mengabaikan lambungmu?" Nakamura dengan evil smile dan pisau anti koro sensei yang diarahkan keleher Nagisa menyeringai. Nagisa tersentak. Kenapa? Mengatakannya? Suasana entah kenapa menjadi suram. Nakamura dan Karma hanya berpandangan heran. Kemudian Nakamura menangkap raut wajah Nagisa yang menyimpan banyak hal. Ia tahu Nagisa harus segera mengeluarkan bebannya sebelum ia meledak dan menjadi gila. Atau akan parah jika ia memilih pelampiasan mengikuti jalannya dan jalan Karma. Ia dan Karma bisa kehilangan obyek percobaan kostum cosplay! Kemudian Nakamura menangkapa satu hal lagi. Nagisa melirik Karma, melirik selimutnya. Melirik Nakamura, melirik selimutnya lagi. Nakamura melihat itu terjadi berulang-ulang. Hingga akhirnya ia tersenyum.

" Nah! Sebaiknya aku pulang dulu ya! Aku belum izin ibuku. Pasti beliau akan memarahiku karena tak ikut makan bersama keluarga!" Nakamura meraih tasnya. Ia melambaikan handphonenya kearah Karma sambil berkedip. Karma tersenyum.

" Mm.. Arigatou, Nakamura-san." Jawab Nagisa.

" Dan Karma-kun, Jangan berani macam-macam dengan Nagisa-chan. Mengerti?" Ancam Nakamura. Entah kenapa, Nagisa merasa Nakamura seperti induk serigala yang sedang melindungi anaknya. Karma hanya tersenyum malas. Kemudian pintu ruangan itu tertutup. Karma menoleh kearah Nagisa.

" Jadi? Sudah berapa lama kau mogok makan?" Tanya Karma. Nagisa menunduk.

" Entahlah.. aku.. tidak menghitungnya." Jawab Nagisa. Karma mendengus.

" Kalau begitu kuganti pertanyaannya. Kenapa kau mogok makan?" Nagisa tersentak. Karma menyadari tubuh Nagisa yang menegang. Tapi ia harus tau apa yang membuat Nagisa seperti ini. meskipun Karma yakin, ia bisa menebak alasannya dengan benar.

" Okaa-san.." Lirih Nagisa. Karma menghela nafas. Tebakannya benar. Nagisa yang sekarang ia kenal adalah Nagisa yang kuat. dan yang bisa meluluhkan kekuatan Nagisa hanya ibunya.

" Sudahlah.. kalau kau tak bisa melanjutkannya, jangan dilanjutkan. Aku tidak memaksamu untuk..-"

" Daijobu." Nagisa mendongak dan tersenyum " Aku.. hanya sedang ada masalah dengan okaa-san. Ia baru saja membeli beberapa pakaian mahal untukku. Dan aku mengelak untuk menggunakannya. Okaa-san menghukumku. Ia tidak akan memberikanku makan dan uang jika aku enggan memakainya." Jawab Nagisa. Karma mendengus tak suka.

" Pasti baju itu.. baju perempuan, bukan?" Tanya Karma. Senyum Nagisa memudar sejenak.

" Mm. maka dari itu aku harus membantahnya kali ini. hehehe.." Jawab Nagisa.

" Dan kau tak memberitahuku tentang hal ini?" Ujar Karma.

" Eh? Bukan.. itu.."

" Kau bodoh atau apa? Kau sampai tak makan karena pikiran konyol ibumu. Dan kau, tidak memberitahuku?" Tanya Karma lagi.

" Iie.. Karma-kun, aku.. terkadang bertemu dengan Otou-san. Dan beliau memberiku uang untuk.."

" Bukan itu yang kumaksud!" Bentak Karma. Nagisa mengernyitkan matanya heran. Karma tak pernah semarah itu hanya karena Nagisa tak bercerita tentang kehidupan pribadinya pada karma. Suasana hening sejenak. Karma berusaha meredam emosinya. Entah mengapa memikirkan kemungkinan Nagisa menghadapi orang tuanya sendirian sangat mengganggunya.

" Hh.. sudahlah. Tak ada untungnya membahas itu sekarang." Ujar Karma akhirnya. Nagisa tersenyum lega.

" Oh, kami belum memberitahu orang tuamu tentang keadaanmu. Kami pikir kami akan menunggumu sadar." Nagisa tertegun. Entah mengapa ia merasa Karma yang melarang siapapun untuk menghubungi ayah dan ibunya. Bagaimanapun, sesedikit apapun, Karma lah satu-satunya teman Nagisa yang tau tentang Nagisa dan keluarganya.

" Jadi?" Tanya Karma. Nagisa tersentak. Kemudian ia berfikir sejenak.

" Jangan beritahu Okaa-san." Pinta Nagisa. Karma menatap manik biru Nagisa menggelap.

" Ok. Otou-san mu?" Tanya Karma. Nagisa mengangguk. Karma mengambil handphonenya. Tapi tangan Nagisa menghalangi tangannya.

" tidak sekarang, Karma-kun." Ujarnya. Karma mengangguk mengerti. Kemudian mereka kembali terdiam. Sebenarnya Karma tengah gugup setengah mati. Ia tau ia yang kebagian tugas memberitahu Nagisa tentang ramuan Okuda. Tapi ia tak pernah tau bahwa akan sesulit ini!

" Ano.. Nagisa.. sebenarnya.." Nagisa menoleh dan mendengarkan Karma yang mulai bercerita. Beberapa menit, Nagisa mendengarkan tanpa berkomentar sedikitpun.

" Jadi.. begitulah. Dan, sekarang kau.. perempuan. Gomennasai.. aku dan Okuda-san benar-benar minta maaf." Karma mengakhiri ceritanya. Nagisa masih terdiam. Tercengang lebih tepatnya. Respon yang wajar jika kita diberitahu bahwa gender kita berubah, bukan?

" Karma..kun." Bisik Nagisa lirih. Karma sudah siap dengan apa yang akan dikatakan Nagisa. Entah ia akan dikutuk, atau ia akan dibunuh oleh gadis didepannya itu. Gadis itu mengangkat wajahnya dan menatap karma. Karma menegakkan punggungnya melihat tatapan Nagisa saat itu. Bukan tatapan penuh kemarahan atau jengkel. Tapi tatapan itu membuat Karma geram. Nagisa tengah menatapnya ketakutan.

" Okaa-san.. apa yang akan Okaa-san lakukan kepadaku jika ia tau aku.. perempuan?" Bisik Nagisa. Karma tau apa maksudnya. Ibu Nagisa yang terobsesi dengan anak Perempuan, mendidik Nagisa menjadi feminine, dan selalu berusaha mendandani Nagisa seperti perempuan. Impiannya menjadi nyata berkat ramuan Okuda. Tapi, tentu saja itu mimpi buruk. Karena jika Ibunya tau, Karma yakin Nagisa akan sangat jarang pergi kesekolah. Ia akan lebih sering dijadikan boneka, didandani dan dipamerkan. Bahu Nagisa bergetar. Membayangka wajah ibunya yang hilang kendali. Karma mendecih pelan dan menarik bahu Nagisa. Menyandarkan surai biru di dadanya.

" Jangan. Jangan beritahu ini pada siapapun selain kami. Termasuk orang tuamu." Ujar Karma pelan. Nagisa mengangguk pelan. Entah bagaimana hari esok, Nagisa tak berani membayangkan. Kehidupan barunya sebagai seorang gadis dimulai.

- TBC

Bagaimana, Minna? Semoga menghibur yaaaa

Jangan lupa beri kritik dan saran pada author yang belum berpengalaman ini..

Selamat menikmati (?)

Jaa ne!