Disclaimer © Masashi Kishimoto

This fic is mine

Rated © M

Warning © Typo dimaklumi, ide yang pasaran harap dimengerti dan adegan-adegan gak penting lainnya harap dimaafkan. Huhu T_T

Summary © Sasuke dan Hinata telah terikat oleh sucinya pernikahan. Hinata telah memiliki Sasuke seutuhnya. Seorang perempuan lain, yang lebih dulu bersama Sasuke juga merasa memiliki Sasuke dan perempuan itu adalah Mikoto, Ibu Sasuke.

Bagaimana persaingan antara Mertua dan Menantu ini dalam mencuri perhatian Sasuke?

.

.

.

Another Story

Chapter 1

.

.

.

Apa yang ada di pikiran kalian ketika mendengar kata 'pernikahan'?

"Pernikahan? Dalam kamus hidupku, kata itu adalah salah satu kata terhorror yang pernah ku dengar. Ah, sampai umurku 17 tahun aku tidak pernah memikirkannya, lalu saat memasuki usia 20 tahun aku selalu menangis ketakutan saat bermimpi di lamar atau akan dinikahkan. Aku bahkan tak habis pikir mengapa aku begitu takutnya mendengar kata pernikahan, mungkin karena aku memikirkan banyak hal tentang itu. Aku takut nanti suamiku tidak tinggi, tidak tampan, tidak pengertian, tidak menyayangiku dan ah banyak sekali yang aku pikirkan.

Tuhan mempunyai rencana yang indah bagi makhluk ciptaan-Nya. Percayalah, sepenggal kalimat manis itu benar adanya. Aku adalah salah satu bukti nyatanya. Sampai umurku 20 tahun, aku tidak pernah menjalin hubungan pacaran dengan seorang laki-laki. Alasannya beragam, mereka kadang tidak sesuai dengan kriteriaku dan tentu saja alasan lainnya adalah aku takut terikat dalam suatu hubungan dengan orang lain.

Duniaku berubah. Bukan karena Negara Api telah datang menyerang tapi karena seseorang telah memasuki kehidupanku, seseorang yang tak pernah ku sangka akan membuatku melupakan pandangan burukku mengenai pernikahan dan ikatan dalam sebuah hubungan cinta.

He's my unintended choice.

Di kampus, tepatnya di jurusan tempatnya menimba ilmu, dia adalah salah satu laki-laki yang digilai oleh gadis seantero fakultas kami, he's so tall and handsome as hell, dia baik dan terlihat memiliki pendirian dan karakternya berbeda dengan yang lain. Bahkan, pesonanya pun sampai padaku, yang jelas-jelas berbeda jurusan dengannya dan frekuensi pertemuan kami tidak pernah begitu intensif.

Berawal dari seorang temanku, aku memberanikan diri meminta pin BMM-nya untuk sekedar ingin berkenalan dengannya. Ternyata, saat aku menginvite pin BBMnya dia sedang berada di luar kota untuk kegiatan organisasi, dia ditunjuk sebagai Ketua Panitia kegiatan tersebut.

Hari itu dia sangat sibuk tapi dia menyempatkan diri untuk membalas BBMku saat kuucapkan terima kasih padanya karena telah menerima permintaanku.

Awalnya, ku pikir ia bersikap dingin karena semua orang yang kenal dengannya selalu mengatakan bahwa dia adalah pribadi yang dingin tapi sekali lagi 'pantang menilai orang dari omongan orang'

Aku tidak pernah lupa kenangan dan berbagai hal bodoh nan memalukan yang pernah ku lakukan saat berada di dekatnya.

5 tahun lalu, aku tidak pernah lupa sepatah kata pun dari kalimat yang ia ucapkan saat ia mengatakan bahwa ia menyukaiku.

Lalu, beberapa hari yang lalu, aku juga tidak akan pernah bisa melupakan bagaimana ia datang ke rumahku, menemui Ayahku, menemui kakak sepupuku,

Untuk melamarku.

Hari ini, pacar pertama sekaligus pacar terakhirku, aku akah menikah dengannya.

Jika ada hal yang lebih bahagia daripada kata 'bahagia' itu sendiri, itulah yang aku aku rasakan saat ini.

Aishite kurete, arigatou naa... Uchiha Sasuke

-Hyuuga Hinata, 25 thn-

.

.

.

"Pernikahan? Sebagai seorang laki-laki tentu saja aku menginginkan hal tersebut. Meski aku tidak mungkin bisa melahirkan sampai kapanpun tapi aku ingin memiliki seorang anak. Aku selalu membayangkan nantinya aku akan menjadi suami atau ayah yang seperti apa.

Hanya ada satu jawaban untuk pertanyaan itu.

Aku hanya ingin melakukan yang terbaik.

Meski aku memikirkan akan menikah tapi aku tidak pernah memikirkan seperti apa istriku kelak. Aku menyukai perempuan berambut panjang, ceria, tertawa jika ia harus tertawa dan menangis jika ia harus menangis. Sesimpel itu.

Aku pernah sekali menjalin hubungan cinta dengan seorang gadis saat masa SMAku. Setelah putus dengannya, aku tidak berminat lagi dengan kata cinta.

Ada banyak gadis yang memberikan perhatian padaku bahkan tak jarang mereka harus mengabaikan harga diri mereka untuk sekedar mengatakan langsung bahwa mereka menyukaiku.

Untuk beberapa alasan yang tidak ku ketahui. Aku menolaknya.

Lama aku hidup sendiri tapi aku menikmati waktu bersama teman-temanku. Saat itu, aku benar-benar melupakan segala hal tentang percintaan.

Hasrat itu kembali muncul, hasrat ingin memiliki, hasrat ingin menyayangi dan hasrat ingin melindungi saat BBMku ada yang menginvite dan pelakunya adalah 'dia'.

Hari itu aku menjadi Ketua Panitia pada sebuah kegiatan organisasi, ada banyak hal yang harus ku kerjakan, banyak hal yang membutuhkan penanganku tapi tanganku tergerak membalas pesannya saat ia mengucapkan 'sankyuu'.

Biasanya, aku apatis terhadap hal-hal seperti itu tapi aku menjadi berbeda saat aku tahu bahwa pengirim pesan itu adalah 'dia'.

Lama aku memperhatikannya, ku pikir aku memang menyukainya sebelum ia menginvite BBMku tapi aku begitu keras menyangkal perasaanku, aku berusaha untuk tidak memikirkannya tapi tetap saja aku dengan senang hati datang menemaninya saat ia duduk sendiri menunggu temannya.

Aku heran dengan diriku sendiri yang membantunya membuka botol minumannya saat ada begitu banyak teman laki-laki disampingnya.

'ciieee...'

Itu kata yang ku dengar dari teman-temannya tapi entah mengapa aku menyukai hal itu.

She change me.

Aku yang biasanya mengganti DP BBMku sekali dalam 3 bulan kini aku mengganti DP BBMku berkali-kali dalam sehari. Semuanya berawal saat ia mengomentari fotoku yang berfoto bersama patung monyet. Aku ingat sekali, ia mengatakan...

'Kalian berdua ada hubungan apa? Saudaraan atau hubungan lebih dari itu...?'

Sejak saat itu, aku merasa harus mengganti DP. Sesekali aku ingin pamer padanya bahwa aku laki-laki gagah yang menyukaimu dan kau harus bangga dengan keputusanmu untuk memilihku.

Dia begitu cerewet, melakukan banyak hal sesuka hatinya. Dia melakukan apa yang ingin ia lakukan.

Ah, iya. Aku benar-benar menyukainya. The way she smile, the way she walk away, the way she twirling her hair.

It was such a beautiful things i've ever seen.

Aku ingat saat aku menyatakan bahwa aku menyukainya, suasanya begitu jauh dari kesan romantis. Hari itu ia menjadi panitia pameran fotografi bertema budaya di salah satu pelataran kampus kami, ia begitu sibuk mengatur frame foto yang menjelaskan banyak hal pada orang yang bertanya padanya tentang foto tersebut.

Saat itu, ia dan teman laki-lakinya terlihat bersemangat menyusun frame foto. Aku memperhatikan mereka dari jauh dan aku cemburu. Tanpa pikir panjang aku langsung menghampirinnya, menarik tangannya dan tanpa memperdulikan orang lain di sekitar kami, aku dengan gamblangnya menyatakan perasaanku. Aku menyukaimu.

Sesaat ia speachless, kemudian setelah itu ia hanya senyum-senyum sendiri.

Mungkin aku begitu spontan, tidak tahu baca suasana tapi satu hal. Aku sangat menyayanginya.

Dulunya, aku ingin menikahi gadis yang setidaknya 3 tahun lebih muda dariku, tapi apa yang bisa aku lakukan jika kenyataan menyatakan bahwa gadis yang aku cintai ternyata seumuran denganku.

Lagi, tanpa aba-aba, tidak ada badai pasir, tidak ada tsunami. Aku datang ke rumahnya, aku tidak punya persiapan skenario apa-apa untuk sekedar berbicara pada Ayah dan Kakak sepupunya yang menjengkelkan itu.

Aku melamarnya dan dia tak bisa menahan air matanya. Aku berjanji pada diriku sendiri, hari itu adalah hari pertama dan terakhir aku meneteskan air matanya.

Hari ini, aku mengenakan jas hitam dengan kemeja putih didalamnya. Aku tersenyum begitu lebar, kurasa bibirku akan sobek tidak lama lagi.

Hari ini, aku menikahinya dan akan hidup bersamanya sampai hari tua kami.

Aishite kurete, arigatou naa... Hyuuga Hinata

-Uchiha Sasuke, 25 thn-

.

.

.

Di sebuah gedung yang terbilang mewah di Konoha, pesta resepsi pernikahan Sasuke dan Hinata akan berlangsung tidak lama lagi. Jejeran mobil mewah berbaris rapi di depan gedung ini.

Aula yang digunakan sebagai tempat berlangsungnya acara telah disulap sedemikian rupa menjadi ruangan pernikahan yang berbeda dari biasanya. Tentu saja, ini adalah permintaan dari kedua mempelai.

Ruangan ini didesain dengan komninasi warna hitam putih yang begitu elegan. Di bagian dindingnya di pajang beberapa foto kebersamaan kedua mempelai. Sasuke memandang sebuah foto yang tercetak lumayan besar, foto dirinya menggunakan kemeja kotak-kotak biru hitam bersama Hinata disampingnya yang mengenakan kemeja putih. Foto tersebut adalah foto pertama yang mereka miliki setelah menjadi sepasang kekasih. Suasana kampus, pohon rindang, beberapa mahasiswa yang berlalu lalang di belakang. Sasuke merasa kembali ke masa-masa dimana hidupnya sangat ditentukan oleh dosen. Yah, kehidupan kampus.

"Padahal aku jarang mau di foto..." ucap Sasuke sambil tersenyum memandang foto tersebut.

"Oeeh, Sasuke... lebar amat senyumnya. Gigi lo rontok lama-lama" ucap seorang teman seperjuangan Sasuke saat masih di kampus dulu, Naruto, ia menjabat tangan Sasuke lalu berpelukan singkat. Naruto datang bersama teman-temannya yang lain seperti Sai, Shikamaru dan Shino.

"Nggak mungkin nggak bahagia kalo sampe pelaminan gini, masa udah rontokin harga diri nembak di depan umum tapi nggak jadi nikah" Shikamaru mengingatkan Sasuke tentang perbuatan out of planning-nya saat menembak Hinata di pameran.

"Kalian kapan nyusul? Dasar jomblo abadi" Sasuke menepuk pelan pundak Sai.

"Wah, yang udah mau nikah. Hinata mana?" tanya seorang laki-laki bernama Kiba, Kiba dulunya teman laki-laki Hinata di kampus. Di belakangnya mengikut Gaara dan Sasori.

"Masih di ruangannya" kata Sasuke menyalami Kiba.

"Coba gue nggak gangguin Hinata hari itu, pasti lo nggak bakal cemburu berat dan tiba-tiba nembak gitu aja kan.." Gaara pun datang dengan sumringahnya.

Teman-teman Sasuke dan Hinata memasuki pesta dan mengambil tempat duduk. Selain teman-teman Sasuke dan Hinata, para undangan juga datang dari kalangan eksekutif dan para pemegang-pemegang kekuasaan di hampir seluruh Konoha. Salahkan Fugaku dan Hiashi untuk hal ini.

Neji pun ambil bagian, meski berdiri disamping Sasuke, mereka berdua seperti tidak saling mengenal. Neji tidak menyangka akan menyerahkan adik sepupunya pada pemuda sok cool tapi aslinya urakan, macam Sasuke.

"Mama kamu mana?" tanya Fugaku tidak melihat keberadaan Mikoto.

"Masih sama Itachi di kamar. Tau lah, Mama orangnya gimana"

Beranjak dari pesta meriah dan penuh suasana suka cita, mari kita mengintip di salah satu kamar tak jauh dari aula pesta pernikahan. Di ruangan ini hanya ada suasana suram, galau durjana.

"Bentar lagi adikmu nikah. Nanti dia sayangnya nggak sama Mama lagi..." ucap wanita paruh baya sambil mengusap pelan air matanya agar tak merusak make up-nya.

"Ya ampun, Ma. Udah berapa kali Itachi bilangin, Sasuke tuh sayangnya sama Mama. Mama the one and only buat Sasuke" Itachi duduk diatas kasur memandang lelah kepada wanita yang telah melahirkannya, Itachi tidak tahu harus berkata apa lagi untuk membujuk Mamanya.

"The one and only, bagaimana? Nanti malam bukan the one and only lagi. Udah ada Hinata, gadis yang bisa bikin dia lebay ganti DP BBM 3 kali sehari" Mikoto mengenang bagaimana Itachi mengejek Sasuke karena terlalu sering mengganti DP BBMnya, ia pun menceritakannya pada Mikoto kalau Sasuke sedang menyukai seseorang.

"Aduh, Ma. Kan ada Itachi, ada Papa juga. Lagian kan kita tinggal serumah. Nanti kalo Mama udah punya cucu, rumah kita bakal lebih rame lagi" Itachi merasa kata-katanya tepat sasaran, air face Mikoto yang tadinya tak beda jauh dengan gejala 5L kini menjadi sedikit sumringah.

"Wah, benar juga. Pokoknya, nanti Mama mau cucu perempuan. Mama udah bosen liat wajah laki-laki, kamu, Papa kamu dan Sasuke"

"Iya, Maa, iya. Sekarang kita keluar ya, bentar lagi mulai nih" Itachi mengajak Mikoto menuju pesta.

Sementara itu, di ruangan yang di dominasi oleh bunga berwarna putih, seorang gadis duduk tak tenang berusaha menenangkan detak jantungnya yang seakan-akan ingin keluar loncat indah.

Gadis bermata bulan itu tampak anggun dengan gaun putih yang dihiasi oleh corak hitam di beberapa bagian. Hari ini adalah pertama kali ia mengenakan pakaian yang menampakkan bahu mungilnya, rambutnya tersanggul rapi dengan jepitan kecil berwarna senada yang menambah kesan manis pada dirinya, tak lupa ia mengenakan liontin yang diberikan Sasuke padanya saat ia berhasil lolos nilai A di ekskul Karate yang benar-benar menguras tenaganya.

"Maa, hari ini Hinata nikah dengan seseorang yang Hinata cintai" ucapnya pelan memandang bingkai foto yang sengaja ia bawa dan pajang di ruangannya.

"Kita tidak pernah bertemu bahkan sejak Hinata kecil tapi aku yakin Mama pasti suka dengan laki-laki pilihan Hinata" ia tersenyum simpul sambil menggenggam kedua tangannya.

"Mama pasti sudah tahu kan? Kemarin ia mengajakku ke makam Mama, ia memperkenalkan dirinya ke Mama. Dia begitu baik kan, Ma? Mama nggak usah khawatir, Hinata akan hidup baik-baik saja bersamanya. Dia juga janji sama Mama bakal jagain Hinata. Andai Hinata dilahirkan kembali, Hinata tetap pengen menjadi anak yang dilahirkan Mama tapi kalo Hinata bisa meminta, Hinata pengen ada Mama disamping Hinata saat Hinata menikah, seperti sekarang ini. But,its alright,Ma. Hinata sayang Mama" gadis itu mengatupkan kedua tangannya sambil membaca doa untuk Ibunya yang telah lebih dulu ke Surga.

Ia mengakhiri doanya.

"HIINAATAAAA...!"

"EHHHH?" Hinata kaget mendengar jeritan beberapa orang yang tiba-tiba memasuki ruangannya.

"Gila. Kamu cantik baanngeettt...!" oke jangan ragukan. Orang-orang dengan bakat menjerit ini adalah teman-teman perempuan Hinata. Sakura, Ino, Matsuri, Shion dan Tenten.

"Ihhhh... yang beneran sama Sasuke. Aku nggak nyangka Sasuke jadiin kamu istri. Kamu kan pecicilan anaknya, hahaha" canda Ino sambil memeluk Hinata erat.

"Gini-gini, cuma Hinata loh yang bisa bikin Sasuke out of character. Masa ganti DP kayak minum obat, 3 kali sehari gitu loh, hahaha" Sakura benar-benar tidak tahan saat mengingat Sasuke berubah menjadi perlente saat tahu Hinata menjadi salah satu daftar kontak BBM-nya.

"Ah, pada berisik. Harusnya Hinata tuh berterima kasih sama aku, semuanya berawal dari PIN BBM dan itu aku yang kasih" Shion mengenang masa-masa 'putus urat malu' saat mereka masih menjadi mahasiswa dulu.

"Eh, Eh. Hinata. Kamu udah siap belum?" tanya Matsuri yang kini menjadi pacarnya Gaara.

"Siap?" yang lain membeo.

"Helaaww. Kamu pikir orang abis nikah langsung punya anak tanpa ngapa-ngapain dulu gitu?" kata Matsuri penuh penekanan.

"Ngapa-ngapain gimana maksudnya?" dan sialnya, yang lain pun masih bego berjamaah.

"Ah, i-itu... ituuu..." wajah Hinata pun semakin memerah membayangkan sesuatu yang sifatnya 'ngapa-ngapain' itu.

"Eh, eh. Kamu pernah ciuman sama Sasuke nggak?" tanya Tenten tiba-tiba ngaco.

"Masa kamu nggak inget. Hinata kan pernah semaleman nggak tidur dan ke kampus bawa mata panda cuma karena abis dicium sama Sasuke" kata Ino dengan polosnya mengenang curhatan Hinata waktu pertama kali dicium Sasuke.

"Oh iya. Sorry, lupa. Aku denger-denger nih, ciuman cowok itu bisa dahsyat banget kalo udah di ranjang" kenalkan, Tenten. Muka polos tapi hati dan pikiran penuh dengan kesesatan.

"Uuuuuuhhhhhhh...~" yang lain seolah membuat suara-suara untuk menggoda Hinata.

"Ihhh, beruntung banget sih bisa ciuman sama Sasuke sepuasnya" Sakura pun ikutan menghayal yang tidak-tidak.

"Apalagi nih bibirnya Sasuke kan tipis banget, pasti kalo ngemut bibir itu rasanyyyaaaa..."

Pppiiiiiiippppppp...

Bukan sulap bukan sihir sodara, asap sudah keluar dari kedua telinga Hinata mendengar pernyataan teman-temannya yang bahkan ia sendiri belum bisa membayangkanya.

Mereka mengakhiri pembicaraan absurd mereka dan segera menuju pesta saat mendapatkan instruksi dari Kiba yang diutus untuk menyampaikan pesan bahwa sebentar lagi acara akan dimulai. Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan, mereka menyempatkan untuk berfoto selfie sampai mati gaya.

Alunan musik perpaduan antara piano dan biola benar-benar menghasilkan musik dengan nuansa romantis yang tinggi. Seluruh mata tertuju pada seorang pengantin wanita yang berjalan anggun didampingi oleh Ayahnya, ia berjalan menuju altar tempat pengantin prianya menunggu dirinya.

"Rasanya baru kemarin kau belajar memanggilku Ayah. Sekarang kau sudah akan menikah" ucap Hiashi memandang Hinata yang berjalan pelan disampingnya.

"Umm, entah mengapa meski umurku sudah 25 tahun, aku masih merasa menjadi gadis kecil yang selalu Ayah gendong" Hinata menyandarkan kepalanya di bahu Hiashi sambil memandang Sasuke yang tersenyum di depan sana menunggunya.

"Dulu kau selalu sendirian, Ayah begitu mengkhawatirkamu tapi sekarang Ayah tidak perlu khawatir lagi. Sekarang, besok dan sampai hari Ayah menyusul Mamamu ke surga, akan ada Sasuke yang menjagamu" kata Hiashi dengan nada suara yang serak, berusaha agar air mata tangis harunya tak membasahi pipinya.

"Ayah, I may find my Prince, but for now and then you are still my King" Hinata mengangkat pandangannya memandang Hiashi sambil tersenyum kecil.

Hinata dan Hiashi melewati meja tempat Itachi, Neji, Mikoto dan Fugaku duduk.

"Pa, liat Pa, Hinata cantik banget kan?" Mikoto tersenyum lebar memandang gadis yang sebentar lagi menjadi menantunya, akhirnya ada perempuan selain dirinya di rumah.

"Iya, Ma. Cantik sekali" ucap Fugaku kalem.

"Dulu waktu masih muda Mama juga cantiknya seperti itu"

"Iya, Ma. Iya..." kata Itachi cari aman.

Sasuke dan Hinata baru saja mengucapkan janji suci pernikahan, mereka bertukar cincin dan diakhiri dengan tepuk tangan yang meriah.

"Mau ku cium?" tanya Sasuke tanpa memandang Hinata,

"Apa-apaan, aku malu" Hinata mengeryitkan kening memandang Sasuke yang seolah berada di pantai yang hanya ada mereka berdua, kemudian seluruh tamu di pesta ini dianggap penyu dan kura-kura aja, gitu?

"Anggap saja tidak ada orang" kata Sasuke inosen memandang Hinata yang semakin mengerutkan keningnya.

"Bagaimana bisa? Orang sebanyak itu mana bisa dianggap nggak ada" Hinata tidak sadar menyenggol Sasuke seperti yang biasa ia lakukan jika Sasuke berkata sembarangan dengan wajah yang sumpah watados banget. Wajah tanpa dosa.

"Sini..."

Tak perlu menunggu persetujuan Hinata, Sasuke menundukkan wajahnya mengecup pelan bibir basah gadis yang baru saja menjadi istirnya.

"Yaampun, anak Mama yang polos dan unyu-unyu udah gede ternyata, hihi" gumam Mikoto cekikikan melihat Sasuke yang sok cool mencium Hinata.

'Polos dan unyu-unyu? Nggak tahu aja aslinya Sasuke mesum pangkat 3' batin Itachi meminum wine dihadapannya.

"Lo nggak mau?" Itachi menawarkan pada Neji.

"Nggak" peperangan pun seakan dimulai antara Itachi dan Neji. Itachi menawarkan baik-baik tapi ditolak dengan tidak baik-baik oleh Neji.

.

.

.

Keluarga besar yang baru saja menggelar acara pernikahan baru itu saja tiba di rumah. Sebelum pulang Hinata menyempatkan diri mengganti bajunya dengan pakaian biasa, ia turun dari mobil menggunakan kaos putih dan celana cotton hitam. Neji dan Itachi harus menerima nasib sebagai kurir, mereka berdua harus rela mobil kesayangan mereka menjadi penampungan kado-kado pernikahan yang dibawa oleh tamu undangan.

Hinata baru saja turun dari mobil, disusul Mikoto dan Sasuke. Tanpa ada peringatan evakuasi gempa siaga I, Fugaku dan Hiashi berlarian memasuki rumah. Alas kaki yang mereka gunakan dilemaparkan sembarang arah.

"Itachi dan Neji sayang, kalian bantuin angkat kadonya masuk rumah yaa," begitu kata Mikoto dengan senyum tak bersalahnya seperti biasa. Neji dan Itachi hanya mengangguk nurut.

"Kamu laper nggak, Hin?" tanya Mikoto pada Hinata saat mereka memasuki rumah.

"Laper sih, Tante. Tadi cuma makan cake doang. Abisnya demam panggung, hehe. Makanan serasa nggak mau masuk" kata Hinata membawa masuk tas kecilnya.

"Masa Tante sih, sejak kapan Mikoto saudaraan sama Hiashi. Panggil Mama dong," Mikoto mengkerutkan bibirnya lalu menyenggol pelan Hinata.

"Hehe, Sorry,Ma"

Entah mengapa, Sasuke merasakan aura yang tak biasa antara Mikoto dan Hinata. meskipun Mikoto dan Hinata sudah lama kenal, Sasuke baru merasakan aura seperti ini.

'Nggak tahu kenapa, dua orang perempuan itu bakalan satu geng bikin onar di rumah' batin Sasuke mengekor di belakang Hinata dan Mikoto.

"Jadinya kita makan apaan nih, tadi juga Mama belum makan apa-apa" kata Mikoto menuju ruang keluarga.

"Ada daging sapi gak, Ma?" tanya Hinata mulai memikirkan makanan apa yang akan mereka makan.

"Ma, Sasuke pengen ayam goreng aja. Sasuke juga laper"

Krik

Krik

Krik

"Daging sapi? Ada kok, kemarin Mama baru beli. Enaknya di masak apa yaaa?" tanya Mikoto berpose bingung.

"Pasti enak banget kalo sambel yang pedes-pedes atau yang berkuah-kuah gitu, Ma" Hinata pun mulai merenungkan semua makanan yang pernah ia makan.

"Ma, Sasuke ayam goreng ya"

Lagi.

Krik

Krik

Krik

"Aduh, kamu bikin Mama makin laper aja, Hin. Mama punya resepnya kayaknya tuh" Mikoto memperbaiki kunciran rambutnya bersiap menuju ke dapur.

"Ayo" Hinata pun meletakkan tasnya bersiap ke dapur.

"Kemana?" oke. Ini pertanyaan bego.

"Ma, Sasuke juga laper nih.."

"Ke dapur lah, Ma. Masa balik ke pesta sih" Hinata berkacak pinggang.

"Mau ngapain?" pertanyaan bego nomor dua.

"Sayang, aku ayam goreng ya, Sayang.." kali ini Sasuke meminta belas kasih pada istrinya.

"Bantuin Mama masaklah"

"Nggak usah, kamu disini aja. Itung-itung sebagai makanan sambutan dari Mama buat kamu" Mikoto tersenyum kecil sebelum meninggalkan Hinata menuju dapur.

"Sayang, aku-"

"Ah, iya, Sayang. Kenapa?" tanya Hinata pasang muka watados. Padahal daritadi Sasuke udah ngemis-ngemis minta dibikinin ayam goreng.

"Ahsudahlah" Sasuke pasrah duduk di karpet bulu depan sofa tempat Hiashi dan Fugaku menantikan acara kesukaan mereka.

"Di mobil Papa masih ada ramen cup, kok" ucap Hiashi prihatin melihat menantunya.

"Belum mulai kali, Pa. Masih bincang-bincang ga penting" kata Itachi meletakkan 4 kardus besar kotak warna warni.

"Manchester City vs Arsenal bakal dramatis malem ini" Neji pun turut menurunkan 5 kardus kado.

Kini kado-kado itu -yang entah siapa yang bawa dan entah apa aja isinya- tergeletak tak berdaya di depan Sasuke. Sasuke sama sekali tidak berminat membuka kado-kado itu, Hinata duduk disamping Sasuke membersihkan sisa make-upnya. Sementara tak jauh dari tumpukan kado, Neji dan Itachi sudah lengkap dengan snack dan cola.

"Manchester City haram kalah dari Arsenal" pernyataan propaganda Itachi menimbulkan reaksi dari 3 orang lainnya, Fugaku, Hiashi dan Neji.

"Apaan, kerenan juga Arsenal" Neji tidak mau kalah.

"Benar itu, Neji. Paman juga dukung Arsenal" oke, suara Fugaku sudah dikantongi oleh Neji. Ajaibnya efek bola, Neji dan Fugaku yang terkenal adem menyempatkan diri tos kecil-kecilan hanya karena mereka mendukung tim yang sama.

"Dari dulu Neji memang seperti itu. Pokoknya malam ini malamnya Manchester city" dan ternyata Hiashi mendukung Manchester City yang artinya Hiashi satu kubu dengan Itachi.

Mereka berdua pun tak ingin kalah dari kubu Fugaku dan Neji, mereka berdua juga berpose seolah menembak satu sama lain sebagai tanda 'we're stand on right side' tak lupa disertai kata 'yeaaahhhh'

"Sayang, kamu nggak ngantuk gitu?" tanya Sasuke yang sebenarnya ngasih kode buat Hinata untuk yeah, you know what i mean.

"Bentar dulu, Sayang. Make-up aku belum bersih nih. Lagian masih jam 02 pagi kok" Hinata dengan asyiknya membersihkan wajahnya dengan make-up remover sementara Sasuke sudah yah gitu lah. Belum lagi, kebiasaan begadang sejak mahasiswa ternyata masih Hinata bawa sampai sekarang.

"Lagian tadi kamu belum makan apa-apa, ntar kamu sakit. Kamu juga nggak ngomong mau makan apa. Mama lagi bikin makanan tuh, kamu juga harus makan" kata Hinata polos sambil mengusap eye shadow-nya.

'Yaelah, tadi yang ayam goreng itu apa. Dasarnya kamu sama Mama nyuekin aku' batin Sasuke buang muka.

"Siapa tadi yang mau tidur?" seru Mikoto membawa nampan berisi piring, nasi, sambal sapi pedas dan sup kol sapi.

Itachi lincah tak ingin ketinggalan segera menyambar piring mengambil nasi porsi tukang kuli bangunan, disusul Neji yang tidak kalah ganas mengambil nasi dengan porsi tukang gali sumur.

Fugaku dan Hiashi tetap kalem nunggu antrian, sementara itu Mikoto membawa dua piring makanan, untuknya dan untuk Hinata.

"Nih, enak loh. Apalagi malem-malem gini" Mikoto menyodorkan makanan pada Hinata.

'Terus buat gua mana?' Sasuke hanya cemberut tidak kebagian makanan.

"Jangan banyak omong. Kamu aku suap, kamu harus makan. Nggak lucu kita abis nikah terus kamu sakit" ini sebenarnya Hinata ngajak makan atau pengen gebukin sih.

"Tapi ini kan daging sapi tadi aku pengennya ayam goreng, Sayang" kata Sasuke melas saat sendok sudah di depan mulutnya.

"Sasuke! Mama udah capek-capek masak, udah. Makan" nggak Hinata nggak Mikoto sama-sama memarahi Sasuke seakan Sasuke anak kecil yang sedang cacingan dan malas makan.

Pertandingan sudah mulai. Mereka makan sambil menonton. Suasana kediaman Uchiha malam ini benar-benar beda dari sebelumnya. Biasanya, hanya ada Fugaku dan Itachi yang duduk sayup diam sambil bego saat nonton bareng tapi kini ada Neji yang menjadi lawan Itachi dan ada perseteruan tak terlihat antara Fugaku dan Hiashi.

Di lain pihak, ada Sasuke yang cuma pasrah disuapi daging sapi, Hinata dan Mikoto yang sementara makan sementara bergosip, tak jarang mereka berdua harus tersedak makanan mereka sendiri. Pada dasarnya, Hinata dan Mikoto memiliki kesamaan, 'para perempuan tanpa telinga', simpelnya mereka tidak bisa dilarang.

"Uumm, tadi itu, temen kamu yang rambutnya pirang panjang" kata Mikoto sambil mengunyah.

"Kenapa, Ma" kata Hinata menyuapi Sasuke.

"Dia anak mana, style berpakaiannya itu lain dari yang lain" Mikoto memang pengamat fashion sekaligus penggila fashion.

"Namanya Ino. Gimana nggak beda mah, dia netap di Itali. Balik kesini cuma karena aku mau nikah. Paling lusa juga udah balik lagi" Sasuke seakan menjadi kacang yang yang dikacangin (?).

"Pantes aja"

"Sayang, abis ini kita tidur ya, aku udah ngantuk banget nih" Sasuke meminum air putih, ia sudah kenyang disuapi Hinata. Meski bukan ayam goreng, ia tetap makan dengan lahap karena suapan istri tercintanya.

"Adduuhh~ Sasuke anak Mama yang paling cakep tapi kadang bego. Mana mungkin seorang perempuan bisa tidur kalau di depannya-

"ADA KADO BANYAK BEGINI..." teriak Mikoto dan Hinata bersamaan.

"Ah, iya iya"

.

.

.

"Iihh, ya ammppuuuunnnnn... lucu banget ini"

"Tasnya unyu banget"

"Antingya cocok dipakein sama baju yang kemarin di beli di Taiwan"

"Aduh, boneka Teddy-nya gede banget. Hihi, ini pasti kerjaannya Gaara nih"

"Dress-nya warna favorit Mama nih, buat Mama deh" Mikoto akan meminta dress yang menjadi kado Hinata.

"Ih, nggak boleh, Ma. Ini juga warna favorit aku, aku sengaja request sama Sakura dan dibeliin langsung di Hong Kong" Hinata tidak rela kado dari sahabatnya diambil oleh mertuanya sendiri.

"Pelit amat, kamu minta aja lagi sama Sakura. Ntar mama gantiin pake uang deh" Mikoto tetep ngotot.

"Ah, Aaahh.. nggak boleh Ma"

"Ini cocok buat acara arisan Mama"

"Tapi Hinata pengen pake ini kalo ibadah bareng Sasuke di gereja"

"Dress kamu kan banyak"

"Tapi ini dari temen aku, Ma"

"He-hey kalian berdua" tegur Itachi takut-takut.

"ADA APA, HAH?" teriak Hinata dan Mikoto emosi, dua perempuan sedang negosiasi dress yang langka dan mereka diinterupsi? Itachi cari mati.

"Udah, Ma. Kasi Hinata aja, lagian buat Mama nggak pas di ukuran tubuhnya Mama" Fugaku menyadarkan istrinya tentang bentuk tubuhnya yang hanya akan menyiksa dress unyu itu.

"Tuh kan, Papa aja bilang Mama nggak cocok. Udah deh, besok-besok Hinata temenin Mama ke tempat Hinata sering beli dress"

Begitu seterusnya hingga mereka berdua membuka semua kado yang jumlahnya tak sedikit. Pertandingan sepak bolanya selesai dengan skor seri 2-2, Mikoto dan Hinata mengambil selimut untuk menghangatkan 4 laki-laki yang telah tertidur pulas di depan TV. Tidur keempat lelaki itu begitu nyenyak hingga Mikoto dan Hinata tidak tega membangunkannya.

Mikoto menemani Hinata menaiki tangga menuju lantai dua, kamar Sasuke. Ada perasaan sedikit khawatir bercampur senang yang sedang Hinata rasakan.

"Mama berterima kasih sama kamu, Hin, karena kamu udah memilih Sasuke sebagai suami kamu. Anak Mama yang satu itu sedikit keras kepala, kadang tidak bersahabat dan selalu ingin berkuasa atas segalanya. Meski begitu, Mama sangat sayang pada Sasuke. Meski umurnya sudah 25 tahun tapi kadang ia masih bertingkah seperti anak 5 tahun, Mama titip Sasuke ya" Mikoto memeluk Hinata saat berada di depan pintu kamar Sasuke.

"Iya, Ma. Hinata janji bakalan jagain Sasuke baik-baik" Hinata melepas pelukannya sambil tersenyum.

"Perlu kamu catet, Mama adalah perempuan pertama dalam hidup Sasuke. Kalau kamu tidak menyaingi Mama dalam segala hal, Sasuke akan lebih sayang sama Mama" canda Mikoto sebelum meninggalkan Hinata.

Hinata menghembuskan nafas berat sebelum memutuskan untuk memutar knop pintu kamar Sasuke. Sebelum melangkah memasuki kamar Sasuke, Hinata menyempatkan diri untuk mengintip situasi dan kondisi. Ternyata, Sasuke belum tidur.

Laki-laki bertubuh tinggi itu kini mengenakan kaos putih tipis, kakinya ia tutupi dengan selimut, ia duduk bersandar pada sandaran kasur, ditangannya ada buku tebal dan yang paling menarik perhatian adalah sebuah kacamata bertengger manis di hidung mancungnya. Ketampanan Sasuke seakan bertambah 1000%. Ini nggak salah tulis kok, emang seribu persen.

"Sampai kapan berdiri disitu?" tegur Sasuke tanpa mengalihkan pandangannya dari buku. Hinata melangkah masuk sambil menggendong boneka Teddy Bear hadiah dari Gaara.

"Heehhh, kamar kamu nggak berubah ya, wanginya juga masih sama kayak dulu pertama aku kesini jengukin kamu yang lagi sakit" Hinata memandang sekeliling.

"Duduk sini" Sasuke menggeser duduknya, memberikan ruang untuk Hinata duduk di sampingnya. Anehnya, Sasuke masih berkutat dengan bukunya.

Tanpa pikir panjang Hinata duduk disamping Sasuke, ia menyandarkan kepalanya di bahu kekar milik suaminya. Mereka berdua begitu dekat, tak ada jarak diantara mereka. Hinata dapat merasakan kehangatan yang menjalar dari lengan Sasuke.

"Boneka apa itu?" tanya Sasuke melirik boneka besar yang dipangku Hinata.

"Masa nggak tahu sih, ini namanya Teddy Bear. Gaara yang bawain-"

"Siapa?" Sasuke menaikkan nada suaranya.

"Gaara yang bawa" Hinata menjawab seadanya.

"Buang aja. Boneka jelek gitu nggak boleh ada di kamar kita" Sasuke kembali memandangi bukunya.

"Masa dibuang sih, Sayang. Ini kan pemberian" jelas saja Hinata tidak tega membuang boneka besar nan lucu itu.

"Kalo gitu kasih Neji aja, atau nggak simpen di kamarnya Itachi" masa iya? Kedua cowok gonrong tampang sangar gitu pelihara boneka di kamar? Sasuke, yang bener aja dong!

"Kenapa sih? Marah ya?" Hinata melepaskan pelukannya pada Teddy Bear-nya, ia lebih memilih memandang wajah suaminya yang mengenakan kacamata.

"Marah? Untuk apa?" Sasuke memperbaiki duduknya, merasa grogi dipandangi Hinata.

"Tadi kan aku sama Mama nggak bisa kalo nggak liat isi kadonya dulu, Sayang" kata Hinata dengan manja.

"Hn."

"Ih, imut deh kalo lagi ngambek" goda Hinata sambil menggoyang-goyangkan kacamata Sasuke.

"Jangan diganggu" Sasuke merasa terusik ia semakin menjauhkan wajahnya dari Hinata.

"Cieee... ngambek ciieee.." Hinata pun semakin gencar menggoyang-goyangkan kacamata Sasuke, kali ini ia bahkan melepaskan kaca mata Sasuke.

"Kamu ini, emang suka gangguin orang, sini-

"Ahh, jangan digelitikin, aduh, hahaha" Sasuke melempar bukunya dan lebih memilih menarik istrinya untuk berbaring disampingnya, ia menggelitiki Hinata sampai gadis berambut panjang itu tertawa terbahak-bahak.

"AHAHAH..! Ampun, ampuunnn nggak lagi" Hinata berusaha mengelak tapi percuma Sasuke sudah menindih tubuhnya.

Untuk sesaat, Sasuke berhenti menggelitik Hinata, ia menatap mata Hinata dalam-dalam tanpa mengubah posisinya yang masih berada di atas Hinata.

"Jangan diliatin, aku salting nih," canda Hinata yang memang salting dipandangi oleh Sasuke dengan sorot mata yang tak seperti biasanya.

"Aku suka kalo kamu ketawa" kata Sasuke berusaha menghilangkan kegugupan yang diam-diam mulai menghampirinya.

"Gimana nggak ketawa kalo digelitikin" Hinata tidak tahan dipandangi terus menerus dengan tatapan mata tajam Sasuke, ia mengalihkan pandangannya memandang tirai jendela yang melambai tertiup angin.

"Aku takut aku nggak bisa bikin kamu ketawa terus" Sasuke menaikkan tangannya untuk mengelus rambut istrinya.

Hinata hanya bisa diam, meski ia berusaha mengalihkan pandangannya ia tetap tidak bisa jika tidak menatap balik mata yang telah membuatnya jatuh cinta. Tatapan mata Sasuke seolah menghipnotisnya.

"Aku sangat menyayangimu, Sayang" Sasuke menurunkan wajahnya mengecup pelan dahi Hinata.

"Sa...suke.."

"Aku ingin kamu sepenuhnya" Sasuke menelusuri wajah Hinata menggunakan hidung mancungnya. Hembusan nafas Sasuke seolah mengunci gerakan Hinata agar tidak melakukan gerakan apapun yang mengganggu kegiatan Sasuke.

Setelah menghirup aroma anggrek dari pipi Hinata, Sasuke kemudian mengelus pelan bibir istrinya menggunakan jarinya.

Sekali. Ia menciumnya pelan. Hinata menutup matanya seolah pasrah akan apapun, wajahnya pun semakin panas ia rasakan.

Kedua kalinya. Sasuke mengecupnya lama.

Ketiga kali. Sasuke menjilati bibir ranum itu.

Keempat kali. Sasuke mengulumnya lembut.

Kelima kali. Sasuke menghisap bibir bawah istrinya. Sasuke mengeratkan pelukannya dan Hinata seolah terbimbing oleh sesuatu untuk merangkul leher suaminya.

Keenam kali. Bersambung.

Iya, fic ini bersambung.

.

.

.

To Be Continue

Diumur yang masih unyu ini, Kika memberanikan diri bikin fic rate M.

Jangan bilang siapa-siapa yah, Guys.

Oke, yang nunggu next chap mana reviiieeewwnyyyaaahhhhhh.

*seeyou.