Embrace the Chord [REMAKE]

Original version by Shanty Agatha

KOOKMIN

Cast

Jeon Jungkook

Park Jimin

BTS's Member

OC

Warning: GENDERSWITCH!

-HAPPY READING-


Luar biasa...

Bukan hanya ketampanannya saja yang mendominasi seluruh panggung, membuat seluruh perempuan yang berdiri di depan panggung, mayoritas utama penonton berteriak-teriak histeris di tengah hingar bingarnya musik.

Jimin bahkan tidak bisa menahan dirinya untuk tidak ternganga, karena ternyata kepandaian Jungkook bermain gitar tidak kalah dengan kehebatannya bermain biola. Jimin memang bukan ahlinya tentang permainan gitar, dia mungkin bisa menilai dengan mudah permainan piano atau biola seseorang, tetapi alat-alat musik di genre musik pop dan band sama sekali bukan keahliannya. Meskipun begitu Jimin bisa tahu bahwa permainan gitar Jungkook sangat bagus, lelaki itu memainkan musiknya dengan begitu mahir.

Lama kemudian Jimin terlarut dalam hingar bingarnya suasana, band terus memainkan musik yang penuh energi, membawa penonton ke dalam suasananya dan semuanya terhipnotis dengan kemampuan bermain gitar Jungkook yang berpadu dengan suara vokal Jihoon yang merdu.

Luar biasa... Jimin tidak menyadari bahwa musik dengan aliran lain bisa seindah ini, dia selalu menganggap bahwa musik klasik adalah yang terindah... ternyata musik aliran lain, kalau dimainkan dengan sepenuh hati, akan menciptakan nada yang sama indahnya.

Lamunan Jimin tersentak oleh gemuruh tepuk tangan yang membahana, semua penonton berteriak-teriak histeris di bawah panggung, dan dilihatnya Jungkook dan rekan band-nya membungkukkan badan kepada seluruh penonton, membuat mereka semua semakin histeris.

Jungkook berjalan ke arah samping panggung, tempat Jimin masih berdiri dan terpaku, senyumnya melebar, lelaki itu hendak menghampiri Jimin ketika salah seorang penonton yang histeris nekad naik ke panggung,

"Jungkook!" teriak perempuan itu dengan tatapan mata memuja, lalu tanpa disangka-sangka, perempuan itu merangkulkan lengannya di leher Jungkook dan mencium bibirnya dengan sekuat tenaga.

Para pengawal di luar panggung langsung menarik perempuan itu, berusaha memaksanya turun. Perempuan itu meronta, menatap ke arah Jungkook dan berkali-kali meneriakkan kata-kata cinta dan pemujaan kepada lelaki itu, membuat Jungkook hanya tersenyum geli dan terus melangkah ke arah Jimin.

"Bagaimana permainanku?" Jungkook masuk ke samping panggung, berdiri dengan begitu arogan seolah-olah Jimin wajib memujinya, sementara itu Jimin mengamati Jungkook dan mengernyitkan keningnya. Ada bekas lipstick di seluruh bibir Jungkook, bekas lipstick dari perempuan yang tadi menciumnya... oh ya ampun, lelaki ini memang terbiasa sembarangan berciuman dengan siapa saja!

"Menurutku menarik." jawab Jimin sekenanya.

Jungkook mengangkat alisnya, "Menarik? hanya itu?"

Tatapan Jimin tampak tidak bersahabat, "Memangnya kau mengharapkan pujuan seperti apa? bukankah kau sudah banyak menerima pujian dari semua orang? masih belum puaskah?"

Jungkook tertawa, lalu menatap Jimin penuh makna, "Kenapa kau begitu membenciku Rachel? sejak awal mula sepertinya kau selalu terdorong untuk menentangku." lelaki itu berjalan ke area belakang panggung, langsung menuju pintu belakang, membuat Jimin terpaksa mengikutinya, dan tetap diam saja, mencoba pura-pura tidak mendengar perkataan Jungkook.

Ya, dia sendiri tidak tahu kenapa dia bersikap antipati kepada lelaki itu, mungkin karena kearoganan Jungkook, mungkin karena sikapnya yang tidak menghormati perempuan, atau mungkin juga karena aura lelaki itu terasa mengancam. Jungkook terlalu tampan, terlalu mempesona dan tidak segan-segan menguarkan seluruh pesonanya itu kepada perempuan manapun. Tetapi Jungkook berbahaya, dari seluruh reputasi yang didengar oleh Jimin dia menyadari bahwa Jungkook jahat kepada perempuan, dia selalu memainkan hati mereka, membuat para perempuan itu menyadari bahwa mereka sudah menaklukkan Jungkook, membuat para perempuan itu bermimpi sampai terbang tinggi, dan kemudian langsung menghempaskan mereka begitu saja dengan hati hancur. Dibalik sikap ramah dan pesonanya, Jungkook adalah seorang pembenci perempuan. Dan Jimin ketakutan akan menjadi salah seorang perempuan calon korban Jungkook, tergila-gila akan pesona lelaki itu hanya untuk dihancurkan begitu saja. Jadi, sikap ketus dan menjauhnya, mungkin adalah estimasi dari pertahanan dirinya terhadap lelaki itu.

Tetapi tentu saja Jimin tidak akan bisa menjelaskan hal itu kepada Jungkook bukan?

Jungkook sendiri melirik ke arah Jimin yang hanya diam sambil mengikutinya, dia lalu mengangkat bahunya dan tersenyum skepstis,

"Ah, sudahlah. Ayo kita pulang." gumamnya sambil melangkah cepat-cepat menuju parkiran, membiarkan Jimin mengikutinya.

.

.

.

.

.

"Kau tahu kenapa aku mengajakmu melihatku bermain gitar bersama band?" Jungkook meliirik ke arah Jimin yang duduk di sebelahnya, dia melajukan mobilnya dengan tenang, menembus kegelapan malam yang semakin kelam.

Jimin mau tak mau menatap ke arah Jungkook, "Supaya aku tahu bahwa seorang pemain musik harus bisa memainkan musik apa saja?"

Jungkook terkekeh, "Tidak tepat seperti itu, Jimin. Aku hanya ingin mengajarkan kepadamu, bahwa musik yang indah tidak hanya dihasilkan oleh penguasaan teknik dan keahlian. Asalkan kau punya hasrat untuk memainkannya, dan kau bisa menghanyutkan perasaanmu ke dalam permainanmu, kau akan bisa menghasilkan musik yang indah, entah itu dengan biola atau sebuah gitar, entah itu di musik klasik atau aliran kontemporer."

"Apakah kau selalu seperti itu? hanyut dalam perasaanmu ketika membawakan musikmu?"

"Tentu saja." mata Jungkook berubah dalam, "Aku adalah pemain yang emosional, ketika aku marah biasanya aliran musikku akan terdengar penuh kemarahan, ketika aku sedih aliran musikku akan terdengar penuh kesedihan. Kau tahu, sebenarnya itu salah satu kelemahanku, dulu aku sangat hebat bermain biola, tetapi aku tidak mampu menjaga emosiku dalam permainanku sehingga nada yang dihasilkan tidak pernah benar." Jungkook tersenyum tipis, "Lalu aku bertemu dengan salah satu mentorku di italia, dia melatihku supaya membalikkan visiku, aku tidak memasukkan emosiku ke dalam musikku, tetapi aku harus bisa memasukkan emosi yang ada di musik itu ke dalam perasaanku." Tatapan Jungkook berubah serius, "Permainanmu semalam begitu penuh kesedihan, penuh emosi dan sakit hati, kau memasukkan perasaanmu ke dalam permainanmu, membuatnya terasa tidak pas dengan musik yang kau mainkan... sama persis dengan diriku di waktu lampau. Aku hanya ingin memperbaikimu Jimin."

Jimin terdiam, menyadari kebenaran kata-kata Jungkook. Emosi dan permainan musik memang sangat berkaitan, apalagi untuk permainan biola yang membawakan pesan emosi... Jimin memang harus banyak berlatih...

Detik itulah Jimin sadar, bahwa di balik sikap arogan dan tidak menyenangkannya, Jungkook benar-benar serius ingin mengajarinya bermain biola dengan serius.

Yah,... mungkin Jungkook tidak sejahat yang Jimin kira. Mungkin semua kesan Jimin terhadap Jungkook selama ini salah..

.

.

.

.

.

"Kata eommamu kau pulang sampai tengah malam bersama Jungkook." Taehyung bergabung bersama Jimin di sofa rumah Jimin sementara Jimin sedang sibuk melahap mie goreng untuk makan siangnya. Hari ini mereka libur latihan karena tanggal merah, dan Jimin juga merasa amat capek semalam, pulang begitu larutnya di malam hari hingga dia baru bangun tengah hari.

Eomma Jimin menunggu dengan cemas ketika mereka pulang kemarin, sudah siap mengomel ketika akhirnya Jimin mengetuk pintu pukul dua belas malam. Tetapi kemudian Jungkook langsung muncul di belakang Jimin, dan seperti biasa menebarkan pesonanya ketika meminta maaf kepada eomma Jimin dan menjelaskan bahwa mereka mengajak Jimin untuk menonton konser yang diharapkan bisa menambah pengetahuan Rachel. Dan seperti yang sudah diduga, eomma Jimin langsung luluh dengan pesona Jungkook, bukannya memarahi Jungkook karena memulangkan anak gadisnya setelah larut malam, eomma Jimin malahan mengucapkan terimakasih kepada Jungkook.

Bibir Jimin mengerucut tidak senang membayangkan sikap eommanya kemarin, membuat Taehyung mengangkat alisnya,

"Jimin, kau mendengar perkataanku tadi?"

Jimin menoleh menatap Taehyung tertarik dari lamunannya dan mengangkat alisnya, "Memangnya kau tadi bertanya apa?"

Taehyung terkekeh, "Dasar." jemarinya dengan lembut mengusap kepala Jimin, seperti yang selalu dia lakukan sejak Jimin kecil, membuatnya merasa damai dan nyaman, "Aku dengar dari eommamu, kau pulang sampai larut tengah malam, eommamu sempat menelepon ke rumah menanyakan apakah kau bersama aku, tentu saja aku ikut cemas. Tadi pagi aku menelepon dan eommamu yang mengangkat, beliau bilang kau masih tidur karena semalam kau pulang lewat tengah malam bersama Jungkook." Tatapan Taehyung tampak menyelidik, "Apa yang Jungkook lakukan kepadamu, Jimin?"

Jimin menatap Taehyung bingung, "Apa maksudmu?"

"Maksudku.." Taehyung tampak salah tingkah, "Well kau kan tahu reputasi Jungkook sebagai penakluk perempuan, dia kan berbahaya bagi perempuan manapun, dan kau kau masih terlalu muda dan polos dibanding Jungkook yang sudah dewasa dan berpengalaman, aku cemas dia akan mempermainkanmu." Kali ini wajah Taehyung berubah serius, "Katakan padaku, dia tidak melakukan hal yang aneh-aneh kepadamu, bukan?"

Jimin hampir saja tersedak mie yang dikunyahnya mendengar kata-kata Taehyung, tetapi kemudian dia tertawa,

Tae... yang benar saja!" Jimin terkekeh, meletakkan piring mie-nya yang tiba-tiba saja terasa tidak menarik lagi, "Mana mungkin Jungkook mengincarku sebagai korbannya, kau tahu sendiri seleranya adalah perempuan-perempuan lebih tua, dari kelas atas dan kaya raya...mana mungkin dia melirikku anak ingusan yang baru berusia delapan belas tahun?"

"Tetapi semalam kalian pulang larut, bukankah idealnya latihan itu selesai jam sepuluh malam?" Taehyung mengerutkan dahinya.

Jimin menatap Taehyung dan tiba-tiba saja dadanya terasa hangat, Taehyung begitu tampan, dan lelaki itu mencemaskannya. Yah, setidaknya dengan kehadiran Yoongi di antara mereka, lelaki itu tidak benar-benar melupakannya.

"Kami melihat konser Jungkook yang lain..." gumamnya tenang.

"Konser? maksudmu Jungkook mengadakan konser? Yang mana? kalau dia ada konser resmi pasti aku tahu?"

"Bukan konser biola." Jimin tersenyum, "Dia bermain gitar bersama band."

Taehyung langsung terperangah, "Gitar? dia bermain gitar?" informasi itu pasti terasa mengejutkan buat Taehyung. Lelaki itu bahkan sampai menggelengkan kepalanya, "Astaga itu sesuatu yang sama sekali tidak pernah kuduga, Jungkook pasti berhasil merahasiakan kegiatan sampingannya selama ini... bermain gitar di sebuah band... astaga..."

"Dan permainan gitarnya sangat bagus." Jimin tersenyum simpul, tetapi kemudian mendapati Taehyung menatapnya dengan sangat serius,

"Jimin, dia memberitahumu rahasia ini, entah kau ini murid istimewanya atau dia punya maksud lain... aku mau kau berhati-hati Jimin, jangan sampai jatuh ke dalam pesonanya..." dengan lembut, sekali lagi taehyung mengusap rambut Jimin, "Kau tahu aku sangat menyayangimu seperti adik kandungku sendiri, aku tidak mau terjadi sesuatu kepadamu, atau sampai ada yang mematahkan hatimu."

Kata-kata Taehyung selanjutnya sudah tidak terdengar lagi di telinga Jimin. Hanya satu kata yang ditangkap oleh Jimin,

Adik..?

Bahkan hanya dengan kata-kata itu, tanpa disadari, Taehyunglah yang telah mematahkan hati Jimin.
.

.

.

.

.

Jungkook meletakkan biolanya dan mengerutkan kening ketika mendengar ponselnya yang diletakkan dimeja berdering, dia mengerutkan bibirnya kesal melihat siapa yang menelepon, dan setelah menghela napas panjang, dia mengangkatnya,

"Ada apa Sura?"

"Kudengar kau bersama perempuan ingusan itu sampai malam."

Ledakan kecemburuan lagi. Jungkook tersenyum sinis, sepertinya memang sudah waktunya dia menghancurkan Sura. Perempuan itu mulai terlalu percaya diri, bukan hanya merasa bahwa Jungkook adalah miliknya, tetapi juga bersikap posesif yang keterlaluan. Jungkook pernah memergoki Arlene sedang memeriksa seluruh isi ponselnya.

Rasanya akan sangat nikmat ketika menghancurkan hati Sura yang sudah begitu mencintainya sepenuh hati. Jungkook tersenyum jahat, membayangkan bahwa Sura mungkin akan setengah gila kalau Jungkook memutuskannya begitu saja.

"Darimana kau tahu kabar itu Sura? apakah kau menguntitku kemarin?"

"Tidak." Sura tampak malu mendengar kata-kata Jungkook, "Bukan menguntitmu, aku semalam mencoba menghubungi ponselmu, tetapi kau tidak mengangkatnya, jadi aku berinisiatif menelepon kampus tempat kau mengajar kelas khusus. Penjaga kampus bilang kelasmu sudah selesai, dan dia melihat kau pergi bersama perempuan ingusan itu."

"Jimin. Dia punya nama Sura, jangan menyebutnya dengan 'perempuan ingusan'." Jungkook menyela tajam, tetapi Sura tidak mau menyerah,

"Yah siapapun namanya, aku tidak peduli." suaranya merendah, "Yang pasti dia masih ingusan, masih kecil Jungkook, akan sangat memalukan kalau kau memberikan perhatian lebih kepadanya dan dia nanti jadi tergila-gila kepadamu, kau tahu bukan perasaan remaja masih sangat labil?"

Tanpa sadar Jungkook tersenyum tipis, tidakkah Sura menyadari bahwa dia sendirilah yang tampak seperti remaja dengan emosi yang labil?

"Sudahlah." Tiba-tiba Jungkook sampai di keputusan bahwa waktunya untuk Sura sudah berakhir, "Kau ada waktu untuk makan malam bersama nanti?"

"Tentu saja." Sura setengah menjerit, tidak bisa menyembunyikan kegirangan dalam suaranya, "Jemput aku jam tujuh ya, aku akan berdandan secantik mungkin, dan setelah makan malam kau bisa tinggal di rumahku, aku akan memberikan hadiah spesial untukmu." suaranya menjadi seksi, rendah merayu dan penuh arti.

.

.

.

.

.

Mereka makan malam bersama di sebuah restoran romantis yang elegan. Jungkook tidak akan tanggung-tanggung memilih tempat untuk mematahkan hati perempuan, dia akan melambungkan perasaan Sura dulu sebelum menghancurkannya.

Sura berdandan secantik mungkin tentu saja, dengan gaun ungu gelapnya yang tampak kontras dengan kulitnya yang putih dan berkilauan, rambutnya ditata kebelakang dan kalung permata di lehernya membuat penampilannya seperti puteri raja.

"Kau sangat cantik malam ini Sura." Jungkook menyesap anggurnya, mereka sudah selesai makan malam dan memutuskan untuk duduk sebentar dan bersantai menikmati anggur.

Sura tersenyum merayu kepada Jungkook, "Aku berdandan hanya untukmu Jungkook... dan seperti janjiku di telepon tadi, kau bisa menginap di rumahku kalau kau mau malam ini, aku akan memberikan malam yang luar biasa untukmu." suaranya rendah, merayu, penuh godaan.

Tentu saja Jungkook tidak tergoda. Dia hanya meletakkan anggurnya dan menatap Sura dengan datar,

"Maafkan aku tidak bisa." Matanya menatap tajam, membuat Sura tiba-tiba merasa cemas, Jungkook tidak pernah tampak seserius ini sebelumnya, "Mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir kita Sura."

Sura ternganga mendengar kata-kata Jungkook, mulutnya membuka tetapi tidak ada suara yang keluar, wajahnya memucat.

"Apa maksudmu Jungkook?"

"Kau tahu jelas apa maksudku." Ada kilatan kejam di mata Jungkook. Kilatan yang selama ini berhasil disembunyikannya, meskipun sekarang tak perlu lagi. Jungkook sudah tidak bisa menyembunyikan perasaan muaknya ketika menatap Sura.

Sura tentu saja mengerti arti tatapan itu, dia shock, bingung dan semua perasaan sesak langsung memenuhi dadanya. Tatapan Jungkook kepadanya bukan tatapan lembut dan penuh cinta seperti sebelumnya. Itu tatapan kejam, penuh rasa muak dan kebencian?

Astaga... selama ini dia berpikir bahwa dirinya sudah berhasil menaklukkan Jungkook, membuat lelaki itu pada akhirnya berlabuh. Reputasi Jungkook sebagai penghancur perempuan memang menakutkan, tetapi bukankah selama ini Jungkook seolah sudah takluk kepadanya?

Atau jangan-jangan Jungkook sudah merencanakannya? Menjadikannya korban... sama seperti perempuan-perempuan lainnya?

"Kau mencampakkanku, Jungkook?" akhirnya Sura berkata-kata, bibirnya bergetar hampir menahankan air mata.

Jungkook tersenyum, "Tepat sekali Sura, waktuku untukmu sudah berakhir. Perlu kau tahu aku tidak pernah tertarik kepadamu, kau sama seperti perempuan lainnya, hanya menimbulkan rasa muak di hatiku."

"Tidak mungkin!" Sura mencoba membantah, setengah menjerit, tidak mempedulikan beberapa orang di restoran itu yang menoleh kepada mereka, "Kau mencintaiku Jungkook, aku yakin itu, sikapmu kepadaku, pelukanmu, kelembutanmu ketika menciumku, itu semua penuh cinta!"

"Jangan mencoba menipu dirimu sendiri Sura, kau tahu aku sangat pandai bersandiwara." Jungkook beranjak berdiri dan menatap Sura dengan dingin, "Aku rasa kau bisa pulang naik taxi, dan karena hubungan kita sudah berakhir, jangan harap aku mau menjadi pendampingmu lagi." Dengan senyumannya yang terakhir Jungkook membalikkan badan meninggalkan Sura.

"Ini semua karena perempuan ingusan itu bukan?" Suara teriakan Sura itu menahankan langkah Jungkook, Jungkook membalikkan badan dan menatap Sura gusar.

"Tidak ada hubungannya dengan Jimin. Namanya Jimin, Sura." Bibir Jungkook menipis, "Aku tertarik kepadanya hanya karena dia sama sepertiku, jenius dalam bermain biola. Dia istimewa." Setelah mengucapkan kata-kata itu, Jungkook membalikkan badan dan berlalu, meninggalkan Sura duduk di sana, penuh rasa malu dan berurai air mata.

.

.

.

.

.

Sura duduk di sana dengan mata membara. Dia masih tidak percaya Jungkook meninggalkannya begitu saja. Begitu kejamnya!

Dan ini semua pasti karena perempuan itu. Jungkook memang membantah, tetapi Sura yakin, sikap Jungkook kepadanya berubah setelah perempuan ingusan itu muncul.

Jimin istimewa karena dia pandai bermain biola, sama seperti Jungkook.

Tiba-tiba mata Sura menyala jahat.

Baiklah. Dia akan menghancurkan keistimewaan Jimin itu, agar Jimin tidak menarik lagi di mata Jungkook!

TBC


adakah yang masih mau menunggu kelanjutannya ceritanya? kkk

Bagi yang ingin baca versi asli cerita ini kalian dapat langsung kunjungi blog/wattpad/FB kak Shanty Agatha.

Review lagi ya~ biar semangat buat ngelanjutin ^^

Thankchu