Disclaimer: All of the characters and Naruto itself are Masashi Kishimoto's but this story is purely mine. Saya tidak mengambil keuntungan dalam bentuk apa pun selain kepuasan pribadi x')
Warning: AU, OOC, typo(s), dan jauhdari kata sempurna ;)
Rate T+ semi M untuk bahasa dan beberapa pembahasan(?)
.
Untuk UchiHaruno Misaki C; Happy reading, All!
.
.
Responsible
.
Orang-orang berseragam putih sibuk mondar-mandir membawa dokumen ini-itu. Sementara yang lain duduk tenang semi gelisah atau kehilangan mood sembari menunggu nama mereka dipanggil. Tak lupa bau khas dari tempat ini pun menemani seorang perempuan yang duduk dengan tidak tenangnya sambil menunggu gilirannya. Bau khas, bau khas steril, obat-obatan, dan lainnya yang turut membangun suasana rumah sakit ini.
Tunggu. Seseorang yang duduk gelisah? Perkenalkan, namanya Haruno Sakura. Umur? Nanti juga kau akan mengetahuinya, mungkin. Ia sedang duduk di poli, bersama dengan beberapa ibu hamil lainnya. Ya, kalian tidak salah baca. Poli tempat ibu hamil dan para suami mereka karena Haruno Sakura sekarang memiliki sedikit masalah pada kandungannya. Tidak, bukan berarti dia sedang mengandung tapi—
—oke. Skip dulu penjelasannya karena perempuan berambut merah muda itu sudah tidak tahan. Ia gelisah karena well, kalian tahu, kalau sedang datang bulan dan merasa pembalutmu penuh ...
Ia pun membangkitkan badannya. Masa bodoh dengan namanya yang mungkin akan terlewat atau bagaimana, yang jelas dia harus ke kamar mandi sekarang juga. Toh nomor urutnya masih nomor sepuluh kok. Ia berjalan menuju toilet sembari dihadiahi lirikan dan bisik-bisik dari para ibu hamil di sana. Maklum, mungkin karena sendirian. Lagipula siapa yang hamil sih?!
Hampir setengah jam Sakura menghabiskan waktunya dalam kamar mandi. Sampai saat ini pun ia belum mendengar namanya yang kemungkinan akan dipanggil melalui pengeras suara. Ia bergegas kembali ke poli tadi, tinggal menuruni tangga dan—
—Bruk!
Astaga.
Demi apa pun, Demi Tuhan ini bukan salahnya! Mari rewind sedikit.
Jadi ceritanya Sakura mempercepat langkahnya agar bisa segera sampai ke poli dan ia tidak melihat seorang laki-laki tampan nan gagah yang sama buru-burunya dengan Sakura. Laki-laki tinggi putih itu berlari saking terdesaknya dan menabrak Sakura sehingga yang jadi korbannya justru perempuan itu.
Haruno Sakura jatuh terduduk dengan posisi kaki yang ditimpa oleh bobot tubuhnya sendiri. Ia ingin menggerakkan tubuhnya dan segera minggat dari sana. Namun, rasa nyeri yang amat sangat pada area kakinya menghentikan pergerakannya. Sakura melirik tajam pria yang menabraknya tadi, menunggu apa yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki itu. Alisnya mengerut semakin dalam kala pria itu ingin melangkahkan kakinya naik ke atas.
Krik. Jangan gila! Apa dia ingin mengabaikan Sakura, begitu?
"Tuan! Apa kau ingin membiarkanku begini saja? Aku ini orang sakit di sini! Aku tahu kau sedang buru-buru tapi aku juga sama. Kalau tiba-tiba namaku dipanggil bagaimana? Sekarang aku bahkan tak bisa—"
"—Nomor sepuluh, Nona Haruno Sakura?! Nona Sakura ditunggu di ruangan nomor 136."
Panjang umur. Suara yang memanggil namanya bergema di seluruh lorong rumah sakit besar itu. Wajah Sakura panik.
"Astaga! Tuan tolong bantu aku! Namaku dipanggil, ini salahmu juga jadi kau harus ikut bertanggungjawab. Tanggung jawab sampai akhir dong, shannaro!"
Pria dengan rambut raven tadi nampak ragu, seperti mengalami dilema antara mengurus urusannya atau mengurus perempuan bawel ini. Tapi toh bagaimana pun juga ini merupakan salahnya. Ia pun hanya memberikan wajah papan khasnya.
"Hn, aku akan bertanggungjawab sampai akhir," tuturnya dengan suara bariton yang terdengar enak di telinga lawan bicaranya. Pria itu mengulurkan tangannya, membantu perempuan itu berdiri.
Bertanggungjawab sampai akhir, eh? Tahukah kalian kalau kata-kata barusan akan menuntun kalian menuju takdir lain yang akan melukiskan kisah baru?
Sumpah, ini terlalu awkward! Bayangkan, kau harus melakukan kontak fisik dengan orang yang baru kau kenal. Laki-laki dan semi om-om pula! Untung saja ... untung dia tampan. Astaga, Haruno, fokus!
Wangi maskulin menguar, membelai indera penciuman perempuan manis itu. Sakura menjadi salah tingkah tapi berusaha keras untuk menutupinya dengan bersikap sok cool.
Baru saja ia berjalan dua langkah, tiba-tiba namanya dipanggil lagi.
"Nona Haruno? Nona Haruno?"
Ya ampun! Bawel sekali perawat itu! Bisa tidak Sakura menyumpal mulutnya dengan alas kakinya? Oke. Jahat. Ini salahnya karena terlalu lama. Tapi kakinya benar-benar sakit! Sepertinya membiru dan terkilir ...
"Ano ... Tuan, maaf, bisa bantu aku berjalan lebih cepat? Namaku sudah dipanggil dua kali, aku takut nanti namaku malah terlewat ..."
Pria gagah itu menghentikan langkahnya. Dengan satu gerakan cepat, ia meraih belakang lutut Sakura dan mengangkat tubuh perempuan itu. I-ini ... gendongan a la bridal style! Ya ampun, Kamisama, tolong! Sakura wajahnya langsung memerah, ia terkena sport jantung.
"H-hei! Apa yang ..."
"Aku menggendongmu supaya lebih cepat," balasnya lagi dengan tenang.
Sakura merasa heran. Kenapa bisa laki-laki ini bersikap setenang ini? Apakah ia playboy yang terbiasa dengan wanita? Mungkin boleh jadi pria itu playboy kelas kakap tapi tidak dirinya. Sakura bukanlah perempuan yang bisa setenang itu jika harus melakukan kontak fisik sedekat ini terhadap lawan jenis.
Orang-orang di rumah sakit melirik mereka dengan tatapan menggoda. Beberapa orangtua menutupi mata anak mereka saat Sakura dan lelaki yang entah siapa menggendongnya lewat di depan mereka. Memangnya mereka pikir Sakura dan laki-laki ini berbuat mesum apa? Kalau tidak darurat Sakura pun tak akan melakukan hal seperti ini. Ditambah lagi mereka bahkan bukan pasangan, kenal saja tidak!
"Kau mau periksa ke dokter siapa?" Pertanyaan yang dilontarkan oleh laki-laki ini berhasil meleburkan pikiran-pikiran aneh yang tanpa sengaja memasuki kepala pink Sakura.
"H-hah? Lurus saja nanti belok kiri, di sana ada ruangan nomor 136, ruangan dr. Sai!"
Pria itu melakukan sesuai yang diinstruksikan Sakura. Lagi-lagi mereka dihadiahi dengan tatapan-tatapan aneh serta bisik-bisik tetangga saat mereka sampai di ruang tunggu tempat para ibu hamil tadi.
"Oh, pantas saja lama! Orang menunggu suaminya ... Mana pakai pacaran dulu, lihat saja tuh siang bolong begini gendong-gendongan."
Seorang ibu yang nampak sedang hamil tua mengomel dengan suara kencang. Sedangkan suaminya hanya memberikan senyum maaf dan menenangkan istrinya. Sakura melotot sembari menunjuk pintu masuk. "Sudah, ayo masuk saja!" bisiknya dengan intonasi yang naik sedikit. Sakura sudah terlalu lelah dan sakit untuk mengurus hal sepele begitu.
Seolah belum cukup teraniaya sejak tadi, dokter ini pun memasang wajah minta ditinju saat menyambut Sakura dan laki-laki itu. Pria bersneli putih yang duduk di kursi kebersarannya hanya tersenyum. Masih lebih baik kalau senyumnya senyum-senyum yang ramah menenangkan hati, ini? Niat tidak niat, terlalu dipaksakan.
"Baik, Ibu, ada apa dengan kandungannya? Atau mau kontrol?"
Sekarang Sakura dan pria itu sudah duduk di kursi. Perempatan siku-siku muncul di kening Sakura. Ia tersenyum memaksa, "Dok, saya tidak hamil," ragu-ragu ia melirik ke oniks pria di sebelahnya sejenak, menimbang-nimbang apakah ia harus mengatakan keluhannya atau tidak pada dokter ini karena ini termasuk privasi. Bukan, maksudnya kalau Sakura buka suara, otomatis pria di sebelahnya 'kan akan mendengar ... ah masa bodoh. Mereka tak akan bertemu lagi, 'kan?
Dokter tadi memberikan seulas senyum pamungkasnya. "Lalu?"
Sakura menghela napas, "Begini, Dok, saya sudah lama tidak datang bulan. Dan sekarang saya datang bulan, sudah hampir sebulan tidak berhenti ..."
Sang dokter nampak berpikir sejenak, "Kapan terakhir datang bulan? Yang ini sejak kapan?"
Jari telunjuk diletakkan di dagu, "Terakhir tanggal tiga, empat bulan yang lalu. Sekarang sejak tanggal ... Sekitar pertengahan bulan, Dok," jawab Sakura lagi.
Dokter Sai nampak sibuk menulis-nulis sesuatu yang hanya bisa terbaca sedikit oleh Sakura. Nanti juga dia akan tahu, jadi ia tak terlalu memikirkannya karena pasti dokter Sai akan menjelaskan.
"Hmm, kalau begitu, ayo dicek dulu," Sai membangkitkan tubuhnya, ia mempersiapkan hal yang diperlukan lalu menunjuk ke tempat periksa, "Silakan berbaring."
Sakura zonk seketika. Ini ... apa yang akan ... di depan pria ini, begitu?! Wanita itu akan melakukan pemeriksaan di depan stranger ini?! Secara terpaksa, Sakura mengikuti alur pemeriksaan.
Pria yang membuatnya terkilir tadi masih setia membopong Sakura sampai ke tempat periksa. Ia bahkan membantu perempuan itu berbaring.
"Ini, susternya sedang mengurus beberapa hal di luar, ya, tapi karena ada suaminya jadi ... saya izin, ya, Pak."
Berhubung pria yang sebenarnya bernama Uchiha Sasuke itu tidak terlalu mengerti, jadilah ia hanya mengiyakan ucapan sang dokter.
"Nah, baik, Bu, celananya bisa mohon diturunkan sampai di bawah pinggang, ya."
Ya ampun. Tadi dokter ini bilang apa?
Ya ampun. Telinga Sakura tidak tersumbat banyak serumen 'kan?
YA AMPUN! Bagaimana ini?
Sakura melirik horor Sasuke, memberi kode dengan facial expression-nya agar lelaki itu memalingkan wajah. Dengan tenang, Sasuke menggulirkan oniksnya ke arah pintu. Untung maksud dari kode Sakura berhasil tersampaikan.
Sai memberikan sesuatu, semacam gell ke permukaan kulitnya dan mulai melakukan pemeriksaan USG pada perempuan itu.
"Oh? Masih Nona, ya? Pengantin baru? Ck, ck. Pak, ini bisa dilihat, ya, di layar. Rahim istri Anda bersih dan bagus, tidak ada apa-apanya kok," jelasnya singkat. Ia menjabarkan sedikit segala sesuatu yang terlihat pada layar. Maksudnya bersih dan bagus yaitu tidak ada kista atau penyakit apa pun yang nampak.
Masih Nona?
Pengantin baru?!
Tahu tidak? Sejak tadi rasanya Sakura ingin meminjam bom pada segerombolan teroris yang sempat hits itu dan menyumpalnya ke dokter ini. Hih. Tampan sih iya, tapi freak! Menyebalkan. Mana sebut-sebut suami terus ... 'kan malu! Dia bahkan bukan siapa-siapanya Sakura ...
Dokter telah selesai melakukan pemeriksaan USG pada Sakura. Ia menyuruh perempuan itu untuk kembali membenahi pakaiannya dan mempersilakan sepasang–yang menurut sudut pandangnya–pengantin baru untuk duduk.
"Saya akan menghentikan datang bulan Ibu dulu, jadi Ibu minum obat X mulai malam ini. Setiap jam sembilan malam ya, setelah makan dan jangan terlambat. Saya juga memberikan vitamin E, diminum bersama dengan obat X-nya juga boleh. Perkiraan Ibu akan datang bulan lagi tanggal dua puluh, jadi kalau sudah kembali haid, silakan ke sini lagi, ya, untuk kontrol. Oh, iya, Ibu ada nyeri haid?"
Melongo merupakan responsnya terhadap ucapan satu paragraf tanpa jeda yang dilontarkan oleh dr. Sai. Ingin bertanya lebih lanjut tapi kalau harus menahan lelaki yang dari tadi membantunya lebih lama lagi ... rasanya akan tidak enak.
"Ada, Dok," cicit Sakura pelan. Ia mempersingkat jawabannya tanpa bertanya-tanya lebih lanjut.
Dokter Sai kembali berkutat dengan tulisan ceker ayamnya. Lalu ia memberikan kertas resep pada suster yang akhirnya datang beberapa menit yang lalu. Sang suster merapikan resep bersama dengan beberapa tumpuk kertas lainnya kemudian memberikannya pada Sasuke.
"Sampai bertemu tanggal dua puluh, Bu, Pak," ucap sang dokter masih memaku senyum palsu yang dipaksakan itu pada wajahnya.
Meski awkward, Sasuke tetap menganggukkan kepalanya pelan. Toh mau ditampik juga, ini dokter kandungan. Siapa saja pasti mengira kalau mereka itu suami istri, wajar kok. Sangat.
Lagi, Sasuke membopong Nona di sampingnya. Setelah insiden apes ini selesai, ia akan segera menghampiri tujuan utamanya tadi. Ya, tujuan utamanya terpaksa tertunda sebentar karena perempuan ini.
Mereka telah sampai ke pintu keluar. Tangan Sakura masih melingkari leher pria itu. Eits! Hanya untuk menopang tubuhnya kok, jadi tolong jangan berpikir yang aneh-aneh.
"Kau bisa mengurus sisanya sendiri, 'kan?"
Sakura mengulaskan senyum manis, ia mengangguk mantap, "Yap. Kau benar-benar bertanggungjawab sampai akhir, ya, haha!"
"Hn."
Perempuan yang memiliki surai sewarna permen kapas itu melepaskan lengannya dari Sasuke. Ia mengulurkan tangan kanannya, cukup lama belum ada sambutan dari lawan bicara.
Sakura pun berdecak, ia meraih tangan kiri Sasuke. "Dasar sombong. Kau harus mengubah sifatmu atau kau tidak akan menikah seumur hidup."
Pria itu hanya menatap datar perempuan pembawa petaka ini, "Hn."
Sakura menjabat tangan Sasuke, "Pokoknya terima kasih, dan maaf membuat urusanmu tertunda."
"Hn."
Lama-lama Sakura menjadi kesal sendiri. Ia meremas tangan Sasuke dengan menambah kekuatan tenaganya, "Apa tidak ada kata lain selain 'hn'?"
"Hm."
Sakura melongo nyaris tak percaya. Astaga. Manusia seperti ini benar-benar eksis di bumi! "Baiklah, sekali lagi terima kasih Tuan Hn, dan tolong bertaubatlah sebelum semuanya terlambat."
Dapat Sakura liat pria itu menarik sudut bibir kirinya sedikit, "Cih."
Astaga. Dia sangat memesonakan saat menarik sudut bibirnya seperti itu! Tuhan tolong ... jantung Sakura bisa rusak.
"Oke, selamat tinggal," Sakura berucap dengan tulus. Well, perasaan yang memanipulasi seluruh tubuhnya hari ini hanya lah ilusi dan bersifat sementara. Ini terjadi hanya karena pria ini tampan bukan? Tidak lebih.
"Hn ...
... hati-hati."
Entah kenapa, mendengar kata terakhir yang dituturkan oleh pria itu membuat sebersit perasaan aneh merasuki batin menggigit jiwa pelan-pelan. Sakura menggelengkan kepalanya dengan tegas, ia tak boleh goyah. Dia bukan remaja masa pubertas yang sedang jatuh cinta! Tidak ada waktu untuk itu. Ingat, mereka tidak saling kenal dan tak akan bertemu lagi. Jadi sekarang yang perlu Sakura lakukan adalah membuang pikiran dan harapan anehnya jauh-jauh sebelum terbumbung kelewat tinggi. Ia hendak melangkahkan kakinya berpaling dari pria itu tapi ...
"Astaga Sakura!"
Suara nyaring berteriak dengan intonasi tinggi. Suara ini ... bukan suara Haruno Mebuki, ibunya, 'kan? Kalau iya ... kenapa bisa ...?
Bagai maling yang ke-gap oleh warga, Sakura menoleh ke arah sumber suara secara perlahan dengan mata yang melebar. Dadanya bergemuruh tak nyaman, ia yakin kalau petaka lain siap menyambut.
Di sana lah Haruno Mebuki melongo dengan tidak elitnya. Bayi kesayangan (re: tas tangan) keluaran Fossil berwarna krem jatuh begitu saja ke lantai. Matanya menatap nanar ke arah Sakura dan laki-laki di sampingnya secara bergantian. Catat. Anak semata wayangnya pergi ke dokter kandungan bersama seorang laki-laki ...! Lalu tadi mereka pegang-pegangan tangan 'kan! Memangnya mereka kira Mebuki tidak melihat semuanya? Mungkin telinganya tidak mendengar konversasi mereka berdua tapi indera penglihatannya sudah pasti tak salah lihat! Ibu yang nyaris menyentuh usia kepala lima itu menggeleng lemah. Rasanya seperti tersambar petir di siang bolong.
Lututnya terasa lemas tapi ia tak boleh jatuh. Laki-laki biadab itu harus diberi pelajaran! Mebuki berlari menerjang beberapa orang di sana dan segera menggunakan sang bayi Fossil untuk dijadikan senjata.
Buagh!
Bug!
Bug!
"Dasar anak kurang ajar! Tega sekali kau melakukan ini pada seorang anak yatim!" Mebuki memuntahkan kekesalannya sembari menggebuk manusia tampan tak berdosa itu, dia mengeluarkan jurus andalan pura-pura menangisnya.
"Astaga! Sayang! Lihat ini ... aku bahkan tak sanggup jika harus mati sekarang dan menemuimu, Kizashi! Aku gagal menjadi orangtua! Aku gagal membesarkan anak nakal sepertinya!"
Sakura seberusaha mungkin menjadi barrier untuk Sasuke, aduh dengan kondisi kaki yang seperti ini ia tak bisa berbuat banyak. "Ibu, tolong hentikan!"
"Tidak bisa! Sakura, dia harus tanggung jawab! Tanggung jawab!"
"Ibu, ini salah paham!"
Bug!
Bug!
Melihat Sakura yang kewalahan mau tak mau Sasuke pun angkat bicara agar ibu dari gadis ini bisa lebih tenang. Dalam hati Sasuke mulai paham kenapa Sakura kalau bicara seperti kereta.
"Ini salah paham, Bu, bisakah kita membicarakan ini di luar?"
Perkataan pria itu berhasil membuat pergerakan Mebuki terhenti. Ia sadar betul kalau saat ini mereka sedang menjadi pusat perhatian, tinggal tunggu waktu dan sebentar lagi bisa saja mereka dibawa oleh petugas keamanan rumah sakit.
Sayangnya ucapan Sasuke hanya bekerja selama hampir setengah menit. Kemudian Haruno Mebuki kembali menggila.
"Tidak bisa! Apa yang salah paham? Jelas-jelas kalian ke dokter kandungan bersama! Pantas saja kau semakin gemuk, Sakura! Sudah pokoknya Ibu tidak mau tahu, pria ini harus bertanggungjawab!" Mebuki kembali mencerocos seolah perkataannya adalah perkataan seorang pemimpin negara. Mutlak.
"Kalian harus menikah!"
Jadi, apa Uchiha Sasuke harus benar-benar bertanggungjawab sampai akhir?
.
.
.
tbc
.
.
.
27/01/16 – 28/01/16 21:00
.
a/n: Awalnya, ya, awalnyaaa ini mau di-post pas udah berapa chapteer gitu wkwk tapi tiba-tiba aku liat nama Sasa nangkring di kotak review, udah gitu dia bilang "Ditunggu fic requestan gue yaaaa! xD" Kemudian aku langsung hening. Duuh jadi gak enak karena gak di-post-post x') Rencananya sih gak mau banyak-banyak chapter-nya, konfliknya juga insya Allah gak rumit mueheee. Soal update ... yeah, kalian tahu 'kan penulis ini gak bisa diharapkan? :")))) tapi akan diusahakan, kok! Doakan aja yaa :")) kesanku soal fiksi ini ... rusuh dan asdf wkwk bye. Aku belum mupon sama rambut raven Sasu ya ternyata :")) /nak.
Buat Sasa ... maaf banget Rima menghilang sehingga mengacaukan anuan(?) kita wkwkwk. Maaf juga baru bisa bikin rikuesannya sekarang ;_; Rima memang bedjat. Well, sebenernya Sasa rikues fic fluffy modus-modus gitu tapi malah jadi gini ;_; MC pula, maafkan diri ini, Sa. Jujur gak pede banget karena udah lama gak nulis, takut Sasa gasuka hahaha. Kalo gasuka bilang aja yaa ntar Rima gantiin ceritanya :) Intinya mah Rima siap dimusnahkan:"))) /plak.
Terima kasih buat yang udah mampir sampe sini x) sampai jumpa di chapter depan! :D Jangan lupa tinggalkan jejak, ya! x'33
.
P.s: 180 Degrees C6 dan Watashi no Otto wa Daredesuka? C10 juga Crystallized C2 still on progress. Doakan aja :"))) *insert lagu php*