Kali ini Himchan beralih menatap Namjoon. "Kim Namjoon."

"Ya? Eomma?"

"Keluar, sekarang."

"Hah?"

"Keluar."

"Ta-tapi eom-.." Ucapannya terpotong oleh Himchan lebih dulu.

"Kau tidak mendengarku? Eomma bilang keluar. Se-ka-rang." Ucap Himchan final dengan penuh penekanan.

Namjoon panik, lelaki tampan itu menoleh untuk melihat Seokjin yang juga menatapnya bingung. Mata bulatnya sudah tampak berair hampir menangis, lelaki cantik itu merasa tidak diterima. Jangan lupakan genggamannya yang semakin erat dijemari Namjoon. Seolah mengerti akan kondisi Seokjin, Namjoon mengangguk paham hendak membawa Seokjin kembali keluar. Ini sama sekali diluar perkiraannya.

.

.

.

Apa yang harus Namjoon lakukan?


Married? What?!

.

.

BL/Yaoi / Namjin - Namjoon x Seokjin / dldr. / GS! For Himchan

.

.

.

"Ikut aku." Bisik Namjoon pelan, menatap mata berair Seokjin dengan tatapan teduhnya seolah menyampaikan bahwa semua akan baik-baik saja. Lengannya merangkul bahu Seokjin, hendak mengantar lelaki cantik itu pulang sebelum-

"EEEEEEEEEHHH ITU MENANTU EOMMA MAU DIBAWA KEMANA?!"

Suara melengking Himchan menghentikan langkah pasangan baru itu.

What?

Namjoon cengo. Seokjin juga sama. Keduanya berbalik bersamaan saat -entah kapan dan dari mana- Himchan sudah berada di belakang mereka dan mengapit sebelah lengan Seokjin.

"Eomma menyuruhmu keluar, hanya kamu saja, anak durhaka. Jangan dibawa menantu eomma." Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir tipis Himchan, dan tentu jelas untuk siapa perintah itu. Kim Namjoon seorang.

"T-tapi eomma! Eomma mau apa?"

"Ini pembicaraan istri, hush hus sana pergi eomma tidak mau melihatmu." Perintah Himchan sekali lagi sambil melepaskan rengkuhan Namjoon dari bahu Seokjin.

"Lepas."

PLAK

Himchan menampar punggung tangan Namjoon hingga lelaki tampan itu meringis kecil. Mata sipit Namjoon membola, kejam sekali ibunya ini.

"Kalau begitu aku ke kamar saja." Baru saja Namjoon hendak melangkah niatnya luruh begitu saja, tidak jika Himchan lah yang memerintahkannya.

"Tidak. Eomma tidak mau pokoknya tidak boleh di rumah ini. Pergi sana terserah kemana nanti kalau eomma sudah menelfonmu baru boleh pulang."

"Hah?"

"ISH! Cepat. Kim. Nam. Joon."

"A-ah.. Ayey, captain."

.

.

.

Namjoon melangkah mundur perlahan, matanya tak lepas dari dua sosok makhluk cantik yang berinteraksi di hadapannya. Bukan dua sebenarnya, karena hanya Himchan yang menuntun pergerakan Seokjin sedari tadi.

Hmm, sepertinya kita melupakan seseorang. Oh, Kim Seokjin.

Lelaki cantik itu menjadi manekin sejak beberapa menit yang lalu. Ia hanya blank, jutaan sel-sel saraf diotak nya seolah tidak cukup untuk menghantarkan informasi ke otot yang menggerakkan tubuhnya. Tatapan matanya kosong, dan tubuhnya terasa ringan saat Himchan menggandeng lengannya begitu saja.

"Ayo sayang, sini sama eomma!" Serunya kemudian menarik lengan Seokjin tanpa aba-aba untuk mengikutinya. Sementara Seokjin hanya ikut dan pasrah-pasrah saja diseret seperti itu.

Suara merdu Himchan dengan sukses menarik seluruh kesadaran Seokjin. Kepala lelaki cantik itu menoleh cepat, menatap Namjoon yang masih berada diambang pintu dengan penuh kebingungan. Bibir gendut merah mudanya berkali-kali bergerak mengucapkan "Apa yang harus kulakukan?!" tanpa suara. Dan ingatkan Seokjin untuk meninju Namjoon setelah ini, karena suaminya itu hanya mengedikkan bahu dan mengangkat lengannya dua kali dengan tangan terkepal memberi "Semangat sayang!", plus senyum merekah dari telinga ke telinganya.

.

.

.

.

"Ayo sayang, sini duduk." Titah Himchan, menepuk spasi kosong disebelahnya untuk diisi oleh sang menantu. Himchan memperlakukan Seokjin dengan sangat baik, lembut, seolah lelaki yang berstatus sebagai istri anak nya ini bisa pecah kapan saja.

"N-ne.." Ucap Seokjin singkat, dengan suara yang sangat kecil. Tanpa menyadari Himchan yang tengah tersenyum disebelahnya, merasa senang mendengar Seokjin yang akhirnya bersuara juga. Dengan hati-hati Seokjin duduk disebelah Himchan dengan kedua tangan yang tertumpu di lutut, kepala menunduk dalam, punggung tegak, dan tubuh kaku.

Himchan yang melihat itu refleks terkikik kecil. Menantu nya ini benar-benar. "Hihi. Ya Tuhan, santai saja sayang. Rileks jangan kaku begitu." Jemari lembut Himchan terangkat dan mengelus belakanng kepala Seokjin dengan sayang, tersenyum lemebut ketika Seokjin menolehkan kepalanya disaat yang bersamaan. Seokjin juga mau tak mau jadi tersenyum, tubuhnya perlahan melemas dan punggungnya bersandar hingga menyentuh sandaran sofa. Himchan mengingatkannya pada ibunya. Seokjin jadi rindu.

"Siapa namamu, cantik?"

"Kim Seokjin. A-ahjumma."

"Hm? No, no, no." Himchan mengangkat jari telunjuknya di hadapan Seokjin, menggerakkannya ke kiri dan kanan seraya mendecak. "Tch. Eomma, sayang. Panggil eomma. Mengerti?" Ucapnya dengan senyum melebar dari telinga ke telinga. Seokjin jadi canggung. Rasanya ia baru saja melihat senyum yang seperti itu belum lama ini. Ia mengingat-ingat sebentar kemudian sepercik rasa kesal kembali timbul dikepalanya mengingat siapa orang itu.

Oh, Kim Namjoon. Suami –coret- Manusia cabul menyebalkannya.

"Jadi, bisa kau ceritakan padaku bagaimana pertemuanmu dengan Namjoon?"

"E-eh?" Seokjin tentu terkejut mendengar pertanyaan Himchan. Ia sama sekali tidak menyiapkan apapun untuk situasi seperti ini. Demi Taehyung adik tampannya yang idiot. Seokjin lebih memilih seratus soal biokimia dari pada harus terjebak dalam situasi seperti ini.

"Kenapa, sayang?" Himchan menimpali, dan sedetik kemudian jemari nya menyentik jahil sembari menggoda Seokjin. "Ah! Eomma tahu, kau pasti malu, 'kan? Hihi. Aiiiih manisnyaaaa~~"

"A-ah itu.. aku.."

Terkutuklah kau Kim Namjoon sialan! Batin Seokjin berteriak frustasi.

.

.

.

.

.

.

"Jadi?"

Namjoon membuka suara duluan. Di sinilah mereka sekarang, berada di dalam kamar Namjoon karena Himchan yang meminta Seokjin untuk menginap. Namjoon baru saja pulang entah dari mana btw.

"Apanya?" Jawab Seokjin balas bertanya. Ia berbaring terlentang dengan kedua tangan tebuka lebar di tempat tidur Namjoon yang berukuran sangat besar, sementara Namjoon duduk di kursi meja kerjanya.

"Dengan eomma, apa yang kalian bicarakan tadi?"

"Aku lelah, Namjoon." Seokjin menjawab malas. Otaknya masih sibuk menyusun serpihan memori baru yang terbentuk kurang dari satu hari itu. Mengenai dirinya yang untuk pertama kalinya datang ke kediaman keluarga Kim dan bukan apartemen Namjoon. Tentang bagaimana sikap ibu mertuanya saat menyambutnya tadi, sikap Himchan yang luar biasa, dan bagaiman absurdnya keluarga suaminya ini. Astaga, sebenarnya apa dosa Seokjin?

"Banyak, kau tahu? Aku sampai-sampai merasa bisa menjadi seorang aktor di depan ibumu." Ucap Seokjin datar diselip sedikit penekanan tanpa mengubah posisinya.

"Sekarang dia juga ibumu, darling." Potong Namjoon mengingatkan.

Seokjin mendelik tak suka, tanda ia tidak setuju dengan panggilan sayang Namjoon padanya. "Jaga ucapanmu, itu menggelikan."

"Oh ya." Lanjut Seokjin tiba-tiba mendudukkan dirinya. Menatap Namjoon sengit dengan jari telunjuk mengarah kurang ajar tepat pada wajah Namjoon.

"Dan kau! Panggil aku hyung, sialan!" Ucapnya penuh penekanan. Tampak jelas rasa jengah di setiap kata yang meluncur dari bibirnya.

Seokjin sudah merasa cukup dengan semua kejadian tiba-tiba yang menimpanya. Tapi kenyataan yang paling tidak disukainya adalah usia Namjoon yang ternyata lebih muda darinya. Catat. Lebih muda!

Apa dunia sedang menertawainya sekarang? Walaupun usia mereka hanya terpaut satu tahun, tapi Namjoon sudah menjadi seorang dokter, dosen, dan apa lagi tadi itu? Oh god! Selama ini Namjoon selalu ke rumah sakit karena laki-laki mesum itu ternyata adalah seorang kepala ER!

Dan jangan tanya dari mana Seokjin tahu itu semua. Tentu saja dari Himchan dan Seokjin merasa harga dirinya benar-benar sama sekali tidak ada artinya.

Seokjin tidak suka ini. Titik.

Tatapan mata bulatnya tidak berubah, jari telunjuknya masih mengacung tegak pada Namjoon yang memasang wajah bodoh mendengar pernyataan singkat -namun cukup untuk membuatnya tercengang- barusan.

"Apa?! Kenapa kau diam saja? Kau mau menertawaiku?" Ucap Seokjin sewot. Posisinya kini sudah berubah. Duduk bersila dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Merajuk manis karena masih tidak menerima kenyataan konyol hidupnya.

"Hah?" Ini Namjoon, masih berusaha mencerna apa yang terjadi. Well, jangan salahkan dia dan otaknya. Namjoon itu jenius, tapi tidak dalam hal menentukan usia dari penampilan. Karena, damn, Seokjin sama sekali tidak terlihat lebih tua darinya.

DUK.

Satu hantaman bantal menyapa wajah tampannya.

"Aww! YA!."

"APA?!" Bentak Seokjin sekali lagi, dada lelaki manis itu tampak naik turun menahan amarah. "Berhenti memasang wajah itu, aku semakin kesal!" Dan usai mengucapkan satu kalimat itu Seokjin membanting dirinya ke tempat tidur dan berbaring memunggungi sang suami.

Sementara Namjoon masih berdiri tegak di sisi tempat tidur dengan sebuah bantal di tangan. Namjoon hanya tidak mengerti mengapa Seokjin sangat marah, bahkan tampak sangat murka. Apa salahnya? Lelaki tampan berambut merah muda itu kemudia mengedikkan bahu lalu melangkah untuk duduk di sisi tempat tidurnya, berniat untuk segara tidur saja dari pada terus menatapi bentuk tubuh Seokjin yang tampak sangat indah dari belakang, Namjoon rasanya jadi sangat ingin merengkuh tubuh semampai itu di bawah kungkungannya. Lalu… – nah kan, jadi keterusan. Namjoon menggeleng kuat, membuang jauh-jauh pikiran kotornya barusan.

Namun, belum sempat tubuhnya berbaring suara Seokjin yang dikiranya sudah tertidur menginterupsi. "Apa yang kau lakukan?" Lelaki cantik itu menoleh, menatap sengit suaminya.

"Tidur?" Jawab Namjoon tampak tidak yakin dengan mengangkat bantal yang sedari tadi dipegangnya.

Mendengar jawaban Namjoon, Seokjin langsung bangkit, "Siapa bilang kau boleh tidur di sini?"

"Ini kamarku, sayang. Tempat tidurku. Tempat tidur kita."

"Kita?" Idiiiih Seokjin geli. Sejak kapan ada Kita diantara dirinya dan Namjoon. "Tidak boleh. Titik. Kalau kau tidak mau aku pulang." Ancamnya pada Namjoon.

"Kenapa?"

"Apanya?"

"Kenapa aku tidak boleh tidur denganmu?"

"Karena aku tidak mau."

"Kenapa tidak mau?"

"Ih! Terserah aku! Kau menyebalkan! Hiks"

Namjoon terkesiap, siapa sangka Seokjin sampai menangis begitu. Namjoon berharap tanah menenggelamkannya sekarang, mengubur dirinya dari pada harus melihat istrinya yang manis menangis.

DUK

DUK

DUK

Kaki Seokjin bergerak kesana kemari, menendang-nendang absurd hingga tempat tidur Namjoon kini dalam kondisi yang mengenaskan. Sama mengenaskan nya dengan sang pemilik yang kini menghela napas pasrah menyerah pada sang istri. Namjoon memilih untuk mengalah malam ini karena entah karena alasan apa Seokjin benar-benar dalam mood yang buruk. Dan ia tidak ingin semakin mengacaukan suasana.

"Hei.." Namjoon memundurkan langkahnya dengan hati-hati, kedua tangan besarnya terangkat di depan dada dan berucap lembut. "Baiklah, baiklah. Aku akan tidur dibawah. Tenanglah, sayang."

Seokjin yang tidak mengamuk mendengar panggilan 'sayang' dari Namjoon sudah benar-benar cukup membuktikan kalau saat ini istrinya itu sedang tidak ingin diganggu.

Well, sedikit banyak Namjoon sudah mulai mengenal sang istri lebih jauh. Ekhem.

.

.

.

.

.

Sigh. Namjoon menghela napas panjang setelah selesai menyiapkan tempat yang akan menjadi alasnya untuk tidur malam ini. Tepat di sisi tempat tidur yang Seokjin tempati. Ah, Seokjin sudah tertidur kalau mau tahu. Namjoon sempat meninggalkannya beberapa saat sendirian tadi.

Usai menegak segelas penuh air putih yang disimpannya di nakas tempat tidur, Namjoon menyempatkan diri untuk melihat Seokjin sebentar. Pipi nya masih sedikit merah –bekas sehabis menangis sepertinya, kelopak mata dan bulu mata nya masih basah, rambut berwarna senada rumput lautnya juga acak-acakan, namun masih tetap saja cantik di mata Namjoon. Ia tersenyum lembut, mengusap sayang pipi tembam istrinya. "Maafkan aku." Lirihnya. "Aku tidak tahu apa salahku sebenarnya, tapi apapun itu aku minta maaf karena sudah membuatmu menangis."

"Selamat tidur, sayang."

Dan sebuah ciuman di pucuk kepala Seokjin dari Namjoon menutup interaksi mereka untuk malam ini.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Hai, hiks this is miniminidiot(T_T)

maafkan karena meninggalkan kalian tersayang sampai sepuluh bulaaan ToT huweeee

I really miss you guys sooo much :(

I miss Namjin too, so badly!

butuh asupan moment Namjin plis T_T

maafkan baru bisa update karena personal reason dan sibuk dengan masa depan:')

sebulan ini senggang (mudah"an), jadi bsa menulis lagi untuk sementara :') yang punya link" atau banyak moment Namjin boleh bagi" dong ya ya?:*

langsung k PM aja yuuuk :* :*

terimakasih buat yang udah baca, bersedia meriview dan bahkan rela menunggu untuk semua ff ku:')

terimakasih yang sebesar-besarnya kalian semangat sy untuk menulis, sy cinta kaliaaan~:)