Fragile Sight

BL/Yaoi / KookV - Jungkook x Taehyung / dldr.

.

.

.

Hujan.

Pemuda penikmat kesendirian itu mendongak, menengadahkan telapak tangannya di bawah langit yang tengah menangis. Tetes-tetes air hujan menerpa lembut tangannya yang kini terkepal, mencoba memenjarakan air yang digenggamnya. Ia tersenyum lebar, pikirannya akan seseorang yang dinantinya saat ini membuatnya bahkan rela untuk menyiksa tubuh kurusnya di cuaca yang dingin. Taehyung -pemuda itu- mengayunkan kedua kakinya sembari menunggu kekasihnya datang. Dengan kedua tangan mungil dilapisi kulit tan yang sesekali ikut bergesek untuk menjaganya tetap hangat.

Senandung ringan yang meluncur dari bibirnya turut menemani waktunya yang sepi. Sampai ada sepasang tangan besar yang menangkup kedua tangannya, menjalarkan rasa hangat yang menenangkan.

"Aku sangat yakin sudah mengingatkanmu untuk memakai sarung tangan dan mantel tebal, hm?"

Taehyung terkekeh manis, menampakkan cengiran kotak lucunya. Sementara pemuda dihadapannya hanya menggeleng dan tersenyum, mendaratkan kecupan singkat di bibir Taehyung yang terasa dingin. Melepaskan coatnya untuk kemudian di sampirkan pada tubuh kecil sang kekasih.

" Ayo pulang." Jungkook berjongkok di hadapan Taehyung.

Taehyung mengangguk antusias, menyandarkan beban tubuhnya pada Jungkook yang kemudian bangkit dan berjalan dengan Taehyung dalam gendongan punggungnya. Taehyung menyentuhkan hidungnya ke tengkuk Jungkook dan melingkarkan lengannya di leher kekasih tampannya itu.

Berbagi kehangatan yang sederhana namun manis.

Dari luarnya.

Dan Taehyung mengetahui itu.

Perlahan kedua matanya tertutup, menyatukan bulu mata lentik panjang yang menambah kesan manis di wajahnya. Dan memulai untuk melihat semuanya.

.

.

"Tak bisakah kau di sini lebih lama lagi?" Wanita cantik bersurai hitam legam tengah bergelayutan manja di salah satu lengan Jungkook. Jungkook menghela napas berat, merasa sayang untuk meninggalkan wanitanya.

"Aku akan lebih sering meluangkan waktuku untukmu. Kau tahu 'kan, aku tak bisa meninggalkannya begitu saja." Jungkook mendekap kekasihnya dengan hangat, mengusap-usap kepalanya meminta pengertian.

"Apa dia sudah menunggumu?" Tanya wanita bermarga Lee itu.

Jungkook mengangguk. "Mengertilah." Jawabnya sembari menunduk untuk melumat singkat bibir tipis Ji Eun. Setelah itu Ji Eun tersenyum, memeluk Jungkook sekali lagi sebelum mengantar pemuda tampan itu ke ambang pintu.

"Aku pulang dulu, kita akan bertemu akhir minggu."

"Ke pantai?"

"Tentu. Apapun, sayang."

.

.

Taehyung mengeratkan pelukannya pada Jungkook. Rasa kantuk menyerangnya tanpa permisi, berbanding terbalik dengan otaknya yang seakan tak ingin berhenti untuk berpikir. Pemuda manis itu tersenyum getir. Katakanlah ia bodoh, memang. Menikmati semua waktu kebersamaannya dengan seseorang yang melubangi hatinya sedikit demi sedikit. Tapi itu sudah cukup untuknya. Selama ia masih bersama Jungkook, semuanya terasa sempurna. Taehyung bahagia karena Jungkook mencintainya -dengan segenap kebohongan.

Bukan masalah. Itu pilihannya.

Jungkook menoleh, helaian rambut Taehyung dipipinya menimbulkan sensai geli. Kepala pemuda manis itu terkulai manja di bahu lebarnya, tertidur. Meninggalkan Jungkook yang menyelami dunianya sendiri dalam pemikiran tak berujung.

Setibanya di rumah, Jungkook membawa Taehyung langsung ke kamar yang mereka tempati berdua, merebahkan tubuh kecil orang yang sudah ia khianati. Jungkook memandang wajah damai Taehyung yang tertidur, bukan untuk pertama kalinya Jungkook berpikir mengapa ia tega menyakiti pemuda ini. Taehyung, yang selalu menjadi tempatnya untuk pulang. Tempat dimana ia merasa nyaman, bagaimana pun keadaannya. Taehyung, yang setia membuka ruangan diantara lengannya untuk sebuah dekapan bagi Jungkook. Taehyung, yang menjadi penenangnya.

Namun, di sisi lain hatinya, Jungkook membutuhkan sebuah kesempurnaan.

Brengsek, Jungkook memaki dirinya sendiri. Menghukum dirinya dengan rasa bersalah, walaupun pemuda tampan yang lebih muda itu tahu, Taehyung tidak melihatnya.

.

.

.

Jungkook membuka kelopak matanya perlahan, manik matanya langsung dimanjakan dengan wajah manis pemuda yang masih tertidur lelap dalam pelukannya. Jari panjang itu terangkat, mengusap lembut pipi mulus Taehyung yang masih terpejam. Mencoba membangunkan kekasihnya.

"Sayang.." Bisik Jungkook pelan, kali ini menyentuhkan bibirnya pada milik Taehyung karena pemuda itu belum juga terbangun.

"Sudah pagi, bangunlah."

Taehyung melenguh panjang, bibir mengerucut dengan mata yang setengah terbuka, sungguh menggemaskan. Sebuah anugerah bagi Jungkook setiap paginya. Pemuda tampan itu tertawa kecil.

"Aku akan mandi dan bersiap, belum mau bangun, hm?" Jungkook memainkan hidung mancungnya, menyentuh gemas hidung bangir Taehyung yang tersenyum kecil.

"Mengantuuk ~" ucapnya sedikit merengek.

"Tidurlah lagi, sayang." Jungkook mengecup sekali lagi bibir Taehyung yang sudah kembali terlelap. Benar-benar makhluk ini.

Jungkook beranjak dari ranjangnya, menyisakan Taehyung yang masih bergelung di bawah selimut putihnya. Tak lupa memberikan ciuman sayang di kening Taehyung sebelum pergi meninggalkan pemuda manis itu.

.

.

.

Ketika Taehyung sudah benar-benar terbangun, ia terbangun sendiri tanpa Jungkook di sisinya. Yang diingatnya hanyalah kecupan sayang di keningnya. Sudah merupakan rutinitas harian dimana Jungkook akan pergi bekerja dan Taehyung yang tinggal di rumah. Sesekali pemuda manis itu berjalan-jalan sendiri, bertemu dengan teman dekat yang sudah dianggapnya sebagai keluarga, tentu Taehyung sangat senang. Tapi tidak untuk kenyataan bahwa tiap kali mereka bertemu ia hanya akan mendapatkan ceramahan panjang lebar dari dua orang sekaligus mengenai hal yang sama. Pengkhianatan Jungkook.

Seperti saat ini, Taehyung duduk dihadapan dua orang bertubuh lebih pendek darinya. Jimin, saudara tak sedarahnya, dan Yoongi, kekasih Jimin yang menjadi sangat dekat dengan Taehyung karena Jimin. Kepulan asap americano coffee di meja berbentuk bulat itu menjadi satu-satunya hal yang bergerak.

Jimin tidak tahan dengan suasana senyap ini, semuanya terasa canggung. Pemuda bersurai jingga itu perlahan menggerakkan tangannya untuk menyesap minuman bersuhu tinggi itu sebelum membuka dialog lebih dulu.

"Bagaimana kabarmu, Tae?"

Taehyung mendongak, "Aku baik, sangat baik." Kemudian nyegir.

"Chim dan Yoongi hyung?" Tanyanya balik. Kali ini pemuda berkulit paling pucat diantara mereka yang sedari tadi diam kini menjawab.

"Haah ~ seperti biasa Tae, selalu saja berisik selama dia ada bersamaku." Yoongi menjawab malas, sedikit mendramatisir.

Jimin yang merasa dirinya menjadi topik pembicaraan menyahut. "Ya hyung! Memangnya aku kenapa?"

"Kau berisik, Jim."

"Kalau Yoongi hyung diam, aku juga diam nanti siapa yang bicara? Hyung seharusnya bersyukur karena mendapatkanku. Aku tidak yakin hyung bahkan mengeluarkan lebih dari tiga kalimat jika tidak bersamaku. Ya walaupun lebih banyak keluhan, sih. Tapi, hei. Buktinya aku masih bisa bertahan denganmu yang hampir menyerupai patung itu."

"Demi tuhan, Jim. Kau baru saja nge-rapp sekarang."

Taehyung yang mendengarkan perdebatan sepasang kekasih itu hanya bisa tertawa geli, perlahan suasana canggungnya melebur. Mereka menghabiskan waktu yang cukup lama untuk bercerita sampai satu pertanyaan sakral bagi Taehyung timbul begitu saja.

"Taetae. Kau.. masih bersamanya?" Terdengar secercah keraguan dalam nada bicara Jimin.

Taehyung terdiam. Kemudian menjawab dengan tenang. "Eoh? Tentu saja." Pemuda manis itu meraih mugnya lalu menegak sedikit minuman berkafein itu.

Sedetik kemudian hanya keheningan yang berada. Baik Yoongi maupun Jimin bingung apa yang harus diucapkan. Sementara Taehyung juga terdiam memegang erat mugnya.

"Tae.. Sudah kubilang dia memiliki kekasih lain."

Taehyung tidak menjawab, pemuda itu lebih memilih diam.

"Taetae, kumohon dengarkan kami."

Dengan perlahan Taehyung melepas mug dari jemarinya dan beralih untuk menggenggam tangan Jimin dan Yoongi. "Yoongi hyung, Chim, kita sudah membicarakan ini berkali-kali. Tapi aku tetap akan bersamanya, selama aku tidak melihatnya dengan mata kepalaku sendiri." Pemuda itu tersenyum, membungkam sepasang kekasih yang ia genggam saat ini.

Jimin dan Yoongi terdiam, memperhatikan Taehyung yang menutup matanya perlahan yang diikuti senyuman tulus beberapa detik kemudian.

Taehyung sangat bersyukur, dan merasa disayangi. Ketika melihat tentang bagaimana Jimin dan Yoongi berusaha keras untuk membuktikan semuanya. Berusaha untuk membuat Taehyung sadar demi kebaikannya sendiri. Bagaimana kedua orang itu sangat menjaga perasaan Taehyung tanpa sekali pun menyinggung perasaannya. Taehyung merasa bersalah untuk hal ini. Tapi tak ada yang bisa diberikannya selain ucapan kasih sayang tulus.

Taehyung membuka matanya diiringi setetes air mata yang jatuh.

"Tae.." Ucap Yoongi panik.

"Ah- haha. Maaf, aku tidak apa hyung. Aku hanya terharu." Potong Taehyung cepat. Jimin dan Yoongi berpandangan sesaat lalu kembali melihat Taehyung yang sudah kembali tersenyum.

"Chim, Yoongi hyung. Terima kasih. Aku menyayangi kalian. Tak perlu khawatir. Aku baik-baik saja bersama Jungkook."

Jelas Taehyung tersenyum manis, kemudian beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Yoongi dan Jimin yang memandang punggung kecil itu menjauh dengan tatapan sendu.

.

.

.

Hari ini tidak hujan, helaian rambut cokelat dengan poni kehijauan Taehyung berayun diterpa udara hangat sore hari, setidaknya itu dapat membuatnya sedikit lebih baik. Pemuda manis itu berjalan perlahan dengan tongkat lipat yang selalu di bawanya kemanapun. Benda berharga yang dapat menuntun jalannya.

Sama seperti saat ini, Taehyung menyusuri jalan yang akan membawanya ke tempat dimana ia selalu menunggu Jungkook. Bahkan dengan tanpa tongkat pun Taehyung sudah hampir menghafal dengan baik jalan yang dilewatinya. Kaki jenjangnya melangkah dengan sesekali menggerakkan ujung tongkatnya untuk memastikan dirinya tidak menabrak sesuatu atau seseorang. Atau mungkin lebih parahnya lagi terjatuh. Taehyung sangat berhati-hati karena Jungkook akan marah jika menemukannya terluka dan setelahnya pemuda itu akan mengomel untuk memperingati Taehyung agar berhenti menunggunya terus.

Tapi memang dasarnya keras kepala. Taehyung tetap bersikeras melakukannya. Dan Jungkook tak ada pilihan lain selain memastikan apakah Taehyung baik-baik saja dan selamat.

Setiap perhatian dan kasih sayang yang diberikan Jungkook padanya selama ini membuat Taehyung sulit mempercayai kenyataan yang diketahuinya. Kenyataan bahwa Jungkook mengkhianati dan memiliki kekasih dibelakangnya terkadang menyakiti Taehyung sendiri. Jangan kira Taehyung tidak pernah menangis. Taehyung sudah melewatinya, hanya Jungkook yang tidak tahu bahwa kekasih manisnya ini terluka. Luka perih tak kasat mata dibagian tubuh yang bahkan tak berwujud.

Tapi Taehyung memilih menikmatinya, mempertahankan cintanya dan Jungkook yang ia rasa hanya ia perjuangkan sendirian. Mengesampingkan kemungkinan yang diyakini Taehyung bahwa cinta Jungkook untuknya hanyalah sebatas rasa kasihan atau mungkin hanya sebuah kebohongan.

.

.

.

Memang benar. Cinta itu buta.

Biarkan Taehyung menyimpan rahasianya sendiri. Biarkan Taehyung menikmati cintanya yang rapuh. Dan biarkan Taehyung tetap mencintai Jungkook dengan segenap hatinya yang sudah tidak utuh. Asalkan ia bahagia, maka semuanya terasa benar.

.

.

.

.

.

Namun satu hal yang tidak Taehyung ketahui. Bahwa cinta Jungkook untuknya selama ini bukanlah sebuah kebohongan.

.

.

.

.

.

.

.

.

Apa ini?

#kabur