Naruto berlari seperti orang kesetanan. Sesekali matanya melirik ke belakang. Meneliti apakah para 'pengikutnya' masih ada. Yang dimaksud 'pengikut' disini adalah benar-benar pebgikut. Mereka dengan nafsu yang begitu membara dan juga semangat juang yang seolah tak pernah turun. Mengejar pemuda berambut pirang ini, seolah ingin menerkamnya hidup-hidup.

Pengikut bergender wanita itu mengikuti Naruto sejak sang pirang keluar dari kelasnya. Wanita-wanita yang berubah mengganas itu, menghadang Naruto dan membombardirnya dengan setumpuk bento. Yang menurut Naruto sangat sangat sangaaaat menyilaukan mata. Bayangkan saja, warna kuning negejreng dan juga pink motif polkadots yang membungkus makanan-makanan nista –menurut Naruto itu. Bukankah sangat... aneh?

Jujur, sebenarnya Naruto tidaklah membenci ataupun takut pada makhluk yang menyebut mereka 'Pengagum Setia Uzumaki Naruto', tapi sikap merekalah yang membuatnya sedikit trauma. Ia bahkan pernah dibuntuti saat hendak ke toilet. Serem kan? Pernah juga, hal yang sungguh tidak masuk akal terjadi padanya. Waktu itu, tepatnya saat pulang sekolah. Naruto baru saja membuka loker sepatunya. Dan apa yang dia lihat? Adalah hal yang errr menakjubkan! Sebuah celana dalam wanita berenda dan berwarna pink. Di atasnya tertulis kata-kata yang bahkan tak ingin Naruto ingat.

Baiklah, kembali ke cerita. Dimana Naruto masih berlari disepanjang koridor lantai dua.

Sesekali matanya melirik ke belakang. Naruto belok kanan mereka belok kanan. Naruto belok kiri, mereka pun belok kiri. Jangan-jangan kalau Naruto terjun dari lantai dua, mereka juga akan terjun juga.

Karena itulah, saat mata birunya menangkap adanya tangga ia langsung tancap gas. Ia menuruni tangga dengan sangat tergesa-gesa. Tidak peduli kalau ada seorang pemuda dengan rambut nyelenehnya berjalan berlawanan arah. Otaknya berteriak untuk segera pergi mengungsi dari terkaman wanita-wanita haus darah dibelakangnya. Tapi naas, pucuk dicinta ulam pun tiba (kurasa itu bukan peribahasa yang pas, tapi ya sudahlah), kaki jenjang bak atlit itu terserimpet(?) kakinya sendiri. Alhasil tubuhnya limbung ke depan. Matanya memejam siap menghantam lantai, dan...

BRUGH

Ia merasa ada sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Sangat lembut sampai-sampai Naruto tak ingin melepaskannya. Manis, hangat dan basah. Basah? Tunggu dulu! Lidahnya mencoba menjilat 'sesuatu' tersebut. Benar. Basah dan sangat kenyal. Seperti bibir seseorang. Penasaran, Naruto mencoba menjilat lagi, matanya masih memejam menikmati. Sampai –PLAK, sebuah tamparan membekas di pipi kirinya.

Sontak ia membuka mata. Betapa terkejutnya mendapati sesuatu yang tadi menyentuh bibirnya adalah bibir Uchiha Sasuke. Sekali lagi UCHIHA SASUKE.

KYAAAAAAAA!

Dan hari itu dimeriahkan oleh jeritan mengerikan dari para 'pengikut' Uzumaki Naruto. Pria fenomenal yang baru saja melakukan sesuatu yang fenomenal.

.

.

Berawal dari Ciuman

.

.

Banyak orang menjadi saksi insiden mencium dan dicium yang diperankan langsung oleh Sasuke dan Naruto. Kejadian yang terjadi tepat di koridor sekolah dekat tangga itu menyedot perhatian banyak siswa sampai para guru. Padahal sudah 4 hari berlalu. Tapi masih saja, beberapa siswi penggosip ria berbisik kanan kiri perihal kejadian langka tersebut. Mengapa langka? Tentu saja karena lakon yang memerankan peristiwa memalukan sepanjang hidup itu adalah laki-laki yang menempati posisi pertama dan kedua 'Laki-laki Paling Diincar oleh Siswi SMA Konoha'. Usut punya usut, ternyata, klarifikasi yang secara langsung disampaikan oleh dua pemuda itu adalah bahwa kejadian mengerikan menurut mereka terjadi di luar batas kewajaran. Apalagi menurut oknum yang terlibat, hal itu memiliki unsur ketidak sengajaan.

Kakashi bahkan harus membubarkan kerumunan berjubel yang masih penasaran pada peristiwa memalukan itu dari kelasnya. Saat ini ia mengajar di kelas 3-D. Kelas dimana salah satu pihak yang mendapat posisi dicium pada insiden 4 hari lalu. Uchiha Sasuke. Nama yang memang dari awal sudah dikenal ini, semakin meroket. Para aktivis koran sekolah berbondong-bondong menyerbu dirinya, entah saat sedang makan di kantin sampai saat hendak pergi ke toilet. Beberapa surat peringatan yang disinyalir berasal dari penggemar Uzumaki Naruto juga sering mampir dalam lokernya setiap ia mau pulang sekolah. Dan itu sedikit membuatnya frustasi.

Lain lagi dengan si pelaku penciuman. Ia yang juga memang populer dikalangan para siswi itu, amat sangat pusing pada kejadian yang terjadi diluar dugaannya. Ia memang tidak peduli pada gosip murahan yang beredar di sekolah, yang menyebutkan bahwa dirinya penyuka sesama jenis. Tapi, ia tidak mungkin tidak peduli pada nasib dirinya sendiri. Mendapat pelototan ekstra tajam dari seorang Uchiha, bersyukurlah karena kau tidak sampai demam.

Ternyata eh ternyata, dampak yang lebih dahsyat juga terjadi pada segerombol siswi yang bernaung pada klub menggambar. Sejak meledaknya rumor kalau ada siswa bernama Uchiha Sasuke dan Uzumaki Naruto yang terlibat dalam skandal aneh, mereka bisa dikatakan menggila. Selama tiga hari sejak kabar itu muncul dan menyebar di permukaan, seluruh isi mading sekolah bernuansakan YAOI. Yap, YAOI. Sebuah kisah cinta dimana pemerannya adalah cowok dan inti ceritanya adalah hubungan sesama cowok. Alias MAHO.

Berbagai jenis cerita dari manga sampai cerpen yang tertempel di mading, kesemuanya bertemakan yaoi. Dari yang romantis sampai yang membuat sakit mata, perut mual, mutah-mutah, diare, juga pingsan akibat kehabisan darah. Selain itu, mulai adanya komunitas-komunitas yang mengatasnamakan dirinya sebagai FUJOSHI. Kelompok yang mendukung adanya hubungan seperti yang sudah disebutkan.

Hebat bukan? Baru 4 hari dan dampak yang dihasilkan bisa mengguncang dataran SMA Konoha. Luar Binasah!

Kembali ke awal pembahasan. Saat ini, tokoh utama, pelaku yang menempati posisi uke dalam setiap cerita berbumbu yaoi yang beredar di kawasan sekolah, sedang berdiri di atap bangunan tiga lantai tersebut. Merenungi nasib mengenaskan yang terjadi tepat saat dirinya baru beberapa bulan merasakan bagaiman bangku kelas 3 SMA. Uchiha Sasuke, tengah berdiri di dekat pagar pembatas. Seolah menantang angin, ia bentangkan kedua tangannya. Surai hitamnya, terbang seiring angin menyapa wajah putih susunya. Matanya memejam. Tak menampilkan manik hitam sekelam malam tak berbintang.

"Kau mau bunuh diri hanya karena kejadian waktu itu?"

Sabaku Gaara. Teman sebangku memerangkap sahabat sejak kecilnya plus kekasih Uchiha Sasuke, menginterupsi kegiatan si raven. Membuat pemuda itu menoleh pada satu-satunya orang yang berdiri tidak jauh darinya. Sambil memasukkan kedua tangannya pada saku celana, ia mendekat. Sampai akhirnya begitu dekat dengan si Uchiha, nafas hangat pria berambut merah itu menerpa wajah bergaris feninim Sasuke. Mengunci mata jade-nya pada kemisteriusan tatapan dari orang yang lebih pendek beberapa centi darinya.

"Hn"

"Jangan memusingkan hal tidak berguna seperti itu Sasuke. Kau seperti keluar dari jalur ke-stoic-kanmu"

"Dan kau jadi banyak bicara, Gaara"

Gaara tersenyum tipis kemudian menangkup wajah Sasuke. Mendekatkannya dengan wajahnya sendiri, kemudian membisikan kata-kata yang sanggup mendesirkan darah Sasuke.

"Aku akan tetap mencintaimu, meski first kiss-mu diambil orang lain, 'Suke"

"Hn. Aku tahu"

Ciuman lembut kemudian mengakhiri pembicaraan mereka. Gaara menekan bibirnya hati-hati pada bibir Sasuke. Sangat berhati-hati seolah bibir Sasuke akan rusak jika dia menggunakan kekerasan. Padahal mati-matian Gaara menahan dirinya sendiri. Terang saja. Bagi mereka, ini adalah ciuman termanis. Ciuman pertama bagi Gaara dan ciuman kedua bagi Sasuke. Tentu saja, karena bibir Sasuke sudah disambar oleh orang lain. Yang tak lain tak bukan adalah Uzumaki Naruto.

Keduanya hanyut dalam ciuman memabukkan tanpa nafsu. Tidak sadar kalau ada seseorang yang sejak pertama kali komunikasi antarkekasih itu berlangsung sudah ada disana. Bersembunyi dari balik pintu yang menghubungkan atap sekolah dengan tangga. Tangannya mengepal sangat erat. Hatinya bergemuruh melihat orang yang dicintainya disentuh orang lain selain dirinya. Ia amat sangat marah sampai ingin rasanya memukul seseorang.

Ciumanpun berakhir dengan saliva yang menghubungkan kedua bibir itu. Rona merah merambat cepat di wajah Sasuke. Ia malu mendapati kekasinya berlaku seagresif ini. Biasanya Gaara selalu berhati-hati saat sedang bersama dirinya. Mungkin faktor kecemburuan yang saat itu belum tersalurkan. Dan lewat ciuman panjang itulah Gaara ingin menyampaikannya. Gaara sendiri kaget. Saat sadar, ia melihat kalau Sasuke sedang menundukkan kepalanya. Ia benar-benar hampir kelepasan tadi. Manis bibir Sasuke membuatnya sempat hilang kendali.

"Gomen.. aku.."

"Hhh... hhh... tidak apa-apa"

Mereka tersenyum. Gaara menarik tangan Sasuke untuk membawanya kembali ke kelas. Bel masuk sudah berbunyi sejak beberapa menit lalu. Salah satu faktor yang membuat Gaara sadar diri dari kegilaannya. Untunglah sebuah bogem mentah tidak melayang ke kepalanya. Ia bersyukur bahwa Sasuke selalu menjadi penurut jika saat bersamanya. Mungkin karena cinta? Tentu saja!

.

.

Naruto menghentakkan kakinya. Ia berjalan dengan dikelilingi aura kelam pekat. Beberapa siswa maupun siswi yang berpapasan dengannya menjauh seketika. Tidak mau kena imbas dari kemarahan Naruto. Ia bahkan sempat sembarang membentak murid yang sepertinya kohai-nya tanpa alasan yang masuk akal. Hanya karena memakai fashion yang sama denganya. Kan, tidak masuk akal kan? Semua orang juga tahu kalau seragam SMA Konoha memang seperti itu. Lalu apa yang salah? Dasar orang aneh!

Shikamaru menguap beberapa kali melihat tingkah ababil teman sebangkunya. Sejak kejadian mencium Uchiha Sasuke dari kelas 3-D di koridor sekolah, kelakuan Naruto dirasa semakin membuatnya pusing tidak karuan. Tidak sadarkah si kepala kuning itu kalau seorang jenius Nara Shikamaru tidak suka direpotkan dengan hal-hal yang merepotkan? Padahal kesemuanya menurut Shikamaru adalah hal yang merepotkan. Dasar maniak merepotkan!

"Bantu aku Shikaaaaa...", rengek Naruto siang itu. Inilah yang membuat Shikamaru absen dari acara tidurnya belakangan ini. Suara manja yang terkesan dibuat-buat dan sok dramatis itu, mengganggu jadwal rutinnya untuk memejamkan mata. Shikamaru yang dari awal sudah muak dengan sifat Naruto semakin berkali-kali lipat lebih muak padanya.

"Kali ini apa lagi?"

"Kau.. kau tahu kan, rasanya jatuh cinta?"

"Hnnn", jawabnya dengan wajah mengantuk. Sumpah! Dari sekian banyak jenis manusia, kenapa ia harus ditakdirkan bersanding –maksudnya berteman, bersahabat, berce-esan, dan ber- ber- yang lain, dengan makhluk pirang bodoh tapi memiliki rupa menawan seperti Naruto? Salah apa dia?

"Ck, Shika! Shikaaaa!". Naruto mengguncang rusa pemalas berpredikat sahabatnya itu keras. Ia tidak suka diabaikan. Apalagi disaat-saat kritis seperti sekarang. Dimana hatinya sedang dalam keadaan butuh perawatan. Ia hanya butuh tempat sampah untuk membuang segala macam curhatan miliknya. Tapi orang yang diharapkan mampu menerima sampah-sampah miliknya malah masuk dalam kategori orang yang menurutnya menyebalkan. "WOI! SHIKAA!"

Shikamaru mengusap wajahnya kasar. Mencoba menghilangkan kantuk yang sangat merepotkan baginya. Meski tak semerepotkan makhluk pirang di depannya sih.

"Kau itu jangan bisanya mengeluh. Itu tidak berguna tahu!"

"Tapi kan, tapi kan, hueeee Shikaaaa aku benar-benar jatuh cinta padanya. Tapi sekarang dia...dia sekarang... hueeee Shikaaa aku harus bagaimana...?"

Air mata menjijikan keluar dari mata Naruto. Seandainya ada efek animasi, mungkin saat ini sedang ada pancuran air deras yang meluber sampai memenuhi ruang kelas 3-A. Shikamaru tidak habis pikir, kenapa orang macam Naruto bisa dipusingkan dengan hal sepele seperti urusan cinta. Padahal setahunya, Naruto adalah bocah bengal, susah diatur dan bodoh –menurutnya. Tapi... ah ia benar-benar tak habis pikir.

"Mau bagaimana lagi? Jelas dia marah. Kau tiba-tiba saja menciumnya di depan umum –di koridor sekolah meski tidak sengaja karena pesona menyebalkanmu yang membuat sebagian wanita berteriak histeris dan mengejarmu. Membuat mala petaka besar dengan KAU mencuri ciuman pertamanya. OH GOD! Berterima kasihlah pada pujaan hatimu itu, ia tidak menjebloskanmu ke rumah sakit."

"Hueee... kenapa kau jahat sekali padaku, hah! Padahal itu adalah kalimat terpanjang yang pernah ku dengar darimu, tapi mengapa isinya malah membuat hatiku tambah sakit? Kau benar-benar tidak setia kawan. Hueeee..."

"Hhhh...", menghela nafas lelah. Ia menepuk pundak Naruto kemudian melanjutkan, "Kalau aku tidak setia kawan, mana mungkin setiap hari kau kuberi izin menyontek PR-ku, Naruto?"

"Eh, kau benar juga. Tapi.. tapi... tetap saja kan, kau tidak bisa memberi solusi untuk masalah yang mendera hati, jiwa dan pikiranku."

Kembali Shikamaru menghela nafas lelah. Ia benar-benar lelah hati, jiwa dan pikiran mendapat model teman seperti Uzumaki Naruto. Mendokusai na...

"Cukup buat dia jatuh cinta saja kan gampang. Jangan terlalu mendramatisir keadaan, Naruto"

"Eh", Naruto menghentikan acara nangis bombainya. "Maksudmu?"

"Kau bisa mendapatkan ciuman pertamanya –ku pikir, kenapa kau tidak bisa mendapatkan hatinya?"

"Caranya?". Naruto mendekatkan wajahnya pada Shikamaru. Mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan oleh sahabatnya. Ia menyimak segala perubahan dari mimik sang Nara. Kemudian menelan ludah gugup karena untuk pertama kalinya semenjak mereka bersahabat, seorang Nara Shikamaru berekspresi serius.

"Pasang telingamu baik-baik, karena aku hanya akan mengatakannya sekali", ucap Shikamaru berbisik. Menyuruh Naruto untuk mendekatkan telinganya dengan menggunakan gerak tangannya. Kemudian tepat di telinga Naruto yang sepertinya tak pernah dibersihkan itu...

"CARI TAHU SENDIRI! DAN JANGAN MENGGANGGU TIDURKU! PIRANG!"

Shikamaru berteriak. Membuat seluruh penghuni kelas menolehkan muka padanya. Sedangkan si korban teriakan alias Naruto, mengerjapkan matanya. Ia menatap Shikamaru dengan wajah super duper jelek yang dimilikinya. Barulah saat Shikamaru selesai dengan acara tarik nafas buang nafas akibat teriakan super kencang dan mulai memosisikan dirinya untuk menghadap alam bawah sadar, Naruto kembali menagis dengan efek yang lebih dramatis.

"Hueeeee..."

.

.

Pagi ini adalah pagi ke tujuh setelah kecelakaan di koridor sekolah.

Sasuke berjalan dengan tenang menuju kelasnya. Ia bersama Gaara, kekasihnya. Semenjak hari kelima, bisik-bisik tentang ia yang dicium sedikit mereda. Mungkin karena tatapan intimidasi yang dilemparkan oleh Gaara-lah yang menjadi penyebabnya. Pasalnya, glare yang dimiliki panda tercintanya itu memang sangat mematikan. Kakak juga ayahnya, si pewaris glare turun temurun Uchiha bahkan mengakui kehebatan glare milik Gaara. Dan ia bangga dengan itu.

Sepanjang perjalanan, tak ada kejadian aneh yang mengiringi langkah Sasuke. Ia melangkah dengan ringan tanpa beban. Seperti biasa wajah angkuh nan stoic terpasang apik. Tangannya bersembunyi dalam saku celana. Cool sekali kan. Begitu sampai di depan kelas 3-A, matanya melirik, mencari objek yang beberapa hari ini memicu kegaduhan di area sekolah. Siswa dengan ciri-ciri mencolok yang menjungkir balikan dunia Sasuke. Dari yang semula aman, tenteram dan nyaman. Dalam beberapa detik saja berubah bagai neraka. Banyak pihak yang tiba-tiba menjadi wartawan dadakan. Beberapa murid perempuan bahkan terang-terangan menatap aneh padanya. Sasuke sungguh kesal dengan orang itu. Orang yang dihari dimana ia mengatakan 'ya ' untuk pengakuan cinta Gaara langsung menciumnya tepat di bibir, meski dilatarbelakangi ketidaksengajaan. Sungguh, kalau bukan karena Gaara yang langsung menghentikan bogem mentah-mentah tanpa dimasak dulu oleh Sasuke pada pelaku tindak pelecehan itu, ia pasti yang akan melakukannya.

Tepat ketika mata kelamnya bersiborok dengan mata sebiru samudra dari dalam ruang kelas 3-A itu, Sasuke langsung melempar mega deathglare-nya. Ia masih dendam. Sangat malah. Beberapa detik dalam kebisuan masing-masing, sampai panggilan dari seseorang yang menjadi kekasihnya, memutus kontak tersebut.

"Sasuke?"

"Hn"

"Ayo ke kelas", Gaara menggamit tangan Sasuke mesra. Ia melirik sebentar dan melihat objek yang menghentikan langkah Sasuke menatpnya penuh kebencian.

.

.

Sumpah, Naruto ingin sekali meninju wajah menyebalkan si rambut merah tadi. Ia baru saja melihat dua orang yang sangat dikenalnya melintas dengan mesra sambil bergandengan tangan di depan kelasnya. Baru saja ia ingin membalas tatapan pujaan hatinya dengan senyum matahari yang mampu meluluhkan kaum hawa miliknya. Tapi si panda merah yang tak sudi ia sebutkan namanya itu, berani menyentuh miliknya. Ralat, calon miliknya.

"Sudahlah Naruto, percuma kau menggerutu tidak jelas seperti itu. Toh orangnya sudah tidak terlihat", ucap Shikamaru yang melihat ekspresi mengeras Naruto.

"Orang itu benar-benar menyebalkan. Berani-beraninya dia menyentuh Sasuke-ku!"

"Naruto... errr kalau dipikir secara logika, sebenarnya Sasuke itu belum resmi menjadi milikmu."

"Uruse na... cepat atau lambat dia akan menjadi milikku"

"Hmpppp, bermimpilah Naru, bermimpilah"

"Hei! Kenapa kau seolah tak merestui hubunganku dengan Sasuke, hah!"

"Bukan tak merestui, hanya saja, bagaimana dia mau jadi milikmu kalau dia bahkan belum mengenalmu secara utuh?"

"..."

"Pikir itu dengan otak udangmu"

"Kau tahu kan, aku selalu merasa malu kalau di dekatnya", ucap Naruto lirih.

"Kalau malu, kau tidak akan menciumnya brutal seperti kemarin"

"Anooo itu kan... khilaf"

"Khilaf, gundulmu!". Naruto hanya mengerucutkan bibirnya mendengar umpatan Shikamaru. "Minta maaf sana! Tapi siap-siap saja untuk mendapatkan sedikit 'oleh-oleh' darinya", tambahnya menyeringai.

"Eh?"

"Berhenti membuat wajah idiot, idiot!"

.

.

Sepulang sekolah, Naruto dan Shikamaru berdiri di gerbang sekolah. Mereka sedang menunggu seseorang. Tepatnya Naruto yang menunggu seseorang. Matanya sesekali berkeliaran mencari orang yang ditunggunya. Begitu menangkap siluet rambut hitam dengan model aneh, wajahnya langsung sumringah. Tapi hal itu tidak bertahan lama, karena ternyata orang itu sedang berdiri di sebelah pemuda berambut merah yang tengah membenahi tali sepatu. Sukses wajah Naruto bermuram durja.

Shikamaru hanya mendesah. Lagi-lagi seperti itu. Ia sudah sangat bosan melihat Naruto bergonta-ganti wajah dalam beberapa hari ini. Kadang ia senyum-senyum tidak jelas, kadang tiba-tiba merengut, kadang juga menampilkan wajah yang memerah marah.

"Simpan kemarahanmu untuk nanti Naruto"

Sasuke dan Gaara semakin dekat dengan gerbang. Mereka berjalan dalam diam. Keheningan yang dikelilingi oleh berbagai suara di sekitarnya. Mereka berhenti ketika ada suara yang menghentikan langkah mereka. Sesosok wujud yang menjadi pemicu sensitifitas Sasuke terlihat. Hanya berjarak kurang dari satu meter. Ia benci harus berhadapan dengan pemuda blonde yang berani mencuri first kiss yang seharusnya ia persembahkan pada Gaara.

"Mau apa kau!", kata Sasuke sinis.

"Ano... eee..."

"Kalau kau tidak punya keperluan, biarkan kami pulang, Uzumaki-san". Kali ini suara Gaara mencoba terdengar bijak.

"Ada yang ingin ku sampaikan padamu."

"Katakan!", Sasuke menatapnya nyalang.

"Aku... mau minta maaf. Sungguh, aku benar-benar menyesal. Aku tidak tahu kalau kejadiannya akan seperti itu..."

"Sudahlah! Harusnya kau katakan itu dari awal, Dobe!". Sasuke melewati Naruto begitu saja. Ia bahkan dengan sengaja menyenggol bahu pemuda pirang itu. Tapi baru satu langkah, tangannya di cekal oleh Naruto.

"Lepas!", Sasuke menatap nyalang Naruto.

"Sungguh, aku hanya ingin minta maaf. Aku tidak bermaksud. Aku hanya.."

"Kau tidak dengar apa yang dikatakan Sasuke, Uzumaki-san". Gaara pasang badan. Tangannya balik mencekal pergelangan tangan Naruto yang berani mengenggam tangan Sasuke. "Kau tidak ingin jadi pusat perhatian kan?"

"Hmmm... maaf, Sabaku-san, Uchiha-san, temanku Naruto, hanya ingin minta maaf. Bersediakah kalian memafkannya?", kali ini giliran Shikamaru angkat bicara.

"Kalau itu tujuanmu, kami memaafkannya. Dan kumohon, jangan ganggu kami lagi. Ayo Sasuke"

Gaara dan Sasuke berlalu begitu saja. Mereka pergi tanpa menyadari perubahan wajah Naruto sedikit berbeda. Ada kemarahan juga... kekecewaan.

"Kenapa, Shika? Kenapa dia menatapku seperti itu?"

Shikamaru tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya mengelus pundak sahabatnya.

.

.

Hari ini begitu melelahkan menurut Naruto. Ia memilih untuk membolos pada jam pelajaran kelima. Berdiam diri menikmati semilir angin di atap sekolah menjadi pilihannya. Setelah kemarin meminta maaf pada Sasuke, ia jadi tidak bersemangat. Wajah Sasuke yang menyiratkan kebencian membayang dalam pikirannya. Terus berputar mengusik tidurnya. Akibatnya ia tidak tidur nyenyak semalam.

Pintu atap sekolah terbuka, memunculkan sosok Sasuke. Ia merasa kalau ia tidak berminat mengikuti mata pelajaran Kakashi-sensei dan memilih untuk membolos. Pesan singkat dari kekasihnya yang mengkhawatirkan keadaannya tak ia pedulikan. Entah mengapa, raut wajah kecewa Naruto tak bisa lepas dari pikirannya. Kemarin ia sempat menoleh ke arah Naruto sekali lagi. Dan betapa terkejutnya ia, mendapati wajah menyedihkan itu.

"Uchiha..."

Sasuke tersentak dari pemikirannya ketika seseorang memanggilnya. Naruto. Matanya membelalak kaget. Ia tidak menyangka akan bertemu Naruto disini. Tubuhnya mematung. Lurus menatap Naruto yang juga menampilkan keterkejutan seperti dirinya.

"Apa yang kau lakukan?", Naruto bertanya.

Kembali Sasuke tersentak. Ia mencoba menormalkan kekagetannya. Mengedipkan kelopak matanya beberapa kali. Bukannya menjawab, Sasuke malah balik bertanya. "Kau sendiri?"

"Aku? Hahhhh aku bolos pelajaran. Membosankan kalau siang-siang begini harus mengikuti kelas Anko-sensei. Kau?"

"Hn"

"Gah! Kau menyebalkan!"

Kembali hening menguasai atmosfir keduanya. Tak ada yang berani memecah udara yang terasa mencekik leher itu. Mereka sama-sama canggung atau mungkin hanya Naruto saja yang merasa seperti itu. Buktinya Sasuke malah berdiri di samping Naruto sembari menghirup nafas dalam-dalam. Membiarkan angin menerbangkan surai hitamnya. Sasuke sangat suka seperti ini. Menantang angin sambil memejamkan mata. Rileks sekali.

Naruto terpaku. Baru kali ini, ia berada sedekat itu dengan Sasuke –lupakan saat Naruto mencium Sasuke, itu lain ceritanya. Baru kali ini juga ia melihat pahatan Tuhan yang menurutnya sempurna itu. Wajah halus nan putih seperti porselen, hidung bangir, bulu mata lentik seperti wanita, rambut hitam yang bahkan lebih pekat dari arang namun terkesan lembut jika dipegang. Entah kata apa lagi yang bisa mewakili seorang Uchiha Sasuke saat ini.

"Cantik..."

"Kau mengatakan sesuatu, Uzumaki?"

"Ah... hahaha... tidak, tidak"

"Ck, Dobe!"

"Apa kau bilang! Teme!"

"Dobe!"

"Katakan sekali lagi!"

"Aku baru tahu kalau ternyata, selain dobe kau juga mengalami masalah pada telingamu!". Sasuke merasa puas telah mencela Naruto. Apalagi raut wajah Naruto yang marah terasa lucu baginya. Mungkin sedikit menjahilinya bisa menghilangkan kebosanan, pkirnya.

"Kau!"

BRUGH,

"Ugh..."

"Akh..."

Naruto yang berniat menerjang Sasuke, malah tersandung. Akibatnya ia terjatuh dan menimpa Sasuke. Tanpa sengaja membawa tubuh keduanya bersentuhan dengan lantai atap sekolah. Menimbulkan bunyi yang cukup keras.

Dua pasang mata berbeda warna beradu. Keduanya terpaku pada apa yang ada di depannya. Menyelami keindahan masing-masing objek yang seolah menyedot seluruh perhatian. Sasuke baru menyadari kalau ada orang dengan mata biru seperti samudera. Naruto juga sama. Ia tak bisa melepas kontak dengan mata kelam nan hitam yang memikat.

Mereka sama-sama menikmati keindahan itu tanpa sadar pada posisi mereka yang terkesan ambigu. Dengan tubuh Naruto yang menindih tubuh Sasuke rapat tanpa jarak. Juga wajah keduanya yang teramat dekat. Jika seseorang melihat, mungkin mereka akan berpikir yang tidak-tidak.

Keterpakuan mereka berlangsung sekitar satu menit. 2 menit setelahnya mereka gunakan untuk memroses apa yang sedang terjadi. Dan pada menit kelima, Naruto dan Sasuke membulatkan matanya.

Begitu sadar dengan apa yang terjadi, Naruto bangkit dan mencoba membantu Sasuke berdiri. Ia julurkan tangan kanannya pada Sasuke yang langsung ditolak. Bermaksud mandiri, Sasuke malah harus meringis nyeri. Benturan tadi seolah-olah akan menghancurkan tubuhnya. Ditambah berat badan Naruto yang cukup besar.

"Ah.. aku.. maaf... aku..."

"Kh, kau selalu membuatku sial, Uzumaki!"

"Maaf, sungguh... aku minta maaf... aku... tidak sengaja..."

"Auch! Kau juga mengatakan itu saat kau menciumku di koridor sekolah. Tidak sengaja... kh!"

"Aku... minta maaf", ucap Naruto lirih namun masih bisa didengar Sasuke. Melihat Naruto yang menundukan kepala dan kembali menampilkan wajah seperti kemarin membuatnya sedikit merasa bersalah. Entah kenapa, hati kecilnya seolah tidak ingin Naruto berwajah demikian.

"Hhhhh... sudahlah. Aku memafkanmu"

"Sungguh!", Naruto mendongak. Mimik mukanya berubah lebih cerah.

"Hn!"

"Kau tidak bohong kan! Kau tidak bercanda kan!"

"Hn"

"Kau-"

"Berhenti bicara atau kutarik kata-kataku barusan"

"Ha-ha'i!", Naruto bergumam semangat. Ia merasa senang karena pemuda Uchiha ini mau memafkannya. Ia juga senang, sangat senang malah, bisa berbicara dengan pujaan hatinya.

"Auch!"

"Eh, punggungmu sakit? Mau ku antar ke UKS?", Naruto kembali khawatir. Pasalnya ini juga merupakan kecerobohannya.

"Tidak perlu", Sasuke berbalik pergi. Tangannya masih mengelus punggung yang baru saja say hey dengan lantai atap sekolah.

"Tapi..."

"Jaa..."

"Sasuke, kita... kita akan bertemu lagi kan?", seru Naruto saat Sasuke mencapai pintu.

Jeda sejenak, sebelum Sasuke bergumam..., "Hn", dan melangkah pergi dari tempat itu.

Naruto tidak bisa menyembunyikan kebahagiaanya. Ia tidak pernah berani membayangkan kalau sekiranya, ia dan Sasuke bisa bicara seperti itu. Aura blink-blik senantiasa mengelilingi tubuh Naruto. Banyak bunga-bunga imajiner yang berterbangan setiap kali Naruto melangkah. Ia bersenandung kecil selama perjalanan menuju ruang kelas. Lagu entah apa mengalun dari bibirnya yang mengerucut. Ia juga menebar keceriannya begitu sampai di ruang kelasnya. Mengabaikan tatapan heran dari teman sekelasnya. Bahkan Anko-sensei masih mematung seolah lupa kalau Naruto baru masuk saat jam pelajarannya hampir berakhir.

"Kau masih waras kan, Naruto?", tanya Shikamaru begitu Naruto memosisikan bokongnya pada kursi masih dengan senyum lebar menghias di wajahnya. Tangannya bersentuhan dengan kening Naruto, memastikan apakah Naruto baik-baik saja atau tidak.

Naruto melirik Shikamaru dengan wajah tanpa dosa –masih dengan senyum tentunya. "Aku masih dan sangat waras Shika. Seharusnya kau senang melihatku dikelilingi aura bahagia. Bukannya bertingkah khawatir seperti itu."

SET

PLAK

"Auch! Siapa yang berani melempar kapur padaku!"

Semua mata tertuju pada Naruto yang baru saja berteriak. Banyak dari mereka yang memberikan tatapan getir juga kasihan. Si objek pelemparan malah bertampang bodoh melihat teman-temannya. Ia tidak mengerti dengan situasi saat ini.

"Kau keberatan, Uzumaki!". Suara rendah itu mengalun. Meremangkan bulu kuduk Naruto. Ia lupa kalau masih ada Anko-sensei di kelasnya.

"Setelah masuk tanpa permisi di lima belas menit terakhir kelasku, kau berteriak seperti itu!"

Naruto benar-benar mati kutu. Berurusan dengan sensei satu ini, maka katakan selamat datang pada neraka dunia.

"Anoo... sensei, ehehehe... itu... eummm ak-aku.."

"Detensi sepulang sekolah, dan KELUAR!"

Naruto melirik Shikamaru mencari bantuan. Tapi Shikamaru malah menggeleng. Ia tidak cukup gila untuk berurusan dengan guru killer macam Mitarashi Anko. Tidak, terimakasih!

Poor Naruto!

.

.

Tbc?

-arigatou gozaimasu-

-silahkan tinggalkan pesan dan kesan-