Disclaimer: Kuroko no Basuke bukan milikku, tapi milik dari Fujimaki Tadatoshi. Penulis tidak mengambil keuntungan material dari menulis fanfic ini

Warning: AU, OC, OOC, Slash, Infidelity, Mpreg, typo, etc

Rating: T

Genre: Romance, hurt/comfort

Pairing: Akakuro, slight! Kagakuro, KagaFuri


THE TRUE EMPRESS

By

Sky


Sihir adalah hal yang tak pernah bisa ditebak bagaimana wujudnya, diciptakan, maupun dimusnahkan begitu saja. Mereka selalu ada dalam diri setiap manusia, hidup berdampingan dan mampu dikendalikan untuk membantu semua pekerjaan manusia baik itu dalam bentuk yang mudah maupun dalam bentuk yang sulit. Mereka yang mampu menggunakan sihir akan disebut sebagai penyihir, dan mereka yang tak bisa menggunakan sihir akan disebut sebagai manusia biasa. Baik penyihir maupun manusia biasa memiliki kedudukan yang sama tingginya, tak ada yang rendah maupun yang tinggi karena sihir tidak akan menandakan sebagai simbol derajat dari seorang manusia, hanya saja dalam lapisan masyarakat yang telah beredar dari zaman dahulu sampai saat ini selalu mempercayai kalau mereka yang terlahir dengan sihir alami dalam tubuh mereka serta dapat memanipulasinya adalah keturunan dengan derajat tinggi.

Dalam tingkatan penyihir sendiri sebenarnya terbagi ke dalam tiga jenis tingkatan, hanya saja mereka tak terlalu mengetahuinya karena sejarah akan para penyihir yang terbagi ke dalam lapisan sudah musnah selama ribuan tahun. Dalam sejarah disebutkan kalau para penyihir terbagi atas Sorcerer atau sebutan bagi mereka yang mampu menguasai sihir dalam tingkatan tinggi dan istimewa, mage yang mampu menguasai sihir dalam elemen tertentu, dan penyihir biasa yang hanya bisa menggunakan kekuatan sihir dalam skala kecil. Namun...

Bibir pemuda itu melengkung sesaat saat ia membaca informasi yang tertera dalam buku yang tengah ia baca, sebuah buku yang menjelaskan garis besar mengenai fenomena yang bernama sihir dan mengapa para manusia biasa sangat takut akan hal itu sampai mereka pun memutuskan untuk melayani para penyihir. Dalam kerajaannya pun fenomena ini juga terjadi meskipun fakta yang terakhir tidaklah begitu benar, banyak manusia biasa serta penyihir yang hidup secara berdampingan, tidak ada rasa takut yang kentara maupun kesenjangan sosial karena status yang berbeda tersebut. Hukum yang ia tulis dalam buku peraturan di dalam kerajaannya ini adalah mutlak sehingga tak ada seorang manusia yang menghuni kerajaannya berani melanggar peraturannya. Peraturan ini dibuat untuk menguntungkan para rakyat dan tentu saja dirinya yang berperan sebagai kaisar dari negara ini. Pemuda itu pun memejamkan kedua matanya untuk beberapa saat lamanya, menyembunyikan sepasang iris heterokromatik dari pandangan dunia bersamaan dengan tertutupnya buku sejarah yang tengah ia baca. Ia menikmati belaian angin yang dengan lembut menampakkan kehadirannya, membuat pemuda berambut merah darah tersebut merasa lebih rileks di tengah-tengah jadwalnya yang sangat padat.

Teiko adalah sebuah kerajaan besar yang pemuda itu pimpin. Di bawah kepemimpinannya tersebut Teiko yang awalnya merupakan kerajaan kecil telah berkembang menjadi salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada, kejayaannya tersohor ke mana-mana, dan kemiliterannya pun sangat ditakuti oleh kerajaan tetangga sehingga mereka pun akan berpikir berulang kali sebelum melakukan percobaan untuk menyerang Teiko. Sihir dan teknologi berkembang menjadi satu, berdampingan seperti sebuah harmoni yang serasi. Dalam artian singkat, Teiko adalah kerajaan makmur yang sangat ditakuti oleh musuh-musuhnya, terutama bila mereka mengetahui siapa yang menjadi kaisar dan memerintah kerajaan tersebut selama ratusan tahun. Dari semua itu ada satu hal yang masyarakat ketahui, menentang kepemerintahan sang Kaisar Teiko berarti mereka bersiap untuk menemui ajalnya dan bertemu dengan sang Pencipta.

Pemuda yang telah menginjak usia 1700 tahun tersebut membuka kedua matanya saat ia merasakan kehadiran yang ia prediksikan akan memasuki ruang perpustakaan tersebut, dan apa yang ia pikirkan tersebut benar adanya, tidak lama setelah pemuda itu menggunakan sihirnya untuk membuat buku yang tadi ia baca untuk kembali ke rak buku, pintu besar yang menghubungkan perpustakaan istana dengan koridor pun terbuka, menampilkan seorang pemuda berambut hitam dengan postur tinggi berdiri di ambang sana.

"Shuuzo," ujar sang Kaisar tanpa menggeser posisinya yang masih terduduk di atas sofa nyaman yang tersaji untuknya seorang, tangan kanannya mengambil secangkir teh hangat yang tersaji di atas meja di samping sofanya sebelum ia menyeruput cairan yang menenangkan tersebut.

Pemuda berambut hitam yang memiliki nama lengkap Nijimura Shuuzo tersebut menatap sang kaisar dengan kalem, pakaiannya yang mencerminkan posisinya sebagai salah satu jendral dari kerajaan Teiko pun terpasang lekat di tubuh kekarnya. Nijimura tak menjawab sapaan itu, namun ia segera menghampiri sang kaisar yang juga merupakan seorang sorcerer tersebut dan kemudian berlutut di hadapannya, sebuah bentuk penghormatan yang ditujukan kepada seorang Kaisar seperti pemuda bermata hetrokromatik yang masih sibuk menyesap teh hangatnya.

"Berdirilah!" perintah sang kaisar itu, tangan kanannya yang masih memegang cangkir teh tersebut tak bergerak kala kedua matanya bertemu dengan sosok Nijimura. "Apa ada berita penting yang kau bawa sampai kau mengganggu waktuku di tempat ini?"

Nijimura menatap sang kaisar itu untuk beberapa saat lamanya, anggukan pun ia berikan sebagai jawaban sebelum semua itu disusul oleh pernyataan yang merupakan alasan mengapa ia berada di tempat itu. "Satu dari dua mata-mata yang kita kirim ke Seirin telah kembali, ia membawa sebuah berita yang sangat penting untuk Anda, Yang Mulia Kaisar."

Kaisar Teiko itu berdehem pelan, memberikan tanda kalau ia mengerti akan berita yang dibawa oleh salah satu mata-matanya yang mereka susupkan ke salah satu kerajaan saingannya, Seirin. Sesungguhnya Seirin hanyalah sebuah kerajaan kecil yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama Kagami Taiga, meski dua tahun baru terbentuk namun Seijuurou merasa tertarik pada kerajaan kecil tersebut sehingga ia pun mengirimkan sebuah mata-mata ke dalamnya untuk menilik apa yang kerajaan itu miliki. Bibirnya tertarik pelan, seringai yang penuh akan ketertarikan itu terulas begitu lebar pada bibirnya saat jendralnya tersebut memberikan berita yang menurutnya sangat mengesankan, kalau memang Seirin memiliki potensial seperti apa yang ia duga sebelumnya maka sang Kaisar berambut merah darah itu pun akan melancarkan sebuah rencana penaklukkan untuk memasukkan kawasan Seirin ke dalam wilayah kerajaan Teiko, sama seperti apa yang ia lakukan kepada negara-negara tetangga yang kini sudah takluk di bawah bendera kerajaannya.

"Di mana ia sekarang?" Tanya sang Kaisar dengan nada yang begitu tenang, kedua mata hetrokromatiknya tidak beranjak sedikit pun dari sosok sang jendral yang masih setia menunggu mandat yang akan ia berikan nanti.

Nijimura memberikan anggukan singkat, "Dia ada di ruang tahta, Yang Mulia Kaisar, menunggu kedatangan Anda untuk melaporkan berita tersebut secara langsung di hadapan para dewan kerajaan."

"Baik, aku mengerti."

Setelah meletakkan cangkir teh yang berisi teh ke atas meja kecil yang tersaji di hadapannya itu, sang Kaisar pun langsung berdiri dari tempat duduk nyamannya, dan tanpa memberikan satu pandangan ke arah Nijimura pun ia segera berjalan untuk keluar dari perpustakaan istana tempatnya berada saat ini untuk menuju ke ruang tahta dimana singgasananya berada, tempat dimana ia sering mengadakan pertemuan dengan para tetua dewan serta penasehat-penasehatnya. Kedatangannya itu diikuti oleh sang jendral yang masih setia mengekor di belakangnya.

Ia adalah Akashi Seijuurou, Kaisar Teiko yang ke-15, seorang sorcerer dengan kemampuan sihir yang luar biasa dan juga terkenal akan kemutlakannya. Dalam usianya yang sudah lebih dari seribu tahun itu Seijuurou telah memimpin Teiko dengan tangan dingin, dan di bawah kepemimpinannya selama ratusan tahun itu pula kerajaan Teiko telah berkembang menjadi kerajaan yang sangat makmur, besar, dan juga ditakuti oleh pihak musuh.

Dua orang penjaga yang berjaga di depan ruangan tahta tersebut langsung membukakan dua pintu gerbang untuk sang Kaisar, dan seorang penjaga lainnya pun menyerukan kalau sang Kaisar mulai memasuki ruangan yang membuat para jendral, penasehat, serta anggota dewan yang berada di dalam ruangan memberi hormat ke arah sang Kaisar tersebut.

Seijuurou menghiraukan semua itu, ia terus memasuki ruangan tahta tanpa memberikan satu pandangan sekali pun kepada mereka yang berlutut di hadapannya. Ia terus berjalan menuju ke arah singgasana dan kemudian duduk di sana.

"Berdiri!" Perintah singkatnya yang langsung dipatuhi oleh semua orang.

Sepasang mata heterokromatik milik Seijuurou mengedarkan pandangannya, menatap seisi ruangan serta menilik satu persatu para anggota dewan, jendral, serta penasehatnya bergantian. Aura sihirnya yang begitu kuat pun juga tidak absen memeluk tubuh penuh kuasa dari seorang Akashi Seijuurou.

"Aku mendengar berita dari Shuuzo kalau satu dari dua mata-mata yang kita kirim ke Seirin sudah kembali. Aku ingin laporan itu segera diberitahukan kepadaku!" mutlak dan tak bisa dibantah, itulah yang bisa orang-orang gambarkan terhadap sosok seorang Akashi Seijuurou. Bahkan dalam bertutur kata rendah pun ia masih nampak berwibawa serta memiliki kuasa yang penuh, membuat beberapa orang ketakutan karena mereka yakin bila salah bicara dihadapan sang Kaisar ke-15 itu maka kepala mereka bisa menjadi taruhannya.

Seorang laki-laki berpostur tubuh tinggi yang mengenakan pakaian kebangsawanan pun maju dari salah deret barisan di sebelah kiri. Laki-laki itu memiliki wajah tampan meskipun ekspresinya terkesan begitu datar, rambut sewarna langit mendung dan sepasang mata yang terlihat begitu bosan. Pemuda bertubuh tinggi itu pun berlutut di hadapan sang Kaisar, dan ia pun baru berdiri lagi setelah Seijuurou memberikan perintah untuk berdiri.

"Chihirou, berita apa yang bisa kau sampaikan padaku mengenai Seirin?" Tanya Seijuurou, kedua sikunya bertumpu pada pegangan singgasananya sementara ia menumpukan dagunya di atas kedua tangannya untuk menunggu berita yang Mayuzumi Chihiro akan sampaikan kepadanya di hadapan dewan kerajaan milik Seijuurou.

"Saya membawa berita mengenai Seirin yang mungkin akan menarik perhatian Anda, Yang Mulia Kaisar," Mayuzumi memberikan jeda sebentar, menunggu intruksi dari sang Kaisar untuk melanjutkan perkataannya tersebut. Dan setelah mendapatkannya ia pun kembali meneruskan laporan yang ia rangkum dari kegiatannya memata-matai kerajaan Seirin kurang lebih enam bulan lamanya. "Seperti yang Anda ketahui kalau Seirin adalah kerajaan yang baru berdiri dua tahun yang lalu di bawah pemerintahan seorang raja bernama Kagami Taiga. Seirin memiliki armada laut yang sangat kuat melihat letak Seirin tepat berbatasan dengan pantai, rakyat yang mendiami kawasan kerajaan tersebut bisa dikatakan sangat makmur dan mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Namun, di sini ada sebuah hal yang sangat menarik, Yang Mulia Kaisar, mengenai Seirin yang tak diketahui oleh khalayak umum di luar wilayah tersebut. Seirin membenci sihir, adapun orang yang diketahui memiliki sihir pasti mereka akan mendapatkan hukuman mati dari pihak kerajaan. Bagi mereka sihir adalah keabnormalan yang harus dimusnahkan, kekuatan yang berasal dari iblis dan tak bisa diterima di Seirin. Banyak orang-orang yang tertekan karena itu semua, dan hampir setiap hari ada saja orang yang dihukum mati oleh Raja Kagami karena mereka terbukti memiliki sihir."

Seijuurou mendengarkan semua laporan yang Mayuzumi berikan dengan tenang, otaknya mencerna semua informasi tersebut dengan matang-matang, dan sesungguhnya ia tak tahu harus merasa takjub apa jijik akan informasi yang Mayuzumi bawa mengenai Seirin. Seperti apa yang sudah orang-orang ketahui, sihir bukanlah keabnormalan dari seorang manusia, sihir adalah sebuah keajaiban serta hadiah yang diberikan kepada mereka yang beruntung terlahir dengan kekuatan tersebut. Hanya orang-orang yang iri serta memiliki ketakutan terhadap sihir yang membenci sihir, dan sepertinya Raja Kagami Taiga dari Seirin ini bisa masuk ke dalam kategori pertama atau kategori kedua. Bagi Seijuurou, informasi ini sangat menarik, dan secara tak langsung sang Kaisar pun memiliki sebuah alasan baru lagi untuk menakhlukkan Seirin serta menjadikannya wilayah Teiko.

Bagi Seijuurou, sihir adalah sebuah hadiah dan ia merasa sangat berterima kasih karena terlahir memiliki keajaiban itu. Dan statusnya sebagai sorcerer itulah yang membuat sang Kaisar mampu hidup selama ribuan tahun seperti sekarang ini, tak ada yang bisa menolak sihir, dan Seijuurou merasa jijik akan apa yang ia dengar mengenai perlakuan yang Seirin berikan kepada orang-orang yang memiliki sihir di dalam darahnya. Ia kesampingkan dulu rasa penasarannya, dan ia pun mendengarkan laporan yang Mayuzumi berikan dengan satu telinga karena perhatiannya kini tertuju kepada salah seorang penasehat serta sekretaris kerajaan yang sangat Seijuurou percayai, Midorima Shintarou, yang saat itu tengah berdiri di samping seorang jendral perang berkulit kecoklatan dan berambut biru gelap.

Seringai yang terulas di bibir Seijuurou kini bertambah lebar, orang-orang kepercayaannya berada di ruangan ini sepertinya, kelihatannya ia tidak perlu susah-susah untuk mengumpulkan mereka lagi dan memberitahu mereka satu-satu akan rencana yang terkumpul di dalam benaknya.

"Oleh karena itu saya kembali lagi ke Teiko untuk melaporkan apa yang saya dan partner saya temukan di Seirin kepada Anda, Yang Mulia Kaisar," dan Mayuzumi pun menyelesaikan laporan yang ia berikan kepada Seijuurou.

Sang Kaisar ke-15 Teiko tersebut mengakui kalau pekerjaan Mayuzumi itu sangat bagus, dengan kemampuan pemuda itu untuk menganalisa keadaan sekitar serta kemampuannya untuk tidak dideteksi oleh lawan adalah alasan mengapa Seijuurou menjadikan Mayuzumi Chihiro sebagai seorang mata-mata dari kerajaan Teiko, dan pekerjaannya di Seirin pun membuahkan hasil yang dirasa cukup memuaskan.

Seijuurou memberikan anggukan singkat, "Kau melakukan pekerjaan yang bagus, Chihiro, kurasa kau patut untuk mendapatkan sebuah penghargaan karena itu," kata Seijuurou dengan singkat, ia juga menyuruh Mayuzumi untuk kembali ke tempatnya lagi. "Kurasa kalian semua sudah mendengar laporan yang Chihiro bawa mengenai kerajaan baru tersebut. Mereka membenci sihir dan melakukan tindakan untuk memusnahkan orang-orang di kerajaan tersebut yang memiliki sihir. Bukan kah itu sangat kejam?"

Kasak-kusuk yang dikarenakan oleh laporan dari sang mata-mata serta opini dari sang Kaisar berambut merah darah pun mulai terjadi. Beberapa anggota dewan baik yang sudah tua maupun yang muda tampak merasa jijik terhadap perlakuan yang Seirin berikan kepada para penyihir yang mendiami wilayah mereka, sebagian dari mereka menyuarakan kutukannya terhadap kerajaan baru tersebut secara gamblang, namun juga ada yang tak berpendapat sedikit pun maupun tak menyerukan rasa jijik mereka dan memilih untuk mengutuk kerajaan itu di dalam hati. Meski demikian, dari apa yang Seijuurou lihat pada anggota dewannya ia mampu menyimpulkan satu hal, mereka semua sepakat untuk menjadikan kerajaan Seirin sebagai wilayah mereka. Tidak hanya hal itu akan melindungi masyarakat penyihir, namun hal itu juga akan menambah daerah kekuasaan demi kemakmuran bagi Teiko sendiri. Pendapat yang silih berganti terlontar dari satu bibir ke bibir lain pun membuat sang Kaisar yang berubah jabatan sebagai pendengar sementara pun merasa terhibur, dalih untuk melindungi diambil meski tujuan utamanya adalah ingin menguasai. Manusia, pikiran mereka memang sangat mudah untuk ditebak apabila mereka dihadapkan akan keuntungan materi serta kejayaan di depannya, dan Seijuurou yang mendapat predikat sebagai Kaisar pun tak menyia-nyiakan pemandangan itu yang terjadi di hadapan matanya sendiri.

Sang Kaisar berambut merah itu membiarkan sihirnya mengalir bebar, membuat suasana yang berada di dalam ruangan tahta tersebut mendadak menjadi berat dan dirasakan oleh mereka yang hadir, secara otomatis pun mampu membungkam suara-suara yang sejak tadi terdengar. Mereka tahu kalau Seijuurou sudah melakukan itu artinya mereka diperintahkan untuk diam, dan karena mereka tidak mau merasakan kemarahan yang dimiliki oleh sang Kaisar yang perintahnya ditentang pun memilih untuk mencari selamat dengan diam serta mendengarkan perintah yang diberikan.

"Kurasa aku sudah membuat keputusan sekarang, Seirin akan menjadi milik kita," ujar Seijuurou dengan tenang, sedetik kemudian ia pun bisa melihat betapa senangnya wajah para dewan yang hadir di sana. Sangat mudah untuk diprediksi, begitulah apa yang ia pikirkan saat itu. "Pertemuan aku sudahkan sampai di sini, mengenai detail serta rencana yang aku ambil nanti akan aku beritahukan kepada kalian semua. Kalian bisa pergi dari ruangan ini kecuali tim khusus kerajaan."

Tim khusus yang dimaksud oleh Seijuurou di sini adalah para sorcerer dari Teiko yang mendapatkan kepercayaan penuh dari sang Kaisar. Mereka, termasuk Seijuurou sendiri adalah sorcerer atau pemegang sihir tertinggi yang terkenal sebagai Kiseki no Sedai. Mereka berada dalam satu angkatan dan berusia lebih dari seribu tahun, Seijuurou yang notabene adalah Kaisar dari kerajaan Teiko pun tergabung di dalam grup ini serta menjadi pemimpinnya, ia memberikan kepercayaan penuh kepada grup tersebut.

Para orang yang dimaksud oleh sang Kaisar adalah empat orang pemuda yang kini telah berlutut di hadapan Seijuurou yang masih duduk di atas singgasana kerasaannya. Pemuda berambut merah darah tersebut menatap keempat pemuda itu dengan tenang, tak ada raut emosi yang terpetak di wajah tampannya meski di hadapannya itu tersaji pemandangan empat orang sorcerer terkuat. Seijuurou sendiri adalah seorang sorcerer, bahkan dengan tangannya sendiri ia mampu membinasakan sebuah negara besar seperti apa yang pernah ia lakukan dua ratus yang tahun, tak ada yang membuatnya takut maupun gusar. Satu kata untuk menjelaskan bagaimana Akashi Seijuurou tersebut, sang Kaisar adalah orang yang mutlak.

"Shintarou," panggil Seijuurou terhadap salah satu ksatria-nya.

Shintarou atau yang memiliki nama lengkap Midorima Shintarou adalah pemuda berambut hijau emerald dengan warna iris serupa, ia mengenakan sebuah kacamata berbingkai hitam serta memiliki postur tubuh yang tinggi. Midorima adalah seorang sorcerer, bisa dikatakan ia juga orang terdekat Seijuurou melihat keduanya adalah teman sejak kecil. Selain ia memiliki status sebagai Kiseki no Sedai, ia juga merupakan penasehat kerajaan serta tangan kanan dari sang Kaisar sendiri.

"Berdirilah!" Perintah sang Kaisar dengan tegas, membuat Midorima yang berlutut di samping ketiga rekannya itu melakukan apa yang diutus oleh sang Kaisar, bangkit dari posisi berlututnya tersebut.

Kedua mata heterokromatik milik Seijuurou bertemu dengan hijau emerald milik sang penasehat, anggukan pun terjalin sebagai komunikasi sederhana di antara keduanya sebelum sang Kaisar meletakkan pandangannya ke arah pemuda berambut ungu yang masih berlutut di samping Midorima.

"Atsushi, kau bisa berdiri!" Perintah yang tenang serta dingin tersebut keluar dari bibir sang kaisar.

Pemuda berambut ungu dan berbadan besar itu pun mematuhi perintah yang Seijuurou berikan. Pemuda itu memiliki nama lengkap sebagai Murasakibara Atsushi, seorang sorcerer dari negara Yosen yang bergabung dengan Seijuurou seribu tahun yang lalu dalam penaklukan yang Seijuurou lakukan. Badannya yang besar sering membuatnya dijuluki sebagai raksasa, dan meski perilakunya yang terkadang terkesan kekanakan tapi Murasakibara ini adalah orang yang dapat diandalkan. Penjagaan yang diberikan kepadanya tak ada yang bisa menerobos, tak heran kalau Seijuurou memberikan julukan kepada sorcerer berambut ungu ini sebagai tangan kirinya.

"Daiki, berdirilah!" Perintah selanjutnya pun Seijuurou berikan kepada seorang pemuda yang berambut biru gelap dan masih berlutut di hadapan Seijuurou.

Pemuda yang bernama Daiki ini memiliki nama lengkap Aomine Daiki. Seorang sorcerer yang memiliki kemampuan sihir luar biasa dan sering mengkombinasikan sihirnya untuk bertarung. Ia adalah orang yang dapat diandalkan meski kelihatannya tak memiliki masa depan cerah, dan meskipun Aomine adalah orang yang sangat susah untuk dikontrol karena sifatnya namun ia adalah orang yang memiliki kesetiaan tinggi.

"Dan, Ryouta. Kau juga berdirilah!"

Pemuda berambut pirang keemasan yang bernama Kise Ryouta adalah anggota yang terakhir dalam tim khusus tersebut. Namanya adalah Kise Ryouta, seorang sorcerer yang Seijuurou temukan dari wilayah Kaijou dan ia rekrut ke dalam tim. Penampilannya yang sangat tampan itu membuatnya digandrungi oleh para wanita dan laki-laki di Teiko, dan meski ia memiliki sifat kekanakan serta sangat ceria layaknya cahaya itu sendiri, sesungguhnya Kise itu sangat beringas seperti Aomine.

Mereka berempat bersama dengan Seijuurou sebagai ketuanya adalah tim khusus dari Teiko yang terkenal akan kekuatan mereka, mereka disebut sebagai Kiseki no Sedai, sebuah nama yang sangat tersohor di kerajaan tersebut.

Sang Kaisar Teiko menatap orang-orang pilihannya dengan sangat tenang dari atas singgasananya, aura yang beredar di sekeliling mereka pun bisa dikatakan tidak ringan seperti tadi karena sihir kelimanya bersatu padu dan membentuk ikatan, membuat atmosfer menjadi berat karena tekanan yang tak tampak serta kehadiran kelimanya dalam satu ruangan yang sama. Meski demikian, baik kelimanya sama sekali tak terganggu karena hal yang seperti ini sudah biasa terjadi. Mereka adalah tim, mereka pun tahu kekuatan masing-masing dan konsekuensi apa bila kelimanya berada dalam satu tempat.

"Aku tak akan memberi sebuah penjelasan yang bertele-tele karena aku yakin kalian sudah mampu membaca tujuanku dalam pertemuan sebelumnya," fakta yang diucapkan oleh sang Kaisar itu membuat keempat pemuda yang berdiri di hadapannya bergeming. Mereka semua sudah tahu akan ambisi yang Seijuurou miliki, dan sesunggunya mereka sepakat akan hal itu meski caranya pun berbeda. "Aku ingin menaklukkan Seirin dan membawanya masuk ke dalam wilayah kerajaan Teiko. Bagaimana, kalian setuju denganku 'kan?"

Ucapan langsung yang diberikan oleh sang Kaisar Teiko tidak membuat keempatnya tertegun lagi maupun terkejut, mereka semua yang menghuni kerajaan terbesar ini sudah bisa menebak bagaimana sifat dari sang Kaisar sendiri. Apa yang ia inginkan pasti akan ia dapatkan, baik itu secara baik-baik maupun secara paksa, karena sang Kaisar itu sangat mutlak dan tak ada yang berani menentangnya. Anggap saja sang Kaisar itu seperti seorang tirani yang mendominasi, namun fakta tidak dapat menyembunyikan bahwa Akashi Seijuurou itu tirani yang sangat tahu pekerjaannya untuk memakmurkan rakyatnya sendiri.

"Akashi, tanpa kau beritahu kami apa tujuanmu pun kami sudah bisa menebaknya. Kau itu mudah ditebak terlebih setelah mendengarkan laporan dari Mayuzumi tadi, nodayo," ujar sang penasehat kerajaan yang bernama Midorima Shintarou tersebut. Pemuda berambut hijau emerald tersebut menaikkan kacamata yang tak melorot itu lebih ke atas. "Kau ingin menaklukkan Seirin karena kau tertarik pada kerajaan tersebut, tidak heran."

Ucapan yang dilontarkan oleh penasehat kerajaan tersebut membuat beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu menganggukkan kepala mereka, setuju akan opini yang Midorima miliki. Mereka sudah bersama dengan Seijuurou sejak lama, sehingga mereka pun sudah sedikit hafal akan sifat serta tabiat dari sang Kaisar. Kelihatannya sang Kaisar akan menaklukkan Seirin karena ia ingin menyelamatkan para penyihir yang tertindas di kerajaan tersebut, namun mereka yang mengenal Seijuurou tahu betul kalau hal tersebut bukanlah alasan yang sebenarnya. Seijuurou ingin menakhlukkan Seirin karena semata-mata ia tertarik pada kerajaan tersebut, serta ia ingin memperluas daerah kekuasaannya. Tamak, mungkin itulah yang ada di dalam benak mereka bila mereka memikirkan mengenai Seijuurou, namun mereka tidaklah peduli akan hal itu selama Seijuurou bisa menjadi raja yang adil seperti sekarang ini.

"Kalau Aka-chin melihat potensial yang besar dari kerajaan itu, aku tidak keberatan untuk membantunya mengambil alih kekuasaan," sahut sang raksasa berambut ungu yang bernama Murasakibara tersebut. Sama seperti biasanya, ia terdengar begitu malas meskipun saat itu dirinya tengah berada di hadapan sang Kaisar.

Baik Kise maupun Aomine sendiri terlihat saling berpandangan ketika mereka mendengar dua rekannya. Sesungguhnya mereka tak ingin menjajah negara lain seperti Seirin, namun setelah mendengar apa yang terjadi di sana seperti pembunuhan massal yang dilakukan kepada masyarakat yang memiliki sihir maka mereka berdua pun menganggukkan kepala setuju. Untuk Aomine, asalkan ia memiliki hiburan yang menarik maka ia pun akan melakukannya, dan hal ini juga tak berbeda dengan Kise yang memiliki paham sama dengan Aomine.

Sang sorcerer berambut pirang keemasan itu memberikan anggukan penuh semangat, bahkan dari keempat orang yang ada di hadapan Seijuurou tersebut hanya Kise yang terlihat begitu antusias.

"Akashicchi...Aku setuju dengan Murasakicchi di sini! Aku bosan terus berdiam diri di Teiko-ssu," ujar Kise dengan penuh antusias, dan ia pun tidak tanggung-tanggung menggaet lengan Aomine dan memeluknya. "Nee, Aominecchi, kau setuju 'kan denganku? Mungkin kita akan menemukan hiburan yang menarik di sana."

Keantusiasan yang Kise bawa tidak membuahkan hasil yang positif meskipun artian dari ucapan Seijuurou yang sebelumnya tak bisa dibantah oleh mereka semua, Seijuurou adalah sang kaisar, pemimpin mereka semua yang artinya tak ada yang bisa membantah ucapannya meski dalam artian balik mereka sangat menginginkan hal itu. Ada sebuah konsekuensi yang tidak sedikit pun akan diberikan bagi mereka yang membangkang perintahnya.

Aomine yang merasa lengannya digelayuti oleh Kise yang terlihat begitu antusias tersebut merasa risih, dan oleh karena itu pemuda tersebut langsung memukul kepala Kise untuk melepaskan lengannya dari cengkeraman maut milik Kise, meski di saat yang sama Aomine harus menghadapi teriakan manja serta air mata buaya yang keluar dari diri Kise.

"Aominecchi kejam-ssu!" Teriak Kise dengan lantang sebelum dirinya menyeka air mata buayanya.

Baik Midorima, Murasakibara, dan Aomine terlihat kesal saat Kise semakin memasuki peran mendramatisir yang sudah sering mereka lihat. Dan kalau pun Murasakibara hanya menatap drama picisan itu dengan ekspresi bosan dan malas, bukan berarti ia tak sama kesalnya dengan Midorima dan Aomine.

"Kise-chin ini berisik sekali~" gumam pemuda berambut ungu tersebut dengan malas, tangan kanannya pun mengeluarkan sebuah bungkusan yang berupa makanan ringan dari saku celana yang ia kenakan. "Rasanya aku ingin menghancurkan Kise-chin saat ini juga~"

Ungkapan jujur yang diucapkan dengan nada malas oleh Murasakibara itu pun berhasil menyita perhatian Kise, dan baru saja Kise mau membuka mulutnya untuk protes ia pun kembali menutup mulutnya karena ia merasakan sebuah aura yang sangat mencekam mulai muncul di dalam ruangan itu. Semua orang yang ada di sana tak perlu menjadi orang yang jenius untuk menebak aura siapa yang menyelimuti ruangan tersebut serta mengakibatkan suasana santai berubah menjadi begitu mencekam, dan perhatian mereka berempat pun langsung tertuju pada sang Kaisar berambut merah darah yang saat itu masih duduk di atas singgasananya dengan penuh kuasa serta keeleganan yang ia miliki.

Hanya orang bodoh yang berani bertengkar di hadapan Kaisar Teiko yang terkenal sangat menakutkan tersebut, dan rumor mengenai betapa anehnya juga betapa bodohnya Kiseki no Sedai dalam artian lain ternyata bisa dibuktikan.

"Aku memerintahkan kalian berempat untuk berdiri di hadapanku bukan untuk aku melihat drama picisan yang kalian ciptakan. Shintarou, Atsushi, Daiki, dan terutama Ryouta," keempat orang yang namanya meluncur dengan bebas dari bibir Akashi Seijuurou hanya bisa berdoa di dalam hati agar kesabaran sang Kaisar tidak habis. Meskipun mereka telah hidup selama ratusan tahun, mereka masih ingin menikmati hari serta melihat dunia ketimbang tewas di tangan sang Kaisar. "Aku memanggil kalian karena aku memiliki beberapa pekerjaan untuk kalian berempat, aku tidak akan mentolerir kekacauan yang kalian buat di hadapanku serta menghabiskan waktuku secara percuma atau kalian akan mendapat konsekuensi yang besar."

Ucapan yang keluar dari mulut sang Kaisar berambut merah darah tersebut mampu membungkam mulut besar Kise dan Aomine serta membuat suasana yang ada di dalam ruangan itu mencekam pada saat yang sama. Sihir dari sang Kaisar itu sangat besar, dan mereka berempat tak ingin mendapatkan hukuman dari orang yang mereka anggap sebagai Kaisar serta seorang diktator tersebut, oleh karena itu membungkam mulut masing-masing adalah solusi yang tepat pada saat itu juga.

Seijuurou melihat kalau ucapannya tadi menimbulkan efek seperti apa yang sudah ia rencanakan, ia pun tersenyum karena perintah (atau kurang lebih disebut sebagai ancaman) mampu mengendalikan suasana di sana, sesuai seperti prediksinya. Melihat hal itu semua ia pun bisa melanjutkan kalimatnya yang tadi sempat terpotong oleh keantusiasan yang Kise tunjukkan, dan ia tak ingin seorang pun memotong ucapannya lagi.

"Untuk menyerang Seirin kita tidak perlu mengerahkan banyak pasukan karena kita sendiri belum tahu situasi yang ada di dalamnya, aku ingin melihat langsung apa kehebatan Seirin itu dengan mata kepalaku sendiri dan mempelajari situasi yang ada di sana, oleh karena itu akan memimpin kalian secara langsung," disini Seijuurou mengabaikan tatapan penuh ketidakpercayaan yang Kiseki no Sedai berikan padanya, ia pun melanjutkan ucapannya itu. "Kita akan menyusup ke dalam Seirin, namun tidak sepenuhnya secara sembunyi-sembunyi. Kita akan melakukannya dengan dalih urusan politik, dan aku akan menjadi duta Teiko untuk Seirin sehingga kita bisa menyusup ke istana dan mempelajari struktur yang ada di sana. Daiki dan Ryouta, kalian berdua akan bertindak sebagai pengawalku, kita akan bergerak secara sembunyi maupun tak sembunyi. Di hadapan Raja Seirin serta pembesarnya kita akan bertindak sebagai manusia biasa, jadi aku tidak ingin kalian menggunakan sihir sedikit pun di sana, kalau perlu aku akan merantai sihir kalian berdua.

"Dan untuk Shintarou, kau adalah penasehat kerajaanku sehingga kau memiliki tanggung jawab untuk memimpin Teiko selama aku pergi melakukan misi. Awasi terus para tetua dewan, kalau ada yang mencurigakan kau bisa membunuh mereka," seringai kecil pun muncul di bibir Seijuurou kala ia menemukan tatapan yang menyuarakan kekesalan yang Midorima berikan padanya, namun sang Kaisar yakin kalau Midorima pasti akan mematuhi perintahnya. "Tenang saja, Shintarou, kau akan ditemani oleh para jendral Rakuzan yang sangat kupercayai sebagai kaki tanganmu di sini. Dan untuk Atsushi, aku ingin kau menyusup di lapisan masyarakat Seirin, cari tahu bagaimana situasi kerajaan tersebut dari sudut pandang masyarakatnya. Apa kalian semua mengerti akan tugas masing-masing?!"

Tidak ada yang bersuara saat Seijuurou mengumandangkan perintah bagi keempatnya, bahkan Aomine yang terlihat kesal karena sugesti yang Seijuurou berikan mengenai bagaimana sihirnya akan dirantai pun tak mau menyuarakan pendapat karena ia tahu betul Seijuurou tak suka dibantah maupun disela ucapannya. Murasakibara yang ada di sana hanya memberikan anggukan malas, namun ia mengerti akan tugasnya dan tidak akan membangkang, untuk Kise sendiri ia malah mengangguk dengan penuh antusias kala mendengar ia akan keluar dari Teiko dan melakukan misi penyamaran. Hanya Aomine dan Midorima yang mengangguk secara ogah-ogahan, namun di akhir kalimat mereka menyetujui hal itu juga.

Semuanya sudah sesuai dengan rencana yang Seijuurou berikan, dan melihat keempat ksatrianya tersebut memberikan persetujuan mereka pun sudah mampu membuat sang Kaisar menjadi senang. Berbicara mengenai Seirin, sang Kaisar berambut merah darah itu sedikit penasaran dengan negeri tersebut. Dari apa yang ia dengar dari Mayuzumi Chihiro mengenai Seirin, kerajaan tersebut sangat menarik dan tepat untuk dijadikan perluasan wilayah bagi Teiko, namun Seijuurou memiliki firasat ia akan menemukan sesuatu yang jauh lebih menarik dari semua itu, dan firasatnya itu tidak pernah mengecewakannya selama ini. Apapun yang akan ia temui di Seirin nanti, Seijuurou merasa dirinya tak sabar untuk membuka tabir misteri serta 'harta' yang tersaji di hadapannya, miliknya.


Taman istana Seirin adalah sebuah taman yang sangat indah, begitu megah serta ditumbuhi oleh berbagai macam mawar yang sangat cantik. Di sana terdapat kolam ikan yang begitu jernih, gazebo yang begitu megah namun elegan, dan semua orang yang melihat penampilan dari taman tersebut pasti mengatakan kalau taman tersebut adalah taman surga yang diturunkan oleh Tuhan ke dunia ini. Berlebihan mungkin, namun pada kenyataannya semua pelayang serta tamu-tamu penting istana yang berkunjung ke taman istana selalu mengutarakan kekaguman mereka terhadap taman tersebut.

Semua bunga mawar yang tumbuh di sana selalu dirawat oleh tangan sang Ratu sendiri, bahkan semua itu adalah hasil kerja keras dari sang ratu dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini. Sang Ratu selalu menghabiskan hari-harinya di tempat ini daripada berada di kamar mewahnya, ia selalu menyempatkan diri untuk merawat bunga-bunga miliknya di tengah jadwalnya yang padat sebagai seorang Ratu kerajaan Seirin dan juga 'istri' dari sang Raja sendiri.

Ia adalah Kagami Tetsuya, Ratu dari Seirin dan juga seorang carrier dari kerajaan ini. Meskipun Tetsuya adalah seorang laki-laki, statusnya sebagai seorang carrier inilah yang menjadikannya sebagai seorang Ratu karena carrier itu memiliki status yang sama seperti seorang perempuan, mereka dapat melahirkan keajaiban di dunia ini dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Tidak ada yang protes ketika sang Raja menikahi seorang carrier bernama Tetsuya dan menjadikannya sebagai seorang Ratu, tidak hanya Tetsuya ini mampu melahirkan keturunan untuk sang Raja ia pun juga memiliki kualitas sebagai seorang Ratu meski dirinya dilahirkan dari kalangan rakyat jelata.

Pemuda manis yang baru menginjakkan kakinya pada usia 19 tahun tersebut tampak terlihat duduk di atas rerumputan hijau tak beralaskan apapun. Di tangan Tetsuya ia memegang sebuah gunting kecil sementara tangan lainnya terlihat membawa setangkai bunga mawar merah yang ia potong duri-durinya. Ia terlihat begitu sibuk dengan pekerjaannya, merangkai beberapa bunga mawar dan menjadikannya sebuah buket yang cantik yang ingin ia hadiahkan kepada suaminya. Pekerjaannya itu memang terlihat mudah, namun sesungguhnya bila orang-orang tak memiliki tangan terampil seperti Tetsuya maka pekerjaan yang terlihat begitu mudah itu pun akan menjadi pekerjaan yang sangat sulit. Ia begitu fokus pada pekerjaan merangkai buket mawarnya tersebut, bahkan kehadiran Momoi Satsuki yang berstatus sebagai pelayan pribadinya itu tidak ia sadari.

"Ah..." bibir mungil itu terbuka sedikit saat sebuah duri dari mawar menusuk jari telunjuknya sampai berdarah.

"Tetsu-sama!" Momoi Satsuki yang duduk di samping sang Ratu pun terlihat begitu panik ketika kedua matanya melihat jari Tetsuya tertusuk oleh duri bunga mawar sampai mengeluarkan darah segar. "Tetsu-sama, saya akan segera mengambil perban dan obat-obatan untuk Anda!"

Momoi yang terlihat akan berdiri pun langsung ditahan oleh Tetsuya, pemuda itu menoleh ke arah sang pelayan pribadi dan memberikan sebuah gelengan singkat dari kepalanya.

"Momoi-san, ini hanyalah luka ringan, kau tak perlu berlebihan seperti itu," ujar Tetsuya dengan kalem, kedua matanya pun menatap bagaimana sebulir darah yang mengalir dari lukanya itu menetes dan jatuh kepada mahkota mawar putih yang ada di atas pangkuannya, mengubah warna putih dari sang mawar menjadi merah.

Kedua mata merah muda milik Momoi Satsuki pun melebar saat ia melihat setetes darah tadi mengubah mawar putih tersebut menjadi merah darah keseluruhannya, tak ada warna putih lagi pada setangkai mawar itu karena mahkotanya kini berubah menjadi merah seluruhnya. Sihir, itulah yang terlintas dalam benak Momoi, tidak ada logika yang mampu menjelaskan hal itu kecuali sihir dan ini bukanlah pertama kalinya ia melihat keajaiban sihir terjadi pada dirinya saat ia bersama dengan sang Ratu Seirin. Momoi pun terduduk lagi di samping Tetsuya, ia melihat bagaimana kedua mata biru langit milik sang Ratu tersebut berubah menjadi panik sebelum rasa takut yang dalam muncul di wajahnya. Bukan rahasia umum lagi kalau sang Raja membenci sihir, bahkan di dalam kerajaan ini terdapat peraturan kalau mereka terbukti memiliki sihir maka mereka pun akan dihukum mati, tidak terkecuali untuk keluarga kerajaan. Dan kini Tetsuya yang berstatus sebagai Ratu pun terbukti memiliki sihir.

"Tetsu-sama," gumam Momoi dengan suara lirih, disentuhnya pundak Tetsuya dengan lembut dan ia pun melihat bagaimana Tetsuya berjengit dari sentuhannya tersebut. Ratu-nya yang malang, Momoi merasa kasihan terhadap pemuda manis yang duduk di sampingnya ini.

Bila sang Raja mengetahui sang Ratu memiliki sihir, apakah ia akan dipenjara sebelum dihukum mati seperti yang lainnya? Momoi harap rasa cinta sang Raja itu besar sehingga Ratu-nya yang tercinta tidak akan mengalami nasib buruk seperti itu. Sihir, itu adalah rahasia terbesar dari Kagami Tetsuya dan selain Momoi tidak ada yang boleh mengetahuinya atau Tetsuya akan berada dalam bahaya.

Senyuman getir muncul di bibir Tetsuya, pemuda itu menutup lukanya dengan jemarinya yang satunya sehingga darah akibat tusukan duri mawar tersebut tidak akan merubah warna tumbuhan yang tersentuh oleh darahnya.

"Tidak apa-apa, Momoi-san, aku tidak apa-apa," ujar Tetsuya dengan lirih, senyuman kecil yang sedikit dipaksakan itu ia tunjukkan untuk menghibur pelayannya yang setia tersebut, namun sejujurnya senyuman itu keluar untuk menghibur dirinya sendiri. Ia takut, hal itu sudah jelas terlihat meski topeng datarnya masih tersaji di wajahnya. "Ini hanya sebuah kecelakaan, aku janji hal yang seperti ini tidak akan terjadi lagi. Maaf sudah membuatmu khawatir."

Tetsuya melihat bagaimana Momoi menggelengkan kepalanya, senyuman kecil pun kini mulai muncul di bibir sang gadis muda berambut merah muda tersebut sebelum dibarengi oleh gelengan kepala.

"Tetsu-sama tak perlu meminta maaf pada saya, dan Anda tak perlu cemas karena saya akan menjaga rahasia ini sampai mati," kata Momoi dengan suara yang kini bisa terbilang ceria. Gadis itu pun kini mengeluarkan sebuah sapu tangan berwarna biru langit seperti warna rambut serta bola mata dari Tetsuya, ia pun mengambil tangan Tetsuya yang terluka sebelum luka itu pun ia balut menggunakan sapu tangan tersebut. "Nah, sekarang Tetsu-sama tidak perlu merasa takut, lukanya sudah saya balut menggunakan kain ini sehingga darahnya tak akan keluar lagi."

"Terima kasih, Momoi-san," gumam Tetsuya, kelembutan yang terpancar dari sosoknya itu membuat sang pelayan merona dan senyuman yang terpatri di bibirnya berubah menjadi lebih lebar. Gadis itu tak akan meninggalkan sisi Tetsuya dan berjanji akan selalu melayaninya, Tetsuya itu sudah seperti saudaranya sendiri meski status keduanya saat ini begitu berbeda layaknya bumi dan langit.

Tetsuya menatap jarinya yang kini sudah terbalut oleh sapu tangan yang senada dengan warna rambutnya itu, rasa-rasanya ia ingin kembali pulang ke rumah dan mengurung dirinya sendiri karena kejadian ini. Dirinya ini tidak hanya terlahir sebagai seorang yang aneh karena dapat mengandung, namun ia juga terlahir dengan sihir. Sepertinya takdir senang sekali mempermainkan takdirnya sebelum melemparkannya ke jurang, dan berada di istana seperti ini tentu adalah cara takdir untuk mempermainkannya. Pemuda berambut biru langit itu menghela nafas panjang, ia adalah seorang Ratu sekarang ini dan ia harus kuat meski dengan rahasia besar seperti ini. Tidak hanya Tetsuya merahasiakan kalau dirinya memiliki sihir dari masyarakat, namun ia juga merahasiakannya dari suaminya sendiri. Tetsuya mungkin sangat mencintai Taiga, namun ia takut akan apa yang Taiga lakukan nanti bila ia mengetahui Tetsuya memiliki sihir.

Menggigit bibir bawahnya, ia berusaha untuk melupakan semua kejadian ini dan menguburnya jauh-jauh. Pemuda itu mengambil bunga mawar yang kini sudah berubah warnanya itu dari pangkuannya, lagi-lagi ditatapnya bunga itu dengan seksama sebelum diberikannya bunga itu kepada Momoi.

"Momoi-san, tolong buang bunga ini," rasanya Tetsuya tidak rela bunga tersebut dibuang secara percuma, namun ia tak memiliki pilihan lain karena bunga tersebut terlihat begitu abnormal bila dibandingkan dengan bunga mawar merah yang lainnya. "Aku tak ingin mereka menemukan bunga itu."

"Tetsu-sama," gumam Momoi yang menerima bunga mawar tersebut. Melihat raut wajah yang Tetsuya berikan padanya itu rasanya Momoi tak sanggup menolak permintaannya, oleh karena itu ia pun memberikan anggukan singkat. "Baik, akan saya laksanakan."

Tersenyum sedikit, Tetsuya pun memberikan anggukan mantap sebelum dirinya mengambil buket bunga mawar yang tadi ia susun tersebut dari atas rerumputan hijau. Ia pun segera berdiri dengan buket tersebut berada pada kedua tangannya.

"Aku akan memberikan buket ini kepada Taiga-kun, aku harap Taiga-kun menyukainya," kata Tetsuya, rona merah muda pun muncul di pipi putihnya saat ia menatap buket mawar yang ia pegang serta membayangkan suaminya pada saat yang sama.

"Saya rasa Yang Mulia Raja akan menyukai buket yang Anda buat, Tetsu-sama, Anda tak perlu ragu lagi," kata Momoi dengan mantap, ia pun juga beranjak dari tempat duduknya untuk berdiri di samping sosok sang Ratu. "Saya akan menemani Anda."

"Terima kasih," ujar Tetsuya dengan raut wajah yang tenang sebelum dirinya beranjak dari sana dengan Momoi mengikutinya dari belakang.

Mereka berdua pun berjalan melalui koridor panjang istana, dalam perjalanan untuk menuju kamar sang Raja mereka pun bertemu dengan beberapa bangsawan serta pelayan, dan sapaan sopan pun diberikan kepada sang Ratu yang dibalas dengan begitu sopan oleh Tetsuya. Sambil berjalan Tetsuya menuju kamar pribadi Taiga, Tetsuya pun terlihat begitu menikmati pemandangan yang diperlihatkan oleh istana Seirin, ia mengakui kalau istana Seirin itu adalah istana terindah yang pernah ia lihat sepanjang hidupnya. Mungkin dirinya belum pernah keluar dari Seirin dan melihat istana dari kerajaan lain, namun Tetsuya berani bersumpah kalau di dunia ini tak ada istana terindah seperti yang Seirin miliki, keindahan inilah yang membuat Tetsuya mencoba membetahkan dirinya untuk tinggal di tempat ini. Dirinya yang seorang rakyat jelata dan putra dari seorang tabib pun tak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang Ratu serta tinggal di sebuah istana megah seperti istana Seirin ini.

Seperti dunia mimpi saja, sebuah fantasi yang sering aku bayangkan di masa kecil, pikir Tetsuya dengan senyuman kecil terpatri di bibirnya saat mereka tak melihatnya. Dan semua ini karena Taiga-kun melamarku secara tiba-tiba.

Cinta pada pandangan pertama, itulah yang terjadi di antara Taiga dan Tetsuya dua tahun yang lalu sebelum mereka menyatukan diri ke dalam ikatan suci yang bernama pernikahan tersebut. Kebahagiaan serta rasa cinta yang besar pun memenuhi hati kecil Tetsuya, meski takdir selalu mempermainkannya sejak dirinya dilahirkan namun menjadi istri dari seorang Kagami Taiga ini adalah hal terbaik yang terjadi dalam hidup Tetsuya.

Dan kebahagiaan kami akan lengkap kalau aku bisa memberikan keturunan untuk Taiga-kun, pikir Tetsuya lagi namun kali ini sedikit ada nada sendu di dalamnya. Tetsuya adalah seorang carrier yang artinya ia bisa memberikan keturunan untuk Taiga dan kerajaan Seirin ini, namun sejak mereka berdua menikah selama dua tahun ini tidak ada tanda-tanda Tetsuya akan memberikan keturunan untuk sang Raja.

"Tetsu-sama, kita sampai," ujar Momoi yang membuyarkan lamunan sendu Tetsuya.

Ratu dari Seirin itu pun menghentikan langkahnya ketika mereka berdua sudah berada di depan pintu besar yang menghubungkan koridor tersebut ke kamar pribadi Raja Taiga, di kedua pintu kamar pribadi Raja Taiga itu berdiri dua orang pengawal yang menjaga kamarnya, dan mereka pun memberikan salam hormat ketika Tetsuya berada di sana.

"Apakah Raja Taiga-kun ada di dalam kamar?" Tanya Tetsuya dengan sopan. "Aku ingin bertemu dengannya."

Kedua pengawal yang menjaga kamar raja itu pun saling berpandangan satu sama lainnya sebelum mereka menatap sosok Tetsuya dengan sedikit keraguan yang ada di sana, seperti ada yang ingin mereka sampaikan kepada Tetsuya namun mereka tak tahu bagaimana menyampaikannya tanpa membuat sang Ratu merasa marah atau sedih.

"Apa ada yang ingin kalian sampaikan? Kalian tak perlu takut padaku, aku hanya ingin berkunjung saja," ujar Tetsuya lagi, tatapannya yang netral kali ini sedikit gusar namun ia mencoba untuk bersikap positif.

Pengawal yang berdiri di sisi kanan pintu kamar tersebut akhirnya memberikan anggukan singkat dan menyampaikan pesan dari sang Raja. "Raja Kagami ada di dalam kamar, Yang Mulia Ratu, namun beliau mengatakan tak ingin diganggu oleh siapapun. Beliau tengah sibuk dengan selir Furihata di dalam kamar."

Dunia Tetsuya serasa berputar, pegangannya pada buket mawar itu sedikit mengerat karena emosi yang kuat itu tiba-tiba menghantamnya dalam satu waktu yang tidak tepat seperti ini. Kebahagiaan yang ia rasakan tadi serta bayangan yang ia miliki tentang menghabiskan waktu dengan suaminya pun kandas sampai di sini, sepertinya suaminya tersebut tengah bersenang-senang dengan selirnya sehingga ia tak ingin diganggu oleh siapapun. Tetsuya pun memejamkan kedua matanya untuk beberapa saat sebelum membukanya lagi, ia masih terlihat tenang seperti tak ada sesuatu yang terjadi di sana, dan ditatapnya lagi pengawal yang memberikan berita itu padanya.

"Ah... jadi Taiga-kun sedang bersama Furihata-kun, kurasa aku tak bisa bertemu dengan Taiga-kun sekarang ini," gumam Tetsuya, membuat ketiga orang yang berada di sana menjadi iba melihat sang Ratu. "Tolong berikan buket ini kepada Taiga-kun nanti."

Tetsuya pun memberikan buket bunga mawar yang ia susun tadi kepada sang pengawal tersebut sebelum ia beranjak pergi dari sana, diikuti oleh Momoi yang berjalan di belakangnya.

Kehidupan di dalam istana itu bukanlah kehidupan indah seperti apa yang tertulis dalam dongeng pengantar tidur dimana raja dan ratu akan mendapatkan akhir bahagia mereka sampai maut memisahkan. Raja yang memerintah sebuah kerajaan itu sangat mutlak, dan mereka bisa mengambil selir sebanyak apapun untuk memuaskan hasrat mereka karena itu adalah hak mereka. Pendamping mereka hanyalah sebuah pajangan saja, mereka tak boleh memprotes keinginan sang Raja, dan karena itu Tetsuya pun tak pernah melarang Taiga untuk memiliki bersenang-senang dengan orang lain ataupun memiliki selir. Terlebih punya hak apa Tetsuya melarangnya? Ia hanyalah seorang rakyat biasa yang kebetulan diangkat menjadi ratu, dan meskipun dirinya seorang carrier ia tidak mampu memberikan keturunan bagi Taiga, tidak heran kalau Taiga memilih untuk mendapatkan putra dari selir-selirnya yang lain, dan Furihata Kouki adalah selir favorit dari sang Raja.

Meskipun Tetsuya merasakan hatinya hancur seperti orang yang baru saja dikhianati (dan itulah yang terjadi sebenarnya), ia tak boleh menunjukkan perasaan yang sebenarnya di hadapan orang-orang sebab menunjukkan perasaan seperti itu adalah kelemahan dan sebagai seorang ratu Tetsuya ditutut untuk menjadi orang yang kuat.

Pemuda manis itu menghiraukan tatapan sedih yang Momoi berikan padanya, ia pun segera memasuki kamarnya yang besar dan memerintahkan Momoi untuk meninggalkanya sendiri. Ia tahu kalau Momoi tak ingin meninggalkan Tetsuya yang sedang patah hati seorang diri, namun gadis muda itu tak memiliki pilihan lain mengingat status Tetsuya yang jauh lebih tinggi dari dirinya. Suara pintu kamar yang tertutup pun menjadi tanda bahwa Momoi sudah meninggalkannya sendiri di ruangan besar itu, hanya Tetsuya seorang diri berada di sana tanpa ada teman. Tetsuya menjatuhkan dirinya di atas tempat tidurnya sebelum meringkuk di sana, ia pun lalu membenamkan wajahnya pada bantal sebelum air matanya yang sedari tadi tertahan pun tumpah ke bantal tersebut.

Ia sendirian dan ia pun bebas menjadi dirinya sendiri, di tempat ini Tetsuya bukanlah Kagami Taiga maupun ratu dari kerajaan Seirin, tapi dirinya hanyalah Kuroko Tetsuya. Ia bebas untuk menangis serta membuang topeng netralnya jauh-jauh, dan semua ini terima kasih kepada suaminya tersebut. Tetsuya sangat mencintai Taiga dan ia juga tahu kalau Taiga sangat mencintainya, namun situasi yang mereka miliki saat ini sungguh berbeda dari dua tahun yang lalu. Tetsuya pernah bertanya-tanya kenapa Taiga memilih untuk memiliki selir dan tidur dengan orang lain ketimbang dirinya, apa mungkin Taiga sudah tak mencintai Tetsuya lagi? Namun secepat pertanyaan itu muncul maka cepat pula Tetsuya menepisnya sampai tak bersisa. Ia sangat yakin kalau Taiga masih mencintainya.

"Ibu, apa yang harus kulakukan? Aku tak bisa menjaga suamiku," gumam Tetsuya pada dirinya sendiri, mengadukan nasibnya kepada sang ibu yang kini sudah tiada.

Mungkin Taiga akan meninggalkan selir-selirnya tersebut kalau Tetsuya bisa memberinya keturunan, namun takdir sepertinya berkata lain, sudah berbagai cara mereka lakukan namun Tetsuya tetap tak bisa memberinya keturunan. Apa mungkin Tetsuya memiliki dosa besar di masa lalu sehingga Tuhan menghukumnya seperti ini? Tidak ada orang yang rela melihat suaminya tidur dengan orang lain, terlebih memiliki anak dari orang lain tersebut, begitu pula dengan Tetsuya, namun pemuda manis itu hanya bisa menahan rasa sakitnya seorang diri karena ia tak ingin duka laranya diketahui oleh orang-orang.

Air mata Tetsuya pun masih mengalir, dan tubuhnya yang letih serta dikombinasikan dengan sakit hati di dalam dirinya pun membuat pemuda bermata biru langit tersebut menangis sampai dirinya tertidur.

"Seorang ratu sejati, mereka selalu bersikap tegar meskipun semua yang ada di sekitarnya menyakiti dirinya."


Beberapa hari sudah berlalu sejak kejadian itu, dan Tetsuya pun bersikap seolah tak terjadi apapun kepada dirinya meskipun dalam hati ia masih menangis, bahkan ketika dirinya disajikan pemandangan yang tak senonoh yang dilakukan oleh Taiga. Sang Ratu hanya bisa menampilkan kebutaaan di sisi lain dan menganggap semua itu tak pernah terjadi, meski hal itu sulit sekali untuk dilakukan ketika obyek yang menjadi dalangnya tengah berada di hadapannya.

Tetsuya merasakan nafsu makannya menghilang ketika ia melihat suaminya tengah bermesraan dengan Furihata, carrier yang juga menjadi selir dari sang Raja Seirin. Awalnya Tetsuya dan Taiga tengah menikmati makan siang berdua saja di ruang makan istana, namun suasana romantis yang mereka berdua miliki pun pergi begitu saja ketika Furihata Kouki datang menghadap atas perintah suami Tetsuya. Rasanya Tetsuya ingin segera pergi dari hadapan mereka, terlebih bila di depan matanya ia melihat Taiga terlihat bermanja-manja dengan sang selir seperti Tetsuya tak ada di tempat itu bersama mereka, namun perasaan sakit serta kemarahan pun harus Tetsuya tahan melihat dirinya tak boleh pergi tanpa perintah dari sang Raja.

Sang Ratu Seirin tersebut menulikan pendengarannya serta membuatakan pandangannya dari mereka berdua, berpura-pura keduanya tak ada di hadapannya, namun siapa Tetsuya sampai ia bisa membodohi dirinya sendiri? Rencananya itu tak bisa berjalan, yang ada hatinya pun bertambah merasa sakit melihat bagaimana Furihata tengah memberi suami Tetsuya itu ciuman di bibirnya. Tuhan, rasanya Tetsuya ingin hengkang dari sana saja dan itulah yang ia lakukan. Menggunakan hawa keberadaannya yang tipis, Tetsuya pun meninggalkan Taiga berdua saja dengan Furihata di ruang makan itu, dirinya sangat yakin mereka berdua tak akan menyadari kalau Tetsuya sudah meninggalkan ruangan itu.

Dirinya terus berjalan melewati koridor, memanfaatkan hawa keberadaannya yang begitu tipis untuk menghindari orang-orang yang berlalu lalang. Tetsuya pun menghambur keluar dari bangunan istana untuk menuju ke arah taman istana yang merupakan taman pribadinya, ia terus berjalan sampai dirinya tiba di sebuah kolam ikan jernih yang ada di tengah istana. Tetsuya yang tak mampu menahan perasaannya pun langsung terduduk di pinggir kolam, sosok mungilnya tenggelam dari pemandangan luar karena tanaman yang ada di sekitarnya langsung meninggi sedikit demi menyembunyikan sosoknya. Sihir Tetsuya bekerja tanpa ada kontrol, namun sihir yang sangat ia takuti itu melindunginya dan membuatnya nyaman untuk saat ini.

"Ibu, rasanya sakit sekali," gumam Tetsuya pada dirinya, ditatapnya sosok yang terpantul pada air kolam itu dalam-dalam. Pemuda yang ada di sana itu seperti bukan dirinya, terlalu banyak kesedihan yang terkumpul pada matanya, namun semua perasaan itu tak bisa terlampiaskan karena sebagai seorang ratu ia tak diperbolehkan untuk mengeluarkan kelemahan sedikit pun. Namun, sampai kapan dirinya mampu bertahan seperti ini?

Tetsuya tidak tahu berapa lama dirinya berada di taman istana itu seorang diri, merenung di sana dan bersembunyi dari orang-orang serta realita yang nampak. Pemuda yang memiliki paras manis itu pun memejamkan kedua matanya ketika angin semilir berhembus ke arahnya, memberikannya keteduhan untuk sementara waktu dan memulihkan suasana hatinya. Untuk beberapa saat lamanya ia pun merasa sedikit baikan, pemandangan yang Taiga ciptakan bersama selirnya di ruang makan tersebut perlahan-lahan mampu Tetsuya pendam sampai semuanya menghilang, tersimpan rapi di belakang kepala sampai Tetsuya merasa baikan. Gemuruh yang ada di dalam dadanya pun kini tak lebih dari dentuman kecil, hatinya yang telah terobati dari rasa sakit itu pun membuat Tetsuya membuka kedua matanya secara perlahan-lahan.

Betapa terkejutnya Tetsuya saat ia menatap refleksi dirinya yang terpantul dari air kolam itu ia malah menemukan sosok seorang pemuda asing di sana tengah berdiri di samping sosoknya yang terduduk. Pemuda itu terlihat sedikit lebih tua darinya, mungkin berusia sekitar 25 tahunan dan memiliki rambut pendek berwarna merah darah yang sangat menyala. Parasnya yang sangat tampan itu membuat Tetsuya sedikit tertegun, namun bukan itu yang membuat Tetsuya merasa kagum pada sosok pemuda itu. Sepasang mata berwarna merah-emas milik pemuda itu lah yang membuat Tetsuya tak mampu berpaling dari refleksi pemuda tersebut, kedua mata itu menatapnya begitu lekat dari refleksi air kolam dan perlahan pula Tetsuya menjauhkan tatapannya dari air kolam untuk menoleh ke samping, dan ia pun menemukan pemuda yang refleksinya ia lihat di air kolam kini tengah berdiri tepat di samping Tetsuya yang masih duduk di tepi kolam.

"Ah..." suara kecil itu terucap dari bibir mungilnya ketika ia menatap sosok pemuda berambut merah darah itu secara langsung, dan kedua mata heterokrom itu juga balik menatapnya.

Tetsuya tak tahu siapa pemuda itu dan bagaimana ia bisa berada di taman istana, namun tatapan yang begitu tajam dari pemuda berambut merah darah tersebut tak mampu membuatnya berpaling dari sosok yang menawan itu. Rasanya seperti dirinya terhipnotis, dan apakah itu sebuah seringai yang Tetsuya lihat terpatri di bibir pemuda berambut merah darah tersebut? Tetsuya menganggap itu semua adalah tipuan cahaya saja, dan ia pun pada akhirnya mengalihkan pandangannya dari sosok pemuda misterius tersebut. Waktu ia melakukan itu, Tetsuya tak melihat kalau pemuda itu semakin melebarkan seringainya dan menatapnya dengan penuh ketakjuban di kedua mata unik tersebut sebelum mereka menghilang dari sana.

"Anda pasti Ratu Seirin yang terkenal itu," sebuah suara yang begitu merdu dan terdengar sangat menggoda tersebut keluar dari bibir pemuda itu, semuanya ditujukan kepada Tetsuya yang balik menatap ke arahnya. "Senang bisa bertemu dengan Anda di tempat ini."

Tetsuya yang merasa sedikit gelagapan karena suara itu membuatnya begitu merinding dengan segera mengontrol dirinya, ia pun beranjak dari posisinya dan berdiri tepat di hadapan pemuda berambut merah darah tersebut.

"Kau siapa?" Tanya Tetsuya, ia penasaran kenapa ada orang asing boleh memasuki istana seperti ini.

Kedua mata biru langit milik Tetsuya melebar saat ia melihat bagaimana pemuda itu menatapnya dengan begitu kalem sebelum tangan kanannya diambil oleh pemuda itu dan kecupan kecil pun didaratkan pada punggung tangannya.

"Seijuurou, duta besar dari kerajaan Teiko, senang bisa bertemu dengan Anda," ujar pemuda berambut merah darah itu.

Rasanya aneh berada di dekat pemuda yang baru saja mencium tangannya itu, sihir yang berada di dalam dirinya seperti tengah menari dengan kegirangan, dan untuk rasa horror Tetsuya menemukan sihirnya mencoba untuk meraih pemuda yang bernama Seijuurou itu. Tetsuya harap Seijuurou tak merasakan hal itu, dan ia merasa sangat bersyukur karena Seijuurou masih menggunakan tatapan tenang miliknya saat berada di hadapan Tetsuya.

"Ah..." Lagi-lagi Tetsuya tak mampu menemukan suaranya untuk menggumamkan sepatah kata apapun, rasanya dirinya kehilangan kontrol atas tubuhnya saat sepasang mata heterokrom tersebut menatapnya dengan erat, menarik dirinya ke dalam pesona mereka dan serasa mereka tengah menelanjangi Tetsuya pada saat itu juga. Dalam hati Tetsuya menampik fakta tersebut, ia pun dengan segera menarik tangannya dari genggaman sang pemuda yang bernama Seijuurou itu.

Tubuh sang Ratu Seirin itu terasa sedikit membeku saat ia merasakan sebuah belaian tangan menyentuh pipi kirinya, mengusap pipinya yang basah akan air mata dan mengusir linangan tersebut supaya tak menyentuh dirinya.

"Seorang ratu mungkin tak boleh mengeluarkan emosinya maupun memperlihatkan air matanya kepada orang lain, namun seorang ratu sejati adalah mereka yang mampu menahan rasa sakit serta dapat berkorban untuk orang-orang yang ia cintai meski itu artinya mereka harus merasakan sakit yang begitu parah," perkataan yang keluar dari bibir Seijuurou itu membuat Tetsuya lagi-lagi terkejut dan tercengang pada saat yang sama. Ia tak mengenal pemuda yang bernama Seijuurou tersebut, namun pemuda itu adalah orang pertama yang mampu mengutarakan hal itu seperti ia begitu mengenal Tetsuya dengan baik. "Kita akan bertemu lagi, Yang Mulia Ratu."

Tetsuya tak mampu mengutarakan apapun, baik dirinya maupun lidahnya masih membeku di tempat. Ia hanya bisa melihat sosok pemuda dengan aura yang begitu berkuasa tersebut membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauhi sosok Tetsuya yang masih mematung di samping kolam ikan di dalam taman istana tersetbut. Pemuda yang misterius itu, entah kenapa sihirnya sangat menyukai pemuda itu, ini kali pertama terjadi di dalam hidupnya dan Tetsuya tak tahu apakah ia menyukai perasaan ini atau tidak.

Sosok misterius dari pemuda bernama Seijuurou baru bisa Tetsuya lihat sekali lagi saat mereka semua berada di ruang tahta dimana dirinya duduk di atas singgasananya di samping milik Taiga. Tetsuya menatap sosok Seijuurou berdiri di hadapan mereka dengan dua orang pemuda yang memiliki postur tinggi berada di sebelah kiri dan kanannya, dan ketiganya menatap sosok raja dan ratu Seirin dengan begitu netral.

"Kaisar dari Teiko memerintahkan saya untuk mewakili beliau sebagai perwakilan Teiko di Seirin, saya ucapkan terima kasih banyak kepada Raja Kagami karena telah menerima kami di dalam rumahnya yang indah ini di Seirin," kata Seijuurou dengan mulus. Meski ia tengah mengatakan hal itu kepada suami Tetsuya, sang Ratu merasa tatapan dari sepasang mata heterokrom tersebut mengarah padanya sejak tadi.

Tatapan yang begitu intens dari duta besar kerajaan Teiko itu membuat sihirnya merasa tak terkendali, dengan sekuat tenaga Tetsuya mencoba untuk mengontrol sihir yang ada di dalam tubuhnya untuk tetap berada di bawah kendalinya, ia tak ingin orang-orang yang berada di tempat itu menyadari ada yang tidak normal dari sosok Tetsuya dan pada saat yang sama Tetsuya juga merasakan ketakutan yang besar mulai menggerogoti hatinya. Ia takut suaminya menemukan fakta kalau Tetsuya memiliki sihir, mungkin ia harus menghindari berada di ruangan yang sama dengan Seijuurou karena sepertinya sihir yang ada di dalam dirinya menyukai sosok misterius dari Seijuurou tersebut.

Duduk di atas singgasananya di samping Taiga, Tetsuya menghiraukan semua yang ada di sana dan berkonsentrasi untuk mengendalikan semuanya, ia meremas kain celananya dengan sangat erat dan menggigit bibir bawahnya secara perlahan, dalam hati ia berdoa agar keberadaannya dilupakan oleh mereka semua, namun sayangnya takdir yang kejam itu tidak memberinya jeda sedikit pun, dari awal sampai akhir Tetsuya akan tetap merasakan Seijuurou terus menatapnya meskipun sang duta besar tersebut tengah berbicara kepada Taiga.


Permainan kucing dan tikus tersebut terus dilakukan oleh Tetsuya dan Seijuurou. Bila Tetsuya menyadari Seijuurou berada di ruangan yang sama dengan dirinya, pemuda yang memiliki paras manis itu akan terus menghindari sosoknya dan hal yang seperti ini terus terjadi selama seminggu lebih. Tetsuya merasa tingkah lakunya ini membuat sang duta besar merasa terhibur, ia berani bersumpah kalau ia masih bisa merasakan sepasang mata heterokrom dari Seijuurou tersebut masih mengamatinya sampai sosoknya menghilang dari sana. Ia tak tahu perasaan apa yang tengah ia rasakan, dan Tetsuya pun berani bersumpah kalau Aomine dan Kise yang merupakan pengawal dari Seijuurou serta Momoi mengetahui akan hal ini.

Permainan yag mereka lakukan ini membuat Tetsuya sedikit melupakan permasalahannya serta depresi yang ia rasakan bila dikaitkan dengan suaminya, ia terlalu sibuk menghindari Seijuurou sampai perasaan sakit hati kepada Taiga yang bermesraan dengan selir-selirnya pun terlupakan.

Ada satu hal yang membuat Tetsuya begitu gundah, bingung, serta takut pada saat yang sama. Hal itu merupakan sihirnya yang tiba-tiba tertarik begitu saja kepada Seijuurou yang notabene baru saja ia kenal tidak lebih dari seminggu ini, rasanya seperti ia mengenal sosok pemuda itu sudah lama sekali, namun hal yang terakhir ini langsung Tetsuya tepis begitu saja karena itu semua tidak mungkin terjadi. Dirinya bersama Momoi pun terus berjalan menyusuri koridor utama, tujuannya adalah ruang singgasana dimana ia tahu kalau Taiga tengah berada di sana. Izuki yang merupakan salah satu petinggi di istana pun memberitahunya kalau sang Raja tengah menunggu Tetsuya di sana, dan sebagai suami yang baik pun Tetsuya langsung beranjak dari dalam kamarnya untuk menemui Taiga bersama dengan Momoi yang masih setia mengikutinya dari belakang.

"Akhir-akhir ini Anda terlihat begitu lelah, Tetsu-sama, apa Anda kurang beristirahat?" Tanya Momoi yang mulai penasaran dengan gelagat sang Ratu tersebut.

Tetsuya yang masih memasang topeng netral di wajahnya itu tak menjawab untuk beberapa saat lamanya, tak mungkin ia menjawab kalau semua ini adalah salah dari duta besar kerajaan Teiko yang bernama Seijuurou tersebut. Pemuda berambut merah darah itu selalu menerornya meski itu dalam mimpi saja, keberadaan Seijuurou yang terlalu mengintimidasi itu membuat Tetsuya takut, dan jangan lupakan akan bagaimana sihirnya yang selalu tak terkendali bila mereka berdua berada dalam ruangan yang sama. Tetsuya tak bisa memberitahu hal ini kepada Momoi karena ia tak ingin Momoi menuduhnya berselingkuh di belakang sang Raja Seirin.

"Aku hanya tak bisa tidur saja, Momoi-san, banyak pikiran yang terus kupikirkan," jawab Tetsuya singkat, mereka berdua pun pada akhirnya sampai di depan pintu ruang tahta.

Gadis muda itu tak mengucapkan apapun lagi, tatapan penuh simpati adalah apa yang ia berikan kepada Tetsuya seolah mengerti akan apa yang Tetsuya alami. Sepertinya Momoi masih berpikir kalau sang Ratu tak dapat tidur karena ia merasakan tekanan baik dari sang Raja maupun pihak dewan istana yang terus menghakiminya kenapa sampai sekarang Tetsuya tak bisa memberikan keturunan kepada sang Raja. Tak ingin menyakiti perasaan Tetsuya, Momoi pun tak mengucapkan banyak kata dan memilih untuk mengikuti langkah sang Ratu.

Pemandangan yang tersaji di depan mereka bisa dikatakan membuat siapa saja yang melihatnya merasa terkejut atau mungkin bisa menimbulkan rasa jijik. Duduk di singgasana milik raja adalah Taiga, itu adalah pemandangan yang sangat normal dan mampu diterima oleh akal, namun yang membuat emosi Tetsuya meledak adalah sosok Furihata yang ada di atas pangkuan Taiga dengan tubuh yang tak berbalut sehelai benang sedikit pun dan tengah melakukan hubungan intim dengan sang raja di ruangan sakral seperti ruangan tahta seperti ini.

Emosi Tetsuya yang sejak dulu selalu dilapisi oleh es tipis pun kini tak bisa dibendung, ia marah dan semua itu tak bisa dilukiskan oleh apapun. Bagaimana perasaan seseorang bila mereka melihat pasangannya tengah melakukan hubungan badan dengan orang lain yang bukan mereka? Sakit, tentu saja hal itu menjadi nyata. Marah? Jangan ditanya lagi.

"TAIGA-KUN!" Baru pertama kali ini Tetsuya berteriak sehisteria itu.

Teriakan yang dibuat oleh Tetsuya itu membuat pasangan yang tengah berbuat mesum itu menghentikan aksinya dan langsung menoleh ke arah Tetsuya serta Momoi yang berdiri di ambang pintu. Tetsuya melihat bagaimana Furihata langsung memucat melihat kedatangannya di tempat itu, ia pun langsung beranjak dari pangkuan sang Raja dan menutupi tubuh telanjangnya dengan tangannya.

"Tetsuya, apa yang kau lakukan di tempat ini? Kau lancang sekali menggangguku ketika aku tengah sibuk!" Taiga terlihat marah, tangan kekarnya mengambil mantel yang teronggok di atas singgasana kosong milik Tetsuya dan memakaikan mantel tersebut untuk menutupi tubuh polos Furihata. Tak lupa Taiga pun segera mengenakan celananya sebelum menghadapi suaminya.

Emosi yang meledak-ledak dari Tetsuya itu membuat sang Ratu menjadi gelap mata.

"Sibuk katamu? Apa itu namanya sibuk dengan meniduri Furihata-kun di depan mataku, Taiga-kun? Apa Taiga-kun tidak memahami bagaimana perasaanku ketika kau melakukan ini?" Tetsuya pun langsung menghampiri sosok suaminya dan selir Taiga itu dengan langkah yang diselimuti oleh kemarahan.

"TETSUYA, JAGA PERKATAANMU?!" Teriak Taiga, ia membentak sosok suaminya dengan suara keras, membuat Tetsuya merasa terkejut karena ini adalah pertama kali Taiga membentak dirinya seperti itu.

Tetsuya mengggit bibir bawahnya, ia ingin mengatakan kalau di sini tidak ada yang bisa dijaga lagi dan tidak ada alasan untuk melakukannya. Ia sudah cukup lama merasa tersakiti, untuk apa dirinya harus menjaga perkataannya? Apa mungkin karena Tetsuya adalah seorang ratu?

Merasa tak terima dengan perkataan Taiga, Tetsuya pun memberikan tatapan ganas kepada suaminya sendiri sebelum ia mengembalikan tatapan itu ke arah sosok pemuda berambut coklat yang sejak dulu selalu mengambil kebahagiaan yang ia ciptakan bersama suaminya. Tetsuya menatap sosok Furihata dengan seksama, ia menghiraukan bagaimana Furihata semakin menutupi dirinya dengan mantel milik Taiga dan mencoba membuat dirinya sekecil mungkin. Ia tak pernah punya keberanian bila sudah berada di hadapan Tetsuya.

Kedua mata biru langit Tetsuya yang berkilat penuh bahaya itu tiba-tiba memicing saat ia melihat sebuah liontin yang tergantung pada leher Furihata, liontin itu adalah perhiasan kebesaran milik Seirin yang seharusnya dimiliki oleh Ratu Seirin, namun Tetsuya tak pernah mendapatkan hal itu dari Taiga dan setiap kalia Tetsuya bertanya pada suaminya ia selalu mendapat jawaban kalau benda tersebut hilang ketika ibunya meninggal. Dan semua kebohongan itu terbongkar, apa yang seharusnya menjadi milik Tetsuya kini tergantung di leher pelacur yang berkedok sebagai selir dari Taiga tersebut, orang sama yang menghancurkan kebahagiaan yang Tetsuya bangun bersama Taiga, rumah tangga mereka. Dan jangan katakan kalau Furihata akhirnya mengandung anak Taiga juga, Tetsuya tak akan bisa menerima hal ini.

Tanpa mengucap banyak kata Tetsuya langsung menarik liontin yang tergantung di leher Furihata sampai putus, ia pun mengabaikan teriakan penuh kesakitan yang Furihata keluarkan.

"TETSUYA!" Teriakan dari Taiga itu begitu menggelegar, dan detik kemudian Tetsuya menerima sebuah pukulan di pipinya dari suaminya sendiri.

Momoi menutup mulutnya saat ia melihat ratu-nya disakiti seperti itu, tidak hanya secara mental namun juga secara fisik. Ia ingin memeluk Tetsuya dan membawanya pergi dari sana, namun Momoi hanyalah pelayan biasa yang tak memiliki kuasa apapun, yang bisa ia lakukan adalah berdiri di sana sambil melihat tragedi itu terjadi di hadapan matanya.

"KEMBALILAH KE KAMARMU DAN PIKIRKAN KESALAHANMU, TETSUYA! AKU INGIN KAU MEMINTA MAAF PADA KOUKI ATAS PERBUATANMU INI!" Suara dari Taiga masih menggelegar, Momoi yakin semua orang yang ada di dalam istana mampu mendengarnya. Skandal keluarga kerajaan adalah hal menarik yang bisa dijadikan gosip. "Berani-beraninya kau melakukan hal seperti itu, Tetsuya, apa kau tak tahu kalau Kouki tengah mengandung putraku?!"

Kejutan demi kejutan pun dilemparkan ke arah sosok mungil seorang Kuroko Tetsuya. Jemari tangannya yang masih memegang liontin tersebut meremasnya dengan begitu erat, rembesan darah yang mengalir dari sudut bibirnya pun ia hiraukan, begitu pula dengan rasa perih yang ia derita pada pipinya. Ia mengangkat dagunya, memberikan tatapan ganas yang bercampur akan kesedihan di sana. Mimpi buruk Tetsuya terjadi, dan ia tak bisa bangun lagi.

"Minta maaf? Untuk apa aku harus meminta maaf pada seorang pelacur yang sudah merebut suamiku, Taiga-kun? Bukankah harusnya Furihata-kun yang meminta maaf padaku karena ia sudah tidur dengan suamiku?" Tanya Tetsuya, suaranya terdengar pecah, dan beberapa bulir air mata pun mengalir dari kedua matanya. "Apa salahnya kalau aku marah karena suamiku tengah berselingkuh dengan orang lain? Apa aku tak boleh merasakan marah dan cemburu untuk suamiku sendiri?"

Tangis dari Tetsuya pun pecah, kedua matanya yang sembab mengeluarkan air mata yang terus berjatuhan ke pipinya dan berlinangan di sana, mengukir ekspresi menyedihkan pada wajahnya.

"Taiga-kun, apa kau tidak mencintaiku lagi? Apa aku saja tidak cukup untuk membahagiakanmu lagi sampai kau harus bersama dengan orang lain untuk mencari kebahagiaan?" Suaranya yang pecah itu membuat Momoi tak mampu menahan tangis.

"Tetsuya, aku mencintaimu dan kau tahu itu. Tapi kau harus tahu kalau memiliki selir adalah hak dari seorang raja, terlebih kau tak mampu memberikanku anak seperti apa yang sudah kau janjikan dua tahun yang lalu padaku!" Perkataan yang awalnya manis dan memberi harapan pada Tetsuya itu berubah menjatuhkannya, seperti seekor burung yang jatuh dari ketinggian. "Kouki adalah ibu dari anakku, dan aku ingin tahu dan menerima kalau aku juga mencintai Kouki."

Tangan kiri Tetsuya menyentuh dada kirinya, hatinya terasa begitu hancur atas kalimat yang Taiga ucapkan padanya. Suaminya yang sangat ia cintai telah menghamili selirinya, tidak hanya itu saja namun suaminya juga mencintai ibu dari calon anaknya. Apa yang harus Tetsuya lakukan saat ini? Ia merasa seperti orang bodoh, seperti boneka yang talinya putus saat drama pertunjukan tengah berlangsung. Hal apa yang Furihata miliki dan tidak dimiliki oleh Tetsuya sehingga suami Tetsuya lebih memilih selirnya ketimbang ratu-nya sendiri?

Tuhan, bunuh aku saat ini juga?!

"Sebagai raja-mu aku memerintahkanmu untuk minta maaf kepada Kouki, Tetsuya. Lakukan sekarang juga!" Perintah yang keluar dari mulut Taiga itu seperti tak puas-puasnya telah menghancurkan hati Tetsuya, dan sekarang ia seperti menginjak-injak harga diri Tetsuya begitu saja.

Aku tidak kuat dengan semua ini.

Tanpa mengucapkan apapun lagi, Tetsuya pun melempar liontin yang ia pegang itu ke wajah Taiga.

"Taiga-kun, kau jahat sekali padaku. Aku tidak percaya kau melakukan ini semua padaku, kau jahat!" gumam Tetsuya, ia menahan sesenggukan yang ingin keluar dari bibirnya.

Pemuda yang memiliki paras manis itu memberikan tatapan penuh luka kepada Furihata sebelum mengarah pada Taiga, dan tanpa mengucapkan apapun lagi ia pun segera memutar tubuhnya sebelum berjalan keluar dari ruang tahta, menghiraukan terikan yang diberikan oleh Taiga yang memerintahnya untuk kembali. Bahkan ia pun menghiraukan Momoi yang mengikutinya dari belakang.

Drama picisan yang tersaji di ruang tahta itu akan menjadi gosip yang hangat di kerajaan Seirin tersebut, sebuah skandal memalukan yang tak akan bisa ditutupi lagi. Keluarga kerajaan sepertinya tak bisa dipertahankan lagi.

Mereka yang ada di ruang tahta itu terlihat panik karena kepergian sang Ratu, sehingga mereka pun tak menyadari adanya seorang pemuda berambut merah darah dan bermata heterokrom yang tengah bersembunyi di balik pilar raksasa di ruang itu. Pemuda itu melihat drama yang tersaji di hadapannya dengan ekspresi yang tak bisa diartikan oleh siapapun kecuali dirinya, ia terlihat terhibur namun pada saat yang sama juga terlihat marah, hal ini terlihat dari kepalan tangannya yang begitu erat.

"Kagami Taiga, dia adalah raja bodoh yang melepaskan seorang ratu sejati demi seorang selir rendahan. Benar-benar menyedihkan," gumam Seijuurou kepada dirinya, seringai tipis pun kini terulas kecil di bibirnya. "Kurasa Seirin itu memang menarik, terutama sang Ratu itu sendiri. Apa yang hilang dari genggaman Taiga, akan segera menjadi milikku."


AN: Terima kasih sudah mampir dan membaca fanfic sederhana ini

Author: Sky