SENPAI,.. NOTICE ME!

Disclaimer By Masashi Kishimoto's

Namikaze Naruto X Hyuuga Hinata

Genre : Drama|Romance|Friendship

M

WARNING

AU,OCC,TYPOS,MATURE THEM'S,LEMON,REMAKE Etc

(FF ini Remake dari sebuah fic dengan judul serupa milik Author Nyangiku dari Fandom Bleach/screenplays yang belum pernah di bublish dimana pun)


Chapter 8

.

.

.

Mata Naruto menatap miliknya tidak percaya. Kenapa ada darah?

Kenapa cairan bening milik Hinata bercampur dengan darah? Ia mengalihkan pandangannya pada celana putih berenda yang masih melekat di sana.

Sebercak darah segar juga tercetak di sana. Bahkan menetes-netes lama-kelamaan semakin banyak.

Apa permainannya terlalu kasar sampai Hinata pendarahan seperti itu?

Hinata yang sudah kembali normal menatap Naruto yang terhanyut dalam pikirannya. Entah kenapa ia tidak merasakan pergerakan Naruto,padahal biasanya ia akan melanjutkan kegiatannya. "Kenapa, senpai?" tanya nya sambil susah payah menggeser tubuhnya untuk bersender ke belakang.

"K—Kau—pendarahan." ucap Naruto terbata-bata. Mata Hinata yang tadi kebingungan berubah menjadi terkejut. Pendarahan? Bagaimana bisa?

Ia menatap milik Naruto yang menegang dan terlapisi oleh cairan beningnya bercampur darah. Ia juga membuka kembali kedua pahanya, tangannya meraba-raba dibagian sana. —Didepan lubangnya yang ia ketahui masih terbungkus celana dalam yang terasa hangat.

Setelah agak lama ia menarik tangannya itu untuk ia lihat. Tangannya basah oleh cairan berwarna merah yang agak samar namun sangat tercium sekali bau besi yang menyengat.

Benar, — ia pendarahan.

—tidak.

Bagaimana mungkin dia bisa pendarahan? Dia kan sudah tidak perawan lagi, mana mungkin pendarahan itu terjadi sampai dua kali?

—tunggu ia teringat sesuatu.

"Senpai, sekarang tanggal berapa?" Naruto menatap Hinata heran. Kenapa ia malah menanyakan tanggal? Apa hubungannya pendarahan dengan tanggal hari ini?

Naruto mengingat-ingat sebentar. "Sekarang tanggal 23, hari jumat." jawaban Naruto itu disambut oleh hembusan nafas lega Hinata.

Sedetik kemudian wajah Hinata berubah menjadi menyesal. "Sepertinya bukan pendarahan.. Tapi aku.. mungkin. — Menstruasi.." jawabannya itu membuat Naruto terkejut.

Jadi bukan pendarahan? Syukurlah. Tadi ia pikir ia sudah melukai bagian dalam Hinata sampai mengeluarkan darah begitu. Kekhawatiran diwajahnya itu kini hilang sudah.

"Syukurlah.." Naruto tersenyum lega.

"Tapi.. Senpai kan belum selesai, lebih baik selesaikan saja dulu. Aku tidak apa-apa kok." kata-kata Hinata itu membuat Naruto kembali terkejut. Ia tidak percaya kalau Hinata akan mengatakan hal itu.

Naruto menggeleng lemah. "Tidak. — Tidak usah." tangan Naruto mengusap pipi Hinata pelan. Menatap dua mata Hinata yang tersirat sebuah penyesalan.

"Tapi kan, Senpai belum—" bibir ranum yang belum menyelesaikan kalimat itu keburu dicegah oleh bibir Naruto. Ia mencium Hinata agar kalimat itu tidak selesai ia ucapkan, disusul oleh gelengan kepalanya.

"Aku bilang. Aku tidak apa-apa."

"Kenapa?" Naruto merapihkan seragam Hinata yang sudah sangat berantakan dalam keterdiaman. Ia memakaikan bra Hinata kembali, tidak lupa ia mengancingkan seragam itu kembali seperti semula walau seragam itu sudah terlalu kusut untuk dirapihkan. Raut wajahnya tersirat sebuah kekesalan dan kekecewaan yang berusaha ia tutupi dengan wajah datarnya. Tapi Hinata tau kalau Naruto pasti sangat kecewa padanya.

"Hubungan seks saat menstruasi itu sangat beresiko. Aku tidak ingin menyakitimu." setelah selesai merapihkan seragam Hinata, Naruto bangun lalu berjalan memasuki kamar mandi yang berada disudut ruangan yang letaknya sama seperti dikamarnya. Ah, — sepertinya ia harus menuntasnyanya sendiri.

.

.

.

"Senpai marah padaku? Maaf.. A—aku tidak tau kalau aku akan menstruasi hari ini.." Hinata menatap sayu punggung Naruto yang membelakanginya, ia sedang sibuk mencari baju ganti dalam lemarinya setelah ia keluar dari kamar mandi barusan. Hinata menyesal. Sangat menyesali kejadian yang tidak terduga barusan. Tidak ada jawaban dari Naruto.

"Karna dikeluargaku tidak ada perempuan selain Kaa-sanku, aku tidak punya pembalut untuk kau pakai saat ini. Atau kau mau kuantar pulang sekarang?" tawar Naruto. Ya —dikeluarganya memang tidak ada anak perempuan. Kakaknya adalah laki-laki sama sepertinya. Bisa saja ia meminta pembalut pada Kaa-sannya, tapi kamar orang tuanya pasti dikunci setiap kali mereka pergi. Jadi dia tidak bisa masuk seenaknya.

"Jawab pertanyaanku dulu, senpai."

Naruto menghampiri Hinata yang masih duduk, ia memeluk lututnya diatas kasur itu. Wajahnya ia benamkan disana.

Ia membuka kedua tangannya, memeluk tubuh Hinata pelan. "Aku tidak marah. Tidak perlu meminta maaf. Kita bisa melanjutkannya nanti kalau kau sudah selesai." Naruto mencium puncak kepala Hinata pelan. Menghirup harum strawberry di helaian rambut indigo nan halus milik kekasihnya itu.

Syukurlah Naruto tidak marah. Ia bisa pulang dengan tenang sekarang.

"Aku pulang sendiri saja."

Naruto kembali menggeleng. "Tidak! — Aku yang membawamu kesini, jadi aku juga yang akan mengantarmu dengan selamat." Naruto kembali mencium bibir kemerahan itu sekilas. Lalu Ia membantu Hinata untuk bangun.

.

.

Sekarang mereka sudah berada didalam mobil Naruto. Naruto melajukan mobilnya pelan dengan sengaja. Ia masih ingin menghabiskan waktu bersama Hinata sampai ia bertemu lagi dengannya hari senin nanti. Walaupun kenyataannya mereka bertemu setiap hari disekolah, jangan kira mereka bisa pergi berduaan atau bermesraan disana dengan leluasa. Sekolah adalah tempat yang penuh kekangan bagi mereka berdua. Mata-mata dan telinga-telinga yang setiap hari selalu terpasang tajam seakan menelanjangi mereka. Bahkan untuk saling sapa saja mereka takut.

"Kenapa berhenti?" Hinata menatap kawasan pertokoan disekelilingnya bingung. Katanya Naruto mau mengantarnya pulang, tapi kenapa dia malah berhenti disini?

Dikawasan pertokoan seperti ini lagi. Ini kan tempat yang ramai.

"Tunggu sebentar disini." Naruto melepaskan sabuk pengamannya lalu keluar meninggalkan Hinata tanpa kata.

.

Ia menunggu dan menunggu. Naruto cukup lama juga meninggalkannya sendirian disini. Hanya suara deru mesin dan klakson dari mobil yang melintas di sekitarnya yang setia menemaninya. — Bosan.

.

.

.

BRUUK!

Keranjang belanjaan yang Sakura pegang jatuh berserakan begitu saja. Seseorang berpostur tinggi baru saja menabraknya. Orang itu buru-buru memasukan kembali belanjaan milik Sakura yang terjatuh. Sakura hanya berdiri dan diam menunggu orang itu selesai. Menatapnya dengan tampang kesal. Tidak perlu kata maaf dari orang itu, yang ia perlukan hanyalah belanjaannya itu kembali ke tempatnya semula. Karna ia ingin cepat-cepat pulang dan beristirahat.

Orang itu mengulurkan keranjang belanjaan itu kepada Sakura sambil hendak meminta maaf karna sudah menabraknya. Walaupun ia sedang terburu-buru, ia tetap harus meminta maaf karna kesalahannya barusan.

"Maaf aku tidak senga—Sakura?" Naruto kaget menatap sosok yang ada didepannya. Ternyata orang yang ia tabrak adalah Sakura. Suatu kejadian tak terduga baginya.

Sakura menatap Naruto sinis. "Lain kali perhatikan langkahmu."

Bagaikan menemukan sebuah mata air di tengah padang pasir. Kebetulan sekali bukan ia bertemu dengan Sakura sekarang? Entah sudah beberapa kali ia sudah berkeliling mengitari rak-rak yang berjejer rapi di minimarket ini, tapi ia tidak menemukan sesuatu yang ia cari.

Ia tadi langsung keluar begitu saja tanpa menanyakan pada Hinata pembalut apa yang biasa ia pakai. Ya, — maksudnya berhenti dipinggir jalan tadi adalah memang untuk membelikan pembalut untuk Hinata di sini. Padahal ia sama sekali tidak mengerti tentang seluk beluk pembalut walaupun sahabatnya adalah seorang perempuan. Ia terlalu anti untuk permasalahan perempuan yang seperti ini—kecuali sekarang. Karna tanpa dia mau pun akhirnya dia harus berhubungan juga dengan masalah ini gara-gara Hinata.

"Kebetulan sekali kau ada disini. Aku ingin minta bantuanmu. Kumohon!" Naruto membungkukkan badannya cukup lama. Ini pertama kalinya ia memohon kepada seseorang, apalagi Sakura yang notabene adalah orang yang selama ini ia hindari. Bisa saja ia meminta bantuan pada Shion dengan cara meneleponnya, tapi dia tidak sebodoh itu. Pastinya nanti Shion akan bertanya macam-macam padanya, apa yang akan ia jawab? Atau bisa saja dia bertanya pada pelayan di minimarket ini. Tapi dia terlalu gengsi untuk melakukannya. Makanya dari tadi ia hanya bolak-balik di deretan rak-rak yang berjejer.

Sakura menatap Naruto heran.

Apa kepala Naruto baru saja terbentur sesuatu? Yang Sakura tau, Naruto itu adalah orang yang angkuh dan tidak out of character seperti ini. Apalagi sampai membungkuk memohon bantuannya.

Apakah sesulit itu kah permasalahan yang sedang Namikaze Naruto alami saat ini?

"Bantuan apa yang dapat aku berikan?" Naruto bernafas lega. Ternyata Sakura tidak sekejam yang ia kira. Ia pikir Sakura akan pergi meninggalkannya begitu saja dengan tatapannya yang tajam menusuk sampai ke hati. Tapi ternyata ia malah mengiyakan permintaannya.

"Pembalut yang bisa Hina—ng.. perempuan pakai yang seperti apa ya?" hampir saja dia keceplosan menyebutkan nama Hinata didepan Sakura. Mudah-mudahan saja Sakura tidak mencurigainya, Naruto menatap wajah Sakura agak ngeri karna Sakura dari tadi menatapnya dengan tatapan serius seolah menelanjanginya. Dan semoga saja Sakura tidak bertanya kenapa Naruto menanyakan hal itu kepadanya.

Mata Sakura menyusuri rak-rak dibelakangnya. Mencari sesuatu yang Naruto tanyakan barusan. "Bagaimana kalau yang ini saja." Ia menyerahkan sebuah bungkusan plastik berbentuk persegi panjang bermotif 'Hello Kitty' berwarna pink kepada Naruto. Naruto mengambilnya agak ragu.

Jadi ini penampakan pembalut seorang wanita? Tapi err.. kenapa, Hello kitty?

Tidak mungkin kan Sakura mengerjainya?

"Kalau kau tidak percaya kalau itu adalah pembalut, kau bisa mengeceknya sendiri." Sakura pergi meninggalkan Naruto sendirian setelah ia rasa bantuannya sudah ia berikan pada Naruto.

Naruto memegang benda itu erat. Ya. Mana mungkin Sakura akan menipunya? Walaupun ia tau Sakura tidak menyukainya, tapi ia juga tau kalau Sakura bukan orang jahat.

"Terima kasih!" Naruto kembali membungkuk pada sosok Sakura yang sudah berjalan jauh meninggalkannya ke meja kasir. Entah bagaimana nasibnya kalau ia tidak bertemu dengan Sakura.

.

Setelah mengambil dua buah kaleng minuman untuk dirinya dan Hinata, ia buru-buru pergi ke kasir untuk membayar semuanya. Ia teringat pada Hinata yang ia tinggalkan di mobilnya cukup lama.

.

.

"Kenapa lama sekali?" Hinata menoleh ke arah Naruto dengan bibir yang dimanyunkan. Sudah hampir 30 menit ia menunggu Naruto sendirian disini. Sebenarnya apa yang ia lakukan sih di sana?

"Maaf. Tadi aku bertemu Sakura sebentar di minimarket diujung jalan sana," Naruto menyerahkan bungkusan plastik yang ia bawa pada Hinata.

"Ini?" Hinata menatap isi bungkusan itu kaget. Wajahnya berubah memerah sekarang. Jadi Naruto pergi ke minimarket itu hanya untuk membelikannya sebuah—

—pembalut?

"Kenapa? Apa yang aku belikan itu salah?" Naruto menunggu jawaban dari Hinata cemas. Kalau ia salah, harap dimaklum saja. Karna dia kan bukan seorang perempuan.

Hinata menggeleng. "Tidak. Ini memang yang biasa aku pakai." Hinata tersenyum malu-malu. 'Bagaimana bisa Naruto-senpai tahu segala mengenai pembalut yang biasa ia pakai? Apakah sedetail itu dia memperhatikanku?'

"Baiklah kalau begitu kita lanjutkan perjalanan—"

"—Tunggu, — putar balik saja kerumah Naruto-senpai."

Tangan Naruto yang hendak menyalakan mesin mobil keburu dicegah oleh Hinata. Kenapa tiba-tiba dia meminta hal itu?

"Boleh kan kalau aku menginap disana semalam saja?"

Eh? Lagi-lagi Naruto terkejut oleh pernyataan Hinata. Belum juga ia bertanya kenapa Hinata meminta putar balik kerumahnya, kali ini Naruto dikejutkan oleh permintaan Hinata yang ingin menginap dirumahnya.

"Kau yakin?" Hinata mengangguk. Mengiyakan. Tidak ada salahnya kan menebus kekecewaan Naruto dengan menemaninya semalam walaupun ia tidak bisa melayani kekasihnya itu.

Naruto menghela nafasnya. "Baiklah." sebaiknya ia menanyakan alasan itu semua kalau ia sudah sampai kembali kerumahnya saja.

.

.

Hinata menggeser pintu geser yang terbuat dari kaca didepannya. "Aku ingin mandi, boleh aku pinjam baju Naruto-senpai?" Hinata membuka kancing seragamnya satu persatu didepan wastafel. Sedangkan Naruto sedang merapihkan stik playstation yang dari tadi masih berantakan.

"Lebih baik mandi saja dulu. Masalah baju, biar aku yang siapkan." Naruto keluar dari kamarnya menuju lantai dasar rumahnya kemudian. Entah apa yang akan ia lakukan dibawah saja, Hinata tidak tau.

Yang jelas ia hanya ingin mandi sekarang karna badannya sudah terasa lengket oleh keringat. Ia melepaskan seragam bagian atas dan roknya didepan wastafel dengan cuek tanpa menutup kembali pintu geser kaca itu. Meninggalkan seragamnya itu begitu saja disana. Dengan tubuh yang hanya di balut oleh pakaian dalam ia masuk ke dalam kotak berbentuk segi empat yang juga terbuat dari kaca didepannya pelan-pelan.

.

.

"Sudah selesai mandinya?" Naruto menatap seragam Hinata yang tergeletak dibawah lantai lalu membereskannya. Ia melirik kotak berbentuk segi empat yang terbuat dari kaca tempat Hinata berada disana berembun. Suara gemericik air terdengar pelan. Bayangan lekukan tubuh Kekasihnya itu samar-samar terlihat. Ia belum selesai rupanya. Dua buah paper bag berwarna pink ia letakkan di sebelah wastafelnya. Mudah-mudahan ukuran pakaian yang ia belikan cukup di pakai Hinata.

"Sudah. Tapi aku tidak ingin keluar dengan polos seperti ini," jawab Hinata dari dalam kotak itu. Suara manis itu sangat jelas terdengar oleh Naruto. Ia sudah lama menunggu Naruto di dalam sana entah kemana tadi Naruto pergi meninggalkannya selama itu, ia tidak tahu.

"Bajunya aku letakkan di atas wastafel. Aku ke bawah dulu sebentar,"

Lagi-lagi meninggalkannya kebawah. Sebenarnya apa yang dia lakukan disana, sih? Kepala Hinata menyembul sedikit dibalik pintu kaca itu, matanya menatap heran dua buah paper bag berwarna pink yang ia kenali didekat wastafel.

Paper bag itu, paper bag dari butik Ino tempatnya bekerja sambilan waktu itu. Tapi kapan ia membelikannya? Naruto memang meninggalkannya agak lama tadi, tapi mana mungkin dengan waktu segitu ia bisa pergi dan pulang dari butik Ino yang terletak dekat stasiun yang cukup jauh dari sini?

Ia buru-buru meraih paper bag itu sebelum Naruto kembali dari bawah dan melihatnya polos seperti ini.

.

.

"Apa bajunya muat?" Naruto menghampiri Hinata yang baru saja keluar dari kamar mandi. Kaus berwarna pink tanpa lengan yang panjangnya 10 centi dari atas lutut yang ia gunakan agak kebesaran.

Coba saja Naruto tahu ukuran bajunya, mungkin baju itu tidak akan kebesaran seperti itu.

"Bajunya sih muat —walau agak sesak, hanya saja.." Hinata yang kini sudah duduk disebelah Naruto menunduk malu, tangannya gelisah menutupi bagian depan dadanya. Naruto menatap Hinata bingung dengan apa yang dilakukannya.

Nafas Hinata agak berat. Seperti merasakan sesak di dadanya. — Atau menahan malu diwajahnya?

Sesekali ia menatap ke arah dada Hinata. Dua bukit kembar itu bahkan seakan menggodanya, apalagi tonjolan yang tercetak jelas dari balik baju yang terlihat terlalu pas di tubuh Hinata. Meskipun ia mengatakan kalau bajunya pas.

Dia memang menahan malunya, malu karna bagian atasnya tidak menggunakan bra yang Naruto belikan bersama baju pink yang kekecilan ini. Ia takut terlihat terlalu vulgar dihadapan Naruto. Ukuran bra itu terlalu kecil untuk ia pakai, bahkan kalau dipaksakan dipakai pun tetap tidak akan muat. Makanya ia tidak memakainya.

"Maaf, aku membelinya menggunakan ukuran Shion. Karna aku tidak tau ukuranmu berapa.." Naruto menatap Hinata dengan tatapan menyesal. Benar juga, ukuran dada Hinata kan lebih besar dari Shion. Kenapa dia bisa sebodoh itu? Maksud hati ingin membuat surprise pada Hinata dengan membelikannya baju ganti, ia malah menjadi malu karna salah membelikan ukurannya.

"Terima kasih, senpai."

.

.

Sakura POV

.

'Rumah Hinata kok sepi ya? Tidak seperti biasanya. Sejak jam istirahat disekolah tadi pun aku tidak melihatnya. Si Ino bilang kalau Hinata pulang duluan buru-buru. Tapi aku tidak melihat tanda-tanda kalau ia ada dikamarnya sejak tadi siang?'

'Kemana perginya ya bocah ingusan itu?'

'Pesanku juga tidak ia balas. Awas saja kalau dia membuat masalah, akan ku gigiti dia sampai habis.'

.

.

Naruto susah payah menelan ludahnya. Melihat tubuh lemah Hinata yang sedang tidur sambil memeluknya. Kalau saja menstruasi itu tidak datang tiba-tiba tadi, mungkin saat ini mereka sedang berlomba menuju kenikmatan bersama semalaman tanpa istirahat.

Salahkan juga dirinya yang salah membelikan ukuran bra untuk Hinata. Sehingga bra itu tidak bisa Hinata pakai. Hei, — dua benda kenyal dan bulat itu menekan dada bidang Naruto lembut dengan penghalang hanya selembar kain yang kekecilan. Bagaimana mungkin ia bisa tenang tidur dengan posisi begini?

Susah payah ia menahan hasratnya untuk tidak nekat menyerang Hinata tiba-tiba. Akal sehatnya masih bisa berpikir tentang keselamatan Hinata—sedikit.

Tubuhnya merasa panas dari tadi. Padahal ACnya sudah ia nyalakan dengan suhu yang cukup untuk mendinginkan dua orang diruangan yang sebesar ini.

Nafasnya juga tidak stabil. Sesekali normal lalu sesekali berubah menjadi berat.

Ia ragu apakah dirinya akan sanggup menahan semua ini sampai pagi? Sedangkan sekarang saja baru jam sebelas malam. Masih ada setengah malam lagi waktunya untuk menanti pagi.

Apalagi cara tidur Hinata sangat tenang. Ia tidak juga merubah posisinya yang sejak awal tertidur sudah mengambil posisi begini. Ia hanya sesekali menggeliat seperti kucing atau merapatkan pelukannya pada Naruto. Benda kenyal itu menggesek-gesek ke tubuh Naruto pelan.

Naruto menggerakkan tangannya ragu hendak menyentuh benda bulat kenyal yang menekan tubuhnya itu, tapi ia mengurungkan niatnya. Ia takut kekasihnya itu terusik.

Tapi tangannya gatal, ingin meremas benda itu dengan gemas.

Sambil menahan stress dipikirannya, mata Naruto beralih ke bagian bawah Hinata. Ke bagian kaki putih dan mulus itu sampai berhenti di bagian pahanya. Keputusannya untuk mengalihkan pandangannya dari dada Hinata merupakan sebuah kesalahan besar. Bagian bawah ini justru lebih menggodanya lagi. — Baju pink yang kebesaran itu tersingkap ke atas menampilkan secara keseluruhan paha Hinata walau tidak sampai menampilkan bagian paling sensitive milik kekasihnya itu.

Mana mungkin ada yang tahan pada paha seorang gadis yang sudah beranjak dewasa? Apalagi paha itu mulus tanpa setitik noda pun. Kalau saja paha itu adalah paha seorang anak kecil, Naruto pasti tidak mungkin tergoda karna dia bukan seorang pedofil.

Oh ayolah. Ia sudah tidak tahan untuk tidak menikmati ini semua. Seluruh tubuh Hinata sudah membuatnya kecanduan. Sekalipun Hinata menggunakan pakaian yang tertutup, ia tetap bisa menggoda Naruto.

Hinata menggeliat merubah posisi tidurnya menjadi terlentang. Tangan Naruto tanpa ia sadari ia letakkan menyentuh perutnya.

Naruto akhirnya bisa bernafas lega juga. Tekanan di tubuhnya akhirnya terlepas.

Tiba-tiba, mata Hinata terbuka. Melirik kearah kanan dan kirinya. Naruto menatap Hinata kaget, seingatnya ia tidak mengusik tidur Hinata.

"Aku dimana?" tanya nya masih memandangi tiap sudut ruangan yang diketahui bukan kamarnya.

"Kau ada dikamarku." jawaban Naruto yang tiba-tiba itu membuat Hinata terbangun lalu duduk. Ia memandangi Naruto yang bertelanjang dada. Hinata juga memandangi tubuhnya, ia memakai baju yang asing buatnya. Matanya berubah kaget lalu berusaha menjauh dari Naruto menutupi tubuh bagian atasnya yang jelas-jelas masih utuh memakai pakaian.

Naruto menggaruk kepalanya. Ada apa dengan Hinata? Apa dia sedang mengigau?

"Apa yang senpai lakukan padaku?" Hinata menatap tajam Naruto. Naruto yang melihat perubahan sikap Hinata hanya bisa bengong.

"Kau kan menginap dirumahku."

"Menginap?" Hinata mengingat-ingat semua kegiatan yang ia lakukan dari pagi hingga sekarang. Wajahnya memerah malu. Ia menggaruk pipinya.

"Oh iya aku lupa." Hinata kembali menggeser tubuhnya mendekat pada Naruto. Naruto yang menyadari Hinata hanya mengigau pun menepuk keningnya pelan.

.

.

Morning kiss singkat Hinata tempelkan di bibir tipis Naruto. Membuat tubuh si pemilik bibir mengeliat tapi ia tidak langsung terbangun.

"Sudah pagi." suara Hinata yang berbisik ditelinganya ibarat alarm yang langsung membangunkannya tanpa ada rasa kantuk yang tersisa.

Wajah polos Hinata menatap wajah datar Naruto yang ada dibawahnya.

"Sudah bangun?" Naruto malah balik bertanya pada Hinata yang jelas-jelas sudah lebih dulu bangun darinya. Hinata meletakan jari-jarinya di atas dada bidang Naruto, kemudian ia meletakkan kepalanya bersandar disana.

Hinata mengangguk kecil menjawab pertanyaan Naruto barusan.

Naruto menelan ludahnya. Kenapa dipagi hari seperti ini Hinata berbuat begini, sih? Miliknya yang mengeras dipagi hari seperti biasa dibawah sana tidak membuat Hinata beranjak juga dari atas tubuhnya.

"Antarkan aku pulang sekarang, Senpai."

Eh? Kenapa harus sepagi ini? Bahkan ini masih pagi hari buta. Apa Hinata kembali mengingau. Pikir Naruto.

"Baiklah." satu kata yang mengartikan jawaban itu membuat Hinata bangun dari posisinya. Sementara Naruto mengambil posisi duduk sebentar. Ia melingkarkan kedua tangannya untuk memeluk tubuh Hinata dari belakang sebentar. Menikmati sedikit kehangatan tubuh itu dipagi hari.

.

Hinata sudah siap dengan memakai seragamnya yang kemarin kusut. Ia tidak mau membuat Sakura curiga kalau dia pulang kerumahnya dengan baju yang asing bukan dengan seragamnya. Ia bisa mendapatkan rentetan pertanyaan yang akan memojokkannya sampai ia tidak tau lagi harus menjawab apa.

"Pakai ini." Naruto menyodorkan sebuah jaket berwarna putih miliknya pada Hinata. Sesaat setelah ia memakai kausnya dan meraih kunci mobil yang ia letakkan dimeja belajarnya. Jaket yang ia berikan itu berguna untuk menutupi seragam bagian atasnya yang kusut. Dan melindungi tubuhnya dari udara pagi hari yang dingin.

Tanpa banyak bicara Hinata memakai jaket yang kebesaran itu ditubuhnya.

.

.

Satu kecupan terakhir dari Naruto dikening Hinata. Hinata sengaja meminta Naruto untuk menurunkannya didepan gerbang kompleks. Ia tidak mau Sakura melihatnya pulang di pagi hari buta dengan diantarkan oleh Naruto. Lebih baik ia berjalan sendiri agar tidak ada yang mencurigainya.

Dengan tatapan sayu Naruto melepas kepergian Hinata yang semakin lama langkahnya semakin jauh meninggalkannya sendirian didalam mobilnya.

Satu malam yang sangat singkat dengan Hinata sudah ia lalui. Andai saja mereka tidak berhubungan secara diam-diam begini. Tidak perlu lelah terus-terusan bersembunyi seperti maling.

Dengan berat hati Naruto melajunya mobilnya meninggalkan asap dari knalpot mobilnya yang berterbangan di depan kompleks perumahan itu.

Hinata menatap bangunan rumahnya yang sepi. Orang tuanya semalam tidak pulang. Itu lah alasan yang merubah pikirannya untuk menginap dirumah Naruto.

Jendela disebelah rumahnya terbuka. Sosok gadis bersurai pink itu muncul dari balik gordennya yang berwarna krem. Menatap serius sosok Hinata dibawah sana. Tanpa disadari oleh Hinata tentunya. Ia terlalu sibuk menekan beberapa tombol yang terangkai menjadi sebuah sandi rahasia kunci rumahnya.

.

.

.

.

.

TO BE CONTINUE

.

.

Lama yah?! #ditabokrame-rame

Gomen Gomen #sibukbungkuk-bungkuk

Fic ini memang tengah memasuki masa kritis alias slowUpdate, belum ada kepastian dari sang pencipta aka Nyangiku buat focus Cuma ke fic ini ajah coz dikarenakan kesibukan di dunnya nyatanya dan karya2 pribadinya. Nekat mau Happy terusin sih tapi takutnya nanti malah mati semua. LOL.. maklum lah Happy kan Bapernya udah akut ^^ … dikit-dikit bunuh diri.. ujung-ujungnya tamat dah karna karakternya mati semua… hahahaha #Abaikan..

Untuk kesekian kalinya makasih buat yang udah baca dan nyempetin Review di Fic ini. Dan maaf kalo masih belum bisa memuaskan kalian. (ToT)

Special Thanks,

Garachi|Naruto Boruto|Ana|Byakugan No Hime|Elzakiyyah|Haizahr Hana|dylanNHL|Guest|Riko|Pencinta pair canon|Vianka|Narunata|Salsabilla12|Soaru-kun|Yuka|Rikudon Pein 007|Kurama No Yokai|Fixar|Xezya|Cyumai|Sheichan|Pencinta Fair Canon makasih atas semangatnya \(^o^)/|Pewe|Winda289|Esya. |Kurumu|Cikamatsu|Rei kun|Ochi|princessgomez|Hime345|Rosemary|Anima|Gintok|Baka Vie-Chan|Garachi Nih dah dilanjut.^o^

.

.

.

.

Sampai jumpa di Chapter berikutnya \(^o^)/