SENPAI,.. NOTICE ME!

Disclaimer By Masashi Kishimoto's

Namikaze Naruto X Hyuuga Hinata

Genre : Drama|Romance|Friendship

M

WARNING

AU,OCC,TYPOS,MATURE THEM'S,LEMON,REMAKE Etc

(FF ini Remake dari sebuah fic dengan judul serupa milih Author Nyangiku dari Fandom Bleach/screenplays yang belum pernah di bublish dimana pun)


Seperti biasa dia selalu misterius. Seperti mempunyai dua kepribadian ganda. disaat seperti itu auranya pasti berbeda dibandingkan saat ia melakukan kegiatan biasa.

Senpai.. Notice Me!

"Hei? Apa yang kau lihat sih?" Sakura yang tadinya sedang asik memakan roti isi ditangannya menoleh penasaran dengan apa yang Hinata lihat sampai tak bergeming.

"Bukan apa-apa." jawabnya singkat. Masih dengan mata yang menatap kearah 'sana'. Sakura menggerakkan tangannya didepan wajah Hinata pelan. Hinata tidak berkedip sedikitpun, bahkan tidak terganggu sedikitpun. Ia masih fokus menatap 'sesuatu' diujung sana entah itu apa.

"Kau sedang menatap ayam peliharaan sekolah?" tanya Sakura sambil menunjuk kandang ayam milik sekolah yang ada diujung sana jauh dari tempat mereka saat ini berada. Hinata hanya melirik Sakura sebentar.

"Tentu saja bukan!" jawabnya pelan dan kembali fokus pada objek nan jauh disana. Sakura sudah mulai merusak suasananya.

"Ng.. atau tempat sampah yang ada didekat pintu itu?" kali ini Sakura bertanya sambil menunjuknya, tempat sampah yang tepat berada disamping kandang ayam.

"Bukan!"

"Ah! Aku tau. Pasti rumput yang bergoyang itu kan?" pertanyaan ini meluncur setelah gigitan terakhir rotinya ia lahap habis. Sebenarnya Sakura bertanya bukan karna penasaran dengan apa yang dilihat Hinata. Tanpa ia bertanya pun ia sudah tau apa yang selalu Hinata lihat kalau mereka sedang di jam istirahat seperti ini. Ia hanya ingin menggoda temannya ini saja.

"Bukaaaaaaaaan!" kali ini kekesalan Hinata sudah memuncak. Urat di keningnya berkedut. Hinata langsung bangun dari duduknya lalu menghentakkan kakinya ke tanah beberapa kali dengan gemas kemudian melipat kedua tangannya didepan dada. Sakura selalu saja menggodanya disaat seperti ini. Acaranya memperhatikan 'sesuatu' disana jadi berantakan. Sedangkan Sakura hanya bisa terkekeh geli melihat tingkah kekanakkan itu. Lagi-lagi keisengannya berhasil.

"Demi bintang jatuh yang ada di langit sana~" suara gaje terdengar, membuat suasana Hinata dan Sakura disekitar mereka berubah menjadi hening. Bahkan ayam-ayam yang sedang berkokok jauh disana pun ikut menghentikan suaranya.

"Demi apapun aku ingin menginjakmu sekarang juga." sambil mengepalkan tangannya gemas, Sakura mengambil ancang-ancang siap untuk meninju.

Si pemilik suara seketika membatu. Padahal ia saja belum sampai ditempat mereka berada, tapi sudah mendapat ancaman dari Sakura seperti itu. Membuatnya sedikit merinding.

"Hee.. Sakuranee kenapa begitu kejam?" rengeknya berlebihan sambil menari ala ballerina memanyunkan bibirnya sok imut.

Sakura yang melihat tingkah gaje itu merasa ingin muntah. "Kenapa kau begitu menyebalkan?"

"Berita apa yang kau bawa kali ini? kalau tidak ada lebih baik kembali ke alammu saja sana!" lanjut Sakura datar sedatar aspal jalanan membuat orang gaje itu hanya bisa tersenyum kecut.

Sedetik kemudian wajahnya berubah sedih. Seolah-olah ia adalah seorang anak yang baru saja di siksa oleh Ibu tirinya. Matanya berkaca-kaca seakan mau menangis.

.

.

.

Beberapa bulan sebelumnya

"Selamat siang!" suara Ino memenuhi ruangan bernuansa pink soft itu dengan ceria. Deretan rak baju yang berjejer disampingnya ia lewati dengan semangat. Tempat itu sedang sepi tidak seperti biasanya. Hanya ada beberapa orang saja yang sedang memilih-milih baju. Padahal dibeberapa rak tertulis papan 'sale' yang menggiurkan. Ah, mungkin karena ini adalah akhir bulan sehingga orang-orang sedang berusaha untuk seirit mungkin.

Dibelakangnya ada Hinata dan Sakura yang masih menggunakan seragam sekolah lengkap berjalan mengikutinya. Ino memasuki sebuah ruangan dibelakang meja kasir toko itu. Meninggalkan Hinata dan Sakura berdua. Mata mereka bergerak mengitari seluruh ruangan. Melihat-lihat sebentar tempat yang sering mereka datangi dikala waktu senggang.

"Selamat siang Bibi," sapa Hinata dan Sakura bersamaan membungkukan badan mereka sopan saat seorang wanita paruh baya dengan rambut yang sewarna dengan milik Ino keluar dari ruangan yang tadi Ino masuki. Gaya pakaiannya yang modis membuatnya selalu tampil cantik setiap hari.

"Selamat siang. Hinata dan Sakura," jawab wanita itu sambil tersenyum ramah. Tak lama Ino keluar dari ruangan itu, ia sudah mengganti seragam sekolahnya dengan kaus polo berwarna pink dan rok pendek berwarna putih.

"Sekarang Okaasan bisa pergi dengan tenang, Sakuranee dan Hinata kan sudah datang," ucapnya kemudian tersenyum lebar, menampilkan deretan giginya yang seolah-olah berkilauan. Wanita paruh baya itu—yang diketahui adalah Ibu Ino pun hanya menggeleng pasrah. Melihat tingkah anaknya. Apalagi yang bisa ia katakan selain mengiayakan anaknya itu. Kalau saja ia sedang tidak buru-buru ia tentu saja akan lebih dulu mewanti-wanti anak kesayangannya yang 'agak' stress itu agar tidak mengacau.

"Baiklah. Mohon bantuannya ya!" ucapnya masih dengan senyum ramahnya membungkuk sebentar sebelum pergi. Ia meraih tasnya yang ia simpan di meja kasir lalu pergi meninggalkan mereka bertiga.

Setelah memastikan Ibunya sudah memasuki mobilnya dan pergi, Ino lalu memberikan isyarat kepada Sakura dan Hinata untuk mengikutinya masuk ke dalam ruangan yang tadi ia masuki.

"Nah, ini untuk Sakuranee. Dan yang ini untuk Hinata-chan!" tangannya memberikan dua buah kaus dan rok pendek yang sama seperti yang ia pakai kepada Hinata dan Sakura dengan semangat.

Ini pertama kalinya ia mengurusi toko milik ibunya ini bersama dua sahabatnya. Walaupun Hinata dan Sakura sendiri sering datang ke tempat ini untuk membeli baju rancangan Ibu Ino tentunya.

Ya.. toko baju—lebih tepatnya butik ini milik Ibunya Ino, mulai hari ini mereka bertiga bekerja paruh waktu selama satu bulan ditempat yang dipenuhi oleh baju-baju cantik dan sepatu lucu ini. Sebagai seorang designer yang cukup terkenal, Ibunya akan sibuk beberapa hari ini untuk menghadiri acara fashion show dibeberapa kota di Jepang bahkan sampai ke luar negeri.

Bukannya tidak mampu untuk membayar pekerja, tapi hari ini seorang pekerjanya sedang libur. Sedangkan seorang lagi ijin pulang lebih awal dan sisanya sedang istirahat sebentar. Kebetulan sekali anaknya itu memiliki dua sahabat yang setia. Sebenarnya bukan mau Ibunya agar anaknya itu mau membantunya sementara mengurusi butik mewahnya itu apalagi sampai mengajak dua sahabatnya yang notabene malah pelanggan tetap dibutik itu. Namun apa daya anaknya itu sendiri yang menawarkan diri tanpa meminta syarat apapun. Tentu saja designer terkenal itu akan dengan senang hati menerima tawaran anak kesayangannya itu.

Senyum semangat masih mengembang di wajah Ino. Walaupun ia sering membantu di butik ini—sebenarnya bukan membantu sih. Ia lebih mirip seorang mandor yang kerjanya hanya diam dan memperhatikan pekerjanya—tapi ini juga merupakan kali pertamanya ia mengajak temannya untuk bekerja bersama.

"Hentikan senyuman itu. Aku ingin muntah kalau harus melihatnya terus," Sakura menatap Ino dengan tatapan jijik. Melihat Ino tersenyum seperti itu terus membuatnya mual. Matanya bisa iritasi.

Hinata yang berada disebelahnya hanya tertawa kecil. "Sakuranee kejam!" ucapnya dengan nada lebay lalu memanyunkan bibirnya sok imut.

"Jadi apa tugas pertama kita hari ini?" Hinata yang dari tadi diam bertanya juga. Jujur ia agak kebingungan saat ini. tidak tau apa yang harus dilakukan.

Ino duduk dikursi kasir dengan malas, "Kita istirahat saja dulu aku lapar," ucapnya sambil mengusap perutnya yang baru saja ia isi dengan burger berukuran besar yang ia beli dipinggir jalan ketika menuju kemari.

"Pemalas." Sakura berjalan menuju salah satu rak disudut ruangan, merapihkannya sebentar lalu beralih ke rak lain. Sedangkan Hinata masih berdiri dengan tampang bingung. Baru pertama kali ini ia bekerja, ia tidak tahu harus memulai dengan mengerjakan apa.

"Oh iya! Hinata-chan jadi kasir saja bagaimana?" pertanyaan Ino membuatnya menoleh, menunjuk dirinya sendiri menggunakan telunjuknya.

"Eh? Aku? Kenapa tidak Sakuranee saja?" jari telunjuknya kini beralih ke arah Sakura yang sedang asik menata beberapa baju di rak lain.

"Ayolah Sakuranee lebih cocok merapihkan rak-rak disana," Ino mengatupkan kedua tangannya, matanya terpejam memohon kepada Hinata agar mau menuruti permintaannya. Tidak lupa ia membungkukkan badannya agar permintaannya itu terkesan sungguh-sungguh.

"Kenapa tidak kau saja yang melakukannya?" suara berat milik Sakura membuat Ino membuka kedua matanya. Sosok Sakura kini sudah berada didepannya sedang melipat kedua tangannya didepan dada. Sedangkan Hinata, ia sedang melihat-lihat baju sambil merapihkannya.

"Aaa—"

"Selamat datang! Silahkan melihat-lihat!" suara Hinata memotong kata-kata pembelaan Ino, ada pelanggan datang. Ino buru-buru memasang wajah ramahnya didepan kasir sambil memikirkan bagaimana bisa temannya itu sudah berada didepan pintu dengan secepat itu?

Sedangkan Sakura sendiri kembali berjalan menyusuri rak-rak baju.

Satu persatu pelanggan berdatangan lalu pergi dengan membawa beberapa paper bag. Siang yang melelahkan bagi mereka bertiga. Cukup kewalahan juga bekerja di hari pertama apalagi tadi cukup ramai. Andai saja tadi Ino tidak mengucapkan kata keramat mungkin butik ini akan sepi terus sampai tutup. Hingga waktu santai sejenak pun akhirnya mereka dapati. Saat hanya ada beberapa orang saja yang masih asik memilih-milih pakaian.

Ino yang dari tadi terus mengeluh kelaparan sekarang sedang pergi ke pantry, tentu saja untuk mengisi perutnya yang selalu ia elus-elus. Sedangkan Sakura duduk di kursi dekat rak sepatu yang sengaja disediakan untuk pelanggan mencoba sepatu yang akan dibeli.

"Hinata," panggil Sakura saat Hinata sedang asik melihat-lihat sepatu lucu disalah satu rak didepannya.

Hinata yang merasa namanya dipanggil pun menoleh, "Iya? Ada apa Sakuranee?" jawabnya menatap bingung Sakura yang sedang duduk santai sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya seperti anak kecil. Hinata pun menghampiri Sakura.

Sakura menatap Hinata dari atas sampai ke bawah perlahan. "Kau cantik memakai baju itu," pujinya kemudian tersenyum.

Wajah Hinata seketika memerah, "A—aku tidak—Sakuranee lebih cantik kok," Hinata salah tingkah dipuji seperti itu. Ini bukan pertama kalinya ia dipuji cantik oleh orang lain—termasuk Sakura dan Ino, tapi entah kenapa pujian kali ini mengena hatinya dan membuatnya gugup. Wajahnya juga agak merona.

"Selamat datang! Silahkan melihat-lihat!" suara cempreng Ino terdengar bersemangat kembali membuat Sakura dan Hinata menoleh ke arah pintu masuk. Ino sudah selesai makan rupanya. Kalau belum, mana mungkin ia bisa bersemangat begitu. Paling kalau sudah lapar lagi ia akan kembali tidak bersemangat.

Hinata buru-buru menghampiri pelanggan itu. Sedangkan Sakura sendiri masih duduk tidak ada tanda-tanda kalau ia akan bangun dan buru-buru menyambut pelanggan itu. seperti Hinata yang sampai berlari-lari kecil.

"Selamat datang!" Hinata membungkuk sopan lalu tersenyum pada dua orang pelanggan didepannya. Dua orang anak sekolah berbeda jenis kelamin dengan seragam yang masih melekat. Sepertinya dua pelajar itu langsung pergi bersama seusai jam sekolah.

Dua orang anak sekolah itu hanya terdiam mengacuhkan sapaan Hinata. Bahkan gadis dengan rambut panjang itu hanya menatapnya dingin sebentar lalu mengalihkan pandangannya ke seluruh ruangan. Tangannya menggandeng laki-laki disebelahnya yang juga mengacuhkan Hinata yang masih setia tersenyum ramah.

"Ne, lihat apa ini cocok untukku?" tanya si gadis sambil menunjukkan sebuah mini dress bermotif bunga-bunga pada laki-laki yang ia gandeng. Hinata yang merasa diacuhkan dan tidak dibutuhkan pun memilih pergi dari hadapan mereka. Takut-takut mengganggu kemesraan mereka yang kelihatannya adalah sepasang kekasih yang serasi.

Laki-laki itu hanya mengangguk. Matanya kemudian asik melihat-lihat isi toko.

Hinata menghampiri Sakura yang sudah ada dimeja kasir dengan tampang kusut. "Begini rasanya diacuhkan oleh pelanggan ya?" gumamnya pelan lalu duduk menempelkan pipinya ke atas meja.

Melihat tampang kusut Hinata, Sakura pun bertanya. "Kau kenapa?" ia menatap Hinata heran. Padahal tadi ia begitu bersemangat.

Hinata menggeleng lemah. "Kalau kau lelah istirahatlah sebentar. Pelanggan itu biar aku yang tangani," ucap Sakura lagi. Hinata hanya terdiam. Tidak merespon.

"He? Ada apa ini?" tanya Ino yang muncul tiba-tiba dari bawah meja kasir karena mendengar suara berat Sakura. Wajahnya cemas melihat Hinata mendadak lesu bahkan sampai menempelkan wajahnya begitu ke atas meja kasir. Hinata menjawab dengan gelengan kepala. Ia kemudian memejamkan kedua matanya.

"Ada pelanggan yang kurang ajar padamu?" tanya nya lagi. Hinata kembali menggeleng. Ino mengedarkan matanya seluruh sudut toko mencari sesuatu yang membuat sahabatnya menjadi seperti ini. Tidak ada yang mencurigakan menurutnya.

"Sakura?" suara bariton yang memanggil namanya itu membuat Sakura dan Ino menoleh bersamaan. Laki-laki dengan rambut blonde yang ditata berantakan itu menatap Sakura dengan tampang terkejut. Seperti tidak menyangka dengan apa yang baru saja ia lihat dengan kedua matanya.

Sakura menaikan alisnya sebelah. "Iya?" kemudian menatap malas laki-laki jangkung yang tiba-tiba ada didepannya ini.

"Sakuranee kau kenal dia? Dia teman sekolahmu?" tanya Ino kemudian. Ia menunjuk-nunjuk ke arah laki-laki yang diketahuinya memakai seragam sekolah yang sama dengan Sakura. Ia takjub memandanginya dari atas hingga bawah. Wajah tampan dan misteriusnya seakan menghipnotisnya.

Sakura melirik Ino tajam. Tapi tidak dihiraukannya. Ino masih asik menatap wajah tampan laki-laki itu sambil tersenyum tidak jelas. Ia terlena dengan wajah tampan laki-laki itu.

"Kau bekerja paruh waktu disini?" tanya laki-laki itu lagi. Ia menatap Sakura dari bawah sampai ke atas. Melihat Sakura sudah tidak menggunakan seragamnya lagi, tapi tergantikan oleh seragam yang sama seperti gadis yang menyapanya ketika masuk tadi.

"Bukan urusanmu," Sakura mendengus, melipat kedua tangannya. Tampangnya berubah menjadi agak jutek sekarang.

"Naru-kun, sedang apa disitu?" panggil gadis yang tadi bersamanya, membuat laki-laki yang diketahui bernama Naruto itu menoleh.

"Aku sedang menyapa Sakura," jawabnya singkat sambil menunjuk Sakura yang berada didepannya. Gadis itu menghampiri Naruto kemudian menggandeng tangannya lagi. Membuat Sakura kali ini menatap gadis itu jijik.

"Eh? Ada apa ini kok ramai sekali?" Hinata yang dari tadi hanya diam pun ikut bersuara. Ia mengucek matanya yang terasa sangat lengket. Rupanya tadi ia tertidur sebentar kemudian terbangun karna suara percakapan mereka. Kebiasaannya untuk cepat tidur dimanapun dan kapanpun sedang kumat.

Naruto menoleh ke arah suara Hinata, seorang gadis dengan rambut indigo lurus berponi itu sedang menguap. Pipi tembemnya seakan minta dicubit. Rupanya gadis itu yang tadi menyapanya ketika ia masuk. Ia baru saja bangun dari tidur?

"Aku sudah mendapatkan barang yang aku mau, ayo kita cepat pergi dari sini." ajak gadis itu sambil mempererat gandengannya ditangan Naruto dengan wajah angkuhnya ketika menatap ke arah Hinata, Sakura dan Ino berada namun ia akan berubah manja ketika menatap laki-laki jangung yang ia gandeng.

Sakura hanya mendengus kesal kemudian berjalan meninggalkan mereka semua menuju ke arah toilet. Melihat pemandangan menjijikan itu membuatnya mau muntah.

Hinata yang menatap heran Sakura kemudian mengikutinya dari belakang. Meninggalkan Ino yang masih takjub dengan wajah tampan Naruto. Menghiraukan gadis disebelah Naruto yang sudah meletakkan beberapa baju yang dipilihnya untuk dibayar. Hingga meja kasir itu di pukul gadis itu dengan keras karna kesal ia sudah diacuhkan.

"Nona, aku mau bayar!" ucap gadis itu ketus ia meletakkan kartu kreditnya ke atas meja dengan kasar. Ino yang tersadar dari lamunannya pun kemudian menatap gadis itu kesal. Menganggu kesenangan orang saja.

"Shion, bersikaplah sopan sedikit. Ini toko orang," Naruto berusaha menenangkan Shion yang sedang manyun karna kesal. Naruto mengelus kepala gadis itu—Shion pelan membuat Ino yang melihatnya serasa ingin muntah seperti Sakura.

Ino buru-buru memasukan beberapa potong baju itu ke paper bag kemudian menyerahkannya pada mereka. Ia ingin mereka cepat-cepat pergi dari hadapannya. Rasa takjubnya pada laki-laki bernama Naruto itu seketika sirna ketika ia lihat sosok gadis yang bernama Shion itu bersikap menjijikan didepannya. Bergelayutan seperti lintah yang hendak menghisap darah kotor.

Naruto membungkuk sopan pada Ino setelah paper bag nya ia ambil. Sedangkan Shion sudah berjalan duluan menunggu Naruto didepan pintu masuk.

"Silahkan datang kembali," sapanya dengan senyum terpaksa. Akhirnya sepasang kekasih—ah dua orang anak sekolah berbeda jenis kelamin itu pergi juga dari tokonya.

.

.

Hinata mengambil beberapa helai tisu untuk mengeringkan wajahnya yang habis dicuci. Sakura akhirnya keluar juga dari bilik toilet setelah cukup lama Hinata menunggunya keluar dari dalam sana. Wajahnya yang tadi ditekuk kesal kini sudah berubah normal saat dilihatnya Hinata sedang berdiri didepan wastafel.

"Sakuranee tidak apa-apa?" tanya nya dengan nada khawatir. Walaupun Sakura sering kesal tapi rasa kesalnya kali ini entah kenapa berbeda dari biasanya.

"Aku tidak apa-apa," jawab Sakura kemudian tersenyum. Tangannya meraih potongan tisu yang menempel di pelipis Hinata kemudian membuangnya.

"Dia teman sekolahmu?" Hinata menanyakan pertanyaan yang sama seperti Ino. Wajahnya penasaran. Entahlah ia seperti mengenali kedua orang itu tapi dimana ia pernah melihatnya, ia lupa.

Sakura mengangguk. "Naruto itu anak Namikaze-san, kau ingat? Direktur utama maskapai penerbangan Osaka airlines yang biasa kita gunakan," Hinata berpikir sebentar mengingat-ingat. Ia berusaha mengingat namun gagal. Ia menggeleng. Bahkan ia tidak mengingat kalau ia pernah mengenal orang penting sekelas direktur.

"Dia teman sekelasku dan aku sangat membencinya." Sakura keluar duluan dari dalam toilet meninggalkan Hinata yang masih berpikir. Bingung dengan situasi yang sedang terjadi. Dan memikirkan alasan kenapa Sakura bisa begitu benci kepada orang itu, padahal setaunya Sakura siswa yang baik dan tidak mempunyai masalah dengan siapapun ya kecuali dengan dua orang yang sering ia ceritakan. Atau mungkin dua orang yang dimaksud Sakura pada cerita-ceritanya seperti itu adalah mereka?

Sakura kembali melanjutkan pekerjaannya, yaitu merapihkan beberapa rak baju yang agak berantakan disana. Menghiraukan Ino yang sedang mencak-mencak kesal melihat sikap Shion tadi. Ia terus saja mengomel dan mengumpat tidak jelas.

"Ino, kenapa?" tanya Hinata setelah keluar dari toilet. Melihat Ino yang sedang mencak-mencak sendirian dengan gaya dan ekspresi yang berganti-ganti.

"Aku kesal!" Ino menghentak-hentakan kakinya ke lantai dengan gemas. Mengingat tingkah menjijikan Shion tadi. Bukan hanya menjijikan, tapi norak.

"Pada Sakuranee?" tanya Hinata lagi, ia menatap Ino serius. Menunggu jawaban dari Ino setelah ia selesai dengan gaya kesalnya yang lebay.

"Pada dua orang yang pada akhirnya akan menjadi senpai kita nanti. Aarrrgghh!" teriaknya frustasi sambil mengangkat kursi plastik yang ia duduki. Membuat Hinata menambah kebingungan di dalam otaknya, pertama Sakura sekarang gantian Ino. Entah kenapa dan apa kesalahan orang tadi sampai bisa membuat mereka berdua sekesal itu.

.

.

"Sakuranee.." panggil Hinata pada Sakura disela langkahnya. Membuat Sakura yang berjalan disebelahnya pun menoleh.

"Iya? Ada apa?" ia tersenyum manis setelah langkahnya terhenti. Hinata pun menghentikan langkahnya juga. Ia menatap Sakura sejenak. Tatapan yang sulit di baca.

"Pada akhirnya kita akan satu sekolah lagi ya. Aku tidak sabar!" Hinata berlari dengan riang meninggalkan Sakura sendirian ditengah jalan. Tingkah kekanakan Hinata memang sulit ditebak. Padahal tadi ia pikir Hinata akan mengatakan hal serius kepadanya, tapi ternyata hanya kata-kata itu saja.

"Dengan itu aku akan lebih leluasa mengawasimu! Camkan!" Sakura ikut berlari mengejar Hinata sambil tersenyum senang. Sudah lama ia tidak saling mengejar dengan Hinata. Tertawa dengan senang tanpa beban, helaian rambut yang tertiup angin. Terakhir kali ia berbuat seperti ini mungkin saat mereka masih sekolah dasar.

"Heeeeee…"

.

.

"Bukankah dua orang itu yang pernah datang ke butikmu, Ino?" Hinata menunjuk dua orang manusia yang baru saja keluar dari sebuah mobil sedan mewah di parkiran Calles Gakuen.

Flashback

"Hinata, aku ingin mengatakan sesuatu hal kepadamu."

"Ya hal apa, Sakura?"

"Kenapa.. kenapa ya setiap aku sedang bersamamu, aku selalu merasakan hal yang berbeda."

"Hal seperti apa itu?"

"Ntahlah. Seperti perasaan menggebu-gebu."

"Hoo.. mungkin karena aku cantik,"

"Aku tidak kalah cantik denganmu tau!"

"Sakuranee itu, mungkin kalau menggunakan gaun pengantin 20 tahun lagi nanti."

"Kau meledekku? Ayo kemari biar kuberi pelajaran!"

"Heee.. jangan kejar aku. Aku lemas belum makan sejak pagi,"

"Bukankah kau tadi sudah menghabiskan jatah makan siangku juga?"

"Eh? Oh iya. Ahahaha. Kalau begitu aku ingin makan strawberry!"

.

.

.

"Sudah aku bilang berapa kali, berhenti mendekatinya!" Sakura menatap kedua mata Hinata intens. Tangannya ia kepalkan sampai buku-buku jarinya memutih ke atas meja Hinata. Entah sudah berapa kali dalam seminggu ini Shion membuat Hinata seakan bersalah terus seperti ini. Bisa saja ia membalasnya dengan kekerasan, tapi Hinata akan marah jika ia melakukannya.

"Aku baik-baik saja kok Sakuranee," Hinata mengusap air mata yang sudah mulai mengering di pipinya. Ia menarik nafasnya berat lalu menghembuskannya berusaha menenangkan dirinya. Sekaligus mengontrol emosinya. Ia tidak habis pikir kenapa Shion begitu membencinya seperti ini, padahal Hinata kan tidak melakukan hal jahat apapun padanya. Dia bersikap biasa saja dan tidak mencari masalah dengannya.

"Naruto-senpai juga sih, dia hanya diam saja waktu Hinata diperlakukan seperti itu oleh si nenek sihir itu. Aku tidak habis pikir dengannya. Huh!" Ino menggigit lengan sweaternya yang kebesaran itu dengan gemas mengingat kejadian dikoridor tadi.

Hinata menggeleng lemah. "Aku tidak tau kalau yang menabrakku itu adalah Naruto-senpai, aku juga berusaha bangun sendiri tapi dia malah memaksa untuk membantuku," ia mengingat kembali kejadian yang tadi ia alami sampai membuatnya menangis seperti ini. Tubuhnya sedikit bergetar seperti akan menangis lagi.

Ia sendiri bingung apa kesalahan yang sudah ia perbuat sampai-sampai Shion mendorongnya hingga terjatuh dan membentur dinding. Dan sialnya tidak ada siapapun yang menolongnya sampai Ino yang tidak sengaja sedang melintas melihatnya lalu membantunya untuk bangun.

Sakura menghela nafasnya. Ia berjalan menghampiri Hinata lalu membawa kepala Hinata kedalam pelukannya. Mengusap-usap rambut indigo itu sampai punggung Hinata pelan guna membuatnya tenang.

"Mulai saat ini aku akan lebih melindungimu lagi. Aku janji."

.

.

.

"Fuhh.. akhirnya semua tugasku selesai juga," setelah merapihkan buku-buku yang berserakan di meja belajarnya, Hinata bangkit dan beranjak keluar menuju balkon kamarnya untuk sekedar menghirup udara malam yang dingin. Meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku karna hampir tiga jam ia hanya duduk saja didepan meja belajar untuk menyelesaikan seluruh tugas sekolahnya.

Ia mengusap hidungnya sebentar saat merasakan udara dingin menusuk hidungnya.

Tanpa ia sadari, ada sesosok misterius yang mengamatinya dengan hati-hati di bawah sana, tepat dibawah balkonnya. Memperhatikan dengan detail setiap gerak-gerik Hinata sambil menyeringai.

"Oh iya! Aku harus mengecek alarm. Semua pintu dan jendela harus terkunci seperti pesan Kaa-san dan Tou-chan." melangkah dengan malas Hinata keluar dari kamarnya yang berada dilantai dua. Perlahan menuruni satu persatu anak tangga itu sendirian. Ya..

Ia sedang sendirian. Orangtuanya sedang menjenguk Kakeknya yang sedang sakit di kediaman utama keluarga Hyuga dan ia ditinggalkan sendirian dirumah yang lumayan luas ini. Tanpa pelayan satu pun. Biasanya ada Sakura atau Ino yang menemaninya menginap, tapi kebetulan Sakura sedang menjenguk Hideto adiknya di sekolah sepak bola yang berada di kota sebelah. Sedangkan Ino? Entahlah dia kemana. Dia selalu saja datang dan pergi tanpa diundang seperti hantu.

TAP!

Tepat sebelum jendela kamar Hinata menutup dengan otomatis, sosok misterius dengan jaket berwarna biru muda dan topi berwarna hitam bertuliskan "SH" itu melompat ke balkon kamar Hinata dengan mulus setelah susah payah memanjat, lalu masuk ke dalamnya perlahan. Tanpa diketahui oleh si pemilik kamar tentunya.

Dengan penerangan yang buat agak remang oleh Hinata —tidak seperti biasanya, ditambah suasana kamar Hinata yang agak muram karna dinding kamarnya dilapisi oleh cat berwarna soft lavender. Membuatnya dapat dengan mudah bersembunyi di balik pintu kamar Hinata yang terbuka sedikit, seakan menahan nafasnya agar tak ketahuan oleh Hinata yang sedang melangkah naik setelah kembali dari lantai bawah.

Hinata menghela nafasnya sebelum kakinya memasuki kamarnya "Sendirian begini sepi juga ya. Semua sudah di cek, sekarang saatnya untuk tidur." ia bermaksud untuk langsung pergi tidur namun kemudian matanya menatap kaget kearah jendela balkon kamarnya, tepat pada gorden berwarna soft pink yang tergantung disana.

DEG!

Hinata mengusap pundaknya pelan. Seakan merasakan ada kehadiran yang lain selain dirinya didekatnya. Ia kemudian mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

Tatapannya terhenti pada gorden berwarna soft pink yang menutupi seluruh pintu balkonnya yang terbuat dari full kaca. "Loh, kok? Gordennya sudah tertutup sih?"

Sambil memasang ekspresi heran, ia berjalan perlahan menghampiri gorden itu dengan takut dan ragu. Iya yakin tadi gorden itu terbuka lebar saat ia meninggalkan kamarnya karena sebelumnya ia membuka pintu balkon itu. Ia juga yakin kalau system penguncian otomatis tidak akan membuat gorden ikut tertutup juga. Atau bisa jadi tadi ia lupa kalau dia sudah menutupnya. Walaupun ia yakin kalau gorden itu tadi terbuka dengan lebar karna sewaktu keluar balkon tadi karena ia sendiri yang menggeser posisinya.

Hinata kembali mengusap hidungnya saat mendapati bau yang menyengat di indera penciumannya. Ia begitu familiar dengan bau itu yang ia yakini bukan bau dari parfum yang ia gunakan.

Huachii!

SREET!

EH?!

DUK!

TO BE CONTINUE

Review! ^.^