"Joonmyeon-ie, Eomma dan Appa harus ke luar kota selama tiga hari. Myeon-ie sayang bisa jaga rumah, kan?"

Bocah kecil yang baru berusia sepuluh tahun itu melebarkan pupil mata—kaget. Ini pertama kalinya kedua orang tuanya akan pergi tanpa mengajaknya. Ia masih kecil, walau sudah bisa tidur sendiri. Tapi tiga hari tanpa Eomma dan Appa adalah hal baru untuknya.

"Myeon-ie tidak boleh ikut?"

"Tidak bisa, Sayang. Tapi Appa dan Eomma tidak akan pergi lama. Myeon-ie bisa tidur sendiri, kan?"

Surai hitam lembut bergoyang ketika empunya menganggukkan kepala.

"Myeon-ie tidak takut. Tapi siapa yang akan memasak untuk Myeon-ie?"

"Myeon-ie tidak sendiri, kok." Appanya menggedongnya, mencubit gemas hidung putra semata wayang. "Kakak sepupumu akan menemanimu."

"Kakak sepupu?"

"Iya," ucapan lembut Nyonya Kim dipotong oleh deru mobil yang berhenti di depan rumah mereka. "Nah, itu dia datang. Yifan-ie!"

Pria yang baru keluar dari Porsche hitam itu mengenakan suit mahal. Rambutnya pirang disisir ke belakang, tampak lembut saat sehelai surainya ditiup angin siang. Ia megenakan kacamata hitam, yang menghalangi Kim Joonmyeon kecil untuk melihat warna iris si 'kakak sepupu' yang akan menemaninya.

"Kau kenal dia, Myeon-ie?"

Kim Joonmyeon menggeleng, menatap intens penuh ketertarikan pada pria dewasa (sepertinya usianya dua puluhan) yang kini berdiri di depan Appanya, bersalaman dengan kedua orang tuanya sambil sesekali terkekeh ketika Eomma-nya bercanda tentang status bujangnya.

"Kalau begitu, kenalkan dirimu, Myeon-ie."

Tangan kecil itu mengulur tanpa keraguan. Kakak sepupunya mengalihkan perhatian dari si wanita anggun, beralih pada putranya. Nyonya Kim sendiri bertepuk tangan gemas melihat Joonmyeon tidak lagi malu-malu pada orang asing.

"Halo, Tuan kecil," Si kakak sepupu terkekeh, mencubit pipi Myeon-ie gemas sebelum beberapa saat kemudian mengelusnya dengan ujung jemari. "Siapa namamu?"

"Joonmyeon." Joonmyeon berkata mantap. Tumben-tumbennya. "Kim Joonmyeon. Salam kenal, ahjussi!"

Appa dan Eommanya tergelak mendengar panggilan ahjussi-nya. Pria di depannya ikut tertawa lagi.

Suara berat pria itu indah sekali, Joonmyeon kecil menyimpulkan.

"Jangan panggil aku ahjussi. Aku masih muda. Panggil saja 'gege', oke? Atau Hyung, terserah kau."

"Baiklah. Kalau begitu... Gege?"

"Yifan," pria itu menjilat bibir. "Yifan-ge. Salam kenal, Myeon-ie."

.:xxx:.

Semua tokoh yang ada dalam fanfiksi ini bukan milik saya

Fanfiksi ini adalah hasil karya orisinil yang menyusupkan fiksi dalam fakta

EXO (c) SM Entertainment

Kosmos (c) Crell

.

Tidak ada keuntungan finansial yang diambil dari pembuatan fanfiksi ini.

.

.

.:xxx:.

Pemuda berusia lima belas tahun itu bernama Kim Joonmyeon. Yang kini sudah tumbuh tinggi (walau masih kalah tinggi kalau dibandingkan dengan teman sekelasnya si Chanyeol dan Zitao) dan bertambah rupawan. Garis rahangnya kokoh, tetapi kulitnya bening tanpa cacat seperti gadis muda. Dilihat dari jauh maupun dekat, tubuh mungil yang bisa disebut sintal itu berperawakan cantik, terlebih mukanya manis.

Tapi Kim Joonmyeon masih marah kalau diejek 'cowok cantik' oleh si Park keparat.

Langkah kaki Joonmyeon tidak semangat seperti pagi tadi. Semua ini karena pesan singkat dari orang tuanya yang berpamitan untuk bulan madu entah keberapa mereka ke Pulau Jeju. Meninggalkan Joonmyeon untuk beberapa hari, lagi.

Tapi ia tidak sendirian. Ketika mereka meninggalkan Joonmyeon, pasti mereka meminta si kakak sepupu untuk menjaganya.

Ya, menjaga.

Dan itu yang membuat Joonmyeon sedikit malas pulang.

Bukan apa-apa. Yifan tidak cerewet seperti ibunya, tidak tegas seperti ayahnya. Ia seorang yang fleksibel, pebisnis muda berstatus bujangan paling diminati di daerah Seoul. Yifan lebih mirip dengan kakak bagi Joonmyeon, yang bisa diajak bercanda atau bicara tentang apapun tanpa perlu malu. Yang akan menemaninya bermain sampai puas maupun membimbingnya mengerjakan tugas fisika sampai mual-mual. Yifan bukan seorang yang mengekang, tetapi wibawa yang ia punya cukup untuk membuat Joonmyeon menunduk kala ia membuat kakak sepupunya kecewa. Intinya, Yifan adalah kakak sempurna yang diimpikan banyak anak.

Tetapi Joonmyeon tidak menyukainya.

Karena satu hal yang membuat Yifan berbeda dengan kakak pada umumnya.

"Myeon-ie?"

Matilah.

Joonmyeon merutuk dalam hati. Usahanya menutup pintu depan tanpa suara sepertinya sia-sia. Atau Yifan saja yang telinganya terlalu tajam.

"Myeon-ie sayang, kaukah itu?"

Menelan ludah kasar, Joonmyeon hendak menjawab tetapi tercekat. Tersendat oleh rasa gugup yang tiba-tiba menyergap.

Suara berat yang maskulin itu berasal dari salah satu kamar di rumah megahnya. Kamar yang memang khusus disiapkan Eomma-nya untuk adiknya. Kamar yang bagai mimpi buruk untuk Joonmyeon karena mengindikasikan bahwa eksistensi Yifan dalam keluarganya diterima.

"I-iya."

"Kemari, Myeon-ie."

Jantung Joonmyeon berdegup makin kencang. Rasanya sakit sekali sampai ia ingin meremas dadanya.

Tapi toh ia tidak membantah. Ia berjalan walau dengan langkah gemetar, menuju kamar sumber suara yang membuat nyalinya menciut ketakutan.

"Masuklah."

Pria bersurai pirang itu duduk di atas kursi, tidak menoleh padanya tapi terpancang pada layar laptopnya. Joonmyeon bergerak imit-imit, yang penting seluruh badannya sudah masuk kamar.

Lalu ia diam, berhenti. Menunduk. Meremas ujung kemeja. Takut.

"Kenapa diam di situ? Sini," Yifan masih tidak menoleh. Tetapi ia menepuk pahanya. "Duduk bersama Gege."

Matilah. Joonmyeon memejamkan mata kuat-kuat. Giginya bergemeletuk.

"Gege, a-aku mau mengerjakan t-tugasku dulu."

"Nanti saja. Nanti gege akan membantumu. Sekarang, temani dulu gege menonton film."

Yifan tidak membuat gerakan yang berarti. Tetapi suaranya begitu tajam hingga bulu kuduknya meremang.

Dan Joonmyeon tahu betul apa yang akan terjadi jika Yifan sampai berhasil membuat mereka hanya berdua saja dalam kamar yang sepi.

"Gege..."

"Duduklah di pangkuanku, Myeon-ie."

Ia mencoba merajuk. "Gege, aku banyak tugas..."

"Sebentar saja, Myeon-ie."

"Gege, aku benar-benar harus menger—"

"Diam dan duduklah!"

Itulah titik balik perlawanan Joonmyeon.

Pemuda itu tidak berucap apa-apa lagi. Ia perlahan menanggalkan tasnya, lalu berjalan maju da memanjat naik ke atas pangkuan kakak sepupunya.

Film yang diputar Yifan di laptopnya membuat Joonmyeon merona parah. Ia mengalihkan pandangan dengan jemari mengepal ketakutan.

"Ge..."

Desah erotis terdengar kencang dari speaker. Film biru yang diputar Yifan sudah masuk babak inti. Pemandangan untuk orang dewasa itu tidak seharusnya ia tonton, tetapi memang kadang Yifan gila.

Kulit jemari Yifan dingin menyentuh kulitnya sendiri yang hangat. Pelan tapi pasti mulai meraba pada dadanya, melepas kancing kemeja satu persatu dari atas ke bawah.

"Gege..."

Joonmyeon menahan napas ketika Yifan selesai, tetapi tidak menanggalkan kemejanya. Lalu melenguh ketika Yifan menghembuskan napas panas di samping telinga, kemudian jemari menekan kedua puting kecilnya.

"Ge... ahh..."

"Kenapa kau memanggil namaku terus, Myeon-ie?"

Pura-pura tidak tahu. Yifan nyengir lebar di belakang Joonmyeon. Sengaja mengeraskan volume film biru itu, membuat suara-suara tak senonoh menghujam masuk telinga suci Joonmyeon.

Panggil dia gila, terserah.

"Ge..."

"Kau lihat dua orang itu, Myeon-ie? Kau lihat betapa pasrahnya wanita itu digumuli si pria? Kau dengar desahan-desahan mereka? Tidak, jangan tutup telingamu. Atau gege akan mengikatnya lagi seperti kemarin."

Joonmyeon menurunkan tangan yang semula menutup telinga. Mengerang ketika Yifan mengangkat pinggulnya sehingga tubuhnya terlonjak. "Gege, sudah..."

"Umh, yah... Myeon-ie, lihat penis pria itu. Lebih besar mana dengan milik gege?"

Tangan besar itu menangkup bagian depan selangkangannya, membuat Joonmyeon menutup mata lebih erat.

"Gege, lepaskan aku!"

Teriakan dari laptop tidak kalah kencang. Joonmyeon tidak tahu, tapi tentang sesuatu seperti 'lebih cepat', 'lebih keras', dan lebih-lebih lainnya.

Ini kotor.

"Jawab gege dulu! Lebih besar mana?"

Diiringi remasan dan pijatan lembut, Joonmyeon serasa melayang dimanjakan.

"Le-lebih besar... uhm, milik... milik..."

Ia kehabisan napas. Pemuda itu mulai berkeringat sambil bergerak-gerak gelisah.

"Milik gege..."

"Kau benar," Yifan menjilat turun pipi pemuda manis di pangkuannya. Lalu menyesap ujung bibir Joonmyeon yang membuatnya mendesah panas. "Manisku. Kau benar. Lebih besar milik gege."

Joonmyeon merengek ketika putingnya dipilin kasar. "Ahh! Ge, hentikan... hiks..."

"Ah, milikmu tegang, sayang. Kau nakal juga, padahal kau masih kecil. Melihat yang seperti ini membuat penismu berdiri, lihat?

Yifan menghentakkan pinggulnya lagi. Joonmyeon menjerit ketika penis Yifan begitu keras sampai serasa menusuk belahan pantatnya.

"Ge... Gege... Hentikan..."

"Aah, jangan tutup matamu, Sayang." Yifan mengulum telinga Joonmyeon yang melenguh. "Lihat itu. Kau bisa lihat lubang wanita itu merah merona, hm? Kau lihat betapa mudahnya penis pria itu keluar masuk ke dalamnya? Ahh, yah... tapi milikmu tidak seperti itu, Myeon-ie."

Ritsleting celananya diturunkan. Sabuknya dilempar entah ke mana. Joonmyeon seperti kehabisan napas ketika Yifan menciumnya tanpa ampun.

"Ge, ahh! Aah!"

Sekalinya bibir mereka tidak terpagut, Joonmyeon akan memekik. Yifan justru menyuruhnya berteriak sekeras yang ia bisa. Toh takkan ada yang mendengar mereka.

"Lubangmu itu sempit sekali, kau tahu?"

Hanya satu jemari Yifan yang menyusup masuk lubangnya, tetapi rasanya perih luar biasa. Joonmyeon menggigit bibir, sudut matanya mulai berlinang.

"Gege! Gege! Ngh... aah! "

"Kau bisa rasakan sendiri. Sempit, kan? Sial, jangan ketatkan lubangmu seperti itu!"

"Gegeeh! Ummh! Ke-keluarkan! Keluarkan!"

"Ahh, kau mau aku mengeluarkannya?"

Tiga jari terlalu banyak. Apalagi Yifan membuatnya membungkuk di atas meja, menampakkan lubang kecilnya di depan Yifan yang menjilat lidah.

"S-sakit, Ge! Kumohon, kumohon! "

"Bagus, seperti itu." Yifan mendesah keras. "Memohonlah padaku."

"Ge! Gege! Kumohon, keluarkan jarimu d-dari situ!"

Bukannya memenuhi, Yifan malah menggerakkan jarinya lebih keras lagi. Begitu cepat hingga otot tangannya protes, tetapi ia mengabaikannya.

Muka erotis bocah di bawahnya ini adalah reward yang luar biasa.

"G-gege... j-jangan..."

Manik Joonmyeon membulat melihat Yifan mengurut kejantanannya sendiri, menatap dengan mata gelap pada bagian bawahnya yang memang menggoda.

"Sayang sekali, desahanmu sudah membuatku bergairah setengah mati."

"Ge... ge... s-sudah... a-ahh!"

"Siapkan dirimu, Myeon-ie."

.

.

[end]

AN: Ini apaan sih /plak/ yah, intinya... cuma drabble gaje berbasis pwp yang udah lama ngendon di laptop. This ends here with no continuation nor sequel. Adegan berikutnya silahkan reader berimajinasi sendiri, oke ;)

Btw, ada yang kangen Lubang Hitam? /plak/