Duda (Juga Bisa) Kekinian

Summary: Jaman sekarang duda masih dijodoh-jodohin sama janda? Nggak level! Temui Chanyeol, Sehun, dan Jongin; tiga duda mapan yang 'bertabrakan nasib' dengan tiga bujang menggemaskan yang moga-moga jodoh ke depannya.

Warning: T+ untuk bahasa kasar

.

.

.

Matahari sedang bersinar terik-teriknya kala Park Chanyeol terpaksa memarkirkan motor besarnya ke pinggir jalan. Haus, lelah, dan kesal adalah tiga hal utama yang dirasakan duda rapuh satu ini. Sudah terlambat mendatangi pentas drama di sekolah sang anak, motornya pakai acara kehabisan bensin di tempat sesepi ini. Sejauh Chanyeol mendorong motornya, hanya beberapa mobil pick up yang lalu lalang membawa beberapa keranjang sayuran untuk disetor ke pasar di tengah kota serta orang-orang tua yang memanggul cangkul sambil mengayuh sepeda tua merekalah pemandangan yang duda berumur 32 tahun itu lihat.

Tiada tanda SPBU sudah dekat. Chanyeol mulai putus asa dan menurunkan standard motor mahalnya (yang tak berguna layaknya rongsokan kalau tidak diberi asupan bensin) lalu beristirahat di bawah pohon. Bucket hat yang digunakannya agar terlihat keren saat menjemput anaknya pun terpaksa ia lepas dan dijadikan kipas dadakan sembari diangkat-angkatnya kerah kaos oblongnya—mencoba menambah asupan angin yang masuk ke permukaan dadanya.

Dasar hari sial, kutuk Chanyeol dalam hati.

Seorang duda mapan yang mobilnya berjejer tinggal pilih di rumah, berakhir duduk di bawah pohon dan menatap nelangsa rerantingan pohon randu melambai bersama motor mogok yang kehabisan bensin. Anehnya, pemandangan itu tidak terlalu menarik perhatian. Menunjukkan begitu sedikitnya penduduk yang berlalu lalang di sekitar—atau kasarnya mungkin juga karena penjiwaan Chanyeol yang sangat pas seperti rakyat jelata sungguhan.

Chanyeol mengecek ponselnya. Sudah lewat setengah jam dari usainya pagelaran drama anaknya. Pasti Jesper akan marah kalau tahu Papa tidak datang menonton debut aktingnya sebagai Pangeran Negeri Seberang.

Wallpaper Chanyeol dengan anaknya di komedi putar liburan musim panas kemarin membawa senyum di bibir tipis incaran staff-staff wanita kantornya itu. Semangat mendadak mengisi sela-sela hatinya yang tadinya dipenuhi umpatan-umpatan kesal dan amarah.

Rasanya kayak seluruh 'Anjing! Bangsat! Sialan! Mati aja lu dasar motor rongsokan! Eh emang udah mati, kan, ya… Ah bodo amat!' dan semacamnya itu bercerai-berai ke udara, menguap akibat senyuman anaknya yang jeongmal kyeopta, berubah menjadi 'Tunggu Papa, Nak! Papa akan pulang membawa sebongkah berlian untukmu.'

Duda tampan dan tinggi itu berdiri dari duduknya, menepuk-nepuk bokongnya yang ditempeli dedaunan gugur. Chanyeol yang kembali bersemangat itu pun menaruh ponselnya di bagian atas tangki bensin motornya untuk senantiasa memperkuat keinginannya untuk kembali menatap senyum jeongmal kyeopta 100 watt milik anak kesayangannya.

Setelah seberapa lamanya Chanyeol mendorong motor besar itu, Chanyeol merasa ia akan dehidrasi saat itu juga. Terpanggang di bawah matahari sambil mendorong monster mogok bahkan lebih mengerikan dari siksaan-siksaan apel pagi saat ia wajib militer dulu.

Ya.

Soalnya dulu Chanyeol belum punya anak yang jeongmal kyeopta.

Anak yang juga bakal ngambek berat sambil banting-banting barang kalau Papanya nggak pulang sekarang juga.

Kasihi sedikit hasil jerih payah Papamu dong, Sayang.

Tapi memang, man jadda wa jada. Siapa yang bersungguh-sungguh (mendorong motornya) akan berhasil (menemukan tempat isi bensinnya).

Chanyeol rasanya ingin melempar dirinya saja (seperti fans ketemu biasnya di bandara) begitu menemui seonggok pos Pertamini berdiri reot di sisi kiri jalan. Warna kuning cairan yang berada dalam botol-botol 1L itu terlihat lebih menjanjikan daripada janji palsu mantan. Kubikel triplek dicat merah bertuliskan 'Pertamini' yang tingginya tidak menyaingi Chanyeol itu menggugah matanya untuk terbuka lebih lebar, menunjukkan antusias berlebih. Anak bungsu keluarga Park itu mendorong motornya dengan kekuatan menyaingi seekor banteng ngebet kawin saat itu juga ke sana.

Lari lari lari.

Tendang dan berlari.

Eh, maksudnya, dorong dan berlari.

"Akhirnya!" teriak Chanyeol lega. Lega sekali seperti habis buang air di pohon terdekat. "Ya Tuhan!"

Sujud syukurlah Chanyeol di samping Pertamini. Pandangan sang Penjaga Pertamini dan dehaman feminimnya (ini dalam pendengaran telinga lebar Chanyeol yang terbiasa memutar ulang rekaman film-film biru koleksi kerabat dekatnya) menghentikan kealayan Chanyeol saat itu juga.

Oh iya ya, dia masih ningrat.

Harus tetap tegas dan berwibawa meski habis mendorong motor mogok.

Harus tetap tegas dan berwibawa di depan cowok bohay.

Dengan nafas putus nyambung seperti hubunganmu dengannya, Chanyeol membungkukkan tubuhnya sementara salah satu tangannya terangkat ke atas. Menahan sang Penjaga Pertamini berbicara apapun mengenai kondisinya.

"Hah… hah…." Maaf, tebakan anda salah. Ini bukan desahan seme yang puas menyodok ukenya. "Saya… hah… astaga! Penuhkan motor ini!"

Penjaga Pertamini memandang aneh pelanggannya siang ini. Rambutnya hitam kemerahan (pasti kebakar matahari—sering main layangan ya, Mas?) berantakan, mukanya terlampau bersih untuk laki-laki (wah gawat, Mas ini mau nyaingin kemulusan Mpok saya?), tinggi badannya fantastis (oke, saya ngalah deh, di sini)… pikiran Penjaga Pertamini itu melanglang buana setelah mengamati lebih lanjut penampilan customer itu.

Gaya segala, pakai customer.

Jelas, dong. Kan Penjaga Pertamini-nya anak Akuntansi.

"Mau diisi berapa liter?" tanya penjaga itu. Chanyeol mendengar suaranya yang serak-serak feminim, Suara yang sangat cocok diputar di atas ranjang dinginnya, mengisi keheningan kamarnya dengan teriakan-teriakan fantastis.

Ehm.

Duda tinggi itu tiba-tiba berdiri tegak bak tiang bendera. Tubuh tegapnya secara tidak langsung malah membuat Penjaga Pertamini (yang tubuhnya pendek dan agak bungkuk namun memberi kesan mungil dan mudah dipeluk) itu tengsin.

"Motor ini!" Chanyeol menunjuk motor kerennya sambil menenggak ludah. Coba lihatlah penjaga satu ini. Pakai kolor pendek (dalam pandangan Chanyeol: hotpants), rambut agak gondrong diikat asal-asal (dalam pandangan Chanyeol: diikat seksi menggoda iman para seme yang haus leher jenjang), rambut pirang-pirang alay ala Bogoshippeo Band (dalam pandangan Chanyeol: keturunan bule, pantesan cantik), wajahnya agak-agak malas memandang Chanyeol (dalam pandangan Chanyeol: pandangan malu-malu kyeopta minta diterkam).

"Tolong diisi penuh." Akhirnya Chanyeol dapat mengatakan kehendaknya di depan Sang Calon Uke Incaran yang tadi sempat memandangnya dengan artian 'Ya iya gua tau itu motor lu, Goblok.'

Park Chanyeol yang bisa membuat wanita mana pun siap akad nikah sekarang juga, malah mengunci targetnya pada uke sarkastis yang tinggal di antah berantah pinggiran Seoul ini.

Kenal juga nggak. Main sosor aja.

"Dua liter cukup, Om?"

Om.

O-fucking-M.

Biarkan Om menafkahimu, Nak, batin nista Chanyeol berbunyi.

"Ya," jawab Chanyeol sekenanya. Sehabis itu bingung mau bicara darimana. Ayolah, padahal Chanyeol dulu terkenal tukang modus sana-sini di kampus. Masa menggaet uke kampungan (tapi bohay) begini aja dia nggak bisa? Mau dibawa kemana itu jabatan?

Benar. Chanyeol harus bergerak duluan. Tipikal uke pasti malu-malu (padahal Penjaga Pertamini pendek itu mah sebenarnya cuek aja). Duda beranak satu itu mesti meluncurkan inisiatif.

"Erm, Dek, kenapa pakai hotpants?"

Mampus. Belum-belum udah nanya celana aja, Mas.

Dasar nafsuan.

"Panas, Om," jawab Penjaga Pertamini. Dia nyengir sedikit lalu mengambil botol bensin satu lagi dengan corong bensin masih di atas lubang tangki bensin. Corong itu sedikit oleng karena penjaga itu melepaskan pegangannya dari sana.

Maka saat pemuda yang lebih pendek membalikkan tubuhnya dari tempat mengambil botol bensin, raut muka syok-syok sinetron pun ia keluarkan sembari secara refleks satu tangannya menahan corong yang hampir jatuh.

Beruntungnya, corong itu tidak jadi jatuh. Hore. Beruntungnya lagi (tapi cuma buat Chanyeol, sih), kedua tangan mereka bertumpukan menahan corong itu. Romantis sekali seperti drama-drama tontonan Nenek Park. Mungkin ini pertanda kalau Dewa Permodusan telah mengizinkan Chanyeol melanjutkan ibadahnya (re: modus ke uke bohay tukang jaga Pertamini) sampai ke jenjang this and that.

Terima kasih, Dewa Permodusan. Hore.

Sekalian saja karena sudah terlanjur pegangan tangan, tangan satunya merangkum tangan mereka berdua dalam genggaman hangat. Corong itu dilupakan sejenak bentuk eksistensi aslinya, dianggap sebagai buket bunga mawar merah mahal berbau semerbak. Bau bensin dan kandang ayam di sebelah Pertamini tak lagi dihiraukan Chanyeol. Matanya memandang dalam pemuda di hadapannya.

"N-Nama saya Park Chanyeol, dan sa-saya ingin kenalan." Singkat, padat, namun agak goblok juga kedengarannya. CEO perusahaan Park Corp. tidak diperbolehkan bicara gagap di mana pun. Gagap menunjukkan kelemahan mental, prinsip Chanyeol selama ini. Namun semua makna prinsip itu lenyap ketika berhadapan dengan mata hazel yang memandang (lagi-lagi) aneh pelanggannya satu itu.

Oh, ya sudahlah. Biar urusan cepat kelar dan dia bisa lanjut mengisi TTS di dipan bambu bawah pohon jambu tempatnya bermalas-malasan tadi, Penjaga Pertamini mengangguk dan membalas jabatan pria dewasa itu dengan agak enggan. "Byun Baekhyun, Om."

"Dek Baekhyun, ya? Namanya bagus, lho." Cengiran menggoda Chanyeol keluar. Baekhyun yang baru sadar menjadi targetan modusan om-om ganteng cuma ikut nyengir, berdoa dalam hati semoga om ini nggak macam-macam lagi.

Chanyeol mengartikan cengiran Baekhyun: Ayo, Om, nafkahin Dedek sekarang.

Membayangkan sang Dedek menjadi istrinya di masa depan saja sudah membuat si om-om senyum-senyum sendiri di sebelah motornya. 'Pokoknya habis ini harus ajak si Dedek jalan-jalan naik motor!' begitu pikirnya.

Lah, jadi gimana nasib anak jeongmal kyeoptamu di sekolahnya, Chanyeol?

Sudah lupa kalau harus mengantar Jesper pulang setelah gagal menonton dramanya tadi?

Sudah tidak ingat kalau bensin motormu harus diisi satu liter bensin lagi?

Pengaruh bocah ingusan berkolor pendek di tengah hari panas ternyata cukup mempan membuat otak seorang duda tajir korslet beberapa saat.

.

"Awas, Ziyu!"

Terlambat. Sebuah majalah wanita seksi telah jatuh ke kepala mungil seorang balita laki-laki iseng yang dipanggil Ziyu itu. Bocah itu mulai menangis di tempat.

Ayahnya mendesah kesal lalu mengangkat tubuh anaknya. Ia dudukkan anaknya di pangkuan, "nah, jagoan tidak boleh menangis."

Ziyu mengerjapkan matanya berkali-kali. Oh Sehun, si ayah yang kini tengah melingkarkan lengan-lengan kekarnya di pinggang mungil Ziyu, menggerutu dalam hati.

Sejak kapan ada majalah Playgirl di meja ruang tamu? Pasti ulah si Mesum itu.

Sungutan kesal ayahnya membuat Ziyu kembali menangis.

Ya jelas, wong Sehun sungut-sungutannya sambil gigit-gigit pipi Ziyu saking gemasnya.

"Awas saja dia itu!" Layaknya seorang bapak protektif, Sehun memeluk anaknya erat-erat.

Waspada, Pak. Anaknya bisa mati megap-megap.

(By the way, saya mau gantiin Ziyu kok, Pak.)

Ziyu senang-senang saja dipeluk Daddy. Apalagi kalau Sehun sudah membelikannya macam-macam untuk menghentikan tangisan maha dahsyatnya. Ah, Ziyu sudah tidak sabar meminta Hot Wheels keluaran terbaru dari ayahnya yang tajir ini.

"Daddy," panggil Ziyu. Wajahnya sembab bekas air mata, bercak kemerahan mewarnai pipinya. "Ziyu mau Otwils (re: Hot Wheels)."

"Hah?" Sehun mendadak bindeng. Kayaknya bisikan nista dalam tanda kurung di atas tadi membuat Sehun tidak fokus dan butuh Aqua.

"Mobil-mobilan!" teriak Ziyu tiba-tiba, sambil menaik-turunkan tubuhnya di atas Sehun… eh ambigu sekali pemilihan katanya, ya. "Ziyu mau mobiiil!"

"Mobil apa mobil-mobilan?" Sehun mengklarifikasi lagi karena hello, mobil asli aja Sehun mampu belikan apalagi mobil-mobilan besi macam Hot Wheels yang biasa cuma jadi idaman anak-anak (yang tajirnya masih kalangan menengah) di outlet-outlet minimarket pinggir jalan. Apapun untuk Ziyu, anak tunggalnya tercinta.

"Otwils!" Ziyu berteriak tepat di sebelah telinga Sehun. Bohong kalau Sehun tidak nge-blank sesaat tadi.

"Ah, Hot Wheels?" tanya Sehun. Dasar duda idaman, otaknya encer sekali. Ziyu otomatis mengangguk. Sebagai bapak yang baik dan berguna bagi anak istri, Sehun langsung menyetujui permintaan Ziyu. Sekali lagi, apapun untuk Ziyu tercinta.

"Ayo kita beli Hot Wheels yang banyak. Tapi janji, kalau seperti tadi lagi, Ziyu jangan langsung menangis."

Ziyu mah polos. Asli deh. Asal Hot Wheels di depan mata, keesokan harinya dia bakal jadi anak terkuat yang pantang menangis bahkan saat disentil temannya di jidat.

Sehun segera menelepon sekretarisnya yang bernama kontak 'Xiaoming' di ponsel keluaran terbarunya. Beberapa kali panggilan berdering, kemudian diangkat.

"Oi, Xiaoming, aku mau kau membawakan Hot Wheels keluaran terbaru untuk anakku. Belikan yang modelnya tidak pernah Ziyu punya sebelumnya." Perintah Sehun absolut.

Suara yang menyahutnya tidak kalah absolut, namun ini bukan suara yang biasa ia beri perintah. Seingat Sehun, suara sekretaris pribadinya itu tidak setinggi dan sebocah ini.

"Halo? Siapa ini? Jangan ganggu kakakku saat dia sedang tidak bekerja! Akhirnya, Puji Tuhan, dia dapat libur juga. Aku akan sangat bersyukur kalau kau tidak melimpahinya beban pikiran."

Kakak?

Oh, berarti Sehun sedang berbicara dengan adiknya?

Kenapa Xiaoming tidak pernah bilang dia punya saudara?

Suara saudaranya pun sehalus ini. Pasti perempuan tomboy. Sial, cerewet juga dia.

"Maaf saja, Dik, tapi tolong berikan teleponnya ke Xiaoming sekarang juga."

"Kau ini ngeyel, ya? Sudah kubilang kakakku sedang tidak kerja. Apa artinya? Dia libur, bebas tugas, Tuan," jawab si penerima telepon dengan nada sok. Kalau saja dia tahu sebetapa takutnya Xiaoming akan kekuasaan Sehun, pasti ia tak akan seberani itu.

"Hoo, berani juga kau. Cepat berikan sekarang atau aku akan memecat kakakmu."

"Tidak, memang kau mau memecat dia sebagai apa? Teman kerja? Cih! Memangnya kau atasannya, apa?" Apakah Xiaoming tidak bilang kalau atasannya adalah CEO pemilik Happy Land (taman hiburan terbesar Korea kesukaan Luhan) yang terkenal kejam dan tak tahu belas kasih terkecuali untuk Ziyu tercinta? Adiknya ini termasuk ke golongan sok tahu, menurut preferensi Sehun, atau bisa jadi juga dia diperdaya kakaknya sendiri.

Mungkin Xiaoming bilang ke adiknya kalau dia adalah CEO Happy Land? Atasannya Sehun?

Kasihan. Cantik-cantik bodoh.

Darimana Sehun tahu dia cantik?

"Aku atasannya. Berikan telepon ini padanya." Penerima telepon itu menggerutu. Didengarnya suara opening soundtrack kartun animasi sebagai latar belakang sambungan telepon.

The fuck, adiknya Xiaoming hobi nonton Barbie?

Pasti tomboynya masih belum parah. Atau mungkin suaranya jadi agak berat karena adiknya sedang sakit—dan karena alasan itu pulalah ia berbicara aneh-aneh seperti ini?

"Tidak mau!" teriak adik Xiaoming. Hm, siap-siap saja kau Xiaoming. "Ah—Kakak!"

"Luhan! Sudah kubilang jangan angkat telepon sembarangan!" bentak suara yang lebih rendah dari yang tadi mengangkat teleponnya. "Duh, kau bicara apa saja, sih? Halo, Sehun?"

Sehun menghela nafasnya. Sudah diduga pasti telepon Xiaoming dibajak adiknya. Adik yang sangat kekanakan dan bandel. "Xiaoming."

Nada suara Sehun turun satu oktaf. Murka Sehun ditahannya dengan senyuman psiko yang menakuti Ziyu di pangkuan. Ziyu memilih mengusel-usel dada sang Daddy. Empuk dan padat. Ugh.

"Sehun, maafkan aku! Luhan untuk pertama kalinya minum sampai mabuk kemarin malam dan siang ini belum sembuh juga dari hangover." Decakan Xiaoming terdengar. "Kau itu laki-laki macam apa, sih, alkohol sesedikit itu saja tidak tahan?"

Adiknya yang bernama Luhan itu toleransi alkoholnya rendah. Manis sekali. Sudah sewajarnya wanita tidak minum-minum—menurunkan harga diri saja, berpasrah pada alkohol.

Eh tunggu.

Kayaknya ada yang salah.

Xiaoming mengatakan laki-laki… apa dia sedang mengejek Sehun saat ini?

Sehun sudah akan menelaah kembali perkataan Xiaoming sebelum Xiaoming menyeletuk, "Maafkan aku, Sehun. Kau minta apa, tadi?"

Bisa jadi imajinasi Sehun saja. Tidak mungkin, 'kan, Xiaoming memelihara adik laki-laki yang mulutnya asal kalau sedang mabuk dan tidak tahan alkohol…? (Karena sebenarnya, fetish Sehun saat ini sudah berbelok dari cewek gitar spanyol ke: 1. Uke submisif yang minta disentuh dimana-mana dengan muka polos, 2. Tidak tahan alkohol, 3. Binal luar-dalam)

Dia akan mencari tahu lagi tentang itu setelah memberi Xiaoming hukuman yang 'lumayan' berat besok. Berani-beraninya mengulur-ulur waktu berharganya dengan Ziyu tercinta.

"Tidak usah. Temui aku besok di ruang kerjaku. Ajak adikmu turut serta. Selamat siang, Xiaoming. Selamat menikmati liburanmu."

Sambungan terputus dari Sehun bisa berarti dua hal:

Satu, Sehun sedang sibuk.

Dua, Sehun sedang sibuk merencanakan apa yang akan ia lakukan selanjutnya pada Xiaoming.

Atau mungkin, lebih tepatnya, untuk adiknya Xiaoming yang dicurigai memenuhi kriteria fetish baru sang duda.

Goddamn.

.

Jongin bukan tipikal pria-pria mapan di luar sana yang sangat mencintai pekerjaannya sampai kehilangan cinta dalam hidupnya. Justru sebaliknya. Jongin merasa hidupnya kepenuhan cinta meski bukan lagi dari wanita yang dulu ia sematkan kata 'istri' untuk memanggilnya.

Uhuk, bahasanya.

Bilang aja Jongin hobi mainan cewek di klab malam.

Usaha lancar, cewek jalan terus. Somehow, main-main sama cewek menjadi motivasi tersendiri bagi Jongin untuk mendapat uang lebih banyak. Supaya bisa nyewa cewek lebih lama. Kadang-kadang bosan juga sih.

Kalau sudah bosan ya gini, mulai si Jongin udah kayak domba kehilangan gembala.

Galau gundah gulana.

Dari teman-temannya, bagi Jongin, ia masih kekurangan sesuatu. Ia kehilangan cinta dari dan untuk keluarga. Cinta dari wanita-wanita satu malam dan teman-teman sepernistaan mah banyak, bisa kelelep dia.

Setelah digugat cerai oleh istrinya yang seorang model majalah Playgirl terfavorit, Jongin tak lagi memiliki seseorang yang ia anggap keluarga kecuali dua rekannya. Mereka berdua bahkan masih punya anak buat jadi rekan main, sedangkan Jongin benar-benar sendirian.

Paking syilid. Kok Jongin jadi anak alay melankolis begini?

Seharusnya Jongin bangga bisa mencapai surplus pendapatan pada bulan ini. Usaha percetakannya berkembang pesat. Mungkin setelah ini dia bisa membuka perusahaan baru yang berkembang di bidang kesukaannya: pernistaan. Seharusnya dia bangga hari ini presentasinya sukses besar dan besok dia bakal menandatangani kontrak besar. Seharusnya.

Tapi ada saja sesuatu yang membuatnya nggak mood malam ini. Entah itu pertunjukkan sexy dancer di panggung yang kurang maksimal, minuman yang dipesannya terlalu tawar, atau dance floor yang dipijaknya bekas muntahan cewek-cewek liar. Seperti tidak ada hal bagus yang tersisa di dunia ini.

Emak, Jongin mau nyusul emak aja.

Setelah menenggak sekali lagi cocktail tawarnya, Jongin mengambil kunci mobil dan beranjak keluar. Pikirannya tidak fokus ke satu pun hal yang terjadi dalam klab malam langganannya. Suatu pemandangan yang jarang dari seorang womanizer terkenal seperti Jongin.

Sepatunya terus menghentak-hentak anak tangga untuk turun dari lantai tiga ke lantai dasar. Saat ini Jongin hanya ingin pulang lalu tidur. Sesederhana itu.

Sayangnya, Tuhan nggak suka Jongin dapat skenario simple kayak gitu.

Kurang greget. Mari kita main-main dengan 'masa depan' Jongin.

Jadi, ketika Jongin sudah kebelet-kebeletnya ingin masuk mobil, tukang parkir bertubuh pendek yang mengenakan rompi oranye menyala menghentikannya dengan lightstick panjang warna putih keperakan kayak punya boyband terkenal.

"Priiit!" Sang tukang parkir menyempritnya dengan dahsyat. Kuping Jongin sampai pengang.

Dok! Dok! Dok! Jongin kaget sendiri melihat Tukang Parkir menggebuk-gebuk kaca depan mobilnya dengan bola mata bulet-bulet polos minta dijamah.

"Pak, mobilnya salah parkir." Jongin baru saja diberi peringatan. "Lain kali kalau parkir jangan di sini."

Kasar banget. Saya tamu lho, Dek. Sentil dikit juga kamu dipecat.

"Berisik. Nggak ada peraturan kayak gitu di sini," jawab Jongin malas. Baru saja tangannya menyentuh handle pintu mobil, Tukang Parkir itu bernyali juga membanting tangan itu dari sana.

Ah, sentuhan tangan Tukang Parkir kok bisa halus banget.

Jongin salah fokus.

Sementara itu, Tukang Parkir yang ditaksir berumur tidak lebih dari 25 tahun itu menulis sesuatu di secarik kertas usang dengan bolpoin macet-macetan. Wajahnya yang berusaha keras menulis beberapa hangul menjadi hiburan tersendiri sebenarnya kalau Jongin sedang tidak badmood berat.

Kertas itu dijilat sedikit bagian belakang atasnya, lalu ditempel seenaknya di jidat sang pemilik mobil.

Bekas ludah,

Ditempel,

Gitu aja,

Ke jidat.

Kan anjir.

Apa-apaan, woi! Jidat lebar charming gini ternoda virus liur rakyat jelata!

Jongin yang aslinya liar langsung menampik tangan Tukang Parkir kuat-kuat. "Apa-apaan perlakuan seperti ini?"

"Anda salah parkir, Tuan. Dan ini adalah regulasi dari pemilik klab kami untuk mengingatkan siapa saja yang salah parkir agar tak lagi terjadi kesalahan di masa mendatang," jelasnya yang benar-benar menghafal seluruh isi buku peraturan klab malam itu.

Jongin mendecih. Badmood makin badmood dah dia. Saking badmoodnya, Jongin bahkan baru ingat untuk terkesima sekarang pada Tukang Parkir.

Sialan. Itu rambut kok kayaknya acak-able sekali, Dek?

Matanya bulet banget kayak penguin, sini berenang yuk sama Abang di ranjang.

Badannya kecil banget, menggigil kayaknya kalau malam-malam jadi tukang parkir. Mari Abang hangatkan.

Dan beberapa gombalan maut lainnya pelan-pelan menyerang otak Jongin bertubi-tubi. Matanya membelalak dengan pipi memerah—entah efek alkohol atau efek ke-kyeopta-an si Tukang Parkir.

Sayangnya, berhubung Jongin sedang badmood, gombalan itu nggak jadi keluar dari bibir-bibir tebal menggodanya. Sayang sekali, Pemirsa. Adanya malah umpatan kasar dan hentakan buat si Tukang Parkir.

"Sialan!"

Waduh, kakinya gemetaran tuh, Jongin. Mukanya sih, tetap datar. Tapi matanya udah lebih bulat dari yang seharusnya.

"Saya maafin kali ini. Kalau kejadian kedua kalinya, saya habisin kamu," ancam Jongin. Didorongnya Tukang Parkir yang masih syok itu ke pintu mobilnya, kedua tangan ditahan di atas kepala oleh satu tangan kekarnya. Jongin mendekatkan wajahnya ke perpotongan leher si pemuda mata bulat. "Say your name."

"I-Itu melanggar peraturan, Tuan…." Bantahan itu mendapat protes keras dari Jongin. Duda berkulit tan itu mengeratkan kunciannya pada tangan Tukang Parkir.

"Say your name," ulang Jongin. Aura di sekitar mereka kini berubah lebih intens dari sebelumnya. Jongin bahkan dengan bangsatnya mulai meniup-niup daun telinga si pendek.

Dasar tukang cari kesempatan kamu, Nak. Lanjutkan.

"K-Kyungsoo." Tukang Parkir mah bisa apa. Gajinya toh dibayar sama pelanggan klab malam tempat dia kerja. Pasrah ajalah namanya bocor ke salah satu pengunjung di malam pertamanya kerja di sini. Cuma nama juga.

Nak, siapa suruh kamu kerja di ladang om-om ganas begini?

"Gotcha. " Jongin menyeringai kemudian menjilat daun telinga Kyungsoo. Kepala Kyungsoo mulai dipenuhi kata 'Bangsat! Ngapain lu jilat-jilat!' dan semacamnya.

Dedek Kyungsoo gak boleh pasrah sekarang, though. Ini sudah kelewatan.

Jongin yang sedang badmood susah sekali dilawannya. Kyungsoo harus memikirkan cara lain. Dia tidak tahan dijilat om-om begini. Hancur sudah pertahanan sok-kuat-padahal-mah-boncel-bisa-apa tadi.

Saat kritis, biasanya Tuhan menolong kita dengan kekuatan yang tidak terduga. Kyungsoo percaya itu, dan makin percaya saat—

"Nah, Kyungsoo, ikut a—"

JDUAGH!

'Wuanjeeer bangsat! Kampret! Burung gua terbang!'

–kakinya yang tadi lembek seperti jelly mendapat kekuatan gaib untuk menendang burung masa depan sang pelanggan. Telak di tengah-tengah.

Kyungsoo terperangah.

Rasanya kayak berhasil headshot lawan di game online kesukaan dia waktu dulu masih alay.

Yaaay!

Kyungsoo menatap dengkul kanannya penuh kekaguman. Akhirnya kamu berguna juga, Nak!

Di tengah-tengah kekaguman Kyungsoo akan kekuatannya sendiri, Jongin sudah bangkit dari kegiatan membungkuk-bungkuk menyelamatkan masa depannya. Kampret itu Tukang Parkir baru aja hampir memvonis masa depan Jongin dengan kata 'impoten' besar-besar.

Tidak bisa dimaafkan sama sekali.

Anak ini, seimut apapun, harus mencicipi bogem mentahnya sekarang juga.

"Sialan—!" Jongin sudah hampir melayangkan tinjunya ke wajah imut-imut Kyungsoo kalau saja seorang wanita yang dipakainya seminggu lalu tidak datang menghampiri dan memeluk Jongin dari belakang. Jongin dapat merasakan sentuhan-sentuhan lembut dari belakang yang membuat bulu dadanya meremang. Aroma alkohol yang tiba-tiba menempeli ketiak Jongin membuat nafsu membunuhnya redup sedikit demi sedikit.

Terima kasih Tuhan, batin Kyungsoo. Segera pemuda boncel kurang ajar itu berlari menuju warung burjo terdekat untuk bersembunyi dari sang pengunjung yang sudah murka stadium empat.

"Jongin sayang~!" goda Isabel, wanita berambut merah itu kini memain-mainkan dadanya di belakang Jongin. Sayangnya, Jongin sedang tidak mood. Matanya mencari-cari keberadaan si kucrut kampret yang beraninya menendang Jongin Jr.

Anjir udah ilang aja. Jangan-jangan tuyul dia.

"Kemana dia?" tanya Jongin heran seraya tangannya mulai berusaha melepaskan diri dari pelukan super glue Isabel. Boleh juga itu cewek geboy cari kesempatan peluk-peluk Jongin. Jadi susah nih, lepasinnya.

Sigh. Nih kan, kerjaan baru.

Udah badmood malam-malam, galau gundah gulana, jidat diilerin rakyat jelata (secara tidak langsung), masa depan terancam terbang, sekarang mesti ladenin cewek ganjen.

Kayaknya Jongin kudu fokus ke cewek ini satu, baru ngurus si kampret.

Ya lord. Malam Minggu Jongin makin absurd aja.

Oh, baru sadar ya, ini Malam Minggu? Malam dimana biasanya Jongin paling banyak dapat cewek buat dinikmatin sampai pagi?

Hm. Kayaknya sampai rumah nanti banting radio ke cermin bukan ide buruk.

To Be Continued?

.

.

.

A/N: Perlu saya lanjutkan kah? Saya takut banget nistain bias kalian lebih lanjut di sini ;A;
Maafkan Hamba, ya Lord.