Disclaimer Naruto belongs to Masashi Kishimoto

NATE ALERTS!

Abal, BL [Boys Love], failed genres, violence, bad behaviour, all the amateur warnings applied. Please note it! This is modified-canon of SASUNARU!

"..." Talk

'...' Mind.

Alurnya lumayan banyak berbeda dengan manga dan animenya. Nate baru nonton sampek eps 394. Itu pun udah lama banget. Selebihnya buta arah. Kaguya dkk gak bakal keluar karena Nate gak ngerti, musuhnya Madara aja. Dan genres-nya cederung ke hurt-comfort-agast with lil bit romance, bukan action-adventure atau bahkan dark. Jadi adegan berantemnya di skip-skip. Mohon bantuannya.

So watch out, Baby!

?..?

!

Deru napas terengah memenuhi pendengarannya sendiri. Persetan dengan semua orang yang ada disekitarnya. Sasuke sama sekali tak peduli. Dia hanya akan menyelesaikan pertarungan ini, seperti harapan Itachi. Selebihnya serahkan pada waktu.

Sasuke sudah kelewat muak hanya untuk tahu mengapa sampai detik terakhirnya, Itachi masih mau berjuang untuk membantu aliansi ini, menyebut dirinya sebagai shinobi Konoha. Tempat dimana semua menghianati dirinya, membuatnya untuk menghabisi seluruh clan Uchiha. Membuatnya hidup terasing, menerima segala bentuk cap keburukan. Dan Itachi masih tetap dengan bangga membawa title shinobi Konoha, di saat-saat terakhirnya.

Sasuke akan menyudahi ini semua, mencari jawaban yang ia tak ketahui.

"Bergabunglah, kau bisa melakukan apapun nantinya. Uchiha selalu bisa mendapatkan keinginannya, Sasuke." Ujar Madara, sembari menatap datar Uchiha muda di depannya.

Jalinan kekkai pelindung berpendar mengelilingi kedua pria bermarga Uchiha tersebut. Menghalangi seluruh shinobi lainnya untuk ikut campur. Madara sama sekali tak bergerak, hanya diam memandangi Sasuke. Menunggu jawaban apa yang akan keluar dari bibir itu.

Jawaban yang menghancurkan seorang Uchiha Sasuke atau jawaban yang akan menghancurkan seluruh shinobi dengan gabungan kekuatan Uchiha. Madara masih menunggu.

Sasuke mendecih, sembari memegang luka berdarah di lengannya. "Aku bisa mendapatkan keinginanku sendiri. Tanpa bantuanmu, kau tak perlu khawatir." Seringai tak luput dari penglihatan Madara.

Uchiha dan semua kearoganannya, adalah satu hal yang dilupakan Madara. Uchiha bukanlah seorang yang suka berbagi. Begitupula Sasuke, dan jelas Madara juga. Menggabungkan diri bukan suatu hal yang tepat, suatu saat harus ada yang mati untuk membayar. Mereka semua sama, hanya berbuai dalam hitamnya kegelapan. Menutup mata pada yang lain.

Tak semua memang, mengingat sebagian dari Uchiha bukan seorang yang termakan dendam. Tapi sebagian besar iya.

Angin berhembus pelan, melambaikan helaian raven itu. Memberi sedikit nyawa untuk meringankan hawa berat yang ada di sekitar. Mengingatkan Sasuke bila 'sang angin-pun' ada di sana, tak jauh di belakangnya. Ia hanya tak mau menolehkan wajahnya barang sebentar. Tidak untuk sekarang.

Susano'o biru dengan pedangnya menantang geram sang Susano'o pemanah. Datar dalam keributan. Semua mendapat lawannya masing-masing. Berkutat berusaha untuk menghancurkan yang lain, berusaha menang. Mayat bergelimpangan, darah memercik menjadi penghias malam yang tampak berkilat di bawah sinar rembulan.

Sebagian besar lainnya pasukan zetsu putih yang juga betebaran melimpah, saling melawan. Tinggal sedikit lagi mereka akan menang. Obito sudah diambang kekalahan, mereka akan terus melawan. Memberi ruang untuk Uchiha lain melawan Uchiha Madara.

Sasuke sama sekali tak peduli. Ia bahkan tak mengerti untuk apa dan siapa ia bertarung. Ia hanya mencari jawaban dari semua hal yang Itachi siratkan.

Hanya tinggal waktu kali ini.

"SASUKE! " Sebuah teriakan tak Sasuke gubris. Tanpa mengalihkan mata pun ia sudah tahu milik siapa suara tersebut. Mata sharingan-nya hanya terfokus pada Madara. Membulatkan tekat untuk menghancurkan pria tua bau tanah dihadapannya.

"Selesaikan sekarang kalau begitu."

"Hn,"

BLAR! BLAR!

Bunyi ledakan-ledakan mengema, diikuti dengan tanah yang bergetar. Tak mengindahkan sekitar. Berdua, mereka bertarung.

Membunuh waktu yang seakan membakar. Memberi saksi bahwa ada dua jiwa berpedoman sama. Mencoba mengais ego masing-masing dan saling menjatuhkan. Mencari jawaban dari masing-masing pertanyaan

.

.

.

"Kenapa kau bertarung sendiri, brengsek!" Naruto mengumpat keras, berusaha menjebol penghalang yang membatasi geraknya untuk menuju Sasuke. Iris sapphire nya tak berhenti mengikuti pergerakan seseorang yang ada di depannya.

Entah sudah luka bakar yang keberapa tertoreh ditubuhnya, tapi Naruto masih nekat terus berusaha menghancurkan kekkai milik Madara.

.

.

"SASUKE! "

.

Maukah kau menurunkan sedikit egomu? Membiarkan seorang pecundang sepertiku membantumu?

.

.

Sekelebat cahaya kuning tertangkap netra sewarna darah itu. Sasuke tetap tak mengubris. Yang Sasuke tahu bahwa punya satu tujuan, membunuh Uchiha Madara. Melanjutkan keinginan Uchiha Itachi. Mencoba mengetahui apa yang Itachi inginkan dari menyelamatkan para shinobi, yang bahkan menghianatinya. Mencari jawaban mengapa ada seseorang yang rela melakukan apapun demi sebuah kata cinta dan perdamaian.

Hanya dirinya kah yang tak mengerti?

Untuk kesekian kalinya diusap kelopak mata kananya, untuk memperjelas penglihatannya dari darah yang menggenang di pelupuk mata. Dia tak akan buta kehilangan cahaya. Hanya saja Sasuke mulai terengah, dengan pertarungan yang tak mudah ini.

Kusanagi miliknya terpental jauh di depan. Memasuki teritori milik Madara. Sasuke mengeram geram.

Kilatan chidori masih aktif ditangan kirinya. Berdecit keras menantang.

Alis Madara menukik meremehkan. Diambilnya kusanagi milik Sasuke, memutar-mutar dengan anggun dengan sebelah tangannya. "Apa yang kau harapkan, Sasuke? Hidup bersama tikus sampah?"

Udara pekat melapisi keduanya. Sasuke masih bertahan dalam diam.

"Jangan menjadi bocah menyedihkan, seperti kakakmu. MATI SAJA KAU SASUKE" Madara merampal segel cepat, membuat jeratan sulur-sulur tanaman setan. Berlari mendekat pada Sasuke.

'CHIDORI EISO.' Kilatan petir memanjang bergerak meliuk menantang sang lawan. Memotong segala sulur yang mendekat kearahnya.

Sulur itu terus merambat, menyerang Sasuke. Bumga-bunganya memuntahkan air deras memukul-mukul lawan. Menampilkan sebuah wajah alam yang mengamuk.

Madara tak diam, Susano'o sempurna miliknya ambil bagian.

Jagae jubaguo.

Sasuke terus mengelak, sembari menghindari sabetan kusanagi miliknya yang berada di tangan Madara. Mata merahnya mengikuti semua pergerakan Madara mencari celah menyerang.

Madara menyeringai menikmati semuanya. Merasa senang bermain-main seperti ini. Tangannya membuat segel sembari menyerang Sasuke.

Tak pernah ada malam sekelam ini. Tak ada yang berani hanya untuk mendekati pertarungan mereka. Kekkai pelindung itu pun tak bisa di remehkan, ia akan memebakar apa dan siapapun yang berusaha untuk masuk.

Kekkai yang sama seperti kekkai yang di bentuk oleh keempat hokage. Namun lebih kuat, mengingat Madara masih mampu bergerak bebas sembari terus menyerang.

Mokuton gairoshu no jutsu.

Bunyi benturan keras menggema dalam keheningan malam, melesak jauh dari segala arah, membuat tanah pijakan bergetar seakan dilanda gempa.

Sasuke terdesak. Kakinya terkunci sementara lengan kanannya berderak keras, dililit mokuton milik Madara. Desisan keluar dari bibir Sasuke, seraya mengumpat. Dia terpojok, Susano'o miliknya terus menembakkan panah melindungi sang tuan. Darah menetes terus dari lengannya, yang terluka. "Sial."

Madara tertawa keras. Tak membuang waktu, dengan kusanagi milik Sasuke yang berputar ditangan kanannya. Ia berdecak. "Sudah selesai, Uchiha."

Bilah kusanagi itu berdesing diantara tirai udara yang transparan. Melesat lurus membidik jantung sang Uchiha muda, yang terikat tak bergerak. Memandang dingin lawannya.

SRASZZH!

.

.

"Hooo, Teme kau payah."

Mata Sasuke melebar untuk sepersekian detik. Bias cahaya kuning menerangi kegelapan di sekitar medan pertempuran antara dua Uchiha itu. Tepat dihadapannya, iris sapphire itu seakan mengejek ketidak becusannya.

Kekkai pelindung yang jebol akibat serangan Naruto mulai memperbarui diri. Memberi ruang privasi luas, khusus untuk mereka yang ada di dalamnya. Tanah yang menjadi pijakan hancur, dengan tekstur yang tak bisa di jabarkan.

Naruto masih disana dengan senyum lebarnya. Terlalu senang bisa menjebol kekkai pelindung, sekalipun ia terluka. Cengirannya terpatri disana.

"Kau memang baru bisa bertempur hebat, jika bersamaku, Sasuke. Jadi jangan bertarung sendirian, ttebayoo!" Ujar Naruto membanggakan diri.

Tetesan darah menggenang diantara tubuh itu, terus turun.

Sasuke hendak memaki Naruto yang masih tersenyum bodoh sekalipun bilah kusanagi miliknya menembus melewati rusuk idiot itu. Meninggalkan jejak tetesan darah yang perlahan menuruni pangkal kusanagi. Menusuk tepat di dada sebelah kiri, tak jauh dari sumber kehidupannya. Sementara pemuda itu tersenyum lebar seolah tak terjadi apa-apa.

"Lihat kau tak bisa bergerak sama sekalikan, Sasuke" Naruto berdecak.

Bibir Sasuje sudah terbuka, ingin mencemooh seorang yang dengan bodohnya membobol kekkai, hingga terluka oleh bila pedangnya . Tapi semua umpatanya tertelan begitu saja saat-.

Cahaya kuning dari cakra kyuubi perlahan meredup, Naruto terhuyung ke depan. Semua berlalu terlalu cepat. Mata Sasuke melotot, ketika dirinya melihat bijuu di tubuh sang jinchurikki itu di tarik keluar perlahan. Menyisakan bias pendar cakra milik Kyuubi yang ditarik keluar oleh Madara.

Bibir Naruto bergetar mengucap sebuah nama. "Sa..sasuke.."

Bisikan pelan itu seakan menghabiskan seluruh pasokan udara di dalam paru-paru Sasuke. Irisnya bertatapan langsung dengan manik biru dihadapannya yang mulai kehilangan kesadaran. Sasuke melepaskan segala jerat yang mengelilinginya. Rasa sakit di tubuhnya menguap tak bersisa. Yang ia tau tubuhnya bergerak, mengapai Naruto.

Sasuke melihatnya. Bagaimana tubuh itu jatuh bagai seonggok daging tak bertuan.

"Mengumpankan diri, agar aku lebih mudah mendapatkan kyuubi, Naruto?"

Cahaya kuning itu hilang sepenuhnya, menabrak Sasuke, yang masih kesulitan hanya untuk bernapas melihatnya.

"Melindungi sahabatmu? Cih, kau hanya mempermudah tugasku." Ujar Madara pada Naruto yang berhapas berat.

Tawa sumbang Madara dan pekikan ngeri dari seluruh aliansi shinobi yang melihat Naruto limbruk, tak terdengar di telinga Sasuke. Jantungnya berpacu, mengumpati Naruto.

Tangan pucat Sasuke menangkap tubuh Naruto yang merosot jatuh tanpa pegangan pada tubuhnya.

"Sasu..ke" Tak ada suara lain yang terdengar selain gumaman lirih Naruto ditelinga pemuda raven itu,

Dari balik tubuh Naruto. Sasuke bisa melihat Madara menyeringai sembari tertawa dan memainkan segel pada kekkai pelindung. Mengoper cakra kyuubi pada wadah juubi, yang menjulang tinggi dengan patung gedo menatap kearah mereka. Sasuke masih tak bergerak.

Dia melihat perlahan cakra itu terserap. Membuat patung gedo tersebut meraung.

Panggilan lirih Naruto tak mampu menyadarkan Sasuke. Tubuhnya kaku, darah mengalir deras pada luka tikam di dada Naruto. Sasuke menggengamnya erat, mencoba menghentikan pendarahan yang terus terpompa.

"Naruto?"

"Hmm?... Aku yang pa..yah."

Naruto berusaha sebisa mungkin tetap dalam kesadarannya. Matanya terasa berat diikuti dengan dentuman di seluruh tubuhnya. Bertopang memasrahkan semuanya pada Sasuke. Bodohnya. Pantas saja Sasuke sering mengoloknya. "Sasuke.. Kurasa aku tak... Bi-sa mem-bantumu. Le..lebih jauh la-gi."

Sekedar bicarapun ia kesulitan. Napasnya tersenggal putus - putus.

"A..aku tak bermak-sud.. Menyusahkanmu. S-sungguh."

"..."

'Aku ingin berbicara banyak padamu, Sasuke... Tapi rasanya sulit. ' Batin Naruto miris.

Sasuke hanya mendekap tubuh yang nyaris jatuh manghantam tanah. Helaan napas berat menyapu tengkuk putih pucatnya. Terengah, dengan wajah yang bersandar pada pundak Sasuke. Sasuke bisa mendengar rintihan kesakitan dari mulut Naruto.

Tubuh itu bergetar memasrahkan diri seluruhnya pada Sasuke. Meruntuk dalam hati karena tak bisa memberi bantuan pada Sasuke. Yang ia lakuakan malah menyusahkan Sasuke.

Madara memandang dua remaja di hadapannya. Alisnya menukik tajam. "Naruto.. Uzumaki. Clan pewaris cakra hebat. Mampu bertahan sekalipun bijuu sudah di tarik keluar. Kau persis seperti Kushina, Naruto." Ujarnya sambil menyeringai.

Naruto meremas hakama Sasuke sekuat yang ia bisa. Napasnya menderu. Naruto menguatkan diri untuk berdiri tegak. Ia ingin menghajar pria tua di belakangnya yang berani menyebut nama ibunya. Kakinya menguatkan pijakan hendak melawan. Baru setengah menoleh, dekapannya di pererat. Darah mengalir deras dari sela-sela telapak tangan Sasuke.

"Apa yang mau kau lakukan!?" Geram Sasuke, di telinganya.

Naruto mengernyit mendengarkan nada tinggi penuh penekanan dari suara Sasuke.

"Brengsek!" Umpat Sasuke. napasnya ikut terengah. Gemeretuk gigi begitu jelas terdengar di telinga Naruto. Memaki Naruto yang masih saja bertindak bodoh tanpa melihat keadaan.

Ia menata kembali napasnya yang tak beraturan. "Malam I-ini. Dingin ya.. Te-me." Sebisa mungkin Naruto berkata. Sungguh rasanya tubuhnya kedinginan.

Diam

Naruto sudah tak kuat mempertahankan kesadarannya. Dia terbatuk, darah keluar dari mulutnya. Ugh..

Naruto hanya ingin membantu sahabatnya. Ia tak akan membiarkan Sasuke sendirian. Tak akan pernah, mereka akan berjuang bersama. Batinnya bergejolak mengumpati segala kebodohan dalam dirinya. Sekarang apa?

"Kau shino-bi hebat, Te-..me. Kau pasti bi-sa meng..galahkannya."

Diam

Naruto pikir dia bisa ikut bergabung dengan Sasuke, melawan Madara, seperti beberapa waktu yang lalu bersama-sama. Merasakan kesetaraan ketika Sasuke merendahkan sedikit egonya untuk melihat dan berkerjasama.

"..."

"Kita aka-n pu..pulang..." Ujar Naruto kepayahan.

Bahu yang menjadi sandarannya itu menegang, tanpa bersuara. Naruto meringis, sungguh ia ingin mendengar jawaban Sasuke. Berharap pemuda itu mau pulang, berada di dekatnya, mengakuinya seperti dulu. Ia ingin membawa pulang seseorang yang memiliki ikatan dengannya.

Masih adilkah dunia ini padanya? Naruto tak suka meruntuk, ia hanya mengingikan Sasuke pulang. Ketika pertama kali merasakan sebuah ikatan, Naruto merasa senang. Sasuke disana seseorang yang menganggap dirinya sebagai Naruto yang menyebalkan, bukan sebagai jinchuriki yang dibenci. Sasuke orang pertama yang mengakuinya, sekalipun ia acuh. Mata kelam miliknya selalu berbicara banyak. Naruto tau mata Onyx itu tak pernah menganggap jijik padanya.

Sasuke orang pertama yang memiliki ikatan dengannya, yang mengakuinya. Dan Uzumaki Naruto akan selalu ada untuk Uchiha Sasuke.

Dan ketika bilah kusanagi itu hendak menikam jantung Sasuke. Yang Naruto tahu hanya menjadi tamengnya. Ia tak bisa melindungi Sasuke dari luka batin akibat rahasia pembantaian keluarganya, jadi setidaknya Naruto berharap dia bisa melindungi Sasuke dengan apa yang bisa ia lakukan, apapun. Lalu ia akan bisa pulang bersama Sasuke.

Dekapan Sasuke bahkan rasanya hangat, diantara tubuhnya yang mulai kedinginan. Naruto menghela napas pelan, bibirnya menarik sebuah senyum. Andai bisa terus begini.

Lukanya terus terbuka, tanpa Kurama butuh waktu lama untuk bisa menyembuhkannya seperti sedia kala. Ughh. "Maa-f.." Ujarnya sekali, membenamkan wajahnya pada ceruk leher Sasuke.

"Setelah itu, A-yo pula-ng bersa..maku! Semua menu-nggummu, Sasu..ke" '-..Aku menunggumu, Sasuke'... .

Naruto meringis kecut. Sasuke tak membalasnya sedikitpu, matanya berat.

.

"Setelah ini, A-yo pula-ng bersa..maku! Semua menu-nggummu, Sasu..ke"

"Sasuke! Ayo pulang bersamaku! Semua menunggumu, Sasuke!"

Suara teriakan dan lirihan itu berdengung keras di telinga Sasuke. Suara yang berbeda dengan kata yang sama seperti yang barusan diutarakan secara lirih oleh Naruto. Menggema mengerogoti batin seorang pemuda yang hanya bisa diam ditempat, mencoba mencari pijakannya kembali.

"Naruto?"

Naruto tak menyahut. Mata merah Sasuke bergerak tak fokus.

"Cepat atau lambat dia akan mati, Sasuke. Jinchuriki tak akan bisa bertahan ketiaka bijuu dikeluarkan secara paksa." Suara Madara nyaris tak terdengar di telinganya.

"Naruto?" Sasuke berbisik lirih sekali lagi. Berharap si bodoh didekapannya menyahuti. Apapun terserah asalkan ia menyahut. Sasuke tak akan mendecih mendengar teriakan Naruto, tak akan mendengus mendengar suara berisiknya. Sungguh.

Ia sama sekali tak mengindahkan Madara yang berada di hadapannya.

.

..

Tapi Naruto tak menyahut sama sekali.

.

.

Sasuke jatuh terduduk dengan Naruto yang masih di dekapnya. Badannya bergetar seolah semua lukanya terbuka bertambah lebar.

"Sasuke! Ayo pulang bersamaku! Semua menunggumu, Sasuke!"

Suara itu masih menggema. Suara teriakan Naruto, ketika pertama kali dirinya kabur dari Konoha. Dadanya berderak nyeri. Untuk pertama kalinya Sasuke menginginkan teriakan itu nyata. Mengajaknya pulang bersama, bukan gumaman lirih yang begitu sulit hanya untuk diucapkan.

Kalimat yang dulu sering diucapkan Naruto. Mengajakknya untuk kembali. Dia akan menurut.

Setiap kali Sasuke mengeratkan pegangannya pada Naruto, setiap kali itulah sebilah pisau imajiner seakan menusuknya. Mengoreskan luka perih.

Pulang bersamamu?

.

.

Apa dirinya akan ditinggal seseorang lagi?

"Dobe..?" Bisiknya berharap orang yang di panggil menyahuti.

Dulu ia yang pergi tak peduli terhadap siapapun yang menginginkan dirinya untuk kembali. Tak mengindahkan semua jerih payah Naruto yang menginginkan nya untuk pulang. Yang Sasuke tahu hanya mengejar perasaan dendamnya. Lalu kenapa saat tubuh Naruto jatuh dalam dekapannya, seolah semua udara disekitar menjadi tipis, membuatnya kesulitan hanya untuk bernapas. Kenapa jantungnya begitu nyeri, seolah sebilah pisau menusuknya tanpa mau berhenti. Kenapa rasanya sakit sekali?

Lebih sakit dari pada pertama kali ketika ia melihat jasad kedua orangtuanya yang terkapar, bersimbah darah. Lebih sakit dari pada ketika ia, melihat senyum Itachi untuk terakhir kalinya sebelum Aniki-nya terjatuh tak berdaya. Beribu kali lipat dari luka bertarung manapun, yang pernah Sasuke rasakan. Menarik napas pun rasanya nyeri, seolah jantungnya teremas.

"Apa kau balas dendam padaku, Naruto? "

Apa kau menuntut balas meninggalkanku setelah aku meninggalkanmu?

Sasuke sama sekali tak tahu. Pikiranya seakan terputus dan memusat pada satu titik terang dibalik tirai kelam. Semua pertanyaanya hanya terucap di otaknya.

Cairan hangat kental mengalir diantara telapak tangannya. Sasuke pernah menusuk jantung itu menggunakan chidori dulu, menembus meninggalkan rongga menganga, tapi Naruto masih bisa bangun. Kenapa sekarang Naruto tak bangun?

Fokus Sasuke mencoba merasakan cakra Naruto, mencari setidaknya setitik harapan. Batinnya terus mengucap sebuah nama. Cakra itu menipis, sharingan nya nyaris tak mendeteksi, dengan detak jantung lemah nyaris tak terdengar. Sekarat, jinchuriki kyuubi ini sekarat. Bibirnya biru dingin. Sasuke menatap wajah Naruto, matanya menatap benci wajah itu. Wajah dimana tak ada Naruto dan cengiran bodoh yang biasa ia lihat. Mana Naruto-nya?

Madara mendekat kearah dua remaja itu. Menatap jijk pada Sasuke. "Kenapa kau diam seperti orang, bodoh?" Ia melangkahkan kaki mendekat kearah dua pemuda itu..

Sasuke mengalihkan pandangannya, menatap Uchiha Madara yang mendekat kearahnya, pria keparat yang menusuk sahabatnya-seorang yang berada di dekapannya. Membuat ia merasakan sakit, membuatnya jatuh seakan ia orang lemah, layaknya mereka yang ia acuhkan.

"Dan mengapa kau terus mengoceh seperti orang bodoh?"

Hening. Tak ada bunyi ledakan, tak ada bunyi kunai yang saling beradu yang menjadi latar belakang. Suara Sasuke begitu dingin tak seperti biasanya. Suara itu seakan tak bernyawa, lebih menyedihkan dari pada jeritan pilu. Ia hanya terduduk disana menatap pada Madara.

Madara tertawa, "Melihatmu seperti ini, tak jauh berbeda dengan melihat kakakmu yang begitu naif."

"Diam."

"Sama seperti ketika Itachi mencoba melindungimu. Menyedihkan."

Sasuke tak membalas, mengeratkan pegangannya,

Kalau tak ada yang mau menolong biarkan. Naruto masih ada disini, ia hanya perlu menjaganya. Tak boleh ada yang masuk bahkan mendekati Naruto. Tak seorangpun selama ia masih disini, disisi Naruto.

Kobaran api hitam amaterasu menyebar melingkar, diikuti kilatan kilatan petir. Membelit membentuk segel spiral. Apinya membesar membumbung tinggi, bergabung menjadi satu. Melindungi dua orang remaja yang berada di pusat lingkaran itu.

SRASHH!

Membakar habis semua yang ada di sekitarnya. Bahkan sampai hampir menuju tempat dimana para aliansi shinobi berada. Madara mundur, tiap kali ia maju api hitam itu berkobar marah.

Sharingan-nya menatap sharingan yang lain.

'Kokuen no tate. ' Bisik Sasuke.

Dia akan menyelesaikan ini. Sinar keunguaan membelit Sasuke. Membentuk perisai kokoh dihadapan kedua pemuda tersebut, sebelum akhirnya menampakkan wujud sempurna Susano'o pemanah dengan api hitam di sekitar tubuhnya. Dua buah sayap merentang kokoh pada punggung Susano'o.

Dekapannya mengerat, membawa tubuh Naruto mendekat, sembari menunduk, mengubur sebagian wajahnya pada helaian pirang Naruto.

"Kau akan baik-baik saja." Ujar Sasuke tanpa intonasi.

TBC

Thanks for reading! Long time no seeeee

Hueeee parahhhh ini fic ngawur abis!? Sulit bikin adegannya. Aduh plot holes banyak banget. Suwerr pingin banget bikin modified-canon, maksudnya sih merealisasikan semua hint yang Masashi buat. Parahh, Nate payah banget.

Gak cocok kali ya, Nate nulis fic agak serius wkwkw,

Fic ini udah ada di draft awal semester lalu, tapi baru bisa dikerjain. Nate bakal nulis sampek complete, baru lanjut bikin fic baru. Dan ini gak akan memakan banyak chapter kok hehehe, paling banyak 3/4 chapter, kalau bisa dua chapter aja hoho. Soalnya Nate payah kalau nulis. Thanks ya guys. Semoga kalian suka :"