Married By Accident

Chapter 10.

Dalam sepenuh hidupnya, tak pernah rasanya Akashi sepanik ini. Dia sudah terbiasa dengan bertindak secara presisi. Tapi sekarang, dirinya bahkan tak bisa menenangkan diri. Apalagi ketika dirinya mendengar erangan kesakitan dari sang istri.

Dia bisa apa? Dan tak pernah dia sangka akan semenyedihkan ini.

"Shintaro, apa kau buta? Tetsuya sudah kesakitan dan-"

"Kalau kau tak bisa diam, sebaiknya keluar dari ruangan." Ujar Midorima dengan nada mengancam. Melihat sahabatnya kesakitan memang tidak mengenakkan, tapi sebagai dokter yang akan memberikan penanganan, dia harus tenang.

Apalagi si suami malah ikut menebar kepanikan. Memang, ini rumah sakit Akashi, dan dirinya hanyalah dokter yang bekerja disana, Namun untuk pasien, dirinya lebih berwenang mengambil keputusan.

"Aku akan memberi Tetsuya anestesi epidural atau spinal. Bius lokal yang membuatnya tidak akan merasakan sakit pada bagian bawah tubuhnya."

"Kau yakin harus operasi-"

"Akashi. Aku dokter, tolong hargai."

Akashi memandang salah satu sahabat Tetsuya yang kini dipindah tugas ke Rumah sakit milik keluarganya begitu selesai dibangun. Dia tahu, dia harus tetap tenang. Tapi apa yang harus dia lakukan ketika melihat belahan jiwanya kesakitan?

"Baiklah." Ujar Akashi akhirnya. Ini bukan demi dirinya. Ini untuk Tetsuya dan anaknya. Untuk keluarganya.

"Tetsuya, apa kau bisa mendengarku?" Tanya Midorima pada Tetsuya yang kini mulai tenang.

"Setelah ini, kita akan segera memasuki ruang operasi." Ujar Midorima sambil memastikan biusnya sudah bekerja maksimal. "Aku tak menggunakan bius umum, kecuali jika nantinya ada hal darurat, jadi kau bisa menyaksikan bayimu keluar. Dan suamimu bisa menemanimu didalam."

Tetsuya mengangguk sebagai jawaban, kemudian tangannya berada dalam genggaman Akashi yang berusaha memberi senyum dan kata-kata yang menenangkan.

Selain diberi bius lokal, Tetsuya juga diberi obat tambahan untuk memastikan bahwa bagian bawah tubuh Tetsuya benar-benar mati rasa. Tubuhnya juga akan dimasukkan kateter untuk menampung urin selama operasi. Lalu tangannya dipasangi selang infus guna memasukkan antibiotic untuk mencegah infeksi setelah operasi.

Tapi meski iya-iya, ada bagian yang membuat Akashi hampir murka dan harus membuat Akashi harus menahan diri setengah mati.

Adalah saat seorang perawat masuk, mencukur rambut pubis atau kemaluan Tetsuya dengan alasan agar memudahkan jalan saat mencari jalan untuk dilakukan sayatan.

Awas saja jika sampai macam-macam, jangan harap bisa lihat esok hari dengan tenang, batin Akashi gregetan meski tahu kalau ini untuk keselamatan.

Sedang Midorima hanya mendesah lelah saat sisi posesif Akashi masih setinggi ini, dan berharap sang calon ayah tidak menambah masalah saat masuk ruang operasi nanti.

Disclaimer :

Kuroko No Basuke by Fujimaki Tadatoshi

Original story by Gigi

Warning :

T++

Akakuro

Shounen ai

Caesarean section scene

Family&Romance

Out of character

Kini mereka hampir masuk pada ruang operasi yang sudah disiapkan. Dan sebelum Akashi masuk ke dalam, Midorima kembali memberi pesan.

"Tolong tetap tenang. Jangan lakukan intervensi apapun saat kami melakukan operasi, atau silahkan keluar. Tak peduli kau pemilik, tak peduli kau siapa, disana ada istri dan anakmu yang akan berjuang, dan aku harap, kau bisa bertindak layaknya seorang suami sekaligus ayah."

Akashi mengangguk mengiyakan, "Tolong lakukan yang terbaik untuk mereka."

Setelah semua siap, Midorima kembali menghadap Tetsuya yang sudah siap dengan beberapa asisten yang membantu jalannya operasi persalinann Caesar.

Ya, karena beberapa alasan medis, Tetsuya butuh tindakan untuk persalinan yang tak memungkinkan untuk normal.

Begitu obat bius sudah bekerja, antibiotic kembali dioleskan pada bagian perut Tetsuya. Namun Tetsuya tidak melihatnya, karena diantara dada dan perutnya ada tirai tipis yang menghalanginya untuk bisa melihat apa yang tengah dokter lakukan disana.

Tapi tidak dengan Akashi. Sambil terus membisikkan kata-kata cinta, dia tahu persis apa yang tengah dilakukan pada perut istrinya.

"Kau bisa, sayang."

Lalu matanya menatap lagi, bagaimana para dokter kini mulai menyayat kecil pada kulit diatas tulang kemaluan Tetsuya. Selanjutnya, Akashi benar-benar menahan air matanya begitu Midorima menyayat kulit perlahan hingga menembus rahim istrinya. Laki-laki tampan bersurai merah itu merasa ingin menangis sekaligus mual sekali. Bukan karena tak mampu melihat darah, namun karena melihat istrinya harus dikoyak seperti ini.

"Sei-kun?"

Dan pada akhirnya dia tak bisa menahan hingga air matanya merembes keluar kini. Membasahi kening istrinya yang tengah menatapnya dengan berbagai arti.

"Kau luar biasa," Lalu diiringi kecupan pada kening dengan penuh afeksi.

Akashi bisa melihat sayatan masih terus dilakukan. Mungkin sampai setengah jam. Dan ketika sayatan sudah mencapai otot perut, dokter mulai membuka jalan secara manual hingga mencapai rahim.

Tak menunggu lama, Akashi dan para dokter sudah bisa melihatnya. Mereka, yang menghuni rahim Tetsuya. Tak hanya satu, ternyata ada dua.

Dengan perlahan, bayi-bayi mungil itu mulai dikeluarkan. Akashi menatapnya dengan keharuan yang luar biasa. Anak-anaknya dengan Tetsuya.

Dan tak menunggu lama, tangisan pertama keluar dari keduanya. Memekakan telinga sekaligus seolah bayi-bayi ini menegaskan kehadiran mereka.

Para perawat dengan segera memberikan bantuan dengan memotong tali pusar, kemudian mulai membersihkan. Lalu plasenta Tetsuya juga dibawa keluar. Tetsuya sendiri juga sekarang mampu melihat kedua anaknya, dengan terharu dia mengisak sambil memanggil nama sang suami yang mendampingi.

"Sei-kun, anak kita."

"Iya."

Tapi proses operasi belum selesai. Para dokter masih harus menutup sayatan dengan jahitan yang memakan waktu kurang lebih setengah jam. Ini dikarenakan, membuat jahitan merupakan salah satu hal rumit dalam operasi Caesar. Salah sedikit saja, bisa infeksi yang berakibat fatal.

Dan Akashi masih setia mendampingi sambil terus berucap kata-kata manis dan mesra hingga Tetsuya sudah siap menuju ruang pemulihan.

"Kembar, laki-laki, 50cm, 3,9kg dan laki-laki, 51cm, 4,0kg. Sehat." Ujar dokter memberi pernyataan.

"Terimakasih, terimakasih, Tetsuya. Terimakasih. Kau luar biasa."

Sekeluarnya dari ruang operasi, Akashi langsung disambut keluarganya dan Mayuzumi yang ikut menunggui semenjak mereka tiba.

"Bagaimana?"

"Apa yang terjadi?"

"Tetsuya mana?"

"Cucu dan menantuku baik-baik saja?"

Dan banyak sekali berondongan pertanyaan yang membuat Akashi sedikit kerepotan. Namun, saat dirinya akan mengucap, rupanya rasa harunya belum hilang. Bukannya kata yang keluar, namun air mata menganak keluar.

"Mereka baik-baik saja, kan?!" Tanya Mayuzumi dengan nada yang mulai meninggi karena tak sabar menunggu jawaban.

"Aku jadi seorang ayah." Ujar Akashi akhirnya setelah dia mampu mendapatkan lagi suaranya, "Tetsuya sedang dibawa menuju ruang pemulihan, dan ayah, ibu, aku punya dua jagoan."

Mendengar kalimat puteranya, ayah dan ibu Akashi langsung heboh, tentang bagaimana mereka akan bertemu cucunya, perayaan, dan banyak hal yang membuat hati Akashi menghangat.

"Tetsuya? Dimana?" Tanya Mayuzumi yang didampingi Nijimura.

"Dia diruang pemulihan. Aku akan menyusulnya."

Sesampainya mereka diruang pemulihan, Akashi bisa melihat Midorima tengah memeriksa Tetsuya. Dirinya masih menunggu didepan, dan memandang dari balik kaca.

"Shintaro, bagaimana Tetsuya?"

"Istrimu baik-baik saja. Sekarang, dan sampai beberapa jam kedepan, Kuro- Maksudku Tetsuya akan berada dalam pengawasan agar luka akibat operasi sembuh dengan cepat."

"Apa bayi kami bisa dipindah diruangan ini?"

"Itu masalah prosedur, Akashi. Wewenangku hanya sebatas pasien dan tindakan selanjutnya."

Dan tak menunggu lama, boks berisi dua bayi laki-laki penerus keluarga Akashi telah ada disana. Lagipula, bayi mereka baik-baik saja, tidak memerlukan tindakan medis yang begitu mendesak atau bagaimana.

Jam dinding menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Dan badan Akashi terasa lelah sekali. Hari ini dia banyak mengumbar emosi. Apalagi saat Tetsuya masih terlelap karena lelah pasca operasi, dirinya diceramahi Mayuzumi dan orangtuanya tentang tanggung jawabnya yang tak hanya sebagai suami, tapi juga ayah dua anak kini. Tak lupa juga sederet ancaman jika sampai tindakannya menyakiti.

Tapi dengan rasa lelah yang kian menjadi, malah membuat Akashi tak mampu memejamkan mata lagi. Daripada tidur, dia lebih suka memandang 3 wajah orang yang dia cintai. Istrinya, lalu kedua anaknya yang akan mulai menemani hari.

Ayah.

Tak menyangka, menyandang titel itu jauh lebih membanggakan dari semua titel yang pernah diraih Akashi.

"Tidur yang nyenyak, tumbuhlah yang sehat, bermainlah dengan banyak, ayah dan ibu akan mengajari semua yang kami tahu." Ujarnya lirih sambil mengelus pipi gembil salah satu anaknya.

Lalu pandangannya berpindah pada istrinya. Memutar ulang semua yang terjadi diantara mereka. Dari pertama berjumpa sekaligus awal dirinya jatuh cinta. Lalu perdebatan, pernikahan sampai tahap lahirnya anak mereka.

Dia tak tahu harus berkata apa, tapi yang jelas, Akashi semakin jatuh dan jatuh semakin jauh dalam pesona Tetsuya.

Tiga hari pasca operasi, kini Tetsuya sudah mulai bisa beraktifitas sendiri. Bukan yang berat tentunya. Tapi dirinya sudah bisa mulai menggendong bayi meski masih diawasi.

Ah, rasanya dirinya belum bisa mempercayai ini. Dirinya sudah menjadi seorang ibu dua putra keturunan Akashi. Dan ngomong-ngomong masalah Akashi, Tetsuya rasanya ingin protes setengah mati.

Demi apa, kedua putranya benar-benar didominasi gen suami!

Rambutnya, satu merah, dan satu merah pudar. Lalu matanya, satu emas, satu violet, perpaduan merah dan biru. Memang, tatapan matanya belum setajam Akashi, tapi saat dirinya ingat potret suami saat bayi, tak ada yang menyangkal bahwa bayi-bayi mereka seperti carbon copy sang suami.

Dia yang mengandung, dia yang melahirkan, tapi kenapa semuanya diambil Akashi?

"Berhenti memanyunkan bibirmu, Tetsuya. Kau masih dalam tahap penyembuhan." Ujar Akashi yang baru saja datang setelah tadinya pulang untuk mengambil beberapa perlengkapan sambil mengecup kening Tetsuya pelan.

"Apa hubungannya?"

"Aku tak mau resiko lukamu terbuka dengan tambahan tak bisa jalan."

Awalnya Tetsuya diam karena belum paham, lalu sedetiknya protes saat tahu apa yang Akashi pikirkan, "Dasar mesum!"

"Kau yang memulai membuatku terangsang."

Pipi Tetsuya memerah, lalu kembali teringat, bahwa sekarang mereka sudah berempat.

"Sei-kun?"

"Hm?"

"Anak-anak kita, diberi nama siapa?" Tanyanya begitu Akashi mendekat, sambil menggendong bayi mereka yang satunya.

"Tetsuya lebih berhak."

"Aku ingin menamainya berdua."

Tetsuya melihat Akashi tersenyum lagi, lalu mengecup keningnya beberapa kali, "Tetsuya pintar sekali membuatku bahagia."

Duh, bisa tidak sih Akashi berhenti dulu membuat pipi Tetsuya memerah?

"Bagaimana jika Ryousuke dan Sasuke?" Tanya Tetsuya begitu mampu meredam pipi merahnya.

"Aku tidak mau anakku kalah saing dengan tetangga sebelah yang buka usaha pembuatan sharingan."

"Ryo dan Ryu?"

"Tetsuya, kenapa kau suka sekali dengan nama 'Ryo'?" Tanya Akashi yang tak repot-repot untuk menutupi nada cemburu dalam suaranya.

"Hanya usul saja. Lagipula Sei-kun tak usul malah hanya protes."

"Menma dan Naruto?"

"Sei-kun mau buka kedai ramen?"

"Karma dan Menma?" Tanya Akashi lagi.

"Kita sudah sepakat bahwa meski mereka kembar, kita tidak akan memperlakukan mereka dengan cara yang sama, anata." Tangan Tetsuya mengelus pipi bayi yang dipangku Akashi, "Termasuk untuk tidak memberi mereka nama yang mirip."

"Tetsuya sendiri juga tidak usul." Kecup Akashi gemas pada pucuk hidung Tetsuya.

"Karma dan Gakushuu?"

"Karma dan Gakushuu?" Ulang Akashi, "Yang mana Karma, yang mana Gakushuu?"

"Biarkan mereka memilih, Sei-kun." Lalu Tetsuya menatap kedua anaknya yang kini sama sama menatapnya, uh, lucunya. "Karma?" Tetsuya memanggil sebuah nama, dan bayi yang dia gendong tersenyum, "Ini Karma." Ucapnya pada bayi berambut merah.

"Gakushuu?" Kali ini bayi yang berada dalam pangkuan Akashi lah yang tersenyum mendengar suara Tetsuya, "Ini Gakushuu."

"Karma dan Gakushuu, selamat datang di keluarga kita." Lalu Tetsuya mengecup kening dua bayi mungilnya, tak lupa kening Akashi juga meski dirinya sedikit susah karena belum boleh membuat banyak gerakan.

"Tetsuya, cepat sembuh, aku sudah tidak tahan." Ucap Akashi yang seketika menghancurkan suasana penuh keharuan.

"Mesum, cabul, suka pegang-pegang."

Meski mengomel tak karuan, tapi Tetsuya tidak menolak, saat tangan Akashi memegang dagunya, lalu memulai berbagi ciuman manis berdua.

Setelah ini, cerita dirinya dan Akashi serta kedua buah hatinya akan lebih banyak. Bayi mereka akan tumbuh, berkembang dan punya masa depan. Kemudian, mereka akan berusaha menjadi orangtua yang terbaik bagi kedua jagoan. Ah, sungguh dirinya tak sabar. Yang jelas, mulai sekarang hidup Tetsuya dan Akashi tidak akan pernah membosankan!

Sempurna itu tidak ada. Tapi kau bisa menciptakannya dengan rasa syukur atas setiap yang kau terima.

End.

AN :

Akhirnya tamat juga^^

Saya nggak tau ini ending yang memuaskan apa enggak. Soalnya saya harus menggantinya berkali-kali. Awalnya saya melibatkan perayaan dan lain-lain, hanya saja setelah saya lihat, mungkin akan lebih baik jika ending-nya saya buat lebih privat.

Kenapa Karma dan Gakushuu?

Karena Nagisa akan saya taruh di scene lain. Rencananya akan ada sekuel drabble tentang keluarga ini, dan melibatkan Nagisa. Tentu saja jika ada yang berminat membaca, hehe. Dan lagi, Karma dan Gakushuu sebenarnya lebih mirip menurut saya. Btw, mereka adalah karakter di Ansatsu Kyoushitsu.

Untuk scene operasi Caesar, saya mengambil referensi dari sebuah artikel berjudul 'Apa yang terjadi selama Operasi Caesar?' di Hello Sehat.

Ada pertanyaan lain?

Terimakasih atas Review, Follow dan Favorite

Sampai jumpa di FF selanjutnya, dan Terimakasih sudah membaca!

Sign,

Gigi.

Ps : 'Kasian Cuya nahan sakit berbulan-bulan nunggu chapter lahiran.' Saya ngakak baca review ini wkwk