Summary: Naruto begitu merasa perduli pada seorang gadis penyendiri. Bagai mana cara mengenal orang semacam itu? Apa yang diharapkan Naruto dengan mengenal Hinata?

Naruto By Masashi Kishimoto

Password By Surel

Genre: Friendship

Rated: T

Warning: typo(s), AU, Naruto's pov, dll

Chapter 1: Alasan

Sial! Aku terlambat. Aku bangun pukul enam lewat empat puluh menit. Tepat dua puluh menit sebelum jam masuk sekolah. Dipotong dengan mencuci muka dan mengganti pakaian, sisa waktunya tinggal sepuluh menit lagi. Tanpa sarapan, aku lari sekuat yang aku bisa. Aku bisa sampai di sekolah tepat jam tujuh jika aku berlari. Padahal usiaku akan segera menginjak angka tujuh belas, tapi tetap saja aku sekacau ini.

Baru saja aku berlari sejauh tujuh rumah dari rumahku, aku melihat seorang gadis. Dia, yang selalu sendirian. Dia tidak seperti aku, dia berjalan dengan kecepatan normal seolah jam masuk sekolah masih lama.

"Pagi Hyūga! Ayo cepatlah!" Aku menyapa gadis berambut gelap itu.

Karena gemas melihatnya berjalan dengan cara seperti itu, aku menggandengnya untuk ikut berlari denganku. Dia pasti terkejut. Dia bahkan belum membalas sapaanku. Tapi dia ikut berlari denganku. Tampaknya dia sedikit kesulitan menyesuaikan langkahnya denganku.

Aku dan Hyūga adalah teman satu kelas. Aku tertarik pada perempuan beriris keperakan itu. Tidak. Bukan karena aku menyukainya atau apa. Aku hanya penasaran padanya. Dia itu selalu sendirian saat di sekolah. Entah apa yang membuat tak seorang pun bersama dengan dia. Itu yang membuat aku penasaran. Dia seperti password. Hanya terlihat seperti tanda bintang bintang bintang. Tapi isinya tak ada yang tahu.

Tapi, dari berita yang aku dengar dari orang-orang, dia dijauhi karena sikapnya yang aneh. Pada dasarnya dia memang penyendiri sekaligus pendiam. Tapi seumur hidupku aku tidak pernah melihat orang semacam itu dalam hidupku. Biasanya orang pendiam seperti dia mempunyai setidaknya satu orang teman yang selalu menempel bersamanya. Tapi dia tidak punya, tidak satupun. Apa mungkin dia terlalu menutup diri.

Aku pernah mendengar desas-desus lain mengenai Hyūga Hinata. Mereka bilang bahwa gadis pucat itu adalah pembawa sial. Ibunya meninggal saat melahirkan dia. Itu yang menyebabkan dia disebut pembawa kesialan? Bukan, bukan hanya itu. Seekor anjing di rumahnya dikabarkan mati setelah jalan-jalan sore dengannya. Entahlah, aku tidak percaya dengan hal semacam itu.

Bahkan orang-orang yang bertempat tinggal di dekat rumah Hyūga mengatakan bahwa hubungan Hyūga dengan ayahnya sangat renggang. Kemungkinan ayahnya belum dapat menerima bahwa kematian istrinya saat melahirkan putri semata wayangnya adalah kehendak Tuhan. Bukan karena putrinya itu pembawa kesialan. Sayangnya Hyūga Hiashi menganggapnya seperti itu.

Menurutku, dia pasti membutuhkan teman untuk berbagi. Predikat sebagai pembawa sial itu adalah hal yang berat. Aku yakin tak ada orang yang sanggup menanggung beban semacam itu sendirian. Kecuali dia benar-benar tangguh, bukan manusia yang umum.

Aku dan Hyūga sudah sampai di kelas. Konsekuensi dari berlari selama sepuluh menit adalah nafas yang terengah. Saat aku membuka pintu kelas, semua mata penghuni kelas tertuju pada kami. Sepanjang masa sekolah, Hyūga selalu datang dan pergi seorang diri. Ini pertama kalinya dia datang bersama dengan seseorang. Itu aku.

"Nah! Uzumaki-kun Hyūga-chan! Apa yang menghambat kalian? Kencan lari?" Apa yang dikatakan oleh Iruka-sensei itu lelucon? Entahlah, tak ada satu pun yang tertawa karena leluconnya. Kencan lari? Bukankah biasanya kawin lari? Eh? Apa yang aku pikirkan ini?

"Etto… duduklah!" Iruka-sensei terlihat kikuk saat ini.

Hyūga duduk di bangku ketiga baris keempat. Sementara aku duduk di bangku ke empat baris ke tiga. Cukup dekat untuk memperhatikan gerak geriknya. Ah. Aku Bisa jelaskan. Karena sudah lama aku penasaran dengan Hyūga, maka seminggu yang lalu aku memutuskan untuk lebih mengenalnya. Jadi aku wajib memperhatikannya.

Setelah beberapa jam mendengarkan celotehan Iruka-sensei akhirnya jam istirahat pun datang. Aku dan teman-temanku, Kiba, Shino, Sasuke dan Sai biasa menghabiskan jam istirahat kami untuk memakan makan siang kami di halaman belakang kelas. Dari sini kami bisa masih bisa melihat ke dalam kelas dari kaca jendela.

Dan di sanalah Hyūga berada. Dia selalu di dalam kelas sendirian, hanya diam saja. Bahkan dia tidak makan siang. Apa dia tidak lapar? Aku berhenti menyuapkan makananku. Saat aku berdiri dari kursi kayu panjang tempat kami makan, teman-temanku tak menyadarinya. Dan saat aku ketuk jendela kelas, mereka mulai menoleh ke arahku. Tapi mereka tak melarangku atau apa pun. Yang aku dengar adalah gumaman kiba yang berbunyi "Bocah jatuh cinta!" Eh? Apa yang dia pikirkan.

Hyūga menoleh kearahku. Dia menatapku dengan tatapan heran. Aku hanya berpikir dia lapar, menurutku semua orang akan lapar di jam istirahat. Aku berpikir untuk mengajaknya makan. Lagi pula bekalku selalu banyak. Terima kasih Okaa-chan.

Dia berdiri dan mendekat ke arahku. Dia membuka jendela yang memisahkan kelas dengan halaman belakang. Saat jendela terbuka, angin menerpa rambutnya yang panjang. Membuatnya terlihat… Apa itu namanya? Yang pasti dia terlihat bagus di penglihatanku ini. Ck! Aku jadi gugup.

"Hyūga… ano- apa kau lapar? Ayo makan siang dengan-"

"Aku tidak lapar." Aku bahkan belum selesai mengajakanya makan. Tapi dia sudah memotong ucapanku. Aku yakin ini bukan bentuk dari keacuhannya. Dia hanya tidak terbiasa mendapatkan perlakuan seperti ini dari asing baginya.

Aku juga pernah seperti itu saat aku masih kecil. Dulu aku menangis di Taman Kanak-kanak, saat seorang kakak menghampiriku, aku kabur. Kakak itu orang asing, jadi bagai mana mungkin aku bisa dengan mudah menerimanya. Begitu pun yang dirasakan Hyūga saat ini.

Dia berlalu begitu saja. Kembali ke tempat duduknya. Dia tidak melakukan apa pun, hanya duduk saja. Apa tidak membosankan?

"Ahahah… Bagai mana rasanya ditolak mentah-mentah Naruto?" Kiba mentertawakanku. Sementara Shino yang lebih dewasa segera menarik kerah belakang seragam Kiba. Sehingga anak laki-laki keluarga Inuzuka itu sedikit terjungkal ke belakang.

Aku akan berusaha lebih keras untuk mengenal seorang Hyūga Hinata. Entah dari mana keinginan itu berasal. Terlebih… aku ingin lihat bagai mana senyumannya. Aku tidak pernah melihat wajahnya yang sedang tersenyum. Dia selalu lurus. Dalam artian seperti tanpa emosi.

Entahlah. Apa menariknya menyelami kehidupan seorang seperti Hyūga. Aku tidak pernah kenal dengan dia sebelum masuk Sekolah Menengah Atas. Tapi aku jadi perduli seperti ini.

Skip time

Aku berbaring di lantai teras belakang rumahku. Di sini sejuk, aku suka. Aku masih terus memikirkan cara untuk lebih dekat dengan Hyūga, setelah itu membuatnya tersenyum.

"Na-kun, aku tidak ingin tetangga datang kemari dan menagih uang ganti rugi gara-gara ayam mereka mati." Okaa-chan, dia membuyarkan lamunanku. Lalu mengoceh tentang mitos yang mengatakan bahwa melamun bisa membuat ayam tetangga mati. Bukannya memberi solusi pada putra semata wayangnya ini.

"Na-kun, apa kau sedang memikirkan bagai mana caranya mengajak seorang gadis untuk kencan?" Okaa-chan!

"Bukan, bagai mana cara membuat seorang yang tidak pernah tersenyum menjadi tersenyum?" Saran orang dewasa biasanya bisa membantu.

"Mudah! Kelitiki saja perutnya." Dasar orang dewasa gadungan.

Jadi aku harus memecahkan password-nya sendiri? Baiklah, Hyūga. Tunggulah aku, aku akan menjadi temanmu. Seseorang yang dekat denganmu. Yang bisa menggantikan posisi ayahmu untuk menyaksikan hidupmu sekarang hingga masa depan. Yang akan ikut memikul beban yang selama ini kau pikul sendiri. Yang akan tahu segalanya tentangmu. Hyūga Hinata.

To be continued

Halo… Ini fict ke dua surel. Gomen kalau gaje. Ini istilahnya masih prologue. Buat judul chapter pertama ini 'Alasan'. Jadi Naruto mau ngasih tau apa alasannya dia tertarik sama Hinata. Surel sih suka penasaran kalo liat password. Gitu juga Na-chan penasaran sama Hi-chan. Ah! Sekian curhat Surel. Arigatou udah mau baca fict ini.

Jaa!