Disclaimer:
Aldnoah Zero Written By: Gen Urobuchi, Katsuhiko Takayama
Studio: A-1 Pictures + TROYCA
Warning: AU, typo, GS, OOC, Don't Like, Don't Read! ;)
Summary: [Inasure] [OrangeBat] Fem!Slaine. | Aku ingin kamu menjaga Slaine, Inaho-kun. | Itu adalah permintaan Asseylum. | Perasaan ini, apakah masih bernama simpati? | Kalau bukan, apa namanya?
Chapter VIII
Inaho ingat, terakhir kali mencicipi sarapan buat Slaine, rasanya masih tidak karuan. Walaupun tidak mengakibatkan sakit perut, hanya tidak nyaman saat melewati lidah menuju tenggorokan. Kenyang, karena terlalu banyak minum sekaligus melegakan tenggorokan.
Menumpu dagu di meja makan, sosok berbaju t-shirt putih dan celana training hitam mengikuti pergerakan Slaine dengan matanya. Perempuan itu memakai apron hitam, kemeja soft blue dan celana pendek longgar di atas lutut. Mereka seperti newlywed.
Pemikiran semacam itu hampir saja membuat dagu Inaho jatuh menghantam meja makan. Tapi bukan Inaho namanya kalau gagal stay cool.
"Jangan memberiku makanan yang aneh, aku belum ingin mati sebelum bertempur." Komentar Inaho.
"A—aku sudah lebih baik tahu!" Slaine mengarahkan spatula pada Inaho. Tidak terima dengan nada ucapan Inaho yang sepertinya meremehkan. "Aku bahkan sudah bisa membuat Scones!"
"Apa itu? Semacam topi ulang tahun?"
"Itu nama makanan!" Slaine langsung memalingkan wajahnya ke arah Inaho. Pemuda itu masih memasang tampang kalem dengan bertopang dagu.
Slaine merengut, menyadari lelaki itu mempermainkannya, "Cih, kupikir kau benar-benar tidak tahu."
"Aku akan mencobanya nanti." Ucap Inaho. Menantang kepercayaan diri pemilik helaian light blonde.
"Slaine menatap panci yang berada di hadapannya, airnya mulai mendidih, "Harus…"
"Apa? Aku tidak mendengarmu."
Sekali lagi, ke laut. Slaine ingin melihat laut biru dan langit biru bersamanya.
Akan membuatkan scones, panekuk atau apapun itu untuknya.
Slaine tidak mengucapkannya.
XoXo-XoXo-XoXo
Memakai kembali seragamnya, mengecek smartphone dan mendapati banyak pesan dan panggilan tidak terjawab dari Yuki. Inaho menghela napas. Oke, dia tidak pulang ke rumah semalaman. Dan besok dia sudah harus pergi untuk misi.
Misi penting.
Inaho akan bersiap mendengarkan omelan Yuki setelah ini.
"Aku akan pergi," Menoleh pada Slaine, iris rubi itu menatap intens. "Tidak ingin memelukku dulu?"
"Bu—buat apa?" Slaine membuang muka. Tampak sedikit bersemu. Tidak hanya cantik, sekarang dia juga terlihat begitu manis di mata Inaho.
"Kalau begitu aku yang akan memelukmu." Inaho maju selangkah untuk menghilangkan jarak dan mendekapnya.
Pada akhirnya Slaine balas memeluk sosok itu, "Orange sialan. Kau harus pulang dengan selamat."
"Harusnya kau memanggilku Inaho-san dengan manis, seperti kemar—" ucapan terhenti karena Inaho harus menahan sakit di kakinya karena sengaja diinjak Slaine dengan sandal bulu.
Pemilik surai light blonde itu memiliki tinggi sebatas telinga Inaho, sedang dulu—seingatnya Inaho lebih pendek darinya. Begitu banyak hal yang berubah tanpa disadari olehnya, begitupula dengan waktu yang terus berjalan. Perasaannya, dan semuanya.
"Aku tidak pernah terpikir untuk memberikannya disaat seperti ini." Inaho meletakkan cincin yang dibelinya waktu itu pada telapak tangan Slaine. Yang pikirnya tidak akan pernah bisa dia berikan.
"Terserah ingin kau apa kan."
XoXo-XoXo-XoXo
Dia tidak datang pada bulan selanjutnya. Slaine tidak tahu apa yang bisa dia lakukan selain menunggu. Menatap langit dan berpikir, apa yang terjadi di atas sana?
Langit biru dan awan putih berarak. Bumi masih begitu damai.
Dia masih tersenyum seperti biasa, bicara pada Harklight yang menyapanya setiap kali datang. Meyakini kalau Inaho mengatakan sesuatu pada pemuda bermata biru ini. Semacam menjaganya atau apa, karena Harklight tampak lebih memperhatikannya dibanding biasanya. Inaho gak bicara yang macam-macam kan ya?
Slaine baik-baik saja di sini. Duduk bersandar di kursi, buku novel berada dipangkuan. Mp3 terpasang ditelinganya. Musik terdengar jelas. Lirik sedikit menyiratkan perasaan di hati. Atau mungkin sedang mengejeknya yang tidak bisa apa-apa.
Even if it was on the other side of the earth I wanted to be by his side
Even if it was on the other side of the earth I want him to keep on living
[Yunoha's forest–Yui Ogura]
[Miiro—the color of the sea]
United Forces of Earth Headquarters; UFE begitu sibuk di bulan pertama setelah keberangkatan pasukan pilihan bumi menuju Moon Base. Termasuk Yuki. Memastikan informasi apa saja yang masuk dan situasi di Moon Base maupun di Trident base. Benar, sepertinya memang akan terjadi pemberontakan. Selanjutnya, hubungan transmisi jarak jauh dengan pasukan dikurangi untuk menjaga keamanan dan kerahasiaan tugas ini saat menuju bulan kedua misi dijalankan.
Yuki lupa akan sesuatu, janjinya pada Inaho.
Setidaknya dia sudah ingat sekarang—
Perempuan berambut hitam panjang itu melajukan mobil hitam berflat dinas. Perjalanan ini benar-benar jauh dan memakan waktu lama. Melihat alamat yang dituju beserta rincian letaknya, Yuki yakin dia tidak tersesat. Tapi kenapa masih belum sampai? Mungkin Yuki tidak sabaran sekarang.
Gerbang besar terlihat, dia memberhentikan mobil dengan segera. Yuki berjalan menuju depan pagar. Dua kamera pengawas mengarah padanya secara otomatis. Men-scan id card miliknya, Yuki mendapatkan izin masuk ke dalam. Tidak seperti yang dia bayangkan. Berpikir tempat ini seperti penjara pada awalnya, dia mendapati ini adalah tempat yang tampak normal setelah gerbang di buka. Dengan bunga yang terlihat memenuhi halaman.
Terdiam sejenak, Yuki kembali membuka pintu dengan id card atas nama dirinya. Rumah ini terlihat biasa saja, cenderung sepi karena tidak ada televisi di ruang tamu. Mempertanyakan dimana sosok penghuni rumah karena tidak terlihat dimanapun.
Berjalan menuju toilet yang ada didapur ketika samar-sama mendengar suara air. Yuki terkejut mendapati perempuan berambut pirang bersimpuh di lantai toilet. Menyeka wajah dengan tisu, Slaine menoleh.
"K—kau kenapa?" Yuki menghampiri sosok itu dengan cemas.
Tidak sempat mengatakan apapun, si pirang itu kembali memuntahkan sarapannya di toilet. Yuki mengelus tengkuknya pelan. Setelah beberapa saat berlalu sepertinya Slaine tampak merasa lebih baik, tidak sepucat sebelumnya.
"Sudah lebih baik?" Tanya Yuki memastikan. Slaine menatap sosok dihadapannya. Mencoba mengenali orang itu. Seperti pernah melihatnya.
"Aku Yuki. Kaizuka Yuki. Kakaknya Inaho."Mata Yuki mendapati cincin yang sama persis dengan cincin yang dimainkan Inaho beberapa waktu lalu tersemat di salah satu jemari Slaine. Jari manis.
Mengangguk tanda mengerti ucapan Yuki, Slaine menjawab pertanyaan sebelumnya. "Oh. Aku ingat. Orange—Inaho sering bercerita tentang dirimu." Ujarnya. "Aku sudah merasa lebih baik. Sering terjadi akhir-akhir ini, mungkin masuk angin karena aku terlalu sering berada di halaman luar."
Yuki ingat jelas perkataan Inaho.
"Aku meniduri seorang perempuan."
"Kekasih? Aku tidak tahu apakah aku bisa menyebutnya seperti itu. Dan apakah dia menganggapnya demikian."
"Aku mencintainya Yuki-nee. Tapi setelah ini aku tidak tahu apa yang akan terjadi saat aku pergi."
"Aku mendapat tugas untuk mengawasinya, dia masih hidup dan ditahan."
"Kutitipkan dia padamu selama aku pergi, Yuki-nee."
Slaine Troyard.
Slaine Saazbaum Troyard.
Yuki menghela napas pelan, "Kau tidur bersama Inaho sebelum dia pergi misi, bukan?"
Mata Slaine membulat, mengalihkan pandangan dari Yuki. Kenapa Yuki tahu?! Pasti Inaho yang mengatakannya! Orange itu… selalu melakukan hal yang mengejutkannya. Begitu menyebalkan. Apa tidak salah dia mencintai dan merindukan sosok orang yang seperti itu?
Sial, wajahnya pasti seperti kepiting rebus sekarang. Bagaimana bisa Yuki berkata semudah itu, tentang hal seperti itu kepadanya?
Tidak menjawab, tapi ekspresi menjelaskan semuanya. Ekspresi yang lebih mudah dibaca dibanding Inaho. Yuki memperhatikan Slaine beberapa saat.
"Apa kau merasa mual dan ingin muntah setiap hari? Ada makanan yang mulai tidak kau sukai akhir-akhir ini? Siklus bulananmu belum datang?"
"B—bagaimana kau bisa tahu?"
Yuki mengarahkan tangannya pada Slaine, "Tidak kah kamu berpikir kalau kau sedang mengandung anak Inaho sekarang?"
Slaine hanya tercengang beberapa saat. Kaku. Yuki memeluknya dengan perlahan. Dia hanya diam tanpa mengatakan apapun. What? Apa yang kakaknya Inaho ucapkan padanya tadi?
Memeluk dengan erat walau tidak terbalas. Yuki yang akan menjaga Slaine mulai sekarang.
Sampai Inaho kembali.
XoXo-XoXo-XoXo
UFE kehilangan kontak dengan pasukan misi di Moon Base.
Dua hari setelah Yuki pergi menuju tempat Slaine.
Dua bulan setelah keberangkatan misi.
XoXo-XoXo-XoXo
Miiro VIII
XoXo-XoXo-XoXo
Chapter IX
Kamar Inaho itu simple. Tipikal kamar laki-laki, hanya saja lebih rapi. Ada beberapa majalah di dalam laci meja, lebih banyak tentang sains dan teknologi. Tidak ada majalah mencurigakan, atau karena tempat persembunyian benda seperti itu belum ditemukan, entahlah. Personal komputer memakai password, hingga tidak ada yang bisa membukanya. Hingga tidak pernah bisa diakses hingga saat ini. Top secret.
Rak buku, tertata rapi. Lemari berisi pakaian, walaupun baju formal dan seragam kerja mendominasi. Baju terlipat rapi, di lemari paling bawah, kotak tersusun rapi. Kamar itu memiliki khas aroma Inaho, meskipun sang pemilik kamar sudah lama tidak kembali.
Di dunia luar, bumi masih tenang, sekian waktu berlalu. Berjalan seperti biasa, tanpa ada yang menyadari perjuangan beberapa orang untuk tetap membuat langit bumi masih biru dengan tanah yang masih menghijau.
Berbagai pemikiran memenuhi kepala Slaine, berada di kamar itu terkadang membuatnya lupa kalau waktu terus berjalan tanpa henti. Yuki memanggilnya, membuatnya tersadar dan menutup pintu kamar itu. Berjalan menuju kamar Yuki, sosok pirang itu mendapati Yuki memakai yukata berwarna biru dengan motif bunga mawar, serasi dengan jepit rambutnya. Rambut diikat kuncir, menyisakan sedikit anak rambut disisi telinga. Terlihat cantik dan anggun.
"Kau juga harus bersiap untuk pergi!" Yuki menampakkan sebuah yukata hitam dengan bunga-bunga sakura merah muda sebagai motifnya. Obi dengan warna putih tampak ditangan satunya.
"Kupikir aku tidak boleh keluar sembarangan, Yuki-san?"
"Tidak apa untuk kali ini, malam ini istimewa. Akan ada festival di kota. Aku tahu selama ini kau menahan diri, meskipun jelas ingin melihat keadaan luar sesekali. Jadi, untuk kali ini tidak apa-apa." Yuki mengarahkan tangannya agar Slaine mendekat padanya, untuk memakaikan yukata. Tidak memakan waktu cukup lama.
Meskipun cukup sulit ketika memasang obi.
"Ngh… K—kupikir ini terlalu sesak, Yuki-san…" Slaine berpikir kalau Yuki ingin mengerjainya, dia merasa sesak dan susah bernapas. Apakah memakai yukata sungguh menyiksa seperti ini?
"Sedikit lagi. Tahan napasmu." Yuki tampak bersemangat.
Memandang cermin, sedikit menyamping untuk melihat punggungnya dan tatanan rambut, Slaine merasa terkesima melihat penampilannya di kaca. Rambut light blonde-nya di gelung, di gerai sedikit di kedua sisi telinga. Tersenyum kecil, dengan blush tipis yang terlihat di wajahnya.
"Ini pertama kalinya aku memakai yukata. Terima kasih, Yuki-san."
"Kau cantik," Yuki memegang kedua bahu Slaine dari samping, mereka berdua menatap cermin. Dua perempuan cantik yang siap untuk menikmati festival.
Belum berangkat, masih menunggu mobil jemputan, terdengar pintu rumah di buka oleh seorang lelaki muda. Tentunya bukan oleh Inaho. Sosok itu berambut hitam, Harklight.
"Kaa-san!" sosok kecil lainnya menyelinap dari samping Harklight, berlari masuk mencari Slaine dengan mata bulat beriris rubi miliknya.
"Jangan berlari atau kau akan terjatuh." Tegur pemilik surai pirang muncul dari balik kamar Yuki, berjongkok, ia menyamakan tinggi dengan anak kecil di hadapannya.
Anak kecil itu tersenyum lebar, menunjukkan sesuatu pada Slaine, "Tadi kami singgah di toko yang menjual banyaaak makanan dan mainan. Lalu aku melihat benda ini! Karena lucu, aku minta paman Harklight membelikannya untuk kaa-san." Sebuah topeng kitsune terarah pada Slaine dari tangan kecil itu. "Paman juga membelikan permen!"
Menerimanya perlahan, berterima kasih seraya mengusap rambut hitam kecoklatan anak lelaki berumur empat tahun itu, anak kecil itu tersenyum lebar sambil memeluknya.
Ah, Yuki jadi merasa flashback. Sosok kecil satu ini sungguh menggemaskan. Tenggelam dalam jaket hoodie berwarna merah miliknya. Karakteristiknya sangat berbeda dengan sang adik meskipun terlihat seperti replikanya.
Dari belakang Harklight, kembali muncul satu sosok yang membuat Slaine membeku di tempat.
"Maaf menganggu moment manis ini." Sebuah senyum menghiasi pemilik rambut pirang. Wanita yang memiliki status sebagai ratu berada di hadapan Slaine.
"Asseylum-sama," nada terkejut terdengar dari Slaine. Sosok anak kecil itu beralih tangan pada Yuki, menyisakan wajah bingung tampak dari anak itu.
Slaine segera berjalan ke depan, menunduk lama. Sosok yang akrab dipanggilnya hime-sama itu hanya tersenyum dan kemudian memeluknya. Tentu saja dia menyadari kalau Slaine tidak mungkin berani memeluknya terlebih dahulu.
"Lama tidak bertemu, Slaine." Mata biru itu masih tampak sama binarnya, rasa kagum dan hormat kembali memenuhi perasaan Slaine pada sosok yang bertahun-tahun tidak dia temui.
Ratu tampak membumi, dia memakai yukata berwarna toska dengan motif bunga-bunga putih senada dengan warna obi. Rambut pirang panjangnya diikat menyamping dengan ikat rambut berwarna ungu mendarat lembut di depan bahu kanannya, sedikit ikal pada bagian bawah rambut. Bibir dipoles dengan lipstick tipis, membuatnya terlihat begitu mempesona. Anggun. Elegan.
Duduk di sofa, berhadapan dan hanya dipisahkan oleh meja. Slaine tampak sungkan, sementara ratu tampak santai seperti biasanya. Harklight dan Yuki menyediakan waktu untuknya bicara dengan sosok penting itu. Disampingnya, putra kecilnya duduk sambil mengayunkan kaki, memperhatikan sosok ratu. Di meja telah tersedia earl grey dan cake. Sepotong cake berada pada piring yang dipegang oleh anak kecil bermata merah.
Mata sapphire yang tadinya fokus beberapa saat pada anak kecil, menjurus pada Slaine, "Sangat mirip dengan Inaho-kun."
"Err—yeah…" Slaine menunduk. Sedikit malu mengakui hal itu. Karena siapa yang akan menyangka mereka berdua—dirinya dan Inaho dapat memiliki hubungan seperti itu setelah apa yang terjadi saat peperangan.
"Hanya saja terlihat lebih manis dan ceria." Asseylum tersenyum. Mata menatap pelaku yang memakan cake dengan tenang, "Siapa namamu?"
Menatap Slaine sekilas, putra kecilnya mengarahkan pandangan pada Asseylum. Meletakkan piring kuenya yang baru habis separuh ke meja, berdiri lalu menunduk. Memperkenalkan diri.
"Namaku Mikan, 4 tahun. Yoroshiku onegaishimasu!" Kembali duduk ke tempatnya semula, lanjut menikmati cake.
Terkekeh pelan, Asseylum kembali menampilkan senyumnya, "Namamu manis sekali."
Slaine berdehem, "Bisa bertemu dengan Asseylum-sama sungguh sebuah kehormatan bagiku. Aku tidak menyangka mendapatkan kesempatan untuk melihat anda lagi."
"Kamu tidak berpikir aku membencimu kan? Tentu saja aku ingin menemuimu. Hanya saja, memang sangat sulit. Apalagi dengan statusmu sekarang. Maaf membuatmu menjalani hidup seperti ini Slaine," Ratu menggenggam tangan perempuan beryukata hitam itu, "Tapi hanya ini yang bisa kulakukan untukmu."
Kembali mengingat masa lalu, sosok Inaho terlintas. Slaine tersenyum kecil, "Aku bahagia, Asseylum-sama." Iris kehijauan itu mengarah pada Mikan. Sosok yang menjadi dunianya sekarang. Mengelus surai hitam kecoklatan perlahan. "Aku hidup dan berbahagia. Terima kasih banyak untuk segalanya. Aku bersyukur."
Tangan Asseylum balas digenggam oleh Slaine. Mengembalikan kenangan saat mereka masih berada di Vers, bagaimana melalui hari bersama-sama sambil bermain, tersenyum, bercanda, tertawa. Masa kecil yang sangat dirindukan.
"Ah, aku baru ingat. Aku belum mengucapkan selamat atas ulang tahun putrimu yang telah berumur tiga tahun, seminggu yang lalu Asseylum-sama. Aku tidak bisa memberikan apa-apa padamu."
"Bagaimana kalau berikan putramu padaku?" ujar Asseylum.
"A—apa?" Slaine merasa pendengarannya sedikit bermasalah.
"Oh ya! Bagaimana menurutmu ketika melihat foto putriku ini?" Asseylum mengambil sebuah tab dari tas yang dibawanya, gantungan kunci berbentuk matahari langsung terlihat oleh Slaine, membuat hatinya terasa begitu membuncah dengan perasaan terharu. Tidak dilupakan oleh sang ratu. Tidak masalah dunia melupakannya, menyalahkannya, menganggapnya mati. Cukup dengan Asseylum mengingatnya, Slaine merasa begitu bersuka cita. Dan ternyata memang demikian, dia tidak dilupakan oleh Ratu Vers itu sama sekali.
Mengalihkan pandangan, mata Slaine mendapati foto seorang anak perempuan yang sangat manis dengan gaun putih, surai pirang persis ibunya, dengan mata biru yang bulat. Rambut terurai dengan tiara kecil diatasnya. Berdiri sambil meniup lilin ulang tahun.
"Dia akan jadi sosok yang sangat cantik, sama seperti ibunya." Slaine berujar.
"Tentu saja! Bukankah menurutmu putriku akan cocok dengan Mikan-kun?"
"Eh?"
Slaine tidak mengerti apa maksud Ratu Vers ini. Namun sosok ini akan selalu jadi sosok yang dia kagumi. Dia hidup dan mendapat kesempatan untuk melihat senyum indah sang hime-sama sekali lagi.
Inaho benar, semua orang selalu berhak mendapatkan kesempatan. Dan dia—Slaine mendapatkannya.
Dengan egois, Slaine masih berharap untuk kesempatan kedua.
Kesempatan untuk bertemu Inaho kembali.
XoXo-XoXo-XoXo
Menggandeng tangan Mikan, Slaine berjalan mengikuti langkah kecil itu. Wajah tertutup dengan topeng yang dibawakan oleh sang putra. Tidak berniat menampakkan wajahnya pada siapapun penghuni dunia luar. Di belakang, Harklight dan Yuki mengekor sambil memperhatikan mereka. Menjaga sekaligus menikmati suasana hiruk pikuk keramaian festival yang memang biasa dirayakan tiap tahun setelah memarkirkan mobil.
"Kaa-san, lihat ada ikan koi! Oh lihat itu! Ada bola air! Ada penjual Taiyaki! Ada Takoyaki! Yuki-chan! Ayo membeli Takoyaki!" Sosok kecil itu menarik tangan Yuki dan Slaine, berusaha menarik mereka berdua ke stand penjual. "Paman, paman! Ayo ikut!" mata merah rubi itu mengarah pada Harklight yang sesaat merasa terlupakan. Dia tersenyum kecil.
Menunggu Takoyaki dengan Harklight, anak kecil itu menunjuk benda-benda yang ada di stand sambil bertanya pada pemilik iris kebiruan. Pemuda itu menjawab dengan sabar lalu menggendong sosok kecil itu.
"Waktu kecil, Nao-kun tidak sehiperaktif itu deh," Yuki meletakkan tangan kanan di pipinya. "Ini pasti dari gen Slaine."
"A—aku tidak seberisik itu waktu kecil." Sanggah Slaine. Ekspresi tidak terlihat karena tertutup topeng rubah.
"Apa iya? Soalnya Nao-kun sudah minim ekspresi sejak kecil hingga dewasa. Siapa lagi kalau bukan dari kamu. Mi-chan kan anak kalian berdua. Sudah jelas yang melahirkannya kamu, dan ayahnya adalah Nao-kun. Tanpa tes DNA pun semua orang tahu kalau dia kopian dari Nao-kun." Panjang lebar diucapkan oleh Yuki. Rambut hitam kecoklatan, mata merah rubi, bukti nyata. Slaine sedikit bingung, mana bagian dirinya yang ada pada Mikan? Anak itu tidak mewarisi satupun hal yang mirip dengannya!
Slaine mengipas-ngipas wajahnya yang tertutup dengan tangannya. Tidak berpengaruh banyak tentu saja. Dia memang selalu tidak bisa menghadapi Yuki. Yuki selalu mampu membuatnya menurut begitu saja. Ditambah Yuki selalu menggodanya.
"Mungkin saja dari kakek atau neneknya." Sahut Slaine. "Waktu kecil a—aku anak yang pemalu!"
Yuki terkekeh pelan melihat tingkah Slaine yang memang menarik baginya. "Tapi aku senang sekali, bisa melihat senyum ceria Mi-chan. Mengingatkan senyum yang kurindukan. Terima kasih sudah membawa Mikan ke dunia ini." senyuman tulus terlihat jelas. Slaine tampak terdiam melihat ekspresi Yuki. Dari balik topeng, rona merah tipis menghias wajah Slaine. Dia mengerti dengan jelas maksud Yuki.
"Waktu berlalu dengan cepat, bukankah begitu?" Yuki kembali berucap.
"Akan terasa cepat jika kau melakukan hal yang disenangi, atau punya banyak hal yang dikerjakan." Ujar Slaine, "Akan terasa lama jika sedang menunggu. Bahkan untuk satu menit."
"Aku wanita yang sibuk sih," Yuki bermaksud berkelakar. "Meskipun waktu terus berlalu seperti ini, kita jarang memiliki kesempatan bicara seperti ini kan? Aku tidak mengerti kenapa kau lebih memilih tinggal disana dibandingkan bersamaku."
"Karena disana tempat yang pantas untukku."
"Rasanya kamu begitu melankolis. Tidak seperti yang kupikirkan. Kupikir orang yang pernah jadi musuh Inaho saat perang memiliki aura penjahat."
"Aku penjahat kok."
"Hng.. maksudku beringas, kejam, dingin dan sadis seperti itu." Yuki tampak berpikir. Membayangkan Slaine tampak dengan penampilan yang lebih mengerikan, bertanduk dan tertawa jahat. "Kamu tidak sedingin yang kubayangkan. Kamu punya hati yang hangat dan manis."
"…." Slaine kembali memalingkan wajahnya yang masih tersembunyi di balik topeng.
Yuki terkekeh. "Jadi gimana ceritanya kamu bisa membuat Nao-kun lepas kendali begitu?"
"L—lepas kendali bagaimana?!"
"Ya begitu." Yuki memainkan kedua jarinya. "Padahal di tempat kerja Nao-kun banyak gadis cantik dan seksi. Eh—tentu saja kamu juga cantik, jangan tersinggung. Serius, aku jadi memikirkannya."
"—tolong jangan memikirkannya."
"Apa kamu memasukkan sesuatu di makanannya? Menggodanya? Atau menyerangnya duluan dengan agresif?"
Menyerangnya duluan. Dalam artian yang berbeda sih. Pikir Slaine.
"—kenapa kita membahas hal seperti ini?!"
Tentu saja Slaine tidak bisa bilang kalau mereka sama-sama lepas kendali—
"Kaa-san! Paman membelikanku Taiyaki! Apa kau mau?" anak itu berlari pada Slaine, hampir terjatuh kalau saja Slaine tidak berhasil menangkapnya.
"Sudah kaa-san katakan, jangan berlari, atau kau akan terjatuh."
"Tapi kaa-san akan menangkapku kan!" Senyum menghiasi wajah itu. Begitu mirip dengan sosok yang menghilang begitu lama. Sosok yang bahkan tidak bisa dilupakan satu haripun. "Seperti sekarang!" merentangkan tangan, jemari kecil itu berusaha memeluk Slaine, tentu saja tidak berhasil dengan tangan pendeknya. Begitu manis. Begitu berharga.
"Yaah, sayang sekali, aku belum selesai ngobrol dengannya…"
"Yuki-san, kau terlalu berlebihan menggodanya." Harklight berujar.
" Habisnya, melihatnya begitu menyenangkan sih." Yuki memperhatikan kedua sosok di depannya itu.
"…Aku juga senang memperhatikannya." Pemuda itu berucap begitu pelan. Tidak cukup pelan untuk membuat Yuki tidak mendengarnya. Perempuan bersurai hitam hanya melirik ke arahnya, namun lelaki itu sudah melangkah lebih dulu menyusul Mikan yang melambaikan tangan padanya.
Meskipun wajah tersembunyi, terhalang dengan topeng. Arah senapan Slaine telah mengenai sasaran tepat berkali-kali. Tepukan tangan dari beberapa orang yang melihat kehebatannya terdengar. Kehebatan mantan prajurit Vers itu tampak masih belum tumpul. Dengan kemenangan yang didapatnya, sebuah boneka kelinci raksasa beralih dari stand ke tangan Mikan.
"Mengagumkan, Slaine-sama." Pujian itu keluar dari Harklight.
"Hanya keberuntungan saja sepertinya." Sosok itu menyerahkan senapan permainan itu kepada penjaga stand.
"Tentu, tidak semua orang selalu diberkahi keberuntungan." Harklight tersenyum.
"Sepertinya sudah waktunya pulang. Lihat, pangeran kecil ini sudah mengantuk." Sela Yuki.
"Kembang apinya?" Mikan menguap, mengucek-ucek matanya pelan.
"Masih lama, kapan-kapan saja ya?" ujar Slaine.
Mengangguk pelan, karena kantuk menyapa, boneka diserahkan pada Harklight. Sementara Mikan dipelukan Slaine. Menjauhi keramaian lalu lalang sambil menggendongnya. Slaine mulai terbiasa dengan ketenangan. Tidak perlu ada begitu banyak orang yang bersamanya. Menyenangi hidup dalam dunia kecilnya. Dimana dulunya hanya ada Asseylum. Namun kemudian sekarang bertambah; Inaho. Harklight. Rayet. Yuki. Mikan.
Kaizuka Inaho.
XoXo-XoXo-XoXo
Mobil berhenti di tepi jalan yang mengarah pada laut, Slaine yang sedari tadi menatap kearah luar jendela kaca mobil menoleh pada Harklight.
"Sebentar lagi kembang api akan terlihat. Meskipun sedikit jauh, ini adalah spot yang bagus, Slaine!" Yuki menyahut sambil membuka pintu belakang.
Mendengar suara-suara, Mikan membuka mata, menampakkan iris merahnya pada sang ibu. "Apa?"
"Hei, mau melihat kembang api?"
Mengangguk, Slaine mengangkat Mikan. Membawanya keluar mobil. Berjalan dengan sedikit payah di pasir pantai yang mengarah pada laut luas sambil bergandengan dengan tangan kecil Mikan. Tidak jauh dari tempat mereka berada, letupan kembang api terdengar, memandang ke langit dan warna-warni itu menghias langit selama beberapa saat.
Keduanya melihat dengan mata berbinar. Karena Slaine sendiri, baru pertama kali melihat hal menakjubkan semacam ini di bumi.
Harklight berdiri di pembatas jalan, memperhatikan. Sementara Yuki bersandar pada mobil. Ikut menikmati langit yang dipenuhi dengan pendar kembang api.
Melepaskan genggaman tangan, Mikan berlari lebih jauh menuju pantai untuk melihat kembang api dengan lebih jelas. Membuat Slaine berteriak keras untuk memperingatinya agar berhati-hati.
Angin laut berhembus pelan, memberikan rasa dingin, membelai rambut hingga mengenai wajah. Topeng rubah masih tersampir di samping kepala.
Mengalihkan pandangan dari langit sekilas menuju laut. Mata Slaine mendapati seseorang berjalan di tepi pantai dengan kaki nyaris mengenai gelombang air laut. Baju kemeja putih dengan celana hitam yang familiar di matanya.
Sosok itu balas menatapnya, "Merindukanku, Bat?"
XoXo-XoXo-XoXo
Slaine menyingsing yukatanya, berjalan cepat menuju orang itu. Memastikan penglihatannya tidak salah karena hanya lampu jalanan dan bulan bintang yang menerangi malam.
Melihatnya dari dekat dengan mendongak. Sosok itu sangat mirip dengan Mikan. Sosok versi dewasa, tegas dan tinggi. Dia Inaho.
Buk!
Byurr!
Sosok itu di dorong Slaine hingga jatuh ke laut. Membuat Inaho basah kuyup. Sosok itu bukan ilusi tentu saja.
"K—kau benar-benar Orange?"
Inaho diam beberapa saat sebelum bangkit, merasakan dingin air laut yang menusuk di malam hari, "Kupikir kau akan memelukku."
Byurr!
Sekali lagi, Inaho jatuh ke laut. Kali ini bersama dengan Slaine dipelukannya. Basah kuyup bersama. Dingin.
"Kaa-san! Apa yang kau lakukan?" Mikan melihat kearah dua orang yang sedang bermain air—menurutnya—
"Huh? Anakmu?" Tanya Inaho menatap Slaine dan Mikan bergantian.
"Anakmu." Sahut Slaine. Menyembunyikan wajahnya pada bahu lelaki dihadapannya.
Anak itu berlari ke arah mereka. Kalung yang di pakai Mikan terlihat berkilau terkena sinar bulan, Inaho mengenali cincin yang berada di kalung itu. Cincin pemberiannya pada Slaine.
XoXo-XoXo-XoXo
"Apa-apaan kalian, tidak romantis sama sekali. Main air di tengah malam." Yuki mengomel, menyerahkan handuk kepada keduanya. Kedua orang tidak jauh umur itu duduk di sofa sambil mengeringkan kepala dengan handuk sambil mendengarkan ocehan Yuki yang berkacak pinggang. Baju yang basah kuyup telah berganti dengan t-shirt.
"Nao-kun juga! Bukannya sudah aku suruh untuk memberi kejutan di rumah saja?!"
"Jadi Yuki-san tahu kalau Inaho-san kembali dengan selamat?" Slaine menatap Yuki tidak percaya.
Yuki hanya berdehem pelan. Mengalihkan pandangan pada dinding yang tiba-tiba lebih menarik untuk dilihat dibanding wajah Slaine.
"Ini harusnya kejutan sih," sosok lain berdiri, bersandar pada dinding, rambut coklat, tangan bersedekap. Rayet.
"Kau juga selamat…" Slaine berujar pelan.
"Memangnya kau tidak ingin aku selamat?" Rayet menyahut kalem, alis bertaut.
"B—bukan begitu!" sanggah Slaine. "Aku hanya tidak menyangka kalian akhirnya kembali…"
"Yaah, kami tidak akan mati dengan mudah sih. Hanya saja, misi kemarin itu memang menyulitkan sekali. Benar kan Inaho?" perempuan berjaket hoodie putih itu melirik Inaho.
"Kalian tidak mengontak kami selama empat tahun lebih! Kalian tidak tahu betapa putus asanya kami." Yuki ikut berkomentar.
"Namanya juga misi rahasia, ya harus rahasia kan."
"Tapi aku kakakmu, lho!"
"Bukannya ada tim lain yang memberitahukan tentang misi penyusupan kami disana?" Rayet menyela.
"Ada memang. Tapi kami tidak bisa mengontak balik untuk menanyakan keadaan disana. Selain kabar kalian yang menghilang dan meminta pasukan di bumi bersabar dan tidak melakukan pergerakan. Kalian ngapain aja sih disana?"
"Menjalankan misi tentu saja." Inaho menampakkan ekspresi datarnya.
Percuma menanyakannya.
"Paman, paman, siapa orang itu?" jemari Mikan mengarah pada sosok Inaho yang dengan kalemnya mendengarkan omelan Yuki sambil menarik-narik ujung baju Harklight. "Dan satunya itu?"
"Bagaimana kalau kamu Tanya sendiri?" Harklight tersenyum sambil mendorong Mikan berjalan kesana. Mata ungu Rayet melihat ke arah Mikan dan Inaho bergantian, "Mirip banget." Dia berjalan menghampiri sosok itu sambil berjongkok. "Perkenalkan, aku teman ayahmu. Panggil aku Rayet."
"Ayahku? Rayet-chan?"
Rayet mengangguk. "Ya, boleh seperti itu." Dia menepuk-nepuk kepala Mikan sebelum berdiri.
Suasana hening kembali menyelimuti ruangan tempat mereka berada setelah Rayet berlalu.
"Baiklah, kami akan memberikan waktu untuk kalian kalau begitu," Yuki menarik Harklight dengan cara meletakkan lengannya pada leher lelaki itu.
Harklight terseret, "Y—Yuki-san, aku bisa berjalan sendiri…"
"Gara-gara hari sebelum misi waktu itu ya?" Inaho melirik Slaine.
Pemilik surai kepirangan itu menyikutnya. "Y—ya kapan lagi!"
Menggaruk kepalanya pelan kemudian berdiri, Inaho berjalan kearah Mikan, iris sama warna bertemu, Inaho melakukan hal yang sama seperti yang Rayet lakukan. Berjongkok dan menatapnya. Memperhatikan sosok yang begitu mendekati sebagai replikanya waktu kecil. Mengakui kalau sosok ini begitu mirip dengannya. Hanya poni yang sedikit berbeda. Anak ini menggemaskan.
Mikan menoleh pada Slaine beberapa saat sebelum kembali mengarahkan pandangan pada Inaho.
"Siapa namamu?"
"Mikan."
Inaho menatap sang anak kecil dengan tatapan simpati. "Mikan?" matanya mengarah pada Slaine dengan tatapan tidak percaya. Menaikkan sebelah alisnya. Seakan memberikan pertanyaan kenapa namanya harus Mikan.
"Karena kau Orange!"
Inaho menghela napas, kembali menatap wajah anak kecil dihadapannya. "Aku Kaizuka Inaho, ayahmu." Sedikit aneh rasanya saat mengucapkannya.
"Benarkah?" Mata bulat itu berbinar. Menoleh segera pada sang ibu untuk memastikan, dibalas sang ibu dengan anggukan.
"Akhirnya ayah pulang!" serunya sambil mengangkat tangan tinggi-tinggi ke atas, lalu memeluk Inaho. "Selamat datang!"
"Aku pulang." Suara kalem Inaho terdengar, pelukan sang anak terbalas.
Inaho menatap ke arah Slaine, "Tidak ingin ikut memelukku?"
Ada banyak hal yang ingin Slaine lakukan dengan Inaho, janji tentang scones. Laut. Tapi saat ini yang paling dia ingin lakukan adalah memeluk sosok itu. Dan dia melakukannya.
Dahi mereka saling bersentuhan satu sama lain. Mereka saling merindukan.
"Selamat datang, Inaho-san."
XoXo-XoXo-XoXo
Miiro IX
XoXo-XoXo-XoXo
M/P: Lagrange Point—Never Sorrow. Nebulas—Hoshi Dake ga shiru. Nebulas—Canary. Yunoha's forest–Yui Ogura. Miiro [The Color of the Sea] – AKINO from bless4
A/N: Lupa sih kalo hari ini harusnya deadline /buk/
Pengennya sih bikin yang potek baper gitu biar greget, tapi masa iya di ff mesti sedih jugaaaa.
Epilog ada dibawah. Ada bikin omake sih sebenarnya, tapi gak pas buat di pajang di chapter ini. Jadinya aku hapus u,u terlalu pendek juga buat dibikin di next chap. Lagian ini udah pas tamat. Kalo ada ide, mungkin bakal ada chap omake entah kapan/? Ah, entahlah.
Yang bingung Inaho ngapain aja 4 tahun gak balik-balik, gak usah dipikirin deh, authornya aja gak mikirin /woi/ Anggap aja misinya menyusup gitu demi mengetahui pergerakan musuh. Intinya kalo lagi mau ada perang mesti hati-hati gitu kan /cry/
Jepitan Pink / Kagayaku Hoshina: Mereka nganu dongg, kalo nggak, gimana bisa jadi/? Maafkan saya yang gak bakat ngelemon, huhu. Asem soalnya. Saya bakatnya cuman ngebaca /apaan/
Mereka nikah dong, tapi gak muat dibahas di chap iniii. Jadi silakan bayangin aja nikahannya sesuai selera /plak/
Aoi Minori: Soalnya ratingnya T, jadi biarkan itu jadi privasi mereka /yha/ Inaho dihilangin chap kemaren biar greget /dor/
Nanaho Haruka: authornya aja juga hampir lupa ama ff ini /plakplak/ dia nggak mati kok, cuman ngilang ajaa ;)
Kanato-desu: nganunya terkendala rating :"D tenang aja, authornya bukan S, jadi gak akan ngemasoin kamu meskipun kamu maso :"DD tapi syukur aja deh bisa bikin baper, emang itu tujuannya /woi/
Rin Haruna: fix, mereka ngapa-ngapain :'v ya ampun, kok kamu bisa nebak dengan bener sihhh OwO bikin aja biar rameeee :D makasiiih :D
Wako P : coba tenangkan diri anda saudara. Apa kamu baik-baik sajaaa? OwO
Kensy Echo: review nya begitu greget hingga aku sampe mangap dan tenggelam dalam pemikiran yang begitu mendalam karena aku tidak membayangkan ff ini sejauh ituuuuu /dies/ /rolling/
Tapi setting canonnya memang berubah dikarena gender Slaine yang jadi cewek disini /digampar Slaine/ masa iya Slaine yg cewek naksir Asseylum-sama dan soal tunangannya juga otomatis ilang :"""D
Silakan dibayangkan sesuai selera saja :""D
Thanks! :D
Rosiel . AcyOrt: happy ending untuk mereka :D dan untukmu :D
Terima kasih banyak sudah meluangkan waktu untuk membaca, mereview dan mengikuti hingga akhir :"D
XoXo-XoXo-XoXo
Chapter X
[Epilog]
Suatu saat, di kebun bunga belakang rumah yang terpencil itu disapa keramaian oleh sosok-sosok yang dicintai oleh Slaine. Asap putih terlihat dari pemanggangan, aroma daging bakar tercium. Bunga mawar biru berbunga. Asseylum dan klancain, duduk di kursi panjang. Menikmati teh yang disiapkan Eddelrittou. Yuki dan Rayet memotong buah apel, sementara Harklight membakar jagung. Dua anak kecil mengejar kupu-kupu berwarna hitam-kuning di rerumputan. Anak perempuan berambut pirang itu terjatuh, namun Mikan dengan segera mengulurkan tangan dan membantunya berdiri.
Tuk!
Inaho menjentik dahinya, "Jangan melamun, kau membuat dagingnya gosong."
"Aku tidak akan membuatnya gosong!" Slaine berseru.
Inaho hanya mengacak surainya pelan. Membuatnya berantakan.
Slaine meraih tangan pemuda itu, cincin dijari Inaho berkilat terkena sinar matahari. Irisnya menatap cincin yang sama dengan yang berada dijarinya itu. Slaine tersenyum tipis.
Bahkan, meskipun hanya dalam dunia kecilnya yang dibatasi. Slaine masih menemukan kebahagiaan.
Slaine tidak bisa lebih bahagia dari ini.
XoXo-XoXo-XoXo
Miiro End
XoXo-XoXo-XoXo
Water City—Kalteng, 31/08/2016
-Kiriya-
Berkenan untuk review? :)