Disclaimer: BTS di bawah naungan BigHit Entertainment, seluruh karakter yang muncul di ff ini adalah milik Tuhan Yang Maha Esa dan orangtua masing-masing, saya hanya pinjam nama.
Nite Nite Mario Boy © Kaizen Katsumoto
Warning: OOC, AU, Typo, BL, Yaoi, rate semi M, dan segala macam keabsurdan di dalam fanfic ini.
Pair: NamJin(Namjoon x Seokjin)
.
Summary: Namjoon yang tidak mau berbagi.
.
.
.
Mohon periksa penerangan dan jaga jarak mata anda dari layar saat membaca fanfic ini!
Enjoy!
.
.
.
Bagian 3: Berbagi
.
.
.
Kim Namjoon. Pemuda pemilik dimple lucu itu memenuhi Seokjin dengan miliknya, membuat yang lebih tua mendesah panjang ketika mereka berdua sama-sama mencapai puncak. Tubuh Namjoon ambruk di atas tubuh kekasihnya setelah hampir empat jam mereka habiskan untuk saling mengejar kenikmatan masing-masing. Berulang kali Seokjin memohon, berulang kali pula Namjoon tak mendengarkan. Suatu keajaiban dia menuruti perintah Sang Princess. Untuk urusan di atas ranjang, Namjoon adalah penguasa, dia pemegang kendali mutlak, tak ada yang bisa menolaknya, termasuk Seokjin.
Pemuda itu sudah kepayahan dengan peluh membanjiri seluruh tubuh, mata sedikit sayu karena kantuk dan lelah. Bercinta sampai tengah malam bukan keahliannya. Dia hanya ahli memegang spatula dan memainkan perkakas dapur, sementara di atas ranjang dia adalah sebagai objek yang dimainkan. Bahkan ini sudah empat ronde mereka habiskan ralat, empat untuk Seokjin dan tiga untuk Namjoon. Dan pemuda manis itu kembali melebarkan mata saat Namjoon mengulas senyum—seringai di atas bibir.
"Siap untuk ronde berikutnya, Princess?"
Saat itu pula Seokjin lemas.
.
.
.
Kim Namjoon. Pemuda berdimple lucu itu keluar dari ruang kerja bos-nya. Ia sudah memutuskan matang-matang bahwa hari ini adalah terakhir kalinya dia bekerja di proyek konstruksi. Selamat karena dia berhasil bertahan menempuh pekerjaan berat itu selama seminggu lebih sehari. Terpujilah Seokjin dan segala omelan memekakkan telinganya.
Arloji sudah mengitari angka empat, pertanda waktunya Namjoon pulang. Melangkah memasuki apartemen, telinganya menangkap suara asing menggetarkan indra pendengar. Seperti suara tangis. Tak mungkin kan Seokjin menangis di sore hari. Memang apa yang sudah Namjoon perbuat? Oke. Kemarin malam dia memang agak keterlaluan, menggagahi Seokjin semalam suntuk. Tapi setidaknya Seokjin tak akan menangis sejelek itu, maksud Namjoon tangisan Seokjin itu sangat langka, dalam artian sekali menangis suaranya bisa menggetarkan hati serta apartemen kecil mereka.
Membunuh rasa penasaran, segera saja Namjoon memasuki apartemen. Tak menemukan apa yang dicari, dia pun menjelajah tiap sudut ruangan. Matanya membola mendapati Seokjin -kekasih tercintanya, sepenuh jiwa dan raga, bahkan Namjoon rela membetahkan diri seminggu lebih sehari di proyek berat demi dia. Iya. Seokjin yang segala-galanya baginya- sedang bercengkrama dengan seekor ralat, seorang bayi mungil. Oh tidak, ada dua, tiga, empat? Ah, lima bayi mungil di atas ranjang. Namjoon menganga hampir menjatuhkan dagu. Wtf?
Kenapa semua jadi begini? Dari mana bayi-bayi itu berasal? Bahkan mereka mengenakan pakaian Mario kembar, pasti Seokjin yang mendadaninya.
Sadar akan kedatangan Namjoon, Seokjin mengulas senyum lembut layaknya seorang ibu. "Selamat datang, Namjoonie. Lihatlah, anak-anak kita banyak sekali. Mereka lucu kan?"
Namjoon mendekati ranjang dengan mulut tercekat. Dilihatnya Seokjin yang topless sedang menyusui salah satu bayi berwajah mungil lengkap dimple—membuktikan bahwa itu sungguh buah hatinya—darah dagingnya.
"Tapi bagaimana bisa? Ba-bagaimana bisa kau hamil? Kau laki-laki?!" Namjoon bergetar, ragu akan ucapannya sendiri. Seokjin memang cantik tapi dia yakin -seratus persen, seribu bila perlu- kalau ia adalah pemuda, laki-laki tulen, pria normal yang memiliki barang menggantung di antara selakangannya. Dia sendiri yang memeriksanya tiap malam sebelum mereka tidur. Lalu bagaimana bisa ini terjadi?
Seokjin tersenyum simpul memaklumi otak Namjoon yang kadang jenius kadang juga lemot. "Kau lupa kalau kau itu monster, Namjoonie. Gen-mu sangat luar biasa sampai bisa membuatku hamil. Lihat, bahkan kita langsung punya kembar lima. Coba kau gendong satu."
Namjoon kehilangan kata-kata dan akal sehatnya bersamaan kala Seokjin mengulurkan satu dari kelima buah hati mereka ke tangan Namjoon. Kedua manik legam si pemuda platina menatap atasan polos Seokjin, mendesis berbahaya saat mendapati benda kecokelatan di kedua dada bidang itu membengkak kemerahan.
Oh, tidak. Tidak. Itu adalah bagian favorit Namjoon, hanya dia seorang yang boleh menikmatinya. Tidak siapa pun termasuk kelima Setan Mario mungil yang semenjak tadi jadi pusat perhatian Seokjin.
Melihat Sang Kekasih sudah seperti patung, Seokjin menggendong satu mario mungil di kasur untuk diberi Air Susu Uke lagi. Namjoon melotot, sudah tak kuat menahan emosi. "Susu itu milik-ku!" Teriaknya terdengar seperti rengekan balita.
"Apa maksudmu?" Seokjin sedikit memiringkan kepala.
"Kubilang susu itu hanya milik-ku! Kau tak boleh memberikannya pada siapa pun!"
"Hah? Mereka anak-anak kita! Mereka butuh susu!" Seokjin melengking.
"Tidak! Milik-mu hanya untuk-ku!" Namjoon posesif.
"APA?!"
"AKU TAK MENGINGINKAN MEREKA! AKU HANYA INGIN KAU!" tanpa sadar ia membentak kasar.
Seokjin mengatupkan rapat-rapat bibirnya. Merebut satu Mario kecil dari gendongan Namjoon, memeluk penuh kasih kelima buah hatinya—darah dagingnya sambil menahan isakan. Menunduk dalam, bentakan Namjoon sungguh mengenai ulu hati. Lihat betapa egois dan kejamnya pria yang selama ini ia cintai. Setelah sekian tahun mereka hidup bersama ia baru tahu wujud sebenarnya dari seorang Kim Namjoon.
"Kalau kau tak menginginkan mereka… harusnya dari awal kau tak membuat mereka..." suara serak menahan tangis menghunus Namjoon. "…harusnya kau tak melakukannya malam itu... Harusnya kau memakai pengaman agar aku tidak hamil!" suara melengking itu kembali menusukkan pedang tak kasatmata di relung terdalam Namjoon, mana dia tahu kalau Seokjin bisa hamil tanpa menggunakan pengaman. "Namjoon-ssi, aku kecewa padamu... kau sangat egois, hanya memikirkan dirimu sendiri..." Namjoon menahan napas saat Seokjin memandangnya dengan bulir air menghiasi kedua binarnya. "Aku pergi." ia melangkah keluar apartemen bersama troli berisi kelima bayi-nya.
Namjoon merosot sampai terduduk di lantai. Harusnya ia menghetikan pemuda itu. Namun ia tak dapat bergerak. Kaku. Beku. Batu. "Tidak. Jangan pergi Seokjin! SEOKJIN!"
.
.
.
Sesuatu yang keras seperti menghantam tubuh Namjoon. Matanya seketika terbuka lebar, mendapati wajahnya sudah mencium mesra lantai dingin serta balutan selimut di sekujur tubuh, menyadarkannya bahwa semua itu hanya mimpi. Dengan gemas dia membanting boneka Mario yang ikut terjatuh di lantai. Mario membentur kaki jenjang Seokjin yang baru keluar dari kamar mandi, masih berbalut handuk di pinggang, mempertontonkan Mahakarya Agung di sekujur tubuh bekas semalam—bercak merah menghias segala inchi tubuhnya. Namjoon langsung bangkit, menarik lengan Seokjin dan membantingnya ke atas kasur, menindihnya tanpa ampun.
"N-namjoonie, apa maumu? Tubuhku masih sakit karena semalam... k-kau tak akan melakukannya lagi kan?" Sedikit memberontak, Seokjin bisa melihat Namjoon mengangguk pelan, menenggelamkan wajah di dada bidangnya sangat lembut. Sejenak Seokjin merasa aman.
"Tidak tanpa pengaman." Bisiknya. Seokjin memiringkan kepala tak paham. "Mulai sekarang aku tak akan melakukannya tanpa pengaman." Seokjin merinding horor saat Namjoon membuka nakas di samping tempat tidur, mengambil pengaman bungkus strawberry sambil menghilangkan balutan handuk yang melilit di pinggang. "Dan kupastikan kau tak akan pernah punya bayi Mario atau apa pun. Kau milik-ku. Hanya milik-ku, Kim Seokjin."
Oh, tak bisakah Seokjin berjalan normal hari ini untuk sekedar menelpon Daesung hyung –rekan kerja Seokjin di tempat cuci mobil. Ingatkan Seokjin agar selalu memakai pakaian setelah keluar kamar mandi jika ada Namjoon di sekitarnya.
.
.
.
Fin
.
.
.
A/N: Kali ini ratenya semi-M karena menurut saya adegan anu-nya tidak terlalu eksplisit(?), ini hanya khilaf, lain kali saya akan buat yang lebih manis-manis kalau ada niat dan ide tapi jika ada yang protes soal rate maka saya ikhlas menaikkannya menjadi M. Dan saya merasa gagal karena isinya makin lama makin melenceng dari judul fic. Argh! Potongan ide dari ff ini berasal dari sebuah doujinshi karangan Inumog. Terima kasih sudah membaca sampai sini. Annyeong~