Bandara Incheon saat ini sangat ramai. Banyak sekali orang berlalu lalang dengan berbagai kegiatan. Entah menyeret koper mereka, menelpon, atau sekedar mengobrol.

Kim Siwon dan Kim Heechul sudah berada di bandara ini sejak dua puluh menit yang lalu. Terlihat sekali ekspresi tidak sabar di wajah Heechul.

"Yeobo, Kenapa belum datang?" Heechul berkata dengan sangat tidak sabar. Matanya menatap sebuah gate sambil resah dengan kedua tangan saling mengatup.

"Tenanglah, Sayang. Bahkan pesawatnya belum mendarat." Siwon, suami dari Kim Heechul menjawab dengan tenang sambil memeluk bahu istrinya, berusaha menenangkan.

"Aku khawatir, namun juga takut, Yeobo. Dia tidak pulang selama lima tahun padahal kuliahnya seharusnya sudah selesai dua tahun yang lalu. Dan dia juga tidak pernah mengirim kabar kecuali email singkat kepadamu. Apa dia masih marah padaku?" Heechul menatap Siwon dengan mata berair, seolah dia ingin menangis.

"Kau terlalu berlebihan, Sayang. Jangan berpikir macam-macam." Siwon menarik Heechul ke dalam pelukannya, berusaha menenangkan namja yang sudah menemani hidupnya lebih dari dua puluh tahun itu.

.

.

.

"Pesawat sebentar lagi mendarat, chagi. Apa yang membuatmu masih melamun?" Laki-laki dengan postur tegap itu menanyai namja manis dan cantik yang masih duduk di kursi pesawat kelas utama yang mereka tumpangi, sementara dirinya sudah bersiap mengenakan coatnya untuk turun dari pesawat.

"Hyung, entahlah. Hah~" Dia menghembuskan nafasnya, masih dengan tangan menopang dagunya yang menghadap ke jendela, membuat rambutnya yang berwarna cokelat keemasan tampak sangat indah.

"Masalah ada untuk dihadapi. Bukan untuk dihindari." Laki-laki tinggi itu berusaha mengatakannya dengan tenang, dengan mengisap rambut sang nama manis, berusaha menenangkannya.

"Aku tahu, Yoochun Hyung. Lagi pula aku hanya akan berada di Korea selama tiga bulan. Setelah itu aku akan kembali ke Paris" Jawab sosok manis itu, masih dengan ekspresi acuh tak acuhnya.

"Apapun keputusanmu, kau tahu aku selalu mendukungmu kan, Jaejoongie?"

.

.

.

.

Ruang kerja di sebuah gedung kantor mewah itu terlihat sangat elegan dengan dominasi warna cokelat dan hitam di dalamnya. Terdapat satu set sofa yang melingkar jika kau masuk ke dalamnya, dan sebuah meja dengan kursi bak singgasana.

Di kursi itulah, duduk sosok tinggi, berkulit Tan dan memiliki mata yang tajam. Jemarinya sibuk membubuhkan tanda tangan, sembari membaca sebuah dokumen. Wajahnya terlihat lelah. Benar, dia memang tidak tidur tiga hari ke belakang.

Begitulah, sosok ini memang hanya memikirkan bekerja, bekerja dan bekerja seolah tidak ada hal lain yang lebih penting. Oh, atau memang ada hal yang lebih penting namun dia tidak mau memikirkannya?

'Ah~ Aku lelah sekali.' Sosok itu berucap dalam hati sambil memijit pangkal hidungnya.

Pandangannya kemudian beralih kepada sebuah pigura yang berada di meja, tidak jauh dari tangan kanannya saat ini.

'Boo, hari inipun aku merindukanmu. Maafkan aku.' Sosok itu bergumam sambil memandang foro tersebut. Foto laki-laki manis dengan rambut hitam legam sebahu yang memiliki mata bulat dan selalu memiliki sinar kebahagiaan, dan bibir merah tipis bak buah cheri.

'Maafkan aku, Boo. Aku mohon hilangkan rasa sakit yang menyiksaku ini. Aku selalu mencintaimu.'

Sosok itu memeluk pigura itu, dengan air mata yang perlahan mengalir membasahi pipinya. Hatinya selalu merasa sakit saat mengingat kejadian yang terjadi lima tahun yang lalu. Rasa sakit yang begitu menyiksa, seolah seseorang menancapkan belati yang tajam ke jantungnya, kemudian menariknya kembali.

Rasa sakit yang selalu membuatnya bangun terengah dengan air mata mengalir setiap malamnya. Rasa sakit yang menyiksa, karena kerinduannya tidak dapat memiliki obat yang dapat menyembuhkan selain kehadirannya.

"Saranghae, Kim Jaejoong."

.

.

.

.

T.B.C.

.

.

.

FF debut saya, hehe. Maaf kalau kurang bagus. Mohon bantuannya.

Tolong di review yaa, tapi saya mohon pake kata-kata yang sopan yaa, jujur saya tidak siap dengan komentar buruk.

Terima kasih banyak, Anyeong~