Hai~~ Ritsu di sini,, salam kenal semuanya :D

Ini ffn pertama Ritsu, jadi mohon pengertiannya bila masih banyak kekurangan. X3

selamat menikmati

Naruto adalah milik Mashashi-sensei

Hurt

Hinata meringkuk di bawah guyuran shower cukup lama, sekujur tubuhnya memerah. Alat penggosok badan dan beberapa jenis sabun berserakan di sekitarnya.

Hinata menangis meraung, sesekali ia membenturkan kepala belakangnya ke dinding kamar mandi.

Ia memejamkan mata, namun kejadian itu malah berputar di kepalanya seperti potongan film.

Di mana ia menatap takut pada iris sehitam jelaga, iris yang menatap Hinata dengan pandangan dingin yang menusuk. Juga cengkraman kuat pada kedua bahunya. Ia ingin lari dari sergapan pria yang tiba-tiba saja muncul. Dan merenggut kesuciannya malam itu. Pria yang bahkan tidak asing, dia Uchiha Sasuke.

Pria dengan berjuta pesonanya yang tersohor semenjak SMA, pria yang bahkan tidak pernah saling menyapa dengannya. Hinata mengenal pria itu karena dia adalah teman akbrab dari Naruto Uzumaki, cinta pertama Hinata Hyuuga. Hanya sebatas itu, tidak lebih.

"Kenapa kau tidak pernah melihatku?"

Suara pria itu terngiang, bahkan Hinata bisa mengingat tiap nada yang terselip kemarah di sana.

"Kau... Membuatku muak! Jalang!"

Hinata menarik rambutnya, berharap suara itu lenyap.

"Kita lihat, apakah si kuning bodoh itu akan tetap bersamamu?"

Dan selanjutnya adalah siksaan bagi hati dan juga tubuhnya. Hinata meronta dan berteriak seperti orang gila. Namun Uchiha bungsu itu tak juga melepasnya.

Lalu bola mata bak mutiara itu membola ketika melihat sosok Naruto yang mengintipnya dari pintu yang sedikit terbuka.

"To-tolong..." Hinata mengangkat tangan kanannya, berharap Naruto segera masuk dan menolongnya. Setidaknya sebelum hal mengerikan terjadi. Namun pria dengan iris sebiru laut itu pergi menghilang. Membiarkannya dimangsa oleh Uchiha Sasuke.

Hinata merasa dunianya hancur, kekasih yang baru dipacarinya dua bulan itu hanya melihatnya tanpa berbuat apa-apa dan pergi.

"Kau sudah tenang, hm?"

Hinata merasakan pipinya dibelai oleh tangan yang dingin, tapi dirinya tetap bungkam. Arah pandangannya masih tertuju pada celah pintu yang kini kosong.

"Sekarang kita melangkah ke tahap berikutnya, Hime."

Suara bariton itu langsung menyentak kesadaran Hinata. Dengan horror ia menatap seringaian di wajah Sasuke.

"Ja-jangan..." lagi-lagi air mata yang barus saja berhenti kini menetes lagi. "Ku-kumohon... Uchiha-san." Hinata benar-benar memohon, ia sudah tidak tahu harus bagaimana karena Sasuke menindihnya.

Tapi pemudua itu tetap diam, entah mendengarkan atau tidak permohonan Hinata.

Lalu tubuh itu sedikit merunduk, bibirnya berbisik di telinga Hinata.

"Aku... Tidak punya pilihan lain."

Adegan-adegan panas itu membuat otak Hinata panas. Berkali-kali Hinata menggelengkan kepalanya, bahkan tetap membenturkan kepalanya. Namun ingatan itu tidak pernah lenyap, malah semakin jelas di setiap detiknya.

Kami-sama... Tolong aku...

Hurt

Satu minggu lebih bangku di hadapan Naruto kosong, biasanya ada sosok gadis bersurai indigo yang duduk di sana. Pandangan matanya tiba-tiba berkabut.

"Kau masih memikirkannya?"

Lamunan Naruto buram seketika, ia menoleh dan mendapati Uchiha Sasuke sedang duduk di bangku sebelahnya. Menyulut sebatang rokok dan menghisapnya pelan. Kepulan asap putih menggulung di udara ketika Sasuke menghembuskan nafasnya.

"Kita sudah sepakat Dobe, kau mendapatkan Sakura dan aku mendapatkan Hinata."

Naruto mengepalkan tangannya, merasa tidak terima.

"Tapi kau keterlualuan Teme!"

Teriakan Naruto diabaikan oleh Sasuke, ia lebih memilih kembali menghisap rokoknya. Namun tatapan tajam sang Uzumaki meruntuhkan sikap acuh Sasuke. Putung rokok yang ada di tangannya dijatuhkan ke lantai dan langsung menjadi bahan injakan sepatu Sasuke.

Pria itu bangkit dari bangku dan berdiri menjulang di samping meja Naruto.

"Tidak penting memikirkan itu sekarang Dobe, bukankah sekarang seharusnya kau memikirkan hal menyenangkan apa yang akan kau lakukan dengan Sakura?"

Dengan itu Sasuke pergi dari kelasnya yang hanya berisikan Naruto saja. Memilih tempat yang bisa menenangkan otaknya.

Sasuke sebenarnya juga khawatir karena Hinata tak kunjung masuk kuliah semenjak hari itu. Dan Sasuke merindukannya.

"Maafkan aku, Hinata..."

Sasuke bergumam pelan, mengingat kembali kejadian indah menurutnya namun mimpi buruk untuk Hinata. Sasuke memperkosanya dan semua itu ia lakukan agar Hinata tidak lagi berhubungan dengan Naruto. Dan akan membuat Hinata tak lagi menolaknya. Meski ia tahu caranya salah, tapi Sasuke melakukannya untuk bisa memonopoli Hinata, hanya itu.

Hurt

Lebih dari satu minggu Hinata mengurung diri di apartemen kecilnya, ia bahkan hanya memakan mie instan yang kini tinggal beberapa bungkus lagi.

Ia baru saja kelaparan, dan menghabiskan mie-nya. Tapi rasa mual menyerang tenggerokan. Dengan panik Hinata berlari ke toilet dan memuntahkan isi perutnya. Tubuhnya terasa lemas tak bertenaga.

Hinata membasuh wajahnya, melihat betapa kurusnya ia sekarang. Bahkan wajahnya yang memang pucat kini semakin parah. Kantung matanya pun kini menebal dan menghitam. Rambutnya juga berantakan. Penampilannya seperti orang gila yang baru saja kabur.

Suara bel pintu membuat Hinata sedikit berjinggit, perlahan ia berjalan menuju pintu apartemen. Mengintip siapa gerangan yang datang.

"Siapa?" suara Hinata terdengar serak dan kering.

"Ini aku Hinata-nee!"

Hinata kenal suara itu, adiknya Hanabi berkunjung. Biasanya tiap akhir pekan ia akan mengunjungi Hanabi ke asramanya. Tapi ia memang mangkir karena hal ini.

"Masuklah Hana-chan." Hinata berusaha tetap tersenyum pada adiknya, menyambut seperti biasanya.

Hanabi melewati Hinata dan mendudukkan dirinya nyaman di ruang tengah.

Mata sewarna Hinata itu menyapu seisi apartemen Hinata dan alisnya sedikit mengernyit heran.

"Tumben sekali apartemenmu berantakan Hinata-nee?"

Hinata tersenyum canggung, duduk di sofa seberang adiknya duduk berhadapan.

"Kau sedang sakit? Penampilanmu juga menakutkan."

Hinata hanya diam, ia tidak dapat mendengar Hanabi dengan jelas. Kepalanya terasa sakit dan berat.

"Aku akan membuatkanmu teh." Hinata bangkit dari sofa, berjalan menuju dapur. Namun baru beberapa langkah, Hinata merasa tubuhnya meringan. Dan yang selanjutnya ia dengar adalah suara jeritan Hanabi juga dunia yang perlahan menggelap.

Hinata bangun dari pingsannya dan yang pertama kali ia lihat adalah langit-langit yang tampak asing, dan saat menoleh, ia melihat gordain putih.

Hurt

"Putiku hamil?!"

Suara teriakan itu membuat Hinata hampir terkena serangan jantung. Mata Hinata berkabut, menyadari suara yang tadi membuatnya terkejut. Itu suara ayahnya.

Rasanya Hinata ingin menghilang saat ini juga. Dirinya terlalu terkejut dengan perkataan sang ayah. Ia hamil. Suara lain menyahuti. Itu suara Hanabi yang tengah menenangkan ayahnya, juga suara laki-laki asing, mungkin dokter.

Tirai putih itu mendadak terbuka, memperlihatkan wajah marah dan kecewa sang Ayahanda.

"Katakan padaku, siapa ayahnya?"

Suara dingin itu menusuk hati Hinata, membuat butiran-butiran air mata Hinata meluncur cepat. "Ma-maafkan a-aku... A-ayah..." Suara Hinata bergetar, wajahnya terlihat ketakutan. Hanabi yang berdiri di samping ayahnya hanya menatap Hinata penuh kecewa dalam diam.

"Apakah Uzumaki itu?!" nada Hiashi Hyuuga semakin meninggi.

"Tenang ayah, ini rumah sakit." Hanabi berusaha menenangkan sang ayah.

Hati Hiashi Hyuuga rasanya benar-benar hancur ketika sang putri menggeleng takut. Jika bukan kekasihnya yang menghamili anaknya lalu siapa? Hiashi sangat mengenal Hinata, putri cantiknya itu bukanlah tipikal wanita nakal.

"Lalu siapa?"

Hurt

Sasuke mendecih kesal ketika lagi-lagi Hinata tidak menampakkan dirinya di kampus. Padahal ia sudah sangat siap menerima kemarahan gadis itu. Ditampar atau dicaci maki bukanlah masalah bagi Sasuke selama setelah itu ia bisa bernegosiasi mengenai hubungannya dengan Hinata.

Tapi ini lebih menjengkelkan! Apakah harus dirinya dulu pergi ke apartemen gadis itu?! Dan menyeretnya lagi untuk mengulangi kejadian malam itu.

Sasuke tersenyum simpul, tidak buruk untuk ide yang terakhir terbesit di otaknya.

Dengan segera ia menyambar kunci mobil yang berada di atas nakasnya dan melajukan mobil mewah miliknya ke apartemen Hinata.

Hurt

Sasuke ingin sekali menendang siapa pun yang ada di depannya.

Sesampainya Sasuke tiba di apartemen Hinata, tidak ada seorang pun yang merespon kedatangannya bahkan ketika ia berteriak meminta Hinata segera membukakan pintu untuknya.

"Buka pintunya Hyuuga!" Sasuke akhirnya hilang kendali, beberapa kali ia menendang pintu apartemen yang masih mencantumkan tag Hyuuga di sana.

"Maaf tuan, tapi nona Hyuuga sudah pindah kemarin malam."

Sasuke berbalik, mendapati pria paruh baya yang gemuk tengah menunduk padanya meminta maaf. Tapi ucapan pria yang diperkirakan Sasuke pengelola apartemen ini, membekukan otak Sasuke beberapa saat.

"Kau bilang... Hyuuga pindah?"

Pria itu merasa diintimidasi oleh tatapan tajam Sasuke. Keringat dingin mulai bercucuran. "Nona Hinata tiba-tiba pingsan dan kami membawanya ke rumah sakit bersama adiknya yang berkunjung. Lalu malam harinya ayah nona Hyuuga datang dan membawa Hinata kembali ke Kyoto." Pria itu sedikit berdeham. "Dan pagi ini saya mendapat konfirmasi dari ayah nona Hyuuga. Satu jam lagi orang dari pengiriman barang akan datang dan membawa semua barang."

Sasuke merasa sebagian ruhnya menghilang. Ia hanya diam mendengarkan dengan tatapan kosong.

"Karena itu tuan, saya mohon jangan buat keributan di sini. Saya permisi."

Selepas pengelola apartemen itu pergi, Sasuke menghentakkan giginya marah.

"Berani sekali kau lari dariku, Hyuuga?!"

Tbc

Yeahhh ffn pertama saya rampung juga! XD. Terima kasih pada pembaca yang sudah sudi mampir. Haha..

Tunggu kelanjutannya ya~~ x3

Mind RnR?