Chapter 3

Hermione mendengar beberapa orang berseru kaget, beberapa orang termegap-megap ia tidak tahu apa yang terjadi, matanya berair, pandangannya tidak terlalu jelas. Ia menghapus air matanya dengan tangannya dan melihat ke arah belakang dan menemukan Draco Malfoy berdiri dan berjalan ke arahnya.

"Malfoy!" Harry berseru, ia bangkit dari kursinya di deretan paling depan dan menahan Draco sebelum mencapai altar dimana Hermione dan Ron berdiri.

"Lepaskan aku Potter." Draco menyingkirkan tangan Harry darinya. George kemudian berjalan dari kursinya dan bersama Harry menahan Draco sebelum Draco melakukan hal yang mereka semua –keluarga Weasley dan seisi kapel- takuti.

"Apa yang kau lakukan?" Harry mendesis. "Apa kau sudah gila?" Harry bertanya.

"Hermione." Draco berseru pelan, melihat ke arah Hermione yang tidak tahu harus melakukan apa.

"Ferret, apapun yang ada di kepalamu sekarang, hentikanlah!" George mendesis, berusaha menarik Draco menjauh, tapi Draco berusaha menyingkirkan tangan George dari bahunya. Harry juga menahan bahunya yang lain.

"Malfoy?" Ron bertanya tidak mengerti.

"Ada yang harus kutanyakan pada Hermione." Draco berseru, sekaligus menjawab pertanyaan semua orang, beberapa keluarga Weasley sudah berdiri, mengacungkan tongkatnya dan sebentar lagi bersiap menyerangnya jika ia melakukan sesuatu yang buruk, ia meronta-ronta berusaha melepaskan tangan George dan Harry darinya.

"Hermione…" Ron melihat ke arah Hermione. "Apa ada sesuatu antara kau dan Malfoy?" Ron bertanya, berusaha tetap tenang.

Hermione menggeleng. Harry dan George baru akan menarik Draco pergi saat Hermione memanggilnya. "Harry, George jika ada sesuatu yang ingin Draco katakan maka biarkan saja."

Harry menggerutu. "Harusnya ia mengatakannya sebelum atau sesudah pernikahan."

Draco melepaskan cengkraman tangan Harry dan George dari bahunya dan berjalan mendekat. Harry dan George tetap berdiri di dekat altar, bersiap dengan tongkat mereka, bersiap untuk kemungkinan terburuk.

"Hermione." Draco berbisik.

"Ada apa Malfoy? katakanlah cepat!" Kata Ron mulai tidak sabaran, wajahnya mulai memerah begitu juga kupingnya.

Draco tidak tahu harus mengatakan apa, ia tidak mempersiapkan apa-apa, ia hanya tiba-tiba mengambil keputusan bahwa tidak seharusnya ia berdiam diri melihat Hermione menikah tanpa tahu bagaimana perasaan Hermione padanya.

Ia memberanikan dirinya menghampiri Hermione dengan berbagai risiko yang mungkin saja menimpanya, mulai dari diserang oleh seluruh anggota keluarga Weasley, atau Potter, atau tersandung dan menghancurkan ke-eleganan-nya, atau yang terburuk adalah jika Hermione menolaknya mentah-mentah, ada puluhan pertanyaan di kepalanya yang menimbulkan ratusan kemungkinan, tapi ia berkata pada dirinya sendiri, setidaknya ia akan tahu bagaimana perasaan Hermione padanya.

Setidaknya ia tidak akan mati penasaran, setidaknya ia tidak akan menghabiskan sisa hidupnya bertanya-tanya tentang perasaan Hermione padanya. Ia tidak ingin menjadi pria tua yang sampai mati akan memiliki satu pertanyaan besar yang tidak akan bisa dijawab oleh siapapun, ia tidak ingin menghabiskan hidupnya membayangkan apa yang akan terjadi jika seandainya ia memberitahu Hermione perasaannya yang sebenarnya, apa yang akan terjadi? Draco tidak bisa membiarkan dirinya bertanya-tanya sepanjang sisa hidupnya.

Sekalipun akhirnya Hermione tidak membalas perasaannya, ia akan bisa hidup tenang dan berusaha melanjutkan hidupnya sebisanya.

Draco benar-benar tidak tahu apa yang harus dikatakannya, ia melihat langsung ke mata Hermione dan mencari jawaban atas pertanyaan yang bahkan ia tidak tahu cara mengucapkannya. Dan ia menemukannya. Hal-hal di sekelilingnya tidak lagi penting, Ron yang wajahnya sudah semerah rambutnya, pastor yang benar-benar bingung menyaksikan apa yang ada di depannya, seluruh isi kapel yang tidak kalah bingung tentang apa yang terjadi, semuanya tidak lagi penting, tidak lagi terlihat, hanya Hermione Granger yang berada di depannya, yang menatapnya-lah yang penting. Ia tidak ingin menyesal lagi.

"Hermione." Draco hanya sanggup menyebut nama perempuan itu, nama yang bahkan memiliki rasa saat keluar dari ujung lidahnya. Draco mengulurkan tangannya. Hanya mengulurkan tangannya. Berharap kali ini takdir bekerja untuknya.

.

Hermione tidak tahu apa yang harus dilakukannya, Draco berdiri di depannya, menatapnya, ia bisa melihatnya, ia bisa melihat di mata laki-laki itu kalau mereka membagi satu hal yang sama.

Cinta.

Hermione bisa melihat cinta di mata Draco, dan itu membuatnya merasakan sesuatu yang seharusnya tidak lagi dirasakannya saat ia sudah berdiri di sini.

Seketika semuanya terlihat begitu jelas, Draco yang berdiri di hadapannya, Ron yang berdiri di sampingnya, seluruh tamu undangan yang melihatnya dengan tatapan aneh dan menunggu apa yang akan terjadi setelah ini.

Apa ia akan menggapai tangan Draco? Meninggalkan Ron begitu saja? Apa yang akan dialaminya setelah ini jika ia menggapai tangan pria itu? Apa mereka akan menikah? Apa mereka akan memulai hidup mereka bersama?

Bukankah seharusnya ia menggeleng dan berkata pada Draco kalau semuanya sudah terlambat?

Ia senang, benar-benar senang mengetahui kalau ternyata selama ini cintanya tidak bertepuk sebelah tangan, fakta bahwa ternyata Draco Malfoy, pria yang merupakan cinta pertamanya, dan pria yang bahkan sampai saat ini, sampai ia berdiri di depan altar untuk menikah dengan pria lain masih dicintainya juga membalas perasaannya, ia senang, benar-benar senang.

Tapi bukankah ini sudah terlambat?

Tapi disisi lain ia tahu kalau ini bukan salah mereka berdua dan sekaligus salah mereka berdua di saat yang bersamaan. Bukan salah Draco atau Hermione ketika selama ini mereka tidak tahu kalau ternyata perasaannya berbalas, tapi salah mereka jugalah kenapa selama ini keduanya tidak tahu perasaan satu sama lain dan berpura-pura nyaman di zona pertemanan mereka.

Hermione tahu hidup macam apa yang akan dijalaninya jika ia tidak menggapai tangan Draco dan tetap melanjutkan pernikahannya dengan Ron. Ia dan Ron akan tinggal dirumah sederhana, punya dua atau tiga orang anak dan mereka akan hidup bahagia.

Tapi bagaimana jika ia memilih Draco? Mereka belum tentu akan bahagia atau tinggal di rumah sederhana yang penuh keceriaan, apa mereka akan punya anak? Apa mereka akan bahagia? Ratusan pertanyaan muncul di kepala Hermione, apa mereka akan langsung menikah? Atau memulai dari awal? Berapa lama waktu yang mereka butuhkan? Bagaimana jika hubungan mereka tidak berjalan lancar? Bagaimana dengan orangtua Draco? Bagaimana dengan orangtuanya?

Bagaimana jika seluruh keluarga Weasley membencinya setelah ini? Bagaimana jika Harry tidak lagi mau berteman dengannya?

Hermione melirik ke arah Ron, wajahnya dan juga kupingnya benar-benar merah, Hermione tahu Ron pasti sedang menahan emosinya, menunggu respon darinya, haruskah ia melakukannya? Berkata pada Draco kalau ia juga mencintainya tapi semuanya sudah terlambat? Haruskah? Ia tidak ingin kehilangan keluarga Weasley.

Hermione melihat ke arah keluarga Weasley dan mereka semua memiliki ekspresi yang sama, mereka semua menunggunya merespon dan sudah siap menyerang Draco dan menendangnya keluar, semuanya kecuali Ginny, Ginny tersenyum padanya, matanya seperti mengatakan sesuatu, seakan-akan berkata semuanya akan baik-baik saja terlepas apapun keputusannya.

Hermione kemudian melihat ke arah kedua orangtuanya, mereka terlihat cemas, benar-benar cemas dan seperti menunggu sesuatu, ibunya bahkan sudah mulai berkaca-kaca sambil mencengkram lengan jas ayahnya.

Ia kemudian melihat Harry yang melihatnya seakan-akan tahu semuanya, Harry melihatnya dan bicara padanya melalui matanya, seakan-akan berkata jangan! Jangan tinggalkan altar! Jangan tinggalkan Ron! Jangan memilih Malfoy! Jangan!

Hermione merasakan kakinya lemas, kepalanya mula berputar dan air matanya sudah nyaris tidak bisa lagi ditahannya, kenapa ini harus terjadi padanya? Di saat seperti ini.

Hermione telah membaca begitu banyak buku, tentu saja. Selain buku-buku penting berisi pengetahuan dan hal-hal penting, ia juga membaca banyak novel, dan hal-hal seperti ini seharusnya hanya terjadi di cerita paling picisan. Mempelai perempuan tidak mencintai mempelai laki-laki, lalu kemudian pada hari pernikahannya pria yang selama ini ia kira tidak memiliki perasaan padanya berdiri dan berkata menentang pernikahan mereka.

Kalau ia adalah tokoh fiksi dalam novel percintaan itu, tentu saja ia akan dengan mudah berlari dan melompat ke pelukkan Draco, mereka akan pergi dan kemudian hidup bahagia selamanya, tapi bisakah ia melakukan hal itu? Hermione tahu siapa dirinya, siapa Draco Malfoy.

Selama ini ia adalah anggota The Golden Trio yang dikenal karena selalu menggunakan otaknya dengan baik, logika, mengutamakan apa kata kepalanya daripada kata hatinya, selalu mempertimbangkan apapun, hal sekecil apapun, matang-matang.

Hermione sekali lagi melihat ke arah mata silver yang selama ini selalu menghantui tidurnya.

Hatinya berkata ia seharusnya tidak banyak bertanya, hatinya berkata, apapun yang akan terjadi padanya, hidup macam apapun yang akan mereka jalani kelak, setidaknya ia bersama pria yang dicintainya.

Draco Malfoy.

Dan seketika pilihannya jelas.

"Aku pasti sudah gila." Hermione berseru pada dirinya sendiri lalu menggapai tangan Draco dan menuruni beberapa anak tangga yang memisahkan mereka secepat yang ia bisa.

Draco tersenyum menarik Hermione ke pelukannya dan ber-disapparating.

Draco tidak menyesali keputusannya hari itu.

-The End-