You were the one

I wanted the most

to stay.

But time could not

be kept at bay.

The more it goes,

The more it gone,

The more it takes away.

(Time, Lang Leav)

.

11 bulan lebih 11 hari sejak Taehyung pergi.

Luka Jungkook masih belum menutup. Dan seolah itu belum cukup, pagi itu Park Jimin datang ke rumahnya, mengantarkan sepucuk surat dengan amplop berwarna merah, warna kesukaan Jungkook.

Ia membuka amplop itu dengan tangan gemetar, merasakan sensasi aneh melingkupi dadanya ketika melihat tulisan tangan miring-miring yang tergores rapi di sepanjang kertas berwarna kekuningan itu, khas Taehyung sekali.

Matanya memindai cepat, membaca baris atas hingga terbawah dengan kecepatan menakjubkan. Ia berhenti di coretan abstrak pada akhir surat, tanda tangan Taehyung.

Tangannya tidak bisa berhenti gemetaran ketika menyadari sesuatu,

Taehyung yang ia tunggu, benar-benar tidak akan kembali.


Dear, my dearest, Jeon Jungkook.

Jika si cebol Jimin sudah mengantarkan ini padamu, itu berarti aku tak lagi bisa menemanimu. Maafkan aku.

Jungkookie sayang, kau tahu kan seberapa bencinya aku pada drama? Aku sering marah-marah tak jelas jika melihatmu nonton drama, karena kupikir para pembuatnya adalah idiot tak realistis yang suka memanipulasi otak orang.

Tapi lucu juga karena aku baru sadar kalau hidupku sendiri seperti drama.

Kita bertemu untuk pertama kalinya 3 hari setelah aku divonis kanker sialan oleh dokter sialan di rumah sakit yang tak kalah sialan. Namjoon hyung yang mengenalkanku padamu, sebagai adik dari kekasihnya.

Saat pertama kali melihatmu, dengan rambut charcoal lembut yang ditata rapi dengan poni depan super imut, aku tahu hidupku tak akan pernah sama lagi.

Dan benar saja, sebulan setelahnya, kita mulai melakukan segalanya bersama. Aku kaget sekali saat kau menyetujui ajakanku untuk tinggal bersama, dan lebih kaget lagi pada keputusanku untuk tinggal bersamamu padahal aku harus menyembunyikan penyakitku di saat yang bersamaan.

Kankerku belum terlalu parah saat itu, memang sudah tidak bisa dioperasi karena terlanjur menyebar, tapi masih bisa ditekan pertumbuhannya dengan kemoterapi untuk beberapa waktu. Atau istilah lainnya sih, menunda kematianku sebentar.

Dokter bilang waktuku hanya setahun kalau aku tidak mau kemo dan memilih berobat jalan, kupikir itu cukup, jadi aku memutuskan tidak melakukan kemo karena aku ingin tinggal bersamamu sebagai Taehyung yang kuat, bukannya si botak Taehyung yang kurus dan pucat karena terlalu sering disuntik zat kimia.

Jeon Jungkook, cintaku, maaf tidak bisa menemanimu untuk waktu yang lama. Aku harus pergi karena rasa sakitnya datang semakin sering akhir-akhir ini, dan aku tak ingin kau melihatku kesakitan.

Maaf juga karena aku menyakitimu berulang kali di saat-saat terakhir hidupku. Pembelahan sel secara abnormal itu semakin lama semakin menyiksaku. Rasanya begitu sakit hingga hal-hal kecil yang kau lakukan menyulut emosiku.

Melihat wajahmu yang luar biasa indah kadang juga bisa membuatku begitu marah. Karena aku takut jika bidadari yang disediakan Tuhan disana tidak seindah dirimu.

Dan, kau tahu, sayangku? Hampir setiap malam sejak meninggalkanmu di rumah kecil kita, aku memimpikanmu. Di mimpiku, kau dan aku berdiri berhadapan di altar, dengan tuksedo warna senada, membisikkan janji untuk bersama hingga akhir hayat.

Di sana kau tersenyum, Jeon Jungkook.

Kau tersenyum begitu manis dan matamu yang luar biasa indah berbinar menggemaskan.

Aku dan otakku yang dominan kiri paham betul kalau itu tak mungkin terjadi, tapi mengapa setiap memejamkan mata untuk merapal doa, mulutku tak mau berhenti memohon agar mimpi itu menjadi nyata? Aku jadi malu sekali pada Tuhan.

Jeon Jungkook, manusia favoritku di seluruh dunia, maaf jika hal terakhir yang bisa kau ingat dariku hanyalah punggung yang berjalan meninggalkanmu.

Kuharap aku mati sambil tersenyum, jadi senyumku lah yang akan menjadi hal terakhir yang kau ingat dariku. Atau kuharap kita bisa bertemu lagi di menit-menit terakhir hidupku, agar kau sempat mendengar seberapa besar aku mencintaimu.

Setelah aku pergi, jangan sering menangis, oke? Kau harus selalu mengingatku sebagai si konyol Taehyung, dengan senyuman di bibirmu. Berhentilah minum terlalu banyak susu, karena air putih juga penting untuk kesehatanmu. Jangan pilih pilh makanan, atau aku akan bangkit dari kubur untuk memukulmu.

Oh iya, mengenai ucapanku malam itu, lupakan saja. Tak pernah sedetikpun aku menyesali pertemuan kita. Tidak pernah. Bahkan tidak di khayalan terliarku sekalipun.

Karena, Jeon Jungkook, pertemuan denganmu itu bab terindah yang pernah dituliskan Tuhan di buku takdir milikku.

Hiduplah dengan bahagia, Jungkookie, demi aku.

.

.

Milikmu,

.

Kim Taehyung


Hai, jadi gimana?

Sebenernya aku nggak pernah bikin sequel, tapi rasanya kok si Taehyung kasian banget berasa jadi antagonis, makanya aku coba jelasin keadaan dari sudut pandangnya dia… Dan yah, anggep aja ini twoshoot, bukan sequel.

Dan so sorry ya kalo plotnya mainstream banget, aku juga sadar banget koook, makanya entah gimana berusaha biar alurnya nggak ketebak heheh

Makasih banget yang udah baca, dan udah ngasih kritik saran, boleh loh ini dikasih kritik saran lagi. Sarangeeeeeeek

.

.

XOXO, Kim Ara