Naruto Fanfiction!

Belongs to©Masashi Kishimoto

OVER ©Dafrilioun25

.

Warn: Harem!Hinata. Udah dikasih tahu... bagi yang anti silahkan tekan back.

OOT;OOC;TYPO(S);GJ;Abal;Alur apalah;Banyak deh..

Don't Like Don't Read

.

Aku tidak pernah mempermainkan siapapun. Sekarang, saat mereka mempermainkanku, aku biarkan takdir yang mempermainkan mereka.

.

Chapter 4 - The PAST

Naruto duduk dikursinya dengan pandangan menerawang. Tidak memperhatikan pelajaran meski pandangannya menghadap lurus kedepan. Suara gurunya yang terdengar jelas, sayup-sayup berubah menjadi gelombang yang berayun-ayun..., mengantarkannya kembali kemasa saat ia masih tahun pertama di Konoha High. Masa dimana dirinya hanya sendirian meski selalu diikuti banyak orang karena kepopulerannya terutama di kalangan perempuan. Dan ia bukan satu-satunya. Ada dua orang lainnya yang sama dengannya. Gaara dan Sasuke.

Awal pertemuan mereka bisa dibilang cukup buruk. Sangat malah. Terlibat perkelahian karena satu perempuan yang mempermainkan mereka. Herannya, tiga-tiganya terjerat oleh orang yang sama. Sakura Haruno. Gadis bubblegum yang memang mempesona. Ia tidak melihat mereka karena kepopuleran. Sakura satu dari sekian banyak perempuan yang dekat dengan mereka bukan karena harta atau popularitas karena ia sudah memiliki itu semua. Sakura gadis yang baik. Namun, tidak cukup baik bagi mereka.

Ingatannya berjalan mundur saat ia babak belur. Geng saat ia SMP membantunya, tapi lawannya membawa pasukan tak kalah banyak dengannya. Naruto dan Gaara. Dua-duanya sekolah di SMP yang berbeda namun sama-sama terkenal liarnya.

Flashback [ON]

"Dia milikku sialan!"

BUAGH!

Disaat para anak buah sudah terkapar, dua orang yang memegang kuasa sebagai pemimpin pasukan adu tinju dengan keadaan yang sudah sama-sama lemah. Naruto terlalu lelah bahkan untuk mengusap sudut bibirnya yang berdarah.

"Kau yang menyingkir bedebah!"

BUAGH!

Seperti adegan hero, keduanya mengeluarkan geraman sebagai bentuk kekuatan dan melayangkan tinju dengan tenaga terakhir. Sama-sama mengenai pipi; menjadi penutup, hingga keduanya ambruk ditengah guyuran hujan dibelakang gedung konstruksi yang tidak selesai dibangun.

Naruto terengah-engah dan sekujur tubuhnya sakit; terutama bagian dadanya. Ia yakin lawannya merasakan hal yang sama. Mata biru Naruto memandang langit mendung yang tengah menusuknya dengan cucuran hujan. Terasa begitu menyakitkan dipermukaan wajahnya yang memar sana-sini.

"Kau... Hh.. ayo selesaikan ini secara jantan,"

"..." Tidak ada jawaban dari Gaara, namun ia menyetujui hal itu.

Esok harinya, keduanya berakhir di kantor kepala sekolah, Tsunade Senju. Dengan surat peringatan yang harusnya mereka sudah kena skors. Pengecualian karena kedua orang tua mereka yang merupakan donatur tetap selain 3 orang tua murid lainnya.

"Apa kalian tahu berapa banyak sekolah yang komplain karena siswa-siswanya yang terluka? Ini bahkan melibatkan lebih dari dua sekolah yang tawuran, KALIAN BOCAH SIALAN!" Meja digebrak membuat orang yang mendengarnya berjengit kaget. Termasuk Naruto.

Hanya beberapa orang yang tahu wajah asli kepala sekolah Konoha High. Liar, kasar, gamblang, yang pasti sangat tidak cocok dengan jabatan sebagai kepala sekolah. Kakashi Hatake selaku staff pengajar sekaligus wakil kepala sekolah hanya diam seolah itu hal yang biasa. Naruto bertanya-tanya peran guru itu sebenarnya. Sejauh yang ia tahu guru itu selalu kesiangan masuk kelas dan materi ajarannya sama sekali tidak ngena. Perhatiannya kembali teralihkan saat kepala sekolah gaharnya menggebrak meja hingga kayu rotan yang tadi digunakan untuk menunjuk-nunjuk—patah. Terbelah dua. terbelah secara vertikal. Sasuga.

"Dan lagi berkelahi dengan murid yang sekolah di sekolah yang sama?!" Tsunade berkata tak percaya, "Karena perempuan?!" Dimata Naruto, kepala sekolahnya itu seperti serigala yang kehilangan matenya. "BIAR KU CONGKEL OTAK TIDAK BERGUNA KALIAN KEPARAT! PIIIIIPPP*"

Sekarang Naruto tahu peran Kakashi sesungguhnya. Ia tidak bisa membayangkan seandainya guru yang apik dengan masker itu tidak disana. Barangkali ia sudah jadi daging kukus. Apalagi dengan bekas perkelahian sebelumnya, Naruto tidak siap.

Pertemuan pertama yang sangat berbekas. Ia dan Gaara langsung diminta keluar oleh Kakashi yang sibuk menangani kepala sekolahnya.

Panggilan kedua, Naruto dan Gaara sudah menyiapkan mental. Tapi kali ini Tsunade jauh lebih tenang. Ia duduk dikursinya dengan berwibawa, dan pandangan simpati selaku seorang guru pada muridnya.

"Aku sudah mendiskusikan ini dengan guru yang lain. Kalian tetap sekolah seperti biasa tapi, kalian akan diawasi—sampai kalian lulus,"

Saat itu pertama kalinya Shikamaru muncul. Menjadi penanggung jawab atas keduanya. Jabatannya sebagai siswa 'teladan' membuatnya jadi rekomendasi para guru sebagai pengawas khusus. Seandainya Shikamaru ikut kegiatan klub atau komite, ia pasti akan selamat. Sayangnya, ia harus menelan pil pahit saat ancaman Tsunade diarahkan padanya.

Shikamaru Nara, pemuda malas yang telah merelakan masa 3 tahun SMAnya untuk menjadi baby brother itu menerima dengan berat hati.

.

"Ayo selesaikan," Meskipun sudah dihukum, cinta tetap harus diperjuangkan!

"Oke," Gaara menyahut. Kali ini tidak ada adu bogem karena keduanya setuju untuk menyelesaikan semuanya secara dewasa. Mereka memutuskan untuk menanyakannya langsung pada sang gadis.

Adegan berikutnya adalah Sakura yang terlihat begitu mesra dengan Uchiha Sasuke. Gaara dan Naruto.., seperti keledai yang masuk kelubang yang sama...

.

.

"Kalian gila!" Sasuke hendak mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. Tapi tidak sempat karena detik berikutnya, tendangan menyakitnya bersarang diperutnya.

"ST—OP," Sasuke memuntahkan darah. Ia kuat. Kalau melawan satu lawan satu tentu saja Sasuke menang. Tapi Naruto dan Gaara lebih kuat saat bersama; apalagi tidak sedetikpun Sasuke diberi kesempatan bahkan untuk bernapas. Tapi bukan berarti ia tidak bisa menang.

Sasuke melakukan serangan pertama. Sedikit curang karena menggunakan pisau lipat untuk menebas kaki—entah kaki siapa. Yang jelas, ia merobek sisi celananya. Mungkin menggores sedikit permukaan kulitnya. Sasuke menggunakan kesempatan itu untuk berdiri. Ini bukan jenis pertarungan ala Sasuke. Jadi ia membuang pisau lipat itu kesembarang tempat dan membuka seragam sekolahnya yang sebenarnya sudah awut-awutan.

"Kalian sudah memancing kesabaranku. Hancur kalian!"—BUAGH! BUAGH!

"Kau yang hancur keparat!" Naruto membalas tendangan Sasuke.

"Kau akan membayar kaki-ku, bangsat!" Kali ini Gaara membalas dengan pukulan sepenuh hati. Kakinya sungguh perih karena goresan pisau Sasuke.

Rumput digudang belakang sekolah menjadi sedikit berwarna.

Naruto melayangkan tendangan yang berhasil digagalkan karena Sasuke justru membantingnya jatuh. Meski matanya sedikit terpejam, matanya menangkap siluet gadis berdiri disana, dibalik pohon plum sekolah.

Indigo.

Dan Naruto sangat yakin, gadis itu yang kemudian melaporkan perkelahian mereka.

.

Bagi Naruto dan Gaara, selama ada Kakashi mereka masih aman. Tapi Sasuke pertama kalinya berhadapan. Jadi jangan salahkan ia saat ia berjengit mundur melihatnya.

Seandainya Sasuke tidak membawa pisau lipat, ia pasti dibebaskan sebagai korban dan perlakuannya dianggap sebagai pembelaan diri.

Ketiganya langsung mendapat skors selama seminggu. Sasuke—ia ikut kena juga karena membawa senjata kesekolah.

Dengan ini Shikamaru resmi menjadi baby brother bagi ketiga pengacau itu.

Lalu soal gadis itu, meski Naruto pura-pura tidak tahu dan merahasiakannya, ia tahu betul siapa nama gadis itu.

Hyuuga Hinata.

Kini, ia merasa dirinya kekananakkan karena melabrak kelas gadis itu dulu. Sangat kekanakkan, dan... pertemuan yang sangat berbekas.

Flashback [OFF]

"...maki-san,"

"..zumaki-san,"

"UZUMAKI-SAN!"—BLETAK!

"Itte! Sensei! Kenapa melempari penghapus padaku?" tanya Naruto sengit ditengah tawa anak sekelas.

"Kenapa?! Beraninya kau menyahutiku setelah melamun dipelajaranku! KELUAR!"

Naruto mendengus dan lari sebelum guru perempuan galaknya berhasil memukulinya.

"BERANI MENDENGUS SEPERTI TADI KUBUNUH KAU!"

Che. Salah besar kalau orang mengira sekolah ini sekolah terenak sepanjang masa. Kau tidak akan bisa bahagia selama guru-guru disini masih bercakar tajam seperti guru cantik Kurenai.

Naruto melangkah menyusuri lorong yang sepi. Mata birunya menatap jajaran loker sejenak. Tidak ada yang spesial selain barisan kaleng kotak raksasa. Tapi hatinya seakan mencelos saat ia berhenti di loker 95. Loker keramat yang kini terlihat seperti lemari ukir yang mahal. Agak lama Naruto menatapnya.

"Kenapa kau?" lirihnya terdengar menuntut dan menyalahkan. Tangannya menyentuh permukaan pintu loker dengan sentuhan pelan. Ada jejak disana. Jejak kehangatan, jejak kepedulian, jejak kesedihan.

Jejak cinta yang tak terbalas. Seakan menertawakannya.

Menerima segalanya, pemuda dengan rambut pirang jabrig itu memejamkan mata, meminta maaf pada benda mati yang sebenarnya sia-sia. Mendengarpun mereka tidak bisa.

"... Apa kau masih mau memaafkan aku..., Hime?" bisiknya sendu yang hanya bisa didengar dirinya sendiri. Matanya beralih menatap ujung sepatunya. Perasaan sesal itu mencokol dadanya, mengorek-ngorek permukaan hatinya sampai perih dan membuatnya berat untuk bernapas.

"Sialan kau Naruto," Geramnya kecil pada diri sendiri. Ia gila, pikirnya.

Naruto menggelengkan kepalanya lemah. Sepertinya Sasuke benar soal dirinya yang idiot. Pun Shikamaru. Ia tidak boleh memikirkan lebih dari ini. Kakinya bergerak mengikuti saraf otaknya yang memerintahkan ia untuk pergi dari tempat itu.

Destinasinya berubah dari lorong menjadi atap. Sekali lagi ia menghela napas sesaat setelah hamparan biru langit menyapanya dengan tidak senang.

"Dasar sial," gerutunya kecil sambil melangkah menuju tempat teduh.

Bahkan tempat ini menyimpan lebih banyak lagi kenangan.

.

Xox

.

Gaara bukan orang tipe orang yang memikirkan sekitarnya. Ia cenderung menatap apa yang ada didepannya dan mengabaikan masa lalu. Kehidupan mewah sekaligus keras membuat karakternya susah ditembus dan sulit didekati. Pelampiasannya banyak. Dimulai dari game, video, olahraga, sampai perempuan. Yang terakhir itu masih berlangsung sampai minggu kemarin. Mungkin Gaara memang seperti berandalan. Tapi aura cassanovanya menyebar kemana-mana kalau ia sudah mulai bermain. Perempuan-perempuan mungkin sebagian takut padanya, namun disaat bersamaan juga terpesona. Usaha kerasnya dahulu berbalas manis sekarang. Ia mendapatkan segalanya dengan mudah. Uang, popularitas, kawan. Meski Gaara melakukan kegiatannya tanpa hati, tapi ia menikmatinya.

Ia akan baik-baik saja. Bahkan setelah cinta pertamanya; Sakura, ia masih baik-baik setelahnya. Menolak untuk minum-minum, menghancurkan diri dan memperlihatkan dirinya yang rapuh karena kehilangan seorang perempuan. Cih. Bahkan anak buahnya jauh lebih berharga, bukan begitu?

Ia bahkan bisa tersenyum setelahnya bersama kawan-kawannya. Naruto, Sasuke, dan 'ibunya'; Shikamaru.

Yang terakhir itu hanya istilah. Yah.., meski ia tidak yakin mereka semua berteman. Yang jelas hampir setiap hari mereka bertemu di ruangan yang sama.

Orang bilang cinta pertama sulit dilupakan. Terutama bagi laki-laki karena mereka sebenarnya perasa.

Gaara ingin tertawa memikirkannya. Itu benar, tapi bukan berarti selamanya yang pertama akan jadi yang nomor satu dihatinya.

Bahkan dirinya sedikit aneh saat Sakura kembali mengajaknya bermain sabtu lalu, dengan enteng ia menolaknya, sebelum setelahnya menerimanya. Sedikit jual mahal membuat daya tarik laki-laki menjadi lebih naik. Sedikit mempermainkan dan membalas. Yeah.. hanya sedikit.

Tapi hal itu tak lantas membuatnya senang dan malah sebaliknya.

Hal itu membuat Gaara berpikir banyak hal sekarang-sekarang.

Berapa banyak Gaara sudah mempermainkannya?

Berapa kali Gaara sudah menyakitinya?

Bahkan dirinya tidak yakin. Siapa sebenarnya orang yang dipikirkannya?! Keparat, pikirnya.

Rasanya abu-abu. Terasa meragukan karena pikirannya menolak untuk mengiyakan, padahal hatinya sadar betul siapa.

"Argh!"Menggeram kecil pemuda dengan tato 'Ai' didahi itu menutup sebagian wajahnya dengan lengannya.

Berbaring dibalik rak perpustakaan yang tidak terlihat. Begitu tenang karena ini masih jam pelajaran. Well, sudah biasa baginya untuk membolos. Toh, tidak ada pengaruhnya bagi otaknya meski ia masuk kelas. Pada akhirnya, kepala merahnya pasti menolak semua hal yang dipaksa masuk.

Salahkan perempuan sial yang terus mencocokki pikirannya. Bahkan meski dirinya merasa nelangsa dan berusaha untuk menghindar, kakinya kembali membawanya ke tempat ini.

Tempat termanis dan terpahit.

Flashback ON

Gaara bukan seorang kutu buku. Meski begitu, bukan berarti ia tidak suka membaca. Bacaannya kebanyakan tentang otomotif. Bukannya ia berminat, sih. Tapi hanya yang satu itu yang benar-benar menarik perhatiannya.

Dan dari sekian hal yang dibencinya adalah masa lalu.

Gaara tak bisa menahan dirinya untuk tidak mencela saat mendapati seorang gadis yang begitu berminat dengan era meiji, legenda, dan peradaban kuno.

Bukan salah gadis itu sebenarnya. Tapi matanya yang berbinar manatap selembaran sastra entah kenapa membuatnya begitu terganggu. Dan Gaara cenderung mengungkapkan apa yang dipikirkannya, tanpa mencerna atau harus menyaring. Tidak peduli kalimatnya menyakiti atau tidak sopan.

"Berhenti membaca kau udik!" Hardiknya galak, menyentak sang gadis yang tengah asik berkelana. Iris amethysnya menatap bingung dengan sirat ketakutan.

"Pindah sana," Usirnya seolah perpustakaan itu miliknya.

"Uh... Uhm.. Pi-pindah... ke.. ke-ke...mana?"

Decak kesal tak Gaara tutupi saat mendengar betapa gagap dan lambannya gadis ini saat bicara.

"Pergi," Desahnya berat sambil menutup matanya. Sakit kepala menderanya ditengah pusingnya ia memikirkan cara mendapatkan Haruno Sakura.

"—E-eh?"

"KUBILANG PERGI!" Bentaknya membuat anak sekitar yang tengah membaca mendelik kearahnya. Tapi lalu kembali mengabaikannya saat tahu itu adalah Gaara.

"O.. okey," dengan gugup gadis itu segera membawa bukunya pergi dari sana, lalu menghilang.

Yang jelas Gaara lega sekarang.

Tapi hal itu malah membuat Gaara menyadari kalau... intensitas pertemuan mereka semakin banyak saja. Dan itu membuat dirinya kesal.

Karena selalu saja, pertemuan mereka terjadi disaat yang tidak tepat. Misalnya ketika Gaara menghajar kakak kelasnya, gadis itu ada dibalik semak. Coba pikir, apa yang dilakukan seseorang dibalik semak saat jam pelajaran?! Atau saat ia sedang menikmati waktu istirahatnya diperpustakaan, buku-buku berjatuhan. Dan itu sangat menyakitkan. Coba bayangkan bagaimana rasanya ditimpa buku setebal dosa, lalu orang yang bersalah itu malah melarikan diri?! Dan yang paling parah adalah..., ketika Gaara tengah berciuman dengan salah seorang gadis diruang kelas. Itu sangat-sangat-sangat mengganggunya. Hari-harinya yang menyakitkan gara-gara Haruno Sakura, kemudian aturan menyebalkan Shikamaru, membuat Gaara mencari pelarian untuk melepaskan berat kepalanya. Apalagi ayahnya yang sedang terlibat kasus waktu itu, makin membuat kepalanya pening saja.

Tapi gadis itu... Hyuuga Hinata! Gaara tidak pernah lupa dengan namanya. Dia malah jadi akar pengacau semua aktivitas 'penghilang stress' -nya.

"S-s-s-sabaku-san..., apa... aku... membuat.,.. kesalahan?" hari itu langit berwarna jingga menyorot hangat wajah asia gadis Hyuuga. Membuat Gaara terpaku beberapa saat sampai sadar kalau dirinya mungkin sedang diperdaya.

"Banyak. Kau. Membuat. Banyak. Kesalahan," pemuda Sabaku itu mendesis berat disisi telinga Hinata, membuat gadis itu merinding akan suara yang menggelitik pendengarannya.

"G-g-g-g-g-g-..,"

"G-G-G-APA! BICARA YANG JELAS!" bentakan galak itu menyentak sang gadis surai indigo. Hampir saja puncak kepalanya mengenai dagu Gaara; kalau ia tidak segera menghindar.

"GO-GOMEN!" dengan sekali teriakan akhirnya Hinata berhasil menyelesaikan kalimatnya. ia tidak ingin mendapat teriakan yang sama lagi. Mentalnya belum kuat.

Gaara mendengus menyembunyikan senyumnya diam-diam. Memang salah satu sifatnya menjahili orang. Tapi yang tadi itu tidak disengaja.

Oh, mungkin bermain-main sedikit tidak masalah.

Ia melepas kungkungannya-memberikan Hinata ruang untuk bernapas normal.

"Kau harus tanggung jawab,"

"EH?"

"Rawat aku,"

"S-sumimasen?"

"Rawat aku,"

"T-tapi aku bukan... d-dokter...," suara Hinata mengecil saat Gaara memberikan tatapan dingin dan menyorot terus mendekat kearahnya.

"Kalau begitu kau harus menjadi dokter,"

FLASBACK [OFF]

Itu menjadi awal bagaimana Gaara dan Hinata sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama, dibalik rak perpustakaan. Meski hanya diam dan melakukan kegiatan masing-masing, bagi Gaara itu hal yang sangat besar. Karena bagaimanapun, harum lavender yang gadis itu bawa membuatnya tidak ingin banyak bicara. Rasanya ia ingin terus terlelap saja supaya bisa leluasa menikmati wangi itu.

Seandainya Hinata tidak tersentak saat itu, Gaara tidak akan pernah menyadari harum lavender yang menyapu hidungnya, sesaat sebelum ia menghindar untuk mengingatkan dirinya sendiri.

Xox

"Sasuke-kun,"

Deg.

Ruang temaram yang Sasuke tempati menjawab sepi. Raven gelap itu bergerak turun dan bersandar diatas telapak tangannya. Dia seperti dihantui sosok sadako yang telah mati. Selau saja ia mendengar suara itu memanggilnya dengan ragu.

"Kak,"

"Hm?" Itachi yang tengah ikut bersantai dikamar Sasuke menyahut seadanya tanpa mengalihkan matanya dari buku yang dibacanya.

"Aku... kau dengar deh. Aku mendengar sesuatu. Kau dengar tidak?"

"Mungkin suara kecoa,"

"Kecoa tidak bisa bicara,"

Suara datar yang menyiratkan putus asa itu mau tak mau membuat Itachi menutup bukunya; lantas mengalihkan atensinya kearah sang adik yang tengah menunduk dan tampak lelah.

"Sasuke,"

"Hm,"

"Coba bilang padaku itu suara siapa?"

"Suara hantu..., mungkin?"

Itachi tentu saja tidak percaya dengan jawaban sang adik yang menurutnya tolol itu.

"Oh, ya?" tapi ia tetap mengikuti juga. "Terus bagaimana perasaanmu?"

Sasuke diam sejenak. "Entahlah..., "

Jawaban yang paling rasional jika itu benar adalah: 'Aku takut, aku gelisah, badanku dingin' dan kalimat lainnya yang menyatakan kalau itu memang hantu. Begini-begini juga Itachi tahu jelas kalau Sasuke Uchiha; adiknya yang sedang 'sakit' ini tidak pernah percaya soal keberadaan mahluk astral. Bahkan meski bertemu hantu sesungguhnya, Itachi yakin Sasuke akan balik menakutinya.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku...," ungkap Sasuke frustasi.

"Adikku yang bodoh..., kau itu pintar tapi kadang kebodohannmu bisa setara amoeba,"

CTIK.

"Sialan kau. Dasar kakak tidak berguna," umpat Sasuke pelan. Harapannya dapat pencerahan sia-sia saja kalau curhat pada kakaknya.

"Astaga," Itachi berjalan mendekati sang adik yang masih pundung dikursi belajarnya.

"Mau kuberitahu apa yang sebenarnya terjadi padamu?" Itachi merangkul bahu sang adik dan mendekat untuk berbisik. "Itu namanya rindu, Sasuke.

Kau sedang rindu berat sama seseorang," dan Rindu itu lebih mengerikan dari penampakan manapun.

FLASHBACK [ON]

Hal yang pertama terbesit di pikiran Sasuke saat ia masuk keruang musik adalah piano. Ia akan memainkan piano. Kebetulan letak ruang musik agak jauh dan tersembunyi. Kecil kemungkinan akan ada orang yang kemari. Terhitung ini ke empat kalinya Sasuke datang ketempat ini. Pemuda raven itu masuk dan duduk di joki, sementara tangannya mulai membuka tutup piano. Tangannya menekan-nekan perlahan tuts piano.

"Oh!" seruan itu menahan tangan Sasuke untuk kembali menjelajah. Onyxnya bergulir dan menemukan seorang gadis dengan sekotak dus alat musik angklung dipangkuannya, berdiri bingung.

"Apa?" sahutan ketus Sasuke layangkan saking paranoidnya karena papparazi yang kerap ditemuinya.

"Ah.., aku hanya mau menyimpan ini, kok," gadis itu tersenyum lalu melangkah menuju sudut ruangan yang lumayan luas. Sasuke bisa melihat warna rambut sang gadis yang jatuh mengikuti riak punggung saat menunduk menaruh dus. Biru.., tidak, ungu? Bukan..., bagaimana menyebutnya? Indigo.

Indigo.

Gadis indigo itu menoleh dan memperlihatkan bola matanya yang pucat sewarna bulan. "Kau bermain piano?"

Sasuke masih diam tidak menjawab, membuat sang gadis merasa tidak enak karena dikira so kenal so dekat.

"A-apa aku mengganggumu? Aku akan segera pergi, kok,"

Lalu gadis indigo yang baru Sasuke lihat pertama kali itu melangkah pergi meninggalkan ruangan. Sasuke itu pintar mengingat bukan hanya karena dia jenius. Yap, salah satunya itu. Tapi yang paling membuatnya berbekas dalam mengingat suatu hal adalah karena yang dilihatnya itu menarik. Sasuke bukannya tertarik pada gadis tadi. Ia sudah melihat banyak gadis cantik yang dengan sukarela menemuinya. Entah kenapa pikirannya tiba-tiba jadi gelap.

Sasuke menekan tuts kasar dan asal, membuat piano berbunyi seperti suara kematian yang biasa dibawakan vampir di kastilnya.

"Ungu..," ia bergumam tak jelas. Lalu dahinya berkerut terganggu karena tiba-tiba saja keinginan untuk bermain musiknya menguap saat diotaknya mulai menari bayang-bayang erotis yang ditinggalkan si gadis indigo.

Sebenarnya itu bukan urusannya. Apalagi melihat sesuatu yang menakjubkan seperti tadi...

Tidak bisa! Sasuke berdiri serentak lalu berlari keluar. Ia melepas jas sekolahnya; lalu berlari menuruni tangga. Sebenarnya jalan yang dilalui Sasuke murni insting dan dipilih secara acak. Tapi dewi fortuna sedang berpihak padanya. Ia menemukan gadis itu berjalan disekitaran lorong kelas satu. Orang-orang sedang ramai karena itu saat jam istirahat.

Sasuke merasa dirinya mendapat dorongan yang kuat ketika ia berlari, menarik gadis itu supaya berbalik, lalu memakaikan jasnya pada sang gadis dengan sekali ayunan.

Gadis didepannya tampak kaget. Matanya menyiratkan tanda tanya yang sebenarnya agak malas Sasuke jawab.

"Pakai jasnya, dan ganti bajumu," desisan kesal itu meluncur begitu saja tanpa bisa ditahan. Perasaannya berubah kesal entah kenapa. Bisa-bisanya gadis itu berjalan santai disekolah dengan baju tembus pandang seperti itu?

Awalnya Sasuke tidak sadar karena dus berisi angklung tadi menghalangi tubuh bagian depannya, sementara bagian belakang tertutupi rambut panjangnya. Sasuke untuk alasan yang tidak ia pahami bersyukur dalam hati. Tapi saat gadis itu pergi, bagian yang tidak tertutupi apapun itu terekam jelas di ingatannya. Dan itu sangat mengganggu-karena pikirannya terus berputar bahwa bukan hanya dia yang akan melihat pemandangan itu.

"G-gomen," terlambat sadar, gadis itu menunduk. Menyembunyikan warna merah yang merambat sampai ketelinganya.

"Terserah," kenapa minta maaf padanya?

Sasuke berbalik melangkah pergi. Dirinya berharap supaya tidak bertemu lagi dengan gadis itu.

"A-aku akan kembalikan jasmu!"

Tapi Sasuke meminjamkan jasnya bukan tanpa alasan. Otaknya boleh jadi menolak, tapi hatinya berkata lain. Dengan senyum tipis yang terukir diwajah rupawannya, siapapun bisa menyadari kalau pemuda raven itu mengharapkan pertemuan selanjutnya.

.

.

Sasuke kemudian mengenali sang gadis bernama Hyuuga Hinata. Meski dari keluarga biasa, kecerdasannya membuat gadis itu mendapatkan beasiswa di Konoha High. Pertemuan berikutnya Sasuke mengatur sedemikian rupa di ruang musik. Meski sedikit melenceng, tapi dia berhasil mendapatkan tujuannya.

Bertemu setiap jam istirahat kedua di ruang musik.

Hinata dengan alasan kabur entah dari siapa, dan Sasuke dengan alasan sebagai anak yang kesepian.

FLASHBACK [OFF]

Itu kenangan yang sangat manis. Sasuke bertemu dengan Hinata dalam keadaan baik dan kesan yang bagus. Tapi semuanya...

Sasuke menunduk. Dahinya mengerut dalam dibawah bayang-bayang lampu tidur dikamarnya.

Tapi semuanya berubah berantakan... gara-gara mereka. Naruto dan Gaara.

Adalah tidak mungkin jika ia berkelahi lagi seperti dulu karena seorang gadis. Instead, sudah terlambat baginya untuk bertindak.

.

.

.

.

tbc..?

.

.

Morning, minna! Hehe... maaf lama beudd apdetnya. Gomenne baru nongol! Hehe. Disini awal pertemuan ketiganya diulas. Wah..., watashi ngga menyangka pertemuan mereka seperti itu. #geleng-geleng *padahal yang bikin*. Watashi sempat bingung dengan jalan cerita dan bagaimana latar mereka bertemu. Syukurlah ada pencerahan. Mungkin sedikit maksa, tapi yang penting ada motifnya. Hehe. Meski begitu, kejadian dimana Hinata merasa terpuruk belum dibuka dan masih jadi misteri soal video yang dilihat Ino.

Mungkin alurnya kecepetan ya... apalagi yang scene SasukexHinata. Padahal watashi ingin lebih serius, tapi, otak watashi tersugesti supaya cepat selesai. Mau gimana lagi.., watashi ini orang yang setengah-setengah soalnya/

Maaf banyak bacotannya~~

Oke, segitu aja. Mohon review dan kritiknya :v Watashi orang yang lelet soalnya. Hahaha...

By the way, thank's buat :

Uchiha hana hima, Anggi575, Shizuka-chan, Toro Kun, Gume, Kenda Asuka, BA-san, WhiteLD, Ana-san,

Salsabilla12, HipHipHuraHura, Miwa03, hikarishe, hinatahime611, .5,

Mgumi Amethyst, Morita Naomi, LangitKhatulistiwa,

Morita Naomi, Harumi Tsubaki, Guest-san, SomeOne-san, skioeoizx, myzmsandraa99

Dan kamu yang udah baca!

Sampai ketemu di next chapt!

.

.

.

Regrats,

Dafrilioun.