Naruto Fanfiction!
Belongs to ©Masashi Kishimoto
OVER ©Hamudihabibi
.
Warn : Harem!Hinata. Udah kasih tau…, bagi yang anti, silahkan tekan Back.
OOT;OOC;GaJe;TYPO;And Many more.
Don't Like Don't Read.
.
Aku tidak pernah mempermainkan siapapun. Sekarang, saat mereka mempermainkanku, aku biarkan takdir yang mempermainkan mereka.
.
.
Chapter 1
Hinata berdiri dengan gamang. Kakinya lemas tak bertenaga namun ia tahu tidak bisa pingsan disini. Ia punya tugas, mengantarkan tas seperti yang diminta Naruto, dan juga poster milik Gaara yang sempat tertinggal dikelas. Teman-temannya.. lalu kalimat-kalimat yang didengarnya tadi kembali berputar dikepalanya. Benarkah? Benarkah? Benarkah semuanya…?
Seolah apa yang dilalui Hinata selama dua tahun ini adalah permainan. Hinata tidak pernah merasa terkhianati seperti ini. Hatinya lebur tak bersisa. Kepercayaan yang sudah ia tekankan ternyata hanyalah kepalsuan.
Hidoi.
Betapa mereka tega mempermainkan hati Hinata. Jadi semua yang dilaluinya sudah direncanakan? Semuanya!
Hinata menggigit pipi bagian dalamnya untuk menahan isakan yang justru membuatnya malah tersedak. Tubuh gadis itu merosot jatuh hingga berjongkok disamping pintu ruang karaoke yang sudah mulai terdengar ramai kembali. Tangannya bergetar menyentuh wajahnya sendiri, berusaha menghentikan air matanya yang turun tak hentinya.
Baka.
Betapa Hinata bodoh karena tak menyadari semua sandiwara ini.
Hinata merasa seperti gadis yang tak memiliki harga diri. Ia merasa murahan. Dioper setiap waktu seperti barang. Menjadi cemoohan satu sekolah. Dibenci para anak perempuan. Bertahan untuk 'mereka' yang menahannya dengan alasan butuh dirinya dan segala kepalsuan lainnya.
Mereka hanya berteman tidak lebih dari 3 bulan. Apa yang Hinata pikirkan?
Haha.
Gadis itu merasakan dorongan untuk tertawa yang sangat keras. Menertawakan kedunguan dirinya atas semua ini.
Cukup.
Hinata tidak ingin lagi.
Hinata tidak ingin lagi mengenal mereka. Ia tidak ingin lagi mengalami hal yang sama.
Mereka boleh tertawa di atas penderitaan Hinata sekarang. Hinata tidak akan membalasnya.
Tapi Hinata berjanji.
Tidak pernah ia akan melupakan ini. Dan ia akan menghargakan kesempatan kedua semahal-mahalnya.
Bukan kepercayaan diri yang membuatnya berjanji seperti ini. Tapi sebuah keyakinan.
Dan ia yakin waktu akan berpihak padanya.
Hingga saatnya tiba, Hinata memilih untuk menulikan semua pendengarannya.
Tidak ada lagi Hinata yang dulu.
.
Keempat pemuda populer itu—Naruto, Sasuke, Gaara dan Shikamaru masih duduk didalam ruang karaoke. Keempatnya sepakat untuk bermain sebentar sebelum pulang. Kali ini bagian Naruto yang bernyanyi sementara tiga orang lainnya duduk dikursi panjang.
Gaara memilih memantik rokok dimulutnya. Sasuke mendecih mengejek gaya Naruto yang menurutnya norak. Sementara Shikamaru hanya menguap bosan. Sesekali ia menatap layar ponselnya. Menunggu pesan dari gadisnya meskipun ia tahu sia-sia karena mereka sedang terlibat pertengkaran.
Ahh—Sudahlah. Ini saatnya untuk melepas stress. Shikamaru mengambil sebotol cola lalu meneguknya dengan cepat, membuat Gaara disampingnya bersiul mengejek.
Keempatnya masih asik menikmati kesenangan mereka, hingga pintu ruang karaoke terbuka, menampilkan sesosok gadis yang beberapa bulan ini mengisi waktu bersama mereka.
"Oh, Hinata. Kau sudah datang? Ayo masuk. Tasku taruh saja," Naruto menoleh sekejap, lalu kembali pada layar LCD yang menggantung. Kembali bernyanyi.
"Hinata? Apa yang kau lakukan? Duduklah," Sambung Sasuke acuh tak acuh. Perhatiannya tertuju pada tab ditangannya. Mencari sesuatu yang menyenangkan seperti biasa.
"Hinata?" Shikamaru memanggil, namun tak ada pergerakan yang berarti. Gadis itu masih terdiam di depan pintu. Wajahnya tidak menunduk tapi matanya hanya menatap lantai. Gugup, bingung, namun secara bersamaan benci juga menggerogoti hatinya. Gaara melepas punting rokoknya dengan perlahan dan menekannya diatas asbak. Matanya tak lepas memandang satu-satunya gadis yang menjadi atensinya. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tidak bagus.
Hinata maju dua langkah, lalu tangannya mengangkat tas dan poster yang sebelumnya dititipkan padanya.
".. Aku hanya mau mengantarkan ini,"
Dan Gaara tahu ada yang tidak beres saat mendengar suara sang gadis yang sedikit serak.
"Kau tidak mau masuk?" Naruto yang belum menyadari menaruh myc, membiarkan lagu berputar lalu melangkah kearah Hinata.
Sedetik sebelum tangannya berhasil menggapai dua benda yang ada ditangan Hinata, dengan sengaja gadis beriris amethys itu menjatuhkannya, membuat Naruto terpekur dengan apa yang baru saja terjadi.
"Hinata? Kau baik-baik saja?" Naruto memandang kearah Hinata yang masih diam, tidak menjawab.
Pemuda dengan surai sewarna mentari itu melangkah mendekat, namun respon Hinata yang berjalan mundur menghentikan gerakannya. Membuat jantung Naruto berdetak tak nyaman, dan membuat tiga pemuda lainnya menahan napas.
Hinata menghindar, dari Naruto.
"Hinata, jangan seperti ini. Sangat tidak lucu. Cepat masuk!" Sasuke yang sudah merasa kesal akhirnya berkata, memerintah seperti biasa.
Namun Hinata tidak merespon.
Apa-apaan ini?
Gaara berdiri lalu berjalan cepat menarik pergelangan Hinata, menyeretnya untuk duduk. "Hentikan rengekanmu itu, Hinata!"
Namun Hinata dengan cepat menepisnya. Tidak kasar. Gerakannya lembut, namun berkesan tegas.
"Aku percaya kalian," Satu kalimat yang keluar dari bibir Hinata mengisi ruangan yang sudah beratmosfer tegang. Jemarinya saling menggenggam satu sama lain. Hinata tidak boleh menangis sekarang, atau mereka akan meremehkannya, lagi.
"Selamat. Kalian memenangkan game-nya," Senyum lemah Hinata terkembang beberapa saat, lalu melangkah pergi secepat yang ia bisa, sementara keempat pemuda itu kini terdiam.
Gaara kembali duduk. Pikirannya berputar kekejadian beberapa saat lalu.
"Dia tahu," Gaara berbicara pertama kali setelah hening yang cukup lama.
Tidak ada respon yang berarti. Para pemuda itu masih terdiam dengan pikirannya sendiri.
"Dia benar-benar pergi," Naruto berpaling dari kawan-kawannya lalu kembali menekan layar tv secara acak. Myc sudah kembali di tangannya.
"Kalau begitu kita 'kalah'," Sasuke bergumam sambil memainkan gelas kaca berisi es batu.
Detik berikutnya pemuda-pemuda itu tertawa terkecuali Shikamaru yang menggeleng, seolah kejadian barusan adalah hal biasa.
"Kalian sinting," Gumam Shikamaru yang justru membuat ketiganya semakin tergelak.
Seolah tidak terjadi apa-apa.
Mungkin, belum.
Hinata melangkah gontai masuk sekolah. Semangatnya sudah luntur sejak ia memasuki gerbang sekolah. Satu-satunya alasan ia tetap datang adalah untuk mengurusi surat kepindahannya. Tak dipungkiri, Hinata memang masuk sekolah orang kaya karena otak encernya. Membuatnya tidak harus mengeluarkan biaya. Meski begitu, Hinata tahu kalau ia sudah tidak bisa diam ditempat ini lebih lama.
Pandangan-pandangan menusuk itu sudah dilayangkan padanya sejak ia memasuki sekolah. Dulu, pasti keempat pemuda yang ia kira 'teman' akan mengajaknya untuk berkumpul bersama. Tidak penting, tapi setidaknya Hinata cukup tenang karena tidak semua orang menjauhinya. Hinata merasa ada karena dibutuhkan. Sekarang, setelah ia tahu alasan sebenarnya dibalik sikap mereka, Hinata tahu sudah tidak ada gunanya lagi ia diam di tempat ini dan membusuk. Hanya menyakiti dirinya sendiri. Ia masih bisa mendapat ijazah dan kerja meski sekolah disekolah biasa.
Meskipun tinggal setahun lagi menjelang kelulusannya. Hinata cari aman. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi setahun kedepan setelah Hinata tahu semua kebohongan yang ada disekolah elit ini.
Dan Hinata sadar ia tidak bisa terus cengeng.
Karena itu ia melangkah menyusuri lorong dengan mengangkat kepalanya. Mengabaikan orang disekitarnya dan tetap memandang lurus kedepan.
Lalu berhenti, saat seorang pemuda bersurai biru gelap berdiri didepannya. Seolah memang sudah mencegatnya—menunggunya untuk lewat disana.
"Hinata," Sapa Sasuke. "Selamat pagi," ucapnya datar, seperti biasa.
"Pagi juga, Uchiha-san,"
Ada banyak perubahan signifikan dalam 24 jam kurang—yang membuat Sasuke menyekat langkah kakinya yang baru mau melangkah.
Niat Sasuke hanya ingin menekan Hinata setelah kejadian kemarin, mengetes entah untuk apa, hanya Sasuke yang tahu. Tapi Hinata justru menyapanya dengan tidak wajar. Nada yang kelewat datar dan.. 'Uchiha'? Sebagian benak Sasuke masih sangsi Hinata akan secepat ini berubah.
Namun Sasuke harus menerima kenyataan saat ia mengikis jarak, Hinata mundur selangkah seperti yang dilakukannya kemarin pada Naruto. Penolakan halus secara terang-terangan. Tidak ada air mata, ejekan, jejak tamparan, amukan, dan lain sebagainya.
Tenang, namun menyakitkan.
Dan Sasuke merasa ini tidak benar karena ia tidak terbiasa.
Ia tidak terbiasa dengan penolakan.
"Kupikir kau tidak datang kesekolah," Sasuke memutuskan menyimpan rasa penasarannya untuk dijawab nanti.
"Kau tahu aku anti dengan yang namanya bolos," Hinata menggulum senyum, meski tidak ada darinya niat untuk tersenyum.
"Kau benar," Sahut Sauske setelah diam cukup lama. "Sampai ketemu istirahat nanti," Sangat bukan Sasuke berbasa-basi seperti ini.
"Kau juga," meski ragu, Hinata tetap menyahut.
Keduanya melangkah saling bersinggungan. Baik Hinata dan Sasuke tahu, tidak akan sama lagi hari-hari mereka berikutnya.
Hinata melangkah keluar kelas, mengabaikan rasa sakit karena bahunya yang sengaja ditubruk salah seorang dikelasnya. Toh, ini sudah biasa.
Ia baru saja selesai mengikuti pelajaran dan sekarang sudah masuk waktu istirahat. Tsunade-sensei, kepala Sekolahnya mengijinkan Hinata untuk ikut kegiatan sekolah untuk hari ini. Sebenarnya, Tsunade-sensei mengijinkan Hinata untuk sekolah terus. Tapi Hinata menolaknya, dengan halus.
Tujuan Hinata tidak lain hanya satu. Mengisi absen didepan wajah keempat pemuda yang berhasil menghancurkan dirinya—memberitahukan kepindahannya. Atau mungkin salah satunya saja.
Untuk menunjukkan bahwa Hinata baik-baik saja.
Dan sebuah kebetulan, karena ia melihat sorang pemuda berambut nanas lewat tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Shikamaru," Hinata tidak membuang waktunya dan memanggil pemuda itu.
"Ada apa?" Pemuda Nara itu bertanya, sama sekali tidak membuang waktu. Keduanya berdiri diatap sekolah, menikmati semilir angin yang jahil membelai kulit. Shikamaru sudah memperingatkan Hinata sejak awal saat menerima beasiswa disekolah elit ini. Dan Hinata tahu Shikamaru adalah orang baik meski sikap carelessnya seringkali menyerempet hatinya.
"Terimakasih buku catatannya. Aku sudah menaruhnya di atas mejamu," Kata Hinata pelan. Keduanya berdiri cukup jauh.
"Aku tahu kau datang bukan untuk bicara ini,"
"Kau benar,"
"Jadi?" tidak berniat membuang waktu lebih lama lagi, Shikamaru mendesak Hinata untuk cepat bicara.
"Aku akan pindah,"
Hening. Shikamaru memasang wajah tenangnya, meski jantungnya sempat kaget.
"Kapan?"
"Hari ini,"
"Tapi tinggal setahun—,"
"Itu waktu yang lama,"
Merasa percuma, Shikamaru akhirnya memilih mengorek informasi sebanyak-banyaknya.
"Kenapa?" Tanya Shikamaru lagi meski matanya tidak lepas memandang jauh kedepan.
"Kau tahu kenapa."
"Kenapa kau memberitahuku?"
"Bukannya tadi kau yang mau tahu?" Hinata balik bertanya, membuat pemuda Nara itu kesulitan. Baiklah, tenang. Kenapa ia jadi panik begini?
"Kenapa kau pindah?"
"Aku sudah tidak bisa sekolah disini,"
"Kenapa?"
Hinata terkekeh pelan. "Kau sangat lucu. Dari tadi terus bertanya 'kenapa',"
"Aku serius, Hinata," tekan Shikamaru, membuat tawa Hinata mereda.
"Shitteru yo," Hinata menatap balik Shikamaru lalu tersenyum lembut. "Aku tidak bisa.. maksudku.. aku tidak ingin lagi diam disini. Kurasa sudah cukup aku jadi bahan tertawaan semua orang," Lalu kembali menghadap kedepan.
"Aku harus membela diriku, Shikamaru-kun. Setiap detik yang kuisi disini hanya sebuah kepura-puraan yang sia-sia untukku pada akhirnya. Kau tahu benar apa yang kumaksud,"
Shikamaru memilih diam.
"Kau.. tidak marah padaku?" Shikamaru menekan harga dirinya hanya untuk sekedar bertanya tentang ini. Ia tidak tahu, tapi Shikamaru ragu mereka akan bertemu dalam waktu dekat.
Hinata menanggapinya dengan tertawa kecil.
"Masaka. Kalian sudah mengisi hari-hariku disini. Cukup menyenangkan, walaupun berakhir menyakitkan," Dan Hinata tahu. Setidaknya, Shikamaru mencegahnya, atau memberitahunya yang sebenarnya. Tapi tidak. Entah karena terikat solidaritas atau lainnya. Hinata tahu, Shikamaru juga tidak jauh berbeda dengan teman-temannya. Karena itu,
"Aku hanya tidak ingin lagi mengenal kalian,"
Kalimat itu berhasil memukul dada Shikamaru.
Dingin, datar, tak berhasrat. "Ini menyakitkan, kau tahu? Tidak mungkin sakitnya hilang begitu saja setelah seharian aku menangis,"
Dan itu adalah curhatan Hinata.
"Aku ingin melupakan sakit ini. Aku ingin lupakan kalian," lirih gadis indigo pelan.
Hinata kembali menghadap Shikamaru, dan nadanya yang seperti biasa kembali.
"Karena itu, dari sini aku akan melupakanmu. Dan 'semuanya'," Senyum itu terkembang lagi. Tapi Shikamaru tidak merasa ada dorongan dalam dirinya yang ingin tersenyum. Ia masih memikirkan makna kalimat 'semuanya' yang Hinata maksud.
Apakah ia dan teman-temannya ? Ataukah semua tentang sekolah ini? Entahlah.
Ragu, Shikamaru melangkah. Hinata masih diam ditempatnya. Jarak keduanya hanya terpaut dua meter. Dan Shikamaru merasa lega karena Hinata tidak menghindarinya, seperti yang dilakukannya pada Naruto.
"Semoga berhasil," Shikamaru mengucapkan kalimat perpisahan.
"Kau juga,"
Hinata berpikir sepertinya ia akan memotong rambut panjangnya. Mungkin sebahu kurang sedikit. Kata orang sih, membuang kesialan. Mungkin benar.
Yang pasti, Hinata melakukannya karena ingin membuang dirinya yang tertindas, tak berdaya, dan tak bisa melawan.
"Kalian tahu dimana Hinata?" Naruto berujar gusar dengan nafas terngah-engah. Diruang club musik mereka, seperti biasa, hanya ada Sasuke dan Gaara yang tersisa. Shikamaru biasanya menghilang untuk tidur siang. Atau minta jatah dibelai pada kekasihnya.
"Gaara, kau bertemu Hinata tidak?"
"Hari ini belum," Pemuda dengan tato 'Ai' didahinya itu menyahut pelan. Sesekali jarinya memetik senar gitar yang masih disetelnya.
Sasuke yang merasa jadi orang pertama dan terakhir bertemu gadis indigo itu menyahut.
"Aku bertemu dengannya sebelum bel masuk,"
"Benarkah?" Tanya Naruto lagi.
"Ya..," Tapi dia menghindariku.
Sasuke memejamkan matanya. Haha. Ternyata sakit sekali rasanya ditolak. Dan lagi, apa-apaan penolakan dengan raut wajah sialan itu?
"Aku akan lihat kekelasnya," Baru saja Naruto hendak berbalik, tubuhnya menubruk seseorang yang kelihatannya beberapa saat sudah berdiri dibelakang Naruto.
"Whoaa Shika! Apa-apaan kau? Menghalangi saja! Awas! Aku ada urusan mepet!" Sahut Naruto. Tapi Shikamaru mengabaikan Naruto, masuk ke club lalu duduk dengan raut wajah yang tak bisa diartikan.
"Kau tidak tidur?" Tanya Gaara mempertanyakan kebiasaan pemuda Nara yang biasa dilakukannya.
"Aku tidak nafsu,"
Dikira makan!
"Shika? Apa terjadi sesuatu?" Tanya Naruto yang paling peka melihat keadaan temannya.
"Uhm..," Shikamaru menghela napas panjang. "Kalian tahu kalau Hinata pindah?"
"APA?!"
"Apa?"
"…" Gara menoleh kearah Shikamaru dengan dahi berkerut halus. Gitar dipangkuannya ditepikan dengan hati-hati sementara tatapannya tak beralih dari si pemuda Nara.
"Kalian tidak tahu," Itu bukan pertanyaan. Shikamaru mengangguk-angguk. Jadi hanya dia yang Hinata beri tahu.
"Tapi aku masih melihatnya pagi tadi. Malah sempat mengobrol," Sanggah Sasuke meski sedikit tidak benar, karena ia hanya mengucapkan salam.
"Aku baru mengobrol dengannya," Balas Shikamaru sambil memutar bola matanya.
"APA?!" Naruto membulatkan kedua matanya.
"Apa?"
"Kau baru bertemu dengannya?" Gaara menyuarakan isi hatinya.
"Ya. Dia bilang dia akan pindah,"
"Apa hanya itu?" tuntut Sasuke.
Shikamaru diam sejenak.
"Shikamaru!" Sentak Naruto. Tidak peduli kini Sasuke dan Gaara menatap aneh kearahnya.
"Dia bilang tidak ingin mengenalku, mengenal kalian," Jeda. "Mengenal kita semua,"
"Lalu?" Kali ini Gaara yang menuntut.
"Ahh.. tidak tahu. Kalian tanya sendiri saja orangnya! Mendokusai. Memangnya ini wawancara, apa?" Shikamaru memilih berbaring di sofa dengan satu lengan menutup matanya.
Ketiga pemuda lainnya hanya terdiam.
"Kau sudah bertemu dengannya, ya. Uhm.. kalau begitu.., aku mau ke toilet saja," Naruto berbalik lalu melangkah pergi dengan santai. Meski hatiya kini ketar-ketir.
"Aku akan menemui Sakura dulu sebentar," Sasuke ikut bangun.
"Aku mau beli senar gitar," Gaara dengan kalem ikut berjalan keluar ruang club dengan kedua tangan didalam saku.
Hingga tinggal Shikamaru seorang yang bertahan. Tidak berniat ikut keluar dengan alasan basi untuk sekedar menemui si gadis indigo yang sudah tidak ada di kawasan sekolah.
"Kalian semua idiot," Gumam Shikamaru pelan. Kali ini ia mencoba untuk benar-benar tidur.
"Kaa-san?" Hinata menyahut di telepon.
"Uhm! Aku sedang distasiun. Sebentar lagi keretanya datang,"
"Tidak apa-apa. Lagipula barang-barangku sudah sampai duluan,"
"Iya, aku mengerti. Bilang pada Hanabi aku merindukannya. Dan juga ayah, dan kak Neji,"
Hinata lalu tertawa. Tak lama, kereta yang ditunggunya datang.
"Kaa-san, keretaku datang. Aku akan sampai dirumah malam nanti. Kuharap keretanya tidak macet,"
"Aku juga sayang Kaa-san,"
Sambungan telepon diputus. Hinata menarik sisa barangnya yang tinggal sekoper. Memilih merantau untuk belajar mandiri, Hinata tidak menyangka ia akan pulang diwaktu yang tanggung. Sekarang Hinata sangat sadar seberapa lemah dirinya.
Selamat tinggal kota baru. Saatnya kembali pulang ke kota yang lama[]
.
.
.
Tbc
.
APUAA INIIIIIIIII?!
Hallo readers selamat siaang :3
Mungkin fanfic ini agak ngebass beberapa chara.. tapi ngga terlalu jelas juga. -..-
Dan ini masih bingung. Apakah Hinata akan dipasangkan sama salah satu dari empat cowok itu, atau ada character baru yang muncul dichapter selanjutnya. Watashi masih bingung.
Denger deh, watashi ikut conversation sama temen.
T(emen): Halo hamud. How are you today?
H (Hamudi): Hai T! I'm fine thank you. And you?
T : I'm fine too thank you. And you?
H : *bengong* I.. Im fine thank you… and you?
T : I'm very very fine thanks and you?
H : (dari sini grammar udah kacau) Im veryvery okey and you ?
T : Im reallyreallygood and you?
H : im veryveryverygoodfineokey are you crazy(harusnya kalimat berakhir disini :v) and you?
T : No, Im waras! You are crazy! Not me! And you?
Sekian percakapan super gajelasnya. Percakapan tersebut berlanjut semakin simpang siur.
Terimakasih sudah mampir&baca :*
RnR?
Regrats,
HamudiH