Disclaimer : Masashi Kishimoto
Rate : T
Genre : Romance, Family
Pair : Sasuke x Hinata
~ Oh! ~
WARNING : AU, TYPO'S, NO BAKU, CRACK PAIR, EYD amburadul, OOC super akut, ALUR CEPAT, OC, Dll.
.
.
.
.
.
X0X0X0X0X0X0X0X
Hinata melihat takjub pemandangan alam yang tersuguh didepan mata karena sejauh mata memandang pepohon hijau serta padang bunga diatas bukit terlihat jelas dari balkon villa milik sang suami yang berada ditengah pegunungan, mereka berdua baru saja sampai satu jam lalu namun Hinata merasa senang dan antusia ingin melihat pemandangan berbeda hal dengan Sasuke yang saat ini tengah berada dikamar mandi tengah membersihkan diri setelah menempuh perjalan jauh.
Seperti janji Sasuke satu bulan lalu yang akan membawa pergi Hinata bulan madu setelah kejadian heboh membuat mereka berdua masuk berita dan menjadi headline berbagai majalah ternama tapi bukan namanya Sasuke jika tidak bisa membungkam media masa mengenai dirinya beserta sang istri, tak butuh waktu lama berita itu hilang terganti dengan berita lainnya terlebih pengacara Sasuke mengurus segalanya agar publik tidak mengetahui jati diri Hinata hingga lulus sekolah.
Hinata memilih berdiri didepan balkon menikmati pemandangan serta udara segar pegunungan sebuah hal yang tak bisa didapatkan saat berada di kota besar seperti Tokyo.
"Hime," panggil Sasuke yang baru keluar dari kamar mandi hanya mengenakan celana panjang hitam dengan handuk putih menggantung dileher.
Iris kelamnya menatap sekeliling mencari sosok mungil sang istri dan saat melihat ke arah balkon ia menemukan gadis bersurai indigo panjang tersebut tengah asik dengan dunianya sendiri menikmati pemandangan pegunungan.
"Apa yang sedang dilamunkan oleh istriku ini," gumam Sasuke seraya memeluk tubuh Hinata dari belakang.
Tubuh Hinata menegang kaku saat lengan kekar Sasuke mendekap erat pinggangnya tak hanya itu dagu lancipnya diletakkan diatas pundak bahkan aroma mint dari shampo yang dipakai Sasuke bisa tercium jelas.
"Ka-kau sudah selesai Sasuke-kun," Hinata mengelus pelan lengan sang suami.
"Hm," sahutnya pelan.
"Udara diluar dingin dan sebaiknya kau pakai baju agar tak masuk angin,"
"Tapi tubuhku terasa hangat saat mendekapmu seperti ini," Sasuke semakin mengeratkan dekapannya bahkan sesekali mencium pundak Hinata.
Hinata mendesah cepat mendengar gombalan sang suami, memangnya dia pikir kalau ia adalah penghangat ruangan yang membuat tubuh terasa hangat serta nyaman.
"Cepat pakai bajumu, atau mau aku pakaikan seperti anak bayi," omel Hinata.
Sasuke menyeringai, "Ide bagus,"
"Ekh!" Hinata terlonjak kaget karena ternyata perkataannya malah membuatnya terjebak.
"Ta-tapi..."
"Kalau kau tak mau memakaikan aku baju seharian ini aku akan bertelanjang dada dan jika sakit kau yang harus bertanggung jawab merawatku hingga sembuh," kata Sasuke setengah mengancam.
Hinata memutar bosan matanya, ia memilih menyerah karena berdebat dengan Sasuke tak ada gunanya malah itu membuatnya semakin tersudut juga terjerumus dalam jebakan manis sang suami.
"Baiklah," desah Hinata pasrah.
Sasuke tersenyum senang seraya berjalan mengikuti langkah kaki sang istri yang menuntunya ke arah kasur.
"Duduk disini, aku akan mengambilkan baju untukmu," Hinata berjalan ke arah lemari lalu membuka dan memilih kaos mana yang cocok untuk digunakan Sasuke dan pilihan Hinata jatuh pada kaos putih polos panjang tanpa kerah.
Sementara itu Sasuke duduk diam dipinggir kasur menunggu sang istri memakaikan baju untuknya, "Kenapa lama sekali, cepatlah disini dingin," Sasuke berpura-pura kedinginan.
"Ya," Hinata berjalan cepat ke arah Sasuke dengan kaos ditangan.
Layaknya seorang anak kecil Sasuke diam saat Hinata mulai memakaikan baju, sikapnya memang kekanak-kanakkan jauh berbanding terbalik dengan pribadinya yang dingin, ketus dan tanpa ekspresi saat berada dikantor, didekat anak buah serta rekan-rekannya hanya disamping Hinatalah dirinya bersikap manja layaknya anak kecil bahkan menyunginggkan senyuman lebar sebuah ekspresi langka yang jarang dilihat orang.
"Apa kau lapar, Hime?" Sasuke mendongakkan wajah menatap Hinata.
"Belum,"
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita berjalan-jalan di sekitar vila," ajak Sasuke.
Hinata tersenyum lalu mengangguk senang, "Tapi sebelum itu kau harus mandi karena tubuhmu bau," Sasuke menutup hidung berpura-pura merasa bau berada didekat Hinata.
Kedua pipi Hinata menggembung dan raut wajahnya berubah masam karena dibilang bau padahal ia masih merasa wangi walau badanya sedikit berkeringat.
Sasuke tersenyum melihat ekspresi kesal sang istri yang begitu menggemaskan membuatnya mencubit kedua pipi gembil Hinata, "Walaupun tubuhmu bau aku tetap suka,"
Kali ini wajah Hinata bersemu merah, "Da-dasar gombal," rutuknya seraya pergi berlari ke arah kamar mandi.
Sasuke terkekeh melihat reaksi Hinata yang berlari masuk ke kamar mandi dengan wajah merona merah, "Hime, mau aku gosokkan punggungmu?" tawarnya dengan nada menggoda.
"Ti-tidak perlu!" teriak Hinata dari dalam kamar mandi.
"Kalau begitu aku keluar sebentar dulu Hime, jika kau membutuhkan apa-apa panggil saja pelayan,"
"Ya."
Sasuke pergi sebentar ke taman bunga milik mendiang sang ibu mengingat sudah hampir empat tahun tidak datang dan melihat hanya menyerahkan segalanya pada para pelayan untuk merawat.
Tak selang berapa lama setelah kepergian Sasuke ke taman, sebuah mobil mewah berwarna hitam metalik berhenti didepan vila saat pintu mobil dibuka oleh supir seorang pemuda bersurai hitam dengan kulit pucat turun dari mobil, melihat kedatangan pemuda tampan tersebut para pelayan langsung mengambil koper miliknya dan membawanya kedalam vila.
Iris kelam miliknya menatap seluruh vila yang beberapa tahun ini tak dikunjungi namun tak banyak perubahan terjadi karena masih tetap mempertahankan gaya arsitek Jepang kuno favorit mendiang sang kakek.
Langkah jenjangnya mulai masuk ke dalam vila, para pelayan langsung berdatangan ketika mengetahui pemuda tampan ini masuk mereka semua memberi salam dan menyambut kedatangannya dengan ramah dan penuh hormat, "Selamat datang Sai-sama," sambut para pelayan.
"Bisakah kalian membuatkan Latte dan membawakannya ke kamar,"
"Baik, akan kami sediakan,"
Tubuh Sai sedikit pegal juga lelah setelah menempuh perjalanan panjang dari Amerika ke Jepang terlebih dari bandara ia harus kembali duduk didalam mobil hingga sampai ketempat ini, salah satu vila milik keluarga Uchiha untuk menenangkan hati serta pikirannya.
Kamar dilantai dua yang menghadap langsung ke perkebunan dipilih Sai untuk beristirahat dan saat masuk ke dalam kamar samar-samar kupingnya mendengar suara gemericik air didalam kamar mandi menandakan ada seseorang didalam.
"Apa dia ada disini?" Pikirnya.
Merasa penasaran siapa yang tengah mandi, Sai mencoba menunggu dan ketika orang itu keluar Sai langsung menerjang memeluknya karena berpikir kalau yang keluar adalah Sasuke.
"Aku merindukanmu!" ucapnya seraya memeluk erat Hinata.
Wajah Hinata merona merah bercampur panik ketika tubuhnya tiba-tiba dipeluk pria asing dari belakang, "Hyaaaa!" teriak Hinata histeris.
Dengan cepat Hinata langsung membanting tubuh Sai membuat pemuda bersurai hitam itu jatuh tak sadarkan diri, para pelayan berlarian berdatangan ke kamar mendengar sang Nyonya menjerit termasuk dengan Sasuke yang lari sekuat tenaga mendengar sang istri menjerit padahal baru ditinggal sebentar.
"Ada apa Hinata-sama?" tanya para pelayan panik bercampur cemas.
"A-ada orang asing mesum di kamarku," pekik Hinata.
Para pelayan kaget melihat Sai tergeletak tak sadarkan diri, "Sai-sama!!"
Hinata terdiam sesaat, kedua matanya berkedap-kedip mencerna perkataan para pelayan.
"Apa?! Sai-sama?" pikir Hinata dalam hati.
Iris bulan miliknya melirik Sai dan ada perasaan bersalah mengganjal dihati karena sudah membanting pemuda berkulit pucat tersebut, tapi siapa suruh memeluknya dari belakang membuatnya kaget, jika Sasuke yang melakukan mungkin akan lain ceritanya.
"Ada apa Hime?" tanya Sasuke panik, nafasnya terlihat terengah-engah karena berlari kencang dari taman ke kamar.
"I-itu..." Hinata menunjuk ke arah Sai yang tak sadarkan diri.
Iris kelamnya membulat sesaat, "Sai?!" serunya kaget.
~000~
Hinata menundukkan wajahnya dalam malu sekaligus takut menatap pemuda berkulit pucat yang saat ini tengah duduk disofa panjang dengan menggengam sekantong es batu mengompres dahi yang benjol karena bantingan Hinata satu jam yang lalu dan disebelahnya Sasuke duduk tenang menatap pemuda tampan dengan iris kelam sama sepertinya, salah satu ciri khas keluarga Uchiha.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Sasuke membuka pembicaran.
"Bisa lihat sendiri," Sai menunjukkan kepalanya yang benjol.
"Ma-maafkan aku..." cicit Hinata penuh sesal.
"Kata maaf tak bisa menyelesaikan segalanya, Nona dan kau harus membayar mahal,"
"A-aku..."
"Dahimu hanya benjol jangan terlalu berlebihan seperti itu," Sasuke membela sang istri.
"Kau membelanya,"
"Memang kenapa?"
"Kenapa kau malah membelanya dan aku jadi penasaran memang siapa gadis disampingmu itu?" tunjuk Sai.
"Istriku dan namanya adalah Hinata Uchiha," Sasuke memperkenalkan sang istri pada pemuda berkulit pucat bermata kelam tersebut.
Sai langsung bangkit dari duduknya dan menatap bingung Sasuke, "Jangan bercanda denganku,"
"Aku tidak bercanda kami memang sudah menikah secara resmi kau bisa mengeceknya di catatan sipil,"
Sai memijit keningnya, "Ya, ampun!" keluhnya.
"Kapan kalian menikah? Dan mengapa tidak memberitahukan hal ini pada ayah dan ibuku,"
"Aku lupa tapi saat libur natal nanti aku berencana pergi mengunjungi kalian sekaligus memperkenalkan Hinata tapi sepertinya aku tak perlu repot-repot melakukannya karena kau pasti menyampaikannya pada Aniki,"
Hinata yang sedari tadi menunduk diam kini menolehkan wajahnya menatap sang suami penuh tanya, "Sai adalah keponakanku, dia anak dari kakak laki-lakiku Itachi dan usianya baru menginjak tiga belas tahun," jelas Sasuke yang mengerti ekspresi wajah Hinata.
Kedua mata Hinata membelalak sempurna bahkan mulutnya ikut terbuka saat sang suami mengatakan kalau pemuda dihadapannya ini masih berusia tiga belas tahun padahal perawakan tubuhnya seperti remaja dewasa pada umumnya ditambah tubuhnya lebih tinggi dari Hinata. Reaksi dari Hinata sudah tak aneh bagi Sasuke karena siapapun pasti akan merasa kaget dan tak mempercayai kalau keponakannya ini yang sok bersikap seperti pria dewasa masih bocah atau bisa dikatakan dibawah umur.
"Apa memang remaja luar negeri bertubuh besar seperti ini." Pikir Hinata memandang syok Sai.
Hinata memandang Sai dengan ekspresi wajah syok karena tak mempercayai kalau keponakan sang suami bisa tumbuh secepat ini.
"Kalau begitu aku akan meperkenalkan diri, namaku Sai Uchiha. Salam kenal bibi Hinata." Ujar Sai dengan tersenyum palsu.
"I-iya, salam kenal juga." Balas Hinata gugup.
Karena kejadian ini Sasuke tidak jadi mengajak Hinata pergi berjalan-jalan mengelilingi vila ditambah hujan turun dengan deras membuatnya tetap harus berada di dalam kamar tak bisa kemana-mana.
Setelah makan malam Hinata kembali ke kamar dan langsung tertidur pulas tak lama setelah berganti pakaian mengenakan piyama, Sasuke masuk kekamar setelah berbicang-bincang dengan sang keponakan diruang tamu membicarakan banyak hal termasuk Hinata karena Sai sangat penasaran bagaimana bisa pamannya yang irit kata, minim ekspresi dan berhati sedingin es itu menikah terlbebih istrinya masih bisa dibilang gadis belia, usiannya pun tak jauh dari Sai walau lebih tua Hinata.
Tapi Sasuke adalah pria penuh misteri tak ada orang yang bisa menebak isi pikirannya bahkan ayahnya sekalipun mengingat sifat pria bersurai raven itu begitu tertutup sekaligus pendiam.
"Sudah malam, sebaiknya kau beristirahat,"
Sai melirik ke arah jam besar disudut ruangan, "Ini baru jam sebelas paman," rajuknya dengan nada manja.
"Aku tahu," sahut Sasuke.
"Tak biasanya paman tidur di jam segini,"
"Aku tak mau meninggalkan Hinata sendirian di kamar lama-lama,"
Sai tersenyum penuh arti, "Oh, aku tahu, pasti kalian ingin bermesraan'kan dikamar?" goda Sai jahil.
"Mau tahu saja, sudah sana tidur." Sahut Sasuke dengan rona merah tipis di wajahnya.
Jika saja apa yang dikatakan Sai benar adanya kalau ia ingin bermesraan dengan sang istri tapi nyatanya sampai saat ini Sasuke belum pernah menyentuh Hinata hanya baru sebatas memeluk dan menciumnya tak lebih kalaupun ingin lebih dari itu ia merasa takut kalau nanti sang istri menolaknya karena belum siap.
Sasuke ingin menunggu sampai Hinata siap memberikan segala miliknya untuknya tanpa adanya paksaan dan selama apapun ia akan menunggunya tapi sampai Hinata lulus sekolah karena ia juga butuh seorang keturunan untuk meneruskan nama keluarga serta kekayaannya.
Ketika masuk kamar kedaan didalam sudah gelap dan Hinata terbaring lelap diatas kasur dengan menyelimuti tubuhnya dengan kain tebal, bisa dibilang cuaca malam ini terasa dingin hingga menusuk tulang tapi Sasuke tak membutuhnkan selimut tebal karena sudah memiliki penghangat alami untukknya siapa lagi kalau bukan Hinata.
Sasuke menarik tubuh sang istri kedalam dekapannya, "Selamat tidur, Hime." Ucapnya seraya mengecup puncak kepala Hinata sesaat sebelum memejamkan mata.
Keduanya tertidur lelap menikmati mimpi indah masing-masing dengan berbagai kehangatan satu sama lain tanpa menyadari kalau ada seseorang yang tengah menyelinap masuk kedalam kamar.
Tangan Sasuke yang sejak tadi melingkar di tubuh Hinata dilepas perlahan lalu dijauhkan tubuhnya dari gadis bersurai indigo tersebut hingga membuat ruang ditengah-tengah, merasa ada tempat ia langsung naik keatas kasur dan memposisikan diri ditengah-tengah lalu memeluk erat tubuh Hinata.
~(-)-(-)~
"Ugh!" Lenguh Hinata dalam tidurnya.
Nafas Hinata terasa sesak dan tubuhnya merasa berat seakan-akan ditimpa oleh sebuah beban berat padahal karena merasa penasaran dengan mata masih setengah terpejam disertai rasa kantuk luar biasa, Hinata mencoba menyalakan lampu kamar, melihat benda apa yang menimpa tubuhnya.
Ketika lampu kamar menyala samar-samar iris bulannya melihat seorang pemuda tengah asih tidur memeluk erat dirinya seakan-akan kalau tubuhnya adalah sebuah guling besar nan hangat, tentu saja hal ini membuat Hinata kaget sekaligus syok luar biasa.
"Sai!" seru Hinata.
Sasuke yang tengah terlelap tidur disamping sang istri terbangun padahal tengah asik bermimpi indah, "Ada apa Hime?" tanyanya dengan suara parau.
"Sa-Sasuke-kun..." Hinata menarik piyama tidur milik sang suami.
Sasuke menolehkan wajah kesamping dan betapa kaget dirinya menemukan sang ponakan, Sai tengah asik tertidur pulas memeluk tubuh sang istri.
"Astaga!" geram Sasuke.
Pria bersurai raven ini tak habis pikir bagaimana caranya Sai masuk kedalam kamar padahal seingatnya sudah dikunci dari dalam dan ternyata diam-diam saat mereka tengah terlelap tidur pemuda bersurai hitam itu menyelinap masuk lalu ikut tidur bersama di atas ranjang setelah membuka kamar menggunakan kunci cadangan.
Sai masih tertidur pulas dengan mimpi indahnya, tanpa tahu juga perduli dengan ulahnya membuat heboh Sasuke dan Hinata ditengah malam.
"Sai, bangun..." Sasuke mengguncang-guncangkan tubuh Sai tapi tak ada reaksi sama sekali.
Sasuke pun mencoba kembali membangunkannya dengan suara agak keras dan lagi-lagi Sai tidak bangun ataupun berpindah posisi malah semakin erat memeluk tubuh Hinata membuat pria bersurai raven ini kesal.
DUAKH~
Sasuke menendang tubuh Sai membuat pemuda bersurai hitam itu jatuh tersungkur ke lantai membuatnya langsung terbangun dari mimpi.
"Sakit~" rintih Sai seraya memegangi pinggangnya karena ditendang Sasuke.
"Siapa suruh tidur disini dan memeluk istriku, dasar anak nakal," omel Sasuke yang malah terlihat marah tidak menunjukkan rasa bersalah ataupun kasihan melihat sang keponakan jatuh terguling ke lantai.
"Aku bermimpi buruk tadi,"
Sasuke melipat kedua tangan di dada, "Lalu?"
"Biasanya ibu selalu tidur menemaniku agar tak bermimpi buruk lagi,"
Sasuke menghela nafas cepat, "Jadi itu alasanmu menyelinap ke kamar kami?"
Sai mengangguk pelan, "Aku merasa nyaman tidur memeluk bibi Hinata jadi biarkan aku tidur dengan kalian," ujarnya dengan wajah dibuat memelas.
"Tidak. Kau sudah besar dan sudah kelas dua SMA seharusnya tidur sendiri,"
"Apa!? Kelas dua SMA?" tanya Hinata kaget.
Sasuke melirik ke arah Hinata yang wajahnya terlihat kaget, "Sai loncat kelas karena kemampuannya otaknya diatas rata-rata anak seusianya tapi tetap saja kelakukan dan sifatnya seperti anak kecil, umur tak bisa membohongi," kata Sasuke ketus.
Kedua mata Sai berkaca-kaca menatap Hinata mencoba memohon pada sang bibi agar di ijinkan tidur bersama, "Aku takut tidur sendirian di kamar," rengek Sai manja.
"Tidak," tolak Sasuke tegas, "Tidur di kamarmu sendiri," sambungnya dengan ekspresi wajah kesal.
Sai menatap Sasuke dengan memperlihatkan pose puppy eyesnya yang biasanya akan selalu berhasil membuat luluh hati siapapun yang melihatnya termasuk sang paman.
Sasuke menghela nafas kembali melihat sikap manja Sai, "Kau membuat kepalaku pusing, Sai," geram Sasuke.
Hinata mengelus pelan pundak Sasuke mencoba menenangkan, "Biarkan Sai-kun tidur di sini untuk malam ini saja,"
"Tapi, Hime,"
"Sai itu masih kecil walau tubuhnya terlihat seperti remaja dewasa, lagipula dia adalah keponakanmu biarkan dia tidur disebelahmu jika kau tak mau dia tidur memelukku,"
"Baiklah," ujar Sasuke pasrah.
Sai langsung tersenyum senang, "Terima kasih paman, aku menyangimu."
Wajah Sai terlihat sumeringah senang karena di ijinkan tidur bersama tapi tidak untuk Sasuke yang merasa sangat terganggu dengan kehadirannya karena tidak bisa bermesraan dengan sang istri tercinta padahal biasanya ia akan tidur memeluk erat Hinata menghirup aroma lavender di tubuhnya tapi kini Sai malah memeluk dirinya menganggapnya bak guling besar yang hangat.
"Dasar anak manja." Batin Sasuke kesal.
Ulah Sai tidak hanya saja malam itu mengganggu waktu istirahat Sasuke dengan Hinata tapi juga merusak dan mengacau liburan bulan madu mereka berdua karena selalu mengganggu waktu berdua mereka hal hasil Sasuke selalu bertengkar atau adu mulut dengan sang keponakan karena dianggap pengganggu tapi sepertinya Hinata tidak terlalu peka malah terkadang membela Sai membuat pemuda berkulit pucat itu menjadi besar kepala bahkan tanpa segan-segan bersikap manja pada Hinata membuat Sasuke kesal sekaligus cemburu tentunya walaupun Sai melakukannya hanya untuk mengggodanya tapi tetap saja hatinya merasa panas.
"Sasuke-kun tunggu," Hinata berusaha mengejar sang suami yang melajukan sepedahnya cepat.
Sasuke tak mengidahkan teriakkan sang istri dan terus mengayuh sepedahnya, saat ini dirinya tengah kesal bercampur cemburu pada Sai karena sejak tadi Hinata terus memperhatikan keponakannya itu dibandingkan dirinya padahal niatannya mengajak sang istri ke vila keluarganya adalah bersenang-senang sekaligus berbulan madu berdua menikmati waktu berdua secara romantis tapi Sai datang mengacaukan segalanya. Sebenarnya Sasuke merasa tak enak hati bersikap cuek dan tak mempedulikan Hinata tapi saat ini hatinya tengah kesal disertai cemburu karena bagaimanapun ia ingin seluruh perhatian dan waktu Hinata hanya untuknya tak boleh ada yang lain.
"Akh~" pekik Hinata saat sepedah yang dikendarainya jatuh menabrak bebatuan membuat tubuhnya jatuh hampir masuk kedalam sungai jika saja Hinata.
Sasuke langsung menghentikan laju sepedahnya dan betapa kagetnya melihat sang istri jatuh hampir masuk ke sungai, dengan cepat Sasuke membuang sepedahnya kesamping dan berlari menghampiri dengan wajah panik.
"Hinata!"
Hinata mencoba bangun tapi kakinya terasa sakit karena tadi sempat tertindih sepedah membuatnya agak susah berdiri.
"Kau tak apa?" tanya Sasuke cemas.
"Ya, tapi kakiku sedikit sakit saat berdiri," jelas Hinata mengenai kondisinya.
Sasuke langsung menyelipkan kedua tangannya dikaki Hinata, menggendongnya ala tuan putri, "Aku akan membawamu pulang ke vila,"
"Tapi bagaimana dengan..."
"Dengarkan perkataanku, Hime,"
Hinata menunduk takut, "Baiklah,"
"Gadis pintar, kalau begitu kalungkan kedua tanganmu keleherku."
Hinata menuruti perkataan Sasuke bahkan menyenderkan kepalanya dibahu sang suami tak mempedulikan kalau mereka menjadi pusat perhatian banyak orang khususnya para ibu-ibu yang merasa iri sekaligus menggoda keduanya karena sikap Sasuke sangat romantis.
Dan dari jauh Sai melihat keduanya dengan senyuman lebar menghiasi wajah tampannya sepertinya usahanya menggoda sang paman berhasil, Sai berencana bersepedah mengelilingi desa membiarkan paman dan bibinya itu berduaan menikmati waktu mereka setelah seharian menjadi penganggu.
~(-_-)~
Saat Sasuke datang menggendong Hinata, para pelayan sedikit heboh sekaligus iri karena digendong mesra oleh Tuan mereka yang tampan. Sasuke langsung membawa Hinata ke kamar lalu merebahkannya di atas kasur tak lama para pelayan datang membawakan kotak obat.
"Maaf," ucap Hinata tiba-tiba.
Sasuke menyeringitkan dahi bingung, "Untuk apa?"
"Karena mengacuhkanmu seharian ini,"
"Oh, itu,"
"Kau marah padaku Sasuke-kun,"
"Tidak,"
"Tapi kenapa ekspresi wajahmu seperti itu,"
Sasuke memegangi wajah sang istri dan menatapnya dalam, "Jujur saja kalau sebenarnya aku merasa cemburu tapi melihatmu seperti ini membuat hatiku sakit dan cemas,"
"Jadi, kau memaafkanku,"
Sasuke tampak berpikir sejenak dan mencoba mencari-cari hukuman apa yang akan diterima Hinata, "Aku akan memaafkanku dengan satu syarat,"
"Kenapa harus pakai syarat,"
"Anggap saja ini sebagai hukuman,"
"Baiklah, apa syaratnya?"
Sasuke menunjuk bibirnya dan Hinata mengerti artinya.
Dengan malu-malu Hinata memajukan bibirnya.
Cup~
Hinata mencium singkat bibir tipis sang suami, "Su-sudah..." ucapnya malu.
"Tidak terasa sama sekali," raut wajah Sasuke terlihat berpura-pura kecewa karena Hinata mencium singkat bibirnya, "Lagi," pintanya dengan setengah merajuk.
"Ekh!"
"Ayo lagi, kenapa kau diam saja yang tadi tidak terasa sama sekali,"
"Tapi, aku..."
Sasuke langsung menarik tenguk Hinata dan mencium dalam bibir sang istri, awalnya Hinata kaget dan kedua matanya terbuka namun ia memejamkan mata menimkmati kecupan dalam sang suami.
Dan saat Pelayan hendak masuk kedalam kamar mereka mengurungkan niat mereka untuk mendekat karena tak mau menggangu aksi kedua Tuan dan Nyonya mereka.
.
.
.
.
.
.
"Akh~" rintih Hinata tertahan.
"Tahan sebentar, ini tak akan lama,"
"Tapi, Sasuke-kun rasanya sakit,"
"Aku tau tapi tahan sebentar,"
Hinata mengangguk pasrah, kedua matanya terpejam erat menunggu aksi sang suami melihat ekspresi wajah Hinata yang seperti itu membuatnya tersenyum kecil.
"Aku akan melakukannya cepat, jadi tahan sebentar."
Sasuke mengambil kaki Hinata yang sedikit bengkak lalu mengolesnya dengan balsem khusus milik keluarganya lalu membalutnya denan perban.
"Sudah," ucap Sasuke.
Hinata membuka kedua matanya dan mendapati kakinya sudah terbalut kain perban ternyata tidak terlalu sakit setelah dioles balsem tidak seperti beberapa waktu lalu rasanya sangat sakit seakan-akan tulang miliknya patah.
Jejak air mata masih membekas dipipi tembab Hinata, "Dasar cengeng," goda Sasuke seraya mengusap pipinya.
"Tapi tadi itu sangat sakit," rajuk Hinata.
"Dasar manja."
Hinata terkekeh kecil menanggapi, setelah membalut luka di kakinya Sasuke pergi kedapur sebentar untuk minum baru juga keadaan tenang dan damai tiba-tiba terjadi keributan lagi saat Sai pulang ke villa dengan menangis keras karena ternyata Itachi dan sang istri datang menjemput paksa Sai untuk pulang ke Inggris setelah diam-diam kabur dari rumah lebih tepatnya dari perjodohannya dengan seorang gadis bangsawan serta keluarga terpandang.
"Aku tak mau pulang ibu," rengek Sai memeluk erat tubuh Sasuke.
Sasuke sendiri hanya duduk diam dengan ekspresi wajah kesal tentunya, "Apa kau tak salah ingin menjodohkan Sai? Usianya masih muda dan ia bisa memilih gadis yang baik nantinya saat dewasa,"
"Gadis itu juga baik dan dari keluarga terpandang, memang apa yang kurang darinya?" tanya wanita bersurai ungu panjang tergerai ini.
"Tapi tetap saja kau tak bisa memaksakan kehendakmu, Sai bebas memilih pasangan hidupnya asalkan masih seorang gadis bukan pria," jawab Sasuke tegas membela sang keponakan.
"Sebagai ibu aku ingin yang terbaik untuk anakku, lagipula aku dan Itachi juga dijodohkan,"
Sasuke tertawa sinis, lalu menatap tajam serta mengintimidasi, "Apa kau bilang, ibu?" tanya Sasuke dengan nada sinis.
"I-iya memang apa yang salah dengan perkataanku,"
"Jangan kira aku selama ini diam tak berkomentar dan melakukan apapun, ak mengetahui segalanya kakak ipar," ujarnya dengan menyeringai.
"Dan jangan samakan Aniki dengan Sai, dia berhak memilih gadis yang dicintainya dan jika kau mengusirnya dari rumah aku akan menampungnya kalau perlu mengambil alih hak asuhnya," sambung Sasuke yang langsung membuat wanita bersurai ungu panjang itu marah.
"Sasuke kau..."
"Sudahlah, Yugao tenangkan dirimu," ujar Itachi setelah sejak tadi diam mendengarkan istri dan adiknya beradu mulut.
Sasuke menatap tajam ke arah Yugao dan mengintimidasi, "Kau tak berhak mengatur Sai ataupun siapapun dikeluarga ini karena akulah yang berkuasa," ujar Sasuke dingin.
Yugao mengepalkan tangan menahan gejolak emosi hatinya, memang sudah sejak lama ia tidak menyukai dan tidak akur dengan Sasuke sejak pertama kali bertemu, bahkan dengan tegas Sasuke menentang perjodohannya dengan Itachi. Saat pesta pernikahan digelar Sasuke tak nampak hadir dengan alasan ada urusan penting yang harus dilakukannya.
Kalau saja Sasuke bukan kepala keluarga utama Uchiha dan mewarisi lebih dari separuh kekayaan dari mendiang Fugaku dan Madara sudah sejak dulu Yugao akan menendangnya jauh-jauh.
"Sebaiknya kalian berdua istirahat saja, aku akan meminta pelayan untuk menyiapkan kamar dan besok aku juga Hinata berserta Sai akan pulang ke Tokyo,"
Hinata datang ke ruang tamu membawakan beberapa cangkir teh hijau dan camilan kue lalu memposisikan diri duduk disamping Sasuke dengan memangku nampan yang tadi bawanya.
Yugao melirik tajam ke arah Hinata, "Kenapa pelayan sepertimu ikut duduk disini?" bentak Yugao.
Sasuke langsung melingkarkan kedua tangannya dipundak Hinata lalu mendekapnya erat, "Jaga ucapanmu, dia adalah istriku,"
Wajah Yugao terlihat syok dan kaget luar biasa mendengar pengakuan Sasuke barusan, ia merasa rohnya seakan-akan lepas dari tubuhnya, "Ja-jangan bercanda Sasuke,"
"Tidak. Kami sudah resmi menikah hanya belum mengadakan pesta pernikahan saja dan maaf tidak memberitahukan hal ini padamu, Aniki,"
"Dasar kau ini, hal sepenting itu tidak kau sampaikan,"
"Maaf,"
"Siapa namamu, Nona?" tanya Itachi.
"Hinata, maaf baru memperkenalkan diri pada anda,"
"Jangan terlalu formal, anggap saja aku sebagai kakamu dan perkenalkan namaku Itachi lalu ini istriku, Yugao sejak Sai lahir kami tinggal di Inggris."
Sementara itu Yugao terlihat syok karena mengetahui sang adik ipar telah menikah padahal ia berencana akan menjodohkannya dengan adik sepupunya yang baru saja lulus kuliah dan kedatangannya ke Jepang juga sekaligus ingin membicarakan hal ini juga mengajak keduanya bertemu.
"Sial! Rencanaku gagal." Batin Yugao kesal.
~(-_-)~
Pagi-pagi sekali Sasuke, Hinata beserta Sai kembali ke Tokyo menggunakan kereta dengan perjalan pertama dan hanya berpamitan dengan Itachi, surat kepindahan sekolah Sai juga akan segera diurus Sasuke dan pemuda bermata kelam itu akan bersekolah dimana Hinata menimba ilmu.
Liburan bulan madu nan indah yang sudah sejak lama dibayangkan bahkan diimpikan Sasuke hancur berantakan karena tidak seindah bayangannya malah ia pulang membawa Sai untuk tinggal dirumahnya, entah keputusannya untuk membuat Sai tinggal bersama benar atau tidak tapi setidaknya ia bisa menyelamatkannya dari sikap semena-mena Yugao pada keponakannya.
"Ngh~" lenguh Hinata pelan.
Hinata menggeliyat pelan saat jari panjang Sasuke mengusap lembut pipinya, karena perjalan pulang mereka terlalu pagi dan Hinata sendiri masih mengantuk hal hasil didalam kereta Hinata tertidur menyadar pada sang suami sedangkan Sai duduk diam didepan Sasuke memandang nanar pemandangan diluar kereta dari balik kaca.
"Ayah, ibu." Lirihnya pelan.
Sebenarnya Sai tak ingin pergi jauh meninggalkan kedua orang tuanya dan tinggal bersama sang paman di Jepang tapi ia tidak mau dijodohkan dengan gadis yang tak dicintainya, jika harus menikah ia ingin denga gadis pilihan hatinya sendiri.
TBC
A/N : Mohon maaf karena saya menelantarkan Fic ini selama berbulan-bulan#Bungkuk badan dalam-dalam.
Jika merasa jalan ceritanya sedikit aneh dan tidak sesuai dengan imajinasi atau harapan kalian, mohon maaf karena memang saya sengaja membuatnya seperti ini dan kebutuhan jalan cerita.
Big Thank's to :
ana, , sasuhina69,Salsabilla12,Ayu493,sasuhinalways,ryeovy621,guess,Rapita Azzalia,ririn,hinataholic,Morita Naomi,NurmalaPrieska,HHS Hyuuga L, .
Terimakasih banyak sudah memberikan Riviewnya dan maaf tidak bisa membalasnya.
Untuk kelanjutan Fi ini saya tidak bisa janji cepat tapi akan diusahakan tidak terlalu lama menelantarkan maklum saya Author yang menulis tergantung suasana hati juga jika ada waktu luang.
Fic ini jauh dari kata sempurna apalagi bagus tapi saya ingin mengucapkan terima kasih kepada siapapun yang sudah mau membaca Fic ini.
Selamat tahun baru walau masih dua hari menuju tahun 2017 dan semoga ditahun depan lebih baik lagi ^^
Ogami Benjiro II