Title : Gone

Cast : Wu Yi Fan, Huang Zi Tao and OC

Genre : Hurt/Comfort, Sad, and Drama

Rated : T+

Warning : Out Of Character, OC, Death-Chara, Yaoi, BoyxBoy, Typo(s), alur berantakan/?, cerita bikin bosen+mual XD

Disclaimer : Semua pemeran milik Tuhan, orang tua dan diri mereka masing-masing. Cerita asli buatan saya.

Request (Buat ff KrisTao dengan tema MV JIN Berjudul GONE) : Fanlie Wu
Story by : WHO Yizi OsHztWyf

DON'T LIKE DON'T READ!
NGERTI KAN? GAK SUKA JANGAN BACA! APALAGI KALO MERASA BERMASALAH SAMA CASTNYA, JAUH2 DEH!


Happy Reading ^_~

"Ayolah Mom, izinkan aku.. Aku merasa bosan jika terus berada di rumah." Bujuk pemuda bersurai pirang terang untuk yang kesekian kalinya, pada wanita paruh baya yang tak lain adalah Ibu kandungnya.

Wu Xia Yuan menghela nafas berat. Menatap sang buah hati dengan pandangan yang sulit diartikan. Tidak tahukah dia jika Xia Yuan sangat mengkhawatirkan keadaannya.

"Tapi Yifan, keadaanmu-"

"Aku merasa sangat baik Mom," Ucap Yifan -nama pemuda bersurai pirang- menyela perkataan sang Ibu. "Disaat aku menginginkan bangku sekolah, kalian melarang keras untuk hal itu. Sekarang aku ingin mengikuti les piano, kalian juga melarangku? Please Mom, sekali ini saja.." Yifan menatap Xia Yuan dengan pandangan memohon. Berharap wanita yang telah melahirkan dan merawatnya sedari bayi itu menuruti permintaannya kali ini.

Jujur saja, Yifan benar-benar sudah merasa sangat bosan jika terus berada dirumah. Bahkan dari saat ia balita hingga ia berusia 20 tahun seperti sekarang. Meskipun ia tahu bukan tanpa alasan Ibunya bersikap over protektif padanya.

Xia Yuan menghela nafas, lagi. Namun ia tetap mengangguk singkat, mengiyakan permintaan putra semata wayangnya. Membuat Yifan langsung memeluknya dengan senyum lebar terukir pada bibir pucatnya, serta membisikkan kata terimakasih berulang kali padanya.

'Semoga keputusanku benar. Tuhan, ku harap ini tidak akan membawa pengaruh buruk untuk kesehatan Yifan..'

[1st Day]

"Bibi Mei, tolong panggilkan Yifan untuk sarapan." Titah Xia Yuan saat melihat Bibi Mei sudah menyelesaikan pekerjaannya.

Wanita paruh baya yang masih lengkap dengan apron putihnya, mengangguk lalu membungkuk sopan. "Baik Nyonya Wu. Saya permisi Tuan, Nyonya."

Xia Yuan tersenyum simpul.

Seperginya Bibi Mei, ia mengalihkan perhatiannya pada sang suami yang sedari tadi hanya diam. Xia Yuan masih sangat ingat pertengkaran hebat mereka tadi malam. Wu Jia Liem, menentang keras keputusannya perihal Yifan yang akan mengikuti les piano.

Xia Yuan menatap sang suami. "Aku tahu kau marah karena aku mengambil keputusan sepihak, Suamiku." Ia menghentikan ucapannya sejenak. Menunggu respon Jia Liem, yang hanya dibalas keterdiaman oleh pria paruh baya tersebut. "Bagaimanapun juga aku mengerti perasaan Yifan. Dia ingin seperti layaknya remaja seumurannya. Mencari sesuatu yang membuatnya senang. Hidup bebas tanpa ada kekangan, mempunyai banyak teman dan-"

Jia Liem menyela. "Kau tidak mengerti Xia Yuan!" Ditatapnya wanita yang sudah 21 tahun ini menemaninya, baik itu senang maupun susah. "Yifan tidak seperti mereka. Yifan berbeda! Dia tidak bisa melakukan semua itu karena hal itu hanya akan berpengaruh buruk terhadap kondisinya!"

Xia Yuan menggeleng lemah. Tidak. Ia tidak menginginkan pertengkaran seperti tadi malam terulang lagi pagi ini. "Aku mengerti Suamiku, sangat mengerti.." Bisiknya lirih. Berusaha untuk tidak menitikkan air mata di depan sang Suami. "Biarlah kali ini Yifan mengikuti kata hatinya. Melakukan hal menyenangkan yang diinginkannya. Aku mohon.." Pertahanannya runtuh sudah. Air mata mulai mengalir bergantian, membasahi pipinya yang tak lagi kencang seperti dulu.

Jia Liem memandang istrinya. Perasaan bersalah mulai meliputi hatinya saat ini. Sungguh, ia tidak tahu harus berkata apa pada wanita di hadapannya ini.

"Morning Dad, Morning Mom."

Keduanya menoleh pada Yifan yang barusan menyapa. Dia berjalan dengan semangat menuju meja makan. Bibir pucatnya mengukir senyum lebar yang jarang sekali mereka lihat.

Yifan terlihat berbeda hari ini. Tubuh tinggi tegapnya dibalut kemeja putih, di lapis jas hitam yang sangat pas untuknya. Rambutnya yang berwarna blonde di tata keatas membuat penampilannya semakin memukau. Yifan itu tampan. Sungguh.

Xia Yuan buru-buru menghapus air matanya. Setelahnya tersenyum lembut menyambut sang anak yang sudah duduk dengan nyaman di kursi meja makan. "Morning Son. Apa yang membuatmu terlihat sangat bahagia pagi ini?"

Yifan mengambil dua buah roti, mengolesi selai pada salah satunya, lalu menyatukan roti tersebut dengan roti lainnya yang tidak berselai. "Tentu saja aku merasa senang. Hari ini hari pertama, aku mengikuti les piano. Mommy lupa?" Jawabnya. Menggigit roti miliknya, dan mengunyahnya dengan perlahan.

"Yifan, apa kau yakin ingin mengikuti les piano?"

Yifan meminum susu putih miliknya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan sang ayah. "Tentu.." Balasnya singkat. Percayalah, ia sudah tidak sabar ingin bermain piano. Membuat nada melodi indah yang menenangkan.

Jia Liem menghela nafas. Tidak tega jika harus mematahkan semangat putranya yang menggebu. Mungkin keputusan istrinya memang benar. Membiarkan Yifan bebas dan mencari kebahagiannya sendiri. Tanpa adanya kata tidak dan jangan seperti sebelumnya.

"Daddy akan mengantarmu ke sana."

"Tidak Dad." Yifan menolak halus. "Biar paman Jung yang mengantarku. Bukankah Daddy juga punya banyak urusan."

Jia Liem tersenyum pahit.

Yifan anak yang sangat baik dan sopan. Tapi kenapa? Kenapa Tuhan memberikan beban yang begitu berat untuk ditanggung putra tunggalnya seorang diri? Bukankah itu tidak adil!

Xia Yuan melihat dengan jelas, ada gurat kepedihan pada raut wajah suaminya. Di usapnya lembut punggung tangan itu, dan tersenyum hangat pada sang suami.

Jia Liem menoleh, mendapati istrinya tersenyum hangat padanya. Seolah mengatakan 'semuanya akan baik-baik saja'. Balas tersenyum, dan ia balik menggenggam telapak tangan wanita tersebut. Mengucapkan terimakasih tanpa suara.

Yifan meneguk susu miliknya yang hanya tinggal setengah hingga tak bersisa. Ia segera bangkit berdiri. Meninting tas punggung miliknya, lalu menyampirkan tas tersebut dibahu kirinya.

"Aku berangkat Dad, Mom." Pamit Yifan. Setelah sebelumnya mengecup pipi kedua orang tuanya terlebih dahulu. Yang dibalas senyum simpul oleh mereka.

"Berhati-hatilah, Yifan!" Xia Yuan berseru keras mengingat sang anak yang sudah berada di ambang pintu utama.

"Tentu Mom!" Balas Yifan sebelum benar-benar menghilang di balik pintu.

Jia Liem menatap kepergian Yifan dalam diam. Hingga akhirnya punggung putranya tidak lagi terlihat karena terhalang pintu utama rumahnya. Ia kembali beralih menatap sang istri.

"Semoga kegiatan baru Yifan tidak membawa pengaruh negatif pada jantungnya."

Xia Yuan tersenyum lemah mendengar perkataan suaminya. "Tuhan akan selalu menjaganya, Suamiku.."

Perjalanan dari rumah Yifan menuju tempat dimana ia akan mendalami ilmu tentang salah satu alat musik terkenal, Piano, ternyata tidak memakan waktu lama. Hanya sekitar 20 menit lamanya.

Dan sekarang, mobil berwarna putih milik ayahnya sudah terparkir indah di depan gerbang sebuah rumah cukup megah dengan dua lantai, yang diukir dengan aksen sederhana tetapi tidak mengurangi keindahan rumah tersebut.

Yifan membuka pintu mobil, dan segera beranjak keluar. Tadinya paman Jung akan membukakan pintu untuknya, tetapi ia menolaknya dengan sopan. Sekalipun paman Jung hanya supir di keluarga Wu, ia tidak akan semena-mena maupun bersikap tidak sopan padanya. Bagaimanapun juga paman Jung lebih tua darinya. Dan ia menjunjung tinggi tata krama terhadap yang lebih tua.

Yifan berjalan beriringan dengan paman Jung yang berjalan di sampingnya. Ia membungkuk sopan pada seorang pria yang rambutnya sudah mulai memutih, yang barusan membukakan pintu gerbang kala ia menekan bel.

"Xie Xie, paman." Kata Yifan sembari tersenyum tipis.

Pria tua itu balas tersenyum ramah. "Mr. Huang Zhou Mi sudah menunggu anda di dalam, Tuan muda Wu."

Yifan tersenyum, dan mengangguk paham. Berjalan menuju pintu utama rumah keluarga Huang yang berada di samping.

Yifan membungkuk sopan kala melihat Huang Zhou Mi yang sudah berdiri di ambang pintu. "Maaf jika membuat anda lama menunggu, Mr. Huang.." Katanya sopan, setelah tiba tepat di hadapan pria yang sepertinya lebih muda beberapa tahun dari ayahnya.

"Tak apa." Balas Zhou Mi. "Masuklah, Yifan." Ujarnya kemudian. Berjalan di depan dengan Yifan yang mengekor di belakang.

Jangan heran mengapa Zhou Mi mengetahui perihal nama dan latar belakang Yifan. Ia adalah rekan bisnis keluarga Wu, juga berteman baik dengan Wu Jia Liem, ayah Yifan.

Yifan memperhatikan sekelilingnya. Arsitektur rumah ini sangat sederhana. Hanya terbuat dari kayu pilihan, yang di cat berwarna cokelat gelap dengan ukiran sederhana pula.

Saat sibuk memperhatikan setiap inchi rumah ini, hazel tajam Yifan menangkap sebuah bingkai foto besar. Berisikan seorang lelaki dewasa yang tak lain adalah Zhou Mi, bersama seorang wanita cantik menggunakan gaun selutut berwarna Soft Pink, serta seorang bocah 5 tahunan yang berada di pangkuan wanita tersebut. Badannya terlihat sedikit gemuk, pipinya bahkan terlihat berisi, dengan bibir mungil yang unik serta mata bulat dengan hiasan lingkaran hitam dibawahnya.

Yifan tersenyum melihat wajah bocah menggemaskan itu. Tanpa menyadari jika dirinya tertinggal cukup jauh oleh Zhou Mi yang sudah sampai di depan sebuah ruangan dengan pintu berwarna khas rumah ini.

"Yifan?"

Panggilan Zhou Mi berhasil membuat Yifan tersadar dari lamunan sejenaknya. Ia segera berlari kecil menyusul Zhou Mi yang berada cukup jauh dari posisinya berdiri.

"Maaf Mr. Huang." Yifan jadi merasa tak enak karena dihari pertamanya mengikuti les private piano, ia malah melamun seperti tadi.

Zhou Mi mengangguk singkat. Ia membuka pintu dihadapannya, mempersilahkan Yifan masuk dan duduk pada sebuah kursi yang cukup menampung dua orang, tepat berada di depan sebuah piano.

"Kau sudah pernah mempelajari Piano sebelumnya, Yifan?"

"Aku pernah belajar Piano saat aku masih kecil Mr. Hu-"

"Panggil aku Paman." Potong Zhou Mi cepat. Yifan mengangguk paham. "Sudah sejauh mana kau mempelajari Piano?"

Yifan meletakkan tas punggung miliknya pada meja piano. Mendudukkan pantatnya di kursi tersebut sembari membuka sebuah kertas yang sudah ia keluarkan dari tas punggungnya sebelumnya.

"Aku belum memahami apapun tentang Piano. Hanya mengerti bagian dari beberapa Not." Jawabnya seadanya. Karena memang saat belajar Piano dengan sepupunya, Sehun, ia masih berusia 10 tahun. Dan itu artinya sudah 10 tahun yang lalu. Lagipula ia sudah melupakan arti dari beberapa Not yang di pelajarinya dulu.

Kening Zhou Mi berkerut samar ketika melihat banyak bait tulisan pada kertas yang di pegang Yifan. "Apa itu sebuah lirik lagu?" Tanyanya penasaran.

Yifan mengangguk. "Benar Paman. Aku membuatnya ketika dirawat di Rumah Sakit." Balasnya dengan senyum yang terpatri pada bibirnya. "Saat itu usiaku menginjak 15 tahun. Dan orangtuaku merayakannya disana." Lanjutnya masih dengan senyum menenangkan miliknya.

Zhou Mi berdehem pelan. Sepertinya Yifan tidak mengingat jika ia juga berada di rumah sakit, ikut merayakan ulang tahun Yifan saat itu. Bahkan ia masih mengingatnya dengan jelas, bagaimana saat Yifan sekarat di usianya yang masih terlalu muda.

"Mulailah Yifan. Mainkan Tuts yang masih kau ingat." Perintahnya kemudian. Tidak ingin terlarut dalam cerita Yifan yang hanya akan membuatnya merasa sedih.

Sedih?

Kenapa?

"Baiklah Paman." Yifan menekan Tuts piano yang masih ia ingat. Mengalunkan melodi yang sedikit tak beraturan di pendengaran Zhou Mi.

.

.

.

Sebuah mobil berwarna hitam memarkir sejajar dengan sebuah mobil lainnya yang berwarna putih.

Seorang pria berumur sekitar 40an, bergerak turun dari kursi kemudi. Berjalan memutar bagian depan mobil, lalu dengan sigap membuka pintu mobil tersebut.

"Silahkan, Tuan Muda." Ujarnya sopan pada pemuda manis menjurus cantik. Menuntunnya keluar dari mobil dengan hati-hati.

"Xie Xie, Paman Liu." Suara merdu pria cantik itu mengalun lembut.

Pria paruh baya yang di panggil Paman Liu, hanya tersenyum menanggapi. Padahal ia sudah tahu jika pria cantik ini tidak akan melihat senyumannya.

Paman Liu berjalan di belakang Zi Tao -nama si pemuda manis menjurus cantik.

Zi Tao berjalan dengan pandangan lurus ke depan. Mengabaikan pria tua yang membungkuk sopan padanya tepat di pintu gerbang.

Sebenarnya Zi Tao tidak berniat mengabaikan pria yang rambutnya nyaris memutih itu.

Hanya saja, err... Zi Tao tak melihatnya.

.

.

Yifan menekan Tuts Piano yang barusaja di ajarkan Zhou Mi. Meski dengan gerakan yang lebih lamban.

Yifan yang sedari tadi menunduk memperhatikan setiap Tuts, mengangkat kepalanya hingga membuatnya tanpa sengaja melihat seorang pria manis yang melintas di halaman rumah Zhou Mi.

Memang, rumah ini didominasi bahan kayu pilihan. Tetapi satu meter keatas, dibubuhi kaca transparant pada sisi bagian depan hingga kesamping. Sehingga mendukung orang yang berada di dalam bisa melihat dengan jelas siapapun yang melintas di luar.

Yifan sampai setengah berdiri hanya untuk melihat pria manis tersebut, yang terus berjalan hingga kesamping rumah ini. Dan sontak membuat kepalanya memutar, mengikuti pergerakan si pemuda manis yang perlahan menghilang dari pandangannya.

Kegiatan Yifan tersebut, otomatis membuatnya hilang fokus, sehingga jemarinya menekan Tuts piano secara asal.

BRAKK!

Yifan terlonjak kaget mendengar gebrakan, tidak terlalu kuat, tepat dari arah samping kirinya. Ia segera menoleh, sedikit mendongak dan mendapati Zhou Mi sang pelaku penggebrakan meja barusan.

Yifan tersenyum canggung. "M-Maaf Paman." Cicitnya pelan.

"Aku tidak suka jika muridku tidak fokus. Ku harap kau mengerti itu, Yifan." Zhou Mi berkata datar.

Yifan menggumamkan kata maaf sekali lagi. Lalu kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda, agar guru pianonya itu tidak semakin murka terhadapnya.

Yifan yang melihat Zhou Mi tidak lagi memperhatikannya, segera menoleh ke arah belakang tubuhnya. Tanpa menghentikan kegiatan jemarinya di atas Tuts-tuts piano. Ia melihat pemuda manis tadi duduk di sana dengan pandangan lurus ke depan.

Waktu terus berputar. Hingga akhirnya Zhou Mi mengatakan jika acara belajar Piano Yifan, cukup untuk hari ini.

Zhou Mi membatasi jam belajar Yifan hanya sampai pukul 11 AM. Ia rasa 3 jam sudah cukup untuk Yifan mendalami ilmu Piano setiap harinya.

Yifan segera membenahi perlengkapannya. Memasukkan beberapa kertas tadi kedalam tas punggung miliknya. Setelah merasa tidak ada yang tertinggal, ia segera bangkit dan berpamitan pada Zhou Mi.

"Aku permisi, Paman."

"Biar ku antar ke depan."

Yifan menggumamkan kata terimakasih. Yang dibalas senyum tipis oleh Zhou Mi.

Yifan segera merogoh saku celananya saat merasakan dadanya terasa sesak. Ia menunduk, membuka sebuah botol kecil transparant berbentuk tabung dengan penutup berwarna gerakan tak sabar, ia membuka penutup botol kecil tersebut, mengeluarkan sebutir pil berwarna putih.

Yifan kembali menegakkan kepalanya, ia menggerakkan jemarinya untuk memasukkan sebutir pil tersebut ke dalam mulutnya dengan gerakan slow motion, ketika hazel indah miliknya menangkap sosok yang tadi membuatnya hilang fokus saat bermain piano, melintas berlawanan arah dengannya.

Yifan sampai memutar kepalanya seperti anak kunci, hanya demi melihat pemuda yang ternyata jauh lebih pendek darinya itu. Wajahnya bahkan terlalu manis dan cantik untuk ukuran seorang pria menurutnya.

Pemuda cantik itu terus berjalan dengan pandangan lurus ke depan. Tanpa berniat sedikitpun menoleh pada Yifan.

Kerutan samar menghiasi kening Yifan. Pemuda cantik itu berlalu seolah-olah tidak melihat keberadaannya.

Yifan terus melihat ke belakang, sampai suara Zhou Mi dari arah belakangnya terdengar menginterupsi.

"Perhatikan jalanmu, Yifan!."

"A-Ah, Paman!" Yifan tersentak melihat Zhou Mi yang ternyata sedari tadi mengikutinya dari belakang. Ia bahkan sampai melupakan jika tadi Zhou Mi mengatakan akan mengantarnya hingga ke pintu depan.

"Dia siapa, Paman?" Tanya Yifan penasaran, menunjuk pemuda manis tadi dengan jari telunjuknya.

"Putraku." Balas Zhou Mi singkat. Ia sedikit mendorong bahu Yifan untuk segera keluar dari ruang utama rumahnya. "Pulanglah Yifan. Kau hampir melewatkan jam makan siangmu."

Yifan ingin protes atas perlakuan Zhou Mi yang seakan mengusirnya. Tetapi niatnya ia urungkan. Pasti ada alasan tertentu mengapa pria paruh baya itu melakukan hal tersebut. Ia akan menanyakan siapa nama pemuda tadi pada salah satu pekerja dirumah ini esok hari.

[2nd Day]

"Jadi Yifan, apa yang membuatmu tidak berhenti tersenyum barang sedetik pagi ini?" Tanya Xia Yuan. Jia Liem mengangguk membenarkan perkataan sang Istri.

Pasalnya sedari Yifan menduduki kursi meja makan untuk sarapan pagi, bibirnya tak pernah berhenti untuk tersenyum. Tentunya itu mengundang kedua orang tuanya untuk bertanya.

Yifan menatap Ibu dan Ayahnya secara bergantian, masih dengan senyum merekah pada bibir tebalnya. "Aku bertemu seorang bidadari, kemarin."

Kening Jia Liem berkerut samar mendengarnya. Apakah putranya ini tengah mengigau?

Sama halnya dengan Xia Yuan yang merasa aneh dengan jawaban sang anak.

Yifan terkekeh pelan melihat raut bingung yang kentara pada wajah kedua orang tuanya. Ia memotong omelet yang masih hangat. "Aku bercanda, Mom, Dad." Ia melesakkan potongan omelet tersebut kedalam mulutnya.

"Aku bertemu dengan putra Paman Zhou Mi.. Dia berwajah seperti seorang wanita." Yifan menjawab kebingungan kedua orang tuanya dengan senyum lebar. "Sangat cantik.." Lanjutnya bergumam tanpa sadar dengan pandangan menerawang.

"Kau mengatakan sesuatu, Yifan?"

Yifan tertarik kembali ke dunia nyatanya mendengar pertanyaan sang ayah. Ia tertawa canggung, sembari menggaruk pipi kananya yang padahal tidak terasa gatal.

"Aku pergi sekarang, Dad, Mom." Kata Yifan, berjalan dengan langkah cepat menuju pintu utama rumahnya.

"Kau belum menghabiskan sarapanmu, Yifan!.." Xia Yuan berseru nyaring. Mendengus kesal karena diabaikan oleh putranya sendiri, yang malah semakin mempercepat langkahnya dan menghilang di balik pintu.

"Kau tahu Xia, aku bahkan mendengar dengan jelas jika dia mengatakan Zi Tao cantik." Jia Liem berujar datar.

Xia Yuan menatap sang Suami. "Aku juga mendengarnya, Suamiku. Setidaknya dia menceritakan hari pertamanya dirumah Zhou Mi padaku! Aku kan Ibunya!" Ujarnya kesal. Membuat Jia Liem terkekeh pelan melihatnya.

"Sudahlah. Kau sudah tidak pantas untuk merajuk, Sayang." Jia Liem mulai mengeluarkan sikap menyebalkannya. Berhasil membuat rasa kesal Xia Yuan semakin berlipat-ganda.

"Ada saatnya Yifan menceritakan semuanya padamu, pada kita."

Xia Yuan tersenyum penuh arti. "Kau benar, Suamiku."

.

.

.

Paman Jung memarkirkan mobil, tepat berada di samping mobil lain yang berwarna putih, di pekarangan rumah keluarga Huang.

Yifan segera turun, melangkah menuju gerbang yang perlahan mulai terbuka. Ia membungkuk sopan pada pria berumur setengah abad yang barusan membukakan pintu gerbang untuknya.

Sementara Paman Jung dengan setia mengekor di belakangnya, memutuskan menunggunya berlatih piano di teras rumah Huang. Seperti kemarin.

.

.

Yifan berjalan memasuki rumah keluarga Huang. Ia lebih memilih untuk menunggu Paman Zhou Mi di ruang tamu yang hanya di kasih pembatas kayu pilihan setinggi satu meter, serta kaca transparant hingga ke atas.

Mendengar kata 'ruang tamu', ia jadi mengingat pemuda manis kemarin yang duduk tepat di kursi yang di dudukinya saat ini. Yifan merasa sangat penasaran dengannya, sungguh! Ia berharap bisa bertemu lagi dengan si cantik tersebut hari ini.

Yifan menolehkan kepalanya ke kanan.

Rupanya Tuhan mendengar do'a hatinya barusan. Terbukti karena saat ini retinanya menangkap sosok putra Zhou Mi, tengah duduk di kursi depan piano sembari bersenandung kecil tanpa memainkan alat memainkan alat musik di hadapannya.

Yifan melihat Zhou Mi menghampiri pemuda manis tersebut.

Bukan niat menguping, hanya saja samar-samar ia mendengar apa yang di katakan Zhou Mi pada putranya.

"Zi Tao, Baba tekankan sekali lagi, jangan hiraukan pria bernama Wu Yi Fan jika dia mendekatimu!"

Jangan hiraukan?

Memangnya apa salah Yifan sehingga Zhou Mi melarang keras ia mendekati putranya yang bernama siapa tadi? Zi Tao? Yifan merasa tidak mempunyai salah apapun terhadap keluarga Huang.

Lantas apa alasan Zhou Mi tidak menyukai putranya ia dekati?

Zhou Mi terlihat berjalan menjauhi Zi Tao. Meninggalkan Zi Tao yang perlahan beranjak dari kursi, berjongkok lalu bergerak seperti merangkak dilantai. Ia bertumpu pada lantai menggunakan kedua lutut kakinya, serta kedua tangannya untuk menyangga berat tubuhnya sendiri, sembari meraba permukaan lantai. Seperti tengah mencari sesuatu yang diketahui Yifan adalah permen -Mungkin tak sengaja tersenggol dan terjatuh hingga bertaburan seperti itu.

Tapi, untuk apa Zi Tao melakukan hal itu? Bukankah permen tersebut berada tepat disisi dekat tangannya.

PUK!

Yifan tersentak saat sebuah tangan menepuk pelan bahu kanannya. Ia segera menoleh, dan menemukan pria paruh baya yang selalu membukakan pintu gerbang untuknya tengah menatapinya.

"Apa yang anda lakukan disini, Tuan muda Wu?"

Yifan menatap pria paruh baya itu. Ini kesempatannya untuk menanyakan hal yang mengganjal di pikirannya sejak kemarin. "Paman, kenapa dia seolah-olah tidak melihat bahwa permen itu di dekatnya?" Tanyanya, sembari membuat gestur telapak tangan mengibas di hadapan wajahnya sendiri.

Pria tua itu menempelkan jari telunjuknya pada bibirnya. Memberi gestur pada Yifan untuk tidak bersuara terlalu keras. "Tuan Zi Tao memang tidak bisa melihat. Dia terlahir sebagai tunanetra." Katanya menjelaskan.

Yifan terkejut. Sungguh. Sosok sesempurna itu -menurut Yifan- seorang tunanetra sejak lahir?

Disaat sibuk dengan keterkejutannya, Pria paruh baya tadi kembali berujar pelan.

"Sangat disayangkan memang. Tuan Zi Tao anak yang baik dan manis, tetapi bahkan tidak bisa melihat indahnya dunia serta keelokan wajahnya sendiri." Paman penjaga gerbang -Lee- berujar sedih. "Saya harus kembali bekerja. Permisi Tuan muda Wu." Ujarnya sopan dan berlalu pergi.

Yifan hanya mengangguk singkat. Ia beranjak dari duduknya. Berjalan menghampiri pemuda manis yang masih bersenandung kecil.

Yifan langsung mendudukkan dirinya di samping pemuda manis tersebut, membuat si manis refleks berhenti bernyanyi. "Kau tidak keberatan kan jika aku duduk disini?" Tanya Yifan pelan.

Pemuda manis itu mengangguk kecil.

Yifan tersenyum melihat kecanggungan si manis. "Aku Wu Yi Fan. Siapa namamu?" Ia bertanya dengan nada ramah. Hanya ingin berbasa-basi. Karena sebenarnya Yifan sudah mengetahui nama pemuda manis ini saat tanpa sengaja mendengar Zhou Mi menyebut namanya, serta dari Paman Lee tadi.

"Huang Zi Tao." Balas pemuda cantik sambil tersenyum manis.

"Namamu sangat indah. Selaras dengan wajahmu, Zi Tao." Sungguh, Yifan mengucapkannya tulus dari hati. Berhasil membuat rona merah tipis bersemu pada kedua pipi Zi Tao. "Berapa usiamu, Zi Tao?"

"18 tahun."

"Kau bisa memanggilku Yifan-Gege. Aku lebih tua 2 tahun darimu."

Zi Tao mengangguk paham. "Baik, Yifan-Gege."

Yifan tertegun. Namanya menjadi sangat indah saat Zi Tao yang menyebutnya. "Zi Tao, aku akan memainkan piano ini. Maukah kau mengiringi nada yang ku buat dengan lagumu tadi?"

"Tentu, Yifan-Ge!" Balas Zi Tao antusias.

Yifan mulai menekan Tuts-Tuts piano secara bergantian. Menghasilkan nada-nada indah yang berpadu dengan suara merdu Zi Tao saat bernyanyi.

Zi Tao tersenyum senang. Terlalu bahagia karena bisa bernyanyi diiringi musik piano. Meski ayahnya sering melakukan itu untuknya, tetapi kali ini rasanya berbeda. Ia merasa senang sekaligus, tenang dan nyaman.

TAP

TAP

TAP

Yifan tersentak. Ia segera beranjak untuk bersembunyi kala mendengar suara langkah kaki itu menuju kearahnya dan Zi Tao. Karena terlalu terburu-buru, ia jadi bersembunyi dibalik meja piano.

Zhou Mi yang baru saja sampai di ruang tamu, melongokkan kepalanya kesetiap sudut ruangan. Memastikan jika tadi ia hanya berhalusinasi melihat ada orang lain di samping putranya.

Zhou Mi terus memperhatikan di sekitar depan piano. Tanpa menyadari jika sedari tadi putra tunggalnya itu senyum-senyum tidak jelas.

'Mungkin hanya perasaanku saja'. Zhou Mi membatin. Berlalu pergi dari ruang piano untuk kembali beristirahat, karena kondisinya pagi ini memang sedikit kurang fit.

Yifan mengangkat kepalanya sedikit untuk memastikan jika Zhou Mi telah pergi. Setelah dirasa aman, ia bangkit berdiri dan kembali duduk di tempatnya semula -disamping Zi Tao.

"Arghhh." Yifan mengerang sakit saat tiba-tiba merasa nyeri luar biasa pada dada kirinya. Tangan kanannya meremas kuat kemejanya di bagian tersebut. Sementara tangan kirinya sibuk mencari sesuatu di saku celananya.

Setelah mendapat apa yang ia cari, Yifan segera membuka penutup botol berbentuk tabung kecil itu dengan tergesa. Mengeluarkan sebutir pil berwarna putih, lalu melesakkan kedalam mulutnya dengan cepat.

Zi Tao yang mendengar jelas erangan kesakitan Yifan, terlihat mulai khawatir. "Apa yang terjadi, Yifan-Gege?"

Yifan menelan pil tadi dengan cepat. Beralih menatap Zi Tao yang terlihat cemas dengan keadaannya. "Tidak apa-apa Zi." Ucapnya berbohong. "Kau mau permen?" Tanyanya saat retinanya tanpa sengaja melihat piring ukuran kecil berisi permen dua warna -Merah dan putih- terletak diatas meja piano.

Zi Tao hanya mengangguk malu-malu menanggapinya.

Yifan mengambil permen yang berwarna merah. Mengarahkannya tepat di depan bibir Zi Tao yang ternyata berbentuk sangat indah dan mungil. "Aaaa.." Kata Yifan, menyuruh Zi Tao untuk membuka mulutnya.

Zi Tao membuka mulutnya. Dan kembali menutup mulutnya setelah menerima permen suapan Yifan. Ia tersenyum manis, dengan kedua pipi bersemu merah. Membuatnya terlihat berkali lipat lebih manis jika merona seperti itu.

Tak beda jauh dengan Yifan yang juga tersenyum, sembari menatapi jari telunjuknya yang mengenai bibir Zi Tao saat menyuapkan permen barusan.

TBC


Ff ini Twoshoot.
Sebenernya mau buat jadi Oneshoot. Tapi ternyata kepanjangan. Jadi aku potong jadi 2 XD

Oh iya, ff ini juga request'an seseorang. Namanya Fanlie Wu. Dia minta dibuatin ff KrisTao yang jalan ceritanya seperti MV JIN berjudul sama.
Untuk Fanlie Wu, semoga gak kecewa sama ceritanya ya. Hehe.

Dan untuk kalian yang baca, jangan lupa review juga..
Review dari kalian itu penyemangat aku buat lanjutin ini ff yang tinggal secuil/? Lagi bakal end

Love you KThs & Hailang's
Love You Reader