LOVE IS BLIND
Seorang dokter jiwa yang menanngani pasien psikopat berbahaya. Tapi ada suatu hal yang membuat keduanya merasa aneh. Saat mereka bertemu, kedua sama-sama bukan seperti diri mereka. KAISOO. Kim Jongin. Do Kyungsoo. EXO. Kris. Chanyeol. Baekhyun. Luhan. Sehun. GS. Mature. Kaisoo. Hunhan. Chanbaek.
.
.
SELAMAT MEMBACA.
DON'T LIKE DON'T READ.
REPOST WITH CR.
.
.
GENDER SWITCH.
EXO-12.
HAPPY KAISOO DAY!
.
.
Hari masih terlalu pagi saat dengungan-dengungan sirene ambulans yang memekakkan telinga membelah kesunyian di sebuah rumah sakit jiwa di tengah ibukota. Beberapa orang berlarian menghampiri kendaraan yang menghasilkan suara tersebut. Tidak terkecuali seorang dokter muda bertubuh mungil dengan menyeret tiang selang infus berlari tergesa-tega menuju sumber suara.
"Kyungsoo," panggil seseorang, membuat gadis mungil tersebut berhenti berlari dan menengok dengan cepat ke sumber suara. "Letakkan itu disana, pasienmu di bangsal delapan mengalami kejang lagi," ucap seorang pria berjas putih.
"Sial," Kyungsoo mengumpat singkat dan segera berlari menelusuri lorong, menuju ruangan yang dimaksud, meninggalkan kerumunan ramai di depan. Saat Kyungsoo sampai, seorang dokter pria sudah berdiri di samping ranjang pasiennya yang bergerak-gerak dengan lemah.
"Apa yang kau lakukan?" gerutu pria itu tanpa memandang ke arahnya, tanganya dengan cepat memperbaiki selang infus yang daritadi dipegangnya.
Kyungsoo mendesah, berdiri di seberang ranjang pasien untuk mengecek suhu tubuhnya. "Maaf Kris. Aku terburu-buru tadi. Apa dia baik-baik saja?"
Pria yang disebut Kris tadi tersenyum tipis. "Setidaknya aku tidak menaikkan dosisnya. Kurasa dia harus menjalani perawatan pasca trauma. Aku tidak tahu kalau ini semakin parah,"
Lagi-lagi Kyungsoo mendesah. "Demi Tuhan aku hanya butuh tidur. Sekarang mereka menerima pasien baru lagi," bisik Kyungsoo. Jemari mungilnya mengusap-usap lengan pasien agar tetap tenang.
"Aku tidak tahu mengapa mereka memakai ambulans. Suara nyaring akan membuatnya gelisah," Kris menunjuk pasien tersebut dengan dagunya yang runcing.
Kyungsoo berdecak ringan. "Aku harus memindahkannya ke bangsal atas. Setidaknya ruangan disana lebih tenang.," ucap Kyungsoo, dan Kris mengangguk menyetujui. "Ngomong-ngomong siapa pasien yang datang barusan?" tambahnya.
Kris mendongak dengan tatapan tak percaya. "Kau ikut rapat kan semalam?" Kyungsoo mengangguk. "Tapi kau tidak mendengarkan?"
"Aku mendengarkan, tapi tidak fokus," Kyungsoo tersenyum bodoh.
Kris mendesah ringan. "Dia pasienmu," ucapnya singkat. Kyungsoo membuka mulutnya, hendak protes tapi Kris segera memotongnya. "Dia seorang psikopat. Kurasa Kepala sangat percaya padamu,"
Kyungsoo mengerang pelan. "Sial. Aku tidak bisa mengendalikan seorang psikopat untuk saat ini. Aku terlalu lelah,"
Kris terkekeh. "Kalau bukan kau lalu siapa lagi?" Kyungsoo hanya memutar bola matanya sebal.
.
.
Siangnya Kyungsoo nyaris tertidur di meja makan sebelum suara-suara gaduh membuatnya tersadar. Kyungsoo membuka matanya untuk mendongak dan mendapati seringaian lebar Chanyeol di depannya.
"Kau baik?" tanyanya.
"Sebelum kau datang aku baik," dengusnya kesal.
Chanyeol terkekeh dan mulai menyendok supnya. "Kudengar kau mendapat pasien baru?"
Kyungsoo mendesah ringan, mengusap wajahnya dengan kedua tangan. "Bisa kau ceritakan padaku?"
Chanyeol berpikir sejenak. "Baekhyun bilang dia seorang psikopat yang melakukan kekerasan. Sudah dipenjara selama dua bulan dan harus dikirim kemari karena menyiksa teman satu selnya,"
"Lalu?"
"Baekhyun bilang kondisinya belum stabil. Sangat stres, kurasa. Dia masih sulit untuk dikendalikan. Butuh obat bius satu ampul penuh untuk membawanya ke ruang isolasi tadi pagi. Bahkan kami memberinya peralatan makan dari plastik," Chanyeol bergidik ngeri.
"Separah itukah?"
Chanyeol mengangguk. "Kami masih menunggunya stabil,"
Kyungsoo mengetuk-ketukkan jarinya ke meja, raut wajahnya berpikir. "Aku butuh rapat sejam lagi di ruanganku, Chanyeol,"
Chanyeol berhenti mengunyah. "Untuk apa?" tanyanya.
"Ada yang ingin aku bicarakan," Kyungsoo beranjak, dan sekilas matanya melihat Chanyeol mengangguk.
.
.
Kyungsoo berdeham beberapa kali sebelum memulai bicara, membuat beberapa rekan dihadapannya memandanginya dengan tatapan bingung. "Baik. Terima kasih sudah meluangkan waktu kalian untuk menemuiku," Kyungsoo tersenyum.
"Apa yang ingin kau ketahui, Kyung?" tanya Sehun.
"Latar belakang," jawab Kyungsoo cepat, matanya memandang ke arah Baekhyun.
Dengan cepat Baekhyun merogoh kantung jasnya dan mengambil ponselnya. "Namanya Kim Jongin, 23 tahun. Sebelum kemari, dia mendekam di penjara pusat selama dua bulan karena kasus kekerasan terhadap 74 orang. Dipindahkan kemari karena melakukan tindak kekerasan sesama tahanan," Baekhyun berhenti sejenak. "Memiliki temperamen tinggi, keras kepala, dingin, dan juga memiliki sifat psikopat," lanjutnya.
Kyungsoo melamun, dia berpikir.
"Kondisinya saat ini?" sambung Suho.
Baekhyun menggeleng. "Parah. Dia mengalami stres berat. Kurasa karena tekanan yang diberikan saat dia berada di penjara,"
Suho mengangguk beberapa kali sedangkan Kyungsoo masih diam.
"Sebenarnya apa penyebabnya?" Luhan terlalu penasaran untuk diam.
Baekhyun berpikir sejenak, menggeser layar ponsel dengan kukunya yang berwarna biru tua. "Mengalami trauma diusia 8 tahun, menyaksikan kedua orang tua dan adiknya di bunuh oleh seorang tak dikenal,"
"Sial," umpat Sehun. "Sepertinya kau harus bekerja keras, Kyung,"
"Aku tahu," ucap Kyungsoo singkat, tanpa memandang rekan-rekannya. "Berapa lama sejak dia sadar?" Kyungsoo memutar tubuhnya mengahadap Chanyeol.
Chanyeol melirik jam tangannya. "Enam jam,"
Kyungsoo mengetuk-ketukkan jari dengan cepat ke meja kerjanya. "Aku akan memberinya obat sore ini," ucapnya tegas.
"Tidak," Kris nyaris berteriak. "Dia masih belum stabil,"
"Dia akan semakin parah jika dibiarkan seperti selama dua belas jam," balas Kyungsoo tanpa ekspresi. Raut wajahnya sulit ditebak, membuat rekan-rekannya bingung dengan sikapnya.
"Kyung, jangan gegebah," suara lembut Luhan terdengar.
Kyungsoo berdiri, memakai jas putihnya. "Itu pasienku. Aku akan menyelamatkannya," dengan cepat gadis itu berjalan menuju ruang penyimpanan obat.
Rekan-rekannya saling pandang, meminta pendapat, tapi tidak ada satupun yang bersuara. Kyungsoo memang keras kepala dan tidak bisa dihentikan. Tapi ini terlalu berbahaya.
.
.
"Kau yakin dengan ini?" tanya Chanyeol saat menyusul Kyungsoo menuju ruang isolasi.
"Ya. Tentu saja," jawab Kyungsoo singkat, kemudian mempercepat langkahnya menuju bangsal isolasi yang sepi.
Saat mereka berdua tiba. Luhan, Kris, dan Sehun menunggunya di depan ruang isolasi Kim Jongin. Empat orang suster pria berdiri di belakang mereka.
"Kau yakin?" tanya Kris.
Kyungsoo mengangguk, menyelipkan satu buah jarum suntik ke saku jasnya. "Apapun yang terjadi kalian harus tetap tenang. Aku akan baik-baik saja,"
Mereka semua mengangguk, tangan Sehun terulur untuk memberikan kunci ruangan tersebut. Kemudian mereka semua mundur beberapa langkah agar tidak terlihat oleh pasien saat pintu dibuka.
Kyungsoo menghembuskan napas beberapa kali, mengulang kalimat-kalimat yang membuat dirinya sendiri tenang dalam hati. Dengan sangat perlahan, Kyungsoo memasukkan kunci dan memutar kenop pintunya.
Ruangan itu hangat, dengan bau pengharum ruangan yang menenangkan, dan cahaya temaram yang berasal dari lampu di balik jendela anti peluru.
"Tuan Kim Jongin?" Kyungsoo bersuara, matanya memandang ke sekitar ruangan tetapi dia tidak menemukan apapun disana.
Kyungsoo melangkahkan kakinya maju dan seketika suara pintu terbanting di belakangnya. Kyungsoo sedikit tersentak, kemudian menoleh.
Untuk pertama kalinya, Kyungsoo melihat sosok Jongin yang memiliki cerita menyeramkan. Satu hal yang terlintas di benak Kyungsoo, psikopat ini tampan. Luar biasa tampan untuk ukuran seorang psikopat.
Jongin berdiri di balik pintu, yang entah bagaimana dia mendapatkan kunci pintu tersebut. Jongin menyeringai, tangan kanannya dengan cepat mengunci pintu tersebut dan tangan kirinya menggenggam sebuah besi panjang.
Kyungsoo melirik sekilas pegangan ranjang yang terputus, dan besi itu memang berasal dari sana.
Kyungsoo memandangi jendela yang ada di pintu, dia mengangguk dua kali. Kyungsoo tidak bisa melihat mereka dari dalam tapi Kyungsoo tahu, teman-temannya diluar sana bisa melihatnya. Kyungsoo mengisyaratkan mereka untuk tetap tenang.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Jongin, menoleh ke belakang sekilas, dan kemudian menuding Kyungsoo dengan besi yang dipegangnya.
Kyungsoo tersenyum tipis, hanya sekilas, hingga Kyungsoo sendiri tidak yakin dia sedang tersenyum. "Aku hanya ingin berbicara denganmu,"
Jongin menyeringai, bergerak maju mendekati Kyungsoo. Naluri Kyungsoo berteriak untuk berjalan mundur, menjauhi Jongin. Tapi Kyungsoo tetap berdiri di sana. Jongin membasahi bibir bawahnya, menatap Kyungsoo seakan-akan hendak mengkuliti gadis itu. Dan Kyungsoo juga berpikir hal yang sama.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Jongin lagi, Kyungsoo menyadari saat Jongin menguatkan pegangan tangannya pada besi itu.
"Bagaimana aku harus memanggilmu?" ucap Kyungsoo lembut. Matanya melirik kunci yang masih terpasang dengan baik, membuat orang di luar sana tidak akan bisa membuka pintu tersebut.
Kyungsoo perlu berpikir.
Jongin terkekeh. "Kau sudah tahu namaku," jawabnya dingin, kakinya maju selangkah mendekati Kyungsoo yang tetap tenang.
"Apakah aku harus memanggilmu Tuan Kim Jongin atau Kim Jongin saja. Aku tidak bisa menentukan itu tanpa persetujuanmu," ucap Kyungsoo ringan.
Jongin menatap Kyungsoo dengan kepala miring. Mata Jongin berkedip dua kali. Kyungsoo tahu, pria itu sedikit goyah. "Jongin," balas Jongin singkat.
"Baiklah, Jongin. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja," Kyungsoo melirik makanan yang masih utuh di atas meja Jongin. "Kau tidak memakan makananmu?"
Jongin tertawa keras, mengangkat kepalanya ke belakang seperti orang bodoh. "Untuk apa? Lalu aku akan mati saat memakan racun yang kalian berikan,"
Kyungsoo pura-pura bingung. "Kau pikir aku akan meracunimu?"
Jongin mendengus, maju selangkah lagi. "Aku tidak terlalu bodoh untuk tahu, kalian membawaku kemari untuk membunuhku sebelum aku membunuh orang lain," Jongin memandangi tembok kosong di hadapannya.
Kyungsoo hampir tersedak, tapi ia tersenyum. Kyungsoo memutar tubuhnya menuju ranjang Jongin dan duduk di sana. Jemari mungilnya meraih kotak makanan dan mengambil sendok untuk memakannya. "Apa yang kau lakukan?" tanya Jongin saat Kyungsoo mulai mengunyah potongan ayam.
"Apa lagi? Aku sedang makan. Kau tahu, aku tidak bisa membiarkan makanan terbuang begitu saja. Ini sayang jika tidak dimakan," Kyungso tersenyum, membuat Jongin menatapnya dengan bingung. "Kau tidak lapar?" tanya Kyungsoo, menyendokkan potongan ayam kedua.
"Tidak. Disana mereka biasa tidak memberiku makan jadi aku sudah terbiasa kelaparan," ucap Jongin acuh.
Kyungsoo mendesah ringan, kemudian meminum air mineral. "Sayang sekali, kau masih harus merasa kelaparan di sini,"
Jongin diam, menatap Kyungsoo dengan pandangan bingung. Jemarinya bergerak-gerak gelisah. Dan Kyungsoo tahu dia sudah menang.
"Siapa namamu?" tanya Jongin.
Kyungsoo meletakkan makanannya dan melepas jasnya. "Aku Kyungsoo," Jongin memandangi Kyungsoo yang melemparkan jas dokternya ke ranjangnya.
"Mengapa kau melepaskan itu?" tanya Jongin bingung, kembali menudingkan besi ke arah Kyungsoo.
Kyungsoo mendesah, kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang Jongin yang hangat. "Aku lelah, Jongin-ah. Menjadi dokter tidak menyenangkan, kau tahu ada banyak sekali orang yang menggerutu padaku," Kyungsoo memejamkan matanya sebentar.
"Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan?" tanya Jongin lagi, berjalan mendekati Kyungsoo.
"Ijinkan aku beristirahat sejenak, Jongin-ah. Kau tahu, bahkan aku tidak sempat merebahkan tubuhku di atas ranjang selama hampir sebulan. Aku selalu tidur di sofa dan itu membuat tubuhku remuk," Kyungsoo melirik wajah Jongin yang kebingungan.
"Mengapa kau tidur di sini?" tanya Jongin lagi, kali ini di berdiri tepat di samping ranjang.
"Jongin-ah, biarkan aku beristirahat sebentar saja. Kali ini saja jangan anggap aku dokter, anggap saja aku temanmu yang meminta bantuan padamu, oke?" Kyungsoo tersenyum.
"Teman?" bisik Jongin dengan suara datar.
"Kenapa?" tanya Kyungsoo.
"Aku tidak punya teman,"
Kyungsoo terkekeh dan bangkit untuk duduk. "Kalau begitu jadikan aku temanmu. Aku juga tak punya teman,"
"Kau bohong," balas Jongin.
Kyungsoo menggeleng. Jemarinya meraih tangan Jongin yang memegang besi, Jongin sedikit terkejut tetapi tidak menghindar. Kyungsoo menarik Jongin untuk duduk di pinggiran ranjang.
"Mereka di luar sana bukan temanku. Mereka tidak mengijinkanku beristirahat di ranjang yang nyaman seperti ini. Tapi kau membiarkanku melakukannya," Kyungsoo meraih besi yang Jongin pegang, Jongin tidak menolak dan protes saat Kyungsoo meletakkan besi tersebut di bawah ranjang. "Terima kasih, Jongin. Aku berhutang padamu," Kyungsoo menggenggam kedua tangan Jongin, membuat Jongin menatapnya bingung.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Jongin, berusaha menarik tangannay dari Kyungsoo, tapi Kyungsoo menahannya.
"Kau benar-benar tidak merasa iba padaku? Tanganku membeku, Jongin-ah," Kyungsoo membalikkan tangannya di atas telapak tangan Jongin. Kyungsoo melirik Jongin, mata pria itu masih fokus pada tangan Kyungsoo yang menyatu dengan tangannya. "Sekarang sebagai balas budiku, aku akan membelikanmu makanan yang enak. Kau mau makan apa?" tanya Kyungsoo dengan lembut.
"Tidak," bentak Jongin, matanya masih memandangi tangan Kyungsoo.
Kyungsoo mendesah. "Kalau begitu, kau makan ini saja," Kyungsoo meraih tempat makan Jongin dan meletakkannya di pangkuan pria itu.
"Ini beracun,"
Kyungsoo terkekeh, jemari dinginnya menyentuh tangan Jongin yang hangat. "Jika ini beracun, mengapa aku belum mati sekarang. Kau lihat sendiri aku sudah memakannya,"
Jongin memandangi Kyungsoo yang sedang tersenyum padanya. "Tapi kau sudah memakannya," tambahnya.
Kyungsoo merengut. "Demi Tuhan, Jongin aku sehat. Aku tidak memiliki penyakit menular, sungguh," Kyungsoo membuat tanda V dengan jarinya. Jongin memiringkan kepalanya menatap Kyungsoo, tatapannya sangat dingin. Dengan sangat perlahan, Kyungsoo meraih tangan Jongin dan meletakkan sendok plastik di tangannya. "Makanlah. Aku tidak ingin melihat temanku kelaparan,"
"Teman," Jongin mengulang perkataan Kyungsoo dengan pelan. Tapi perlahan tangan pria itu terangkat untuk makan. Kyungsoo tersenyum, tangannya mengelus punggung Jongin sementara pria itu makan dengan perlahan.
Kyungsoo tidak melepaskan pandangannya sama sekali dari Jongin, setelah Jongin menghabiskan makanannya, lagi-lagi Kyungsoo tersenyum. "Terima kasih untuk memilih hidup dan menjadi temanku,"
"Aku bukan temanmu," bisik Jongin.
Kyungsoo mengangkat bahu, kemudian membalikkan tubuh Jongin agar menghadap dirinya. "Aku temanmu, Jongin-ah," Kyungsoo mengangkat kedua tangannya untuk meraih tubuh Jongin, memeluk Jongin dengan perlahan.
Jongin tidak menolak, dia sama sekali tidak bergerak dari posisinya.
"Kau sudah bekerja keras, Jongin-ah. Terima kasih,"bisik Kyungsoo, masih memeluknya. Tangannya menepuk dan mengusap punggung Jongin. Kemudian jemarinya mengusap belakang kepala Jongin perlahan.
Jongin sama sekali tidak bergerak. Dia tidak membalas pelukan Kyungsoo.
Kyungsoo merasa bahwa tubuh Jongin semakin berat, kepala pria itu terkulai di bahunya yang sempit. Dengan perlahan Kyungsoo menarik tubuh Jongin dari tubuhnya, membaringkan tubuh Jongin yang sudah tidak sadar ke ranjang empuknya.
Kyungsoo menarik selimut hingga menutup dada Jongin, dengan masih memandangi pria itu, Kyungsoo menghela napas berat. Entah mengapa tangannya bergerak mengusap rambut cokelat Jongin yang lembut. Jemarinya bergerak di sana untuk beberapa saat.
"Kau harus sembuh, Jongin. Kau akan baik-baik saja," bisik Kyungsoo pelan, kemudian berjalan menjauhi ranjang Jongin untuk keluar ruangan.
Saat Kyungsoo keluar, Luhan memeluknya dengan erat. "Ya Tuhan, kau membuatku khawatir," bisiknya.
"Kau baik-baik saja?" Kris menyahut. Kyungsoo mengangguk.
"Apa yang sebenarnya kau lakukan?" tanya Sehun.
"Benar. Apa yang sebenarnya kau lakukan?" ulang Luhan, melepaskan pelukannya pada Kyungsoo.
Kyungsoo tersenyum. "Aku memberikan obatnya,"
"Bagaimana?" suara Luhan sedikit melengking.
"Aku berhasil membuatnya makan. Dan obatnya tercampur disitu," Kyungsoo mengangkat bahu.
Chanyeol terkekeh. "Haruskah aku memberimu pujian untuk itu?"
Kyungsoo menepuk lengannya. "Jangan berlebihan. Ini masih awal,"
"Lalu kenapa kau meninggalkan jasmu?" tanya Kris.
Kyungsoo tersenyum. "Aku akan mengambilnya saat jam makan malam," Kyungsoo berjalan meninggalkan rekan-rekannya yang menatapnya bingung.
Kyungsoo aneh. Tidak biasanya ia tersenyum setelah selesai menangani pasien. Biasanya Kyungsoo selalu menggerutu hingga rekan kerjanya lelah dengan semua bentuk protes gadis itu.
"Perasaanku saja, atau dia memang sedikit agak aneh?" tanya Chanyeol.
"Berhati-hatilah, menangani orang yang kurang sehat akan membuatmu kurang sehat juga," balas Sehun, diiringi dengan tepukan keras di punggungnya.
"Dia aneh," tambah Kris.
.
.
TBC
.
.
Yuhuuuuu~ Author kembali dengan cerita baru dalam merayakan hari KAISOO. Ijinkanlah Author cuap-cuap sebentar.
Fanfiction ini adalah special project bulan Januari dalam rangka merasakan ulang tahun Kyungsoo dan Jongin. Semoga menikmati fanfiction ini. Fanfiction ini didedikasikan untuk sahabat Author yang KAISOO SHIPPER. Yo~ Marya ini request-mu sudah kukabulkan!
Untuk pembaca SECRET AGENT WIFE, Author mohon maaf yang sebesar-besarnya karena fanfiction itu hiatus lebih dari tiga bulan. Hal ini dikarenakan Author sibuk kuliah dengan tugas-tugasa yang berserakan. Tapi karena habis ini Author liburan, jadi pasti dilanjut untuk fanfiction SECRET AGENT WIFE-nya. Ditunggu aja semua, sekali lagi Author minta maaf.
Untuk fanfiction ini gimana kelanjutannya silahkan isi kolom review. Tanggapan, kritik, dan saran sangat Author butuhkan. Biar Author tau, ini fanfiction ada peminatnya atau enggak /hihi/. Yaudah silahhkan review kalau ingin dilanjut atau enggak.
Sekian dari Author, mohon maaf dan terima kasih.
Bye~