oOo

Main cast : Luhan, Sehun.

Rate : M.

Gendre : Romance.

Leght : Oneshot – Black rose sequel.

P.S : FF ini GS untuk para Uke. Menerimia kritikan tapi menolak keras dengan BASH! FF ini adalah hasil inspirasi ku sendiri kalau ada kemiripan sama FF atau apapun itu hanya kebetulan yang ga di sengaja. Maafkan kalau ada Typo. Typo adalah sebagaian dari iman(?) lol Happy reading^^. GA SUKA GA USAH BACA TAPI KALAU SUKA KLIK KOLOM REVIEW, Ok thanks^^

.

.

.

.

.

"Astaga Luhaaaannnn!" Jeritan yang tidak bisa di katakan pelan terdengar, menyapa gendang telinga wanita cantik berambut panjang kepang dua yang tengah berdiri dengan memegang penggorengan dan juga sepatula.

Wanita itu 'Luhan'. Hanya tersenyum lebar, dengan tatapan tidak bersalah atas semua kekacauan yang sudah ia buat di pagi hari sejuk ini.

Wanita yang mengawali paginya dengan berteriak itu, mendecak sebal saat matanya melihat dapur miliknya sudah berubah menjadi sangat berantakan. Semua peralatan masak sudah tidak berada di tempatnya dan juga semua bahan masakan berceceran di lantai, terlihat seperti sampah menjijikkan padahal ia baru membelinya kemarin sore di super market.

"Maaf Bu, tolong jangan pecat aku sebagai calon menantumu heemm.." Luhan bergelayut manja pada lengan wanita setengah baya yang menatapnya tajam. Sedikit mengusakkan puncak kepalanya pada leher Oh Minki 'Ibu Sehun'. Layaknya seekor kucing yang tengah mengiba meminta makanan.

Minki hanya mampu menghela nafas untuk menghadapi serangan dari calon menantunya, melepas lengan Luhan dan berjalan untuk membereskan kekacauan yang sudah Luhan buat.

"Kau tahu kalau hanya Sehun yang bisa memecatmu sebagai calon menantu Ibu, dan Sehun tidak akan melakukan itu Ibu rasa, walaupun kau meledakkan dapur milik Ibu sekalipun.." Suara Minki terdengar ketus, tapi itu tidak membuat Luhan memberengut sedih. Luhan tahu kalau calon Ibu mertuanya tidak akan marah pada semua kekacauan yang ia buat. Calon Ibu mertuanya hanya akan mengungkapkan kekesalannya dan kembali bersikap normal layaknya seorang Ibu.

"Terimakasih Bu.." Luhan memeluk Minki dari belakang yang sesekali memberontak tapi Luhan tidak membiarkan Minki lepas dari pelukkannya, dan justru menyandarkan kepalanya pada punggung Minki hingga membuat seulas senyum terukir di bibir Minki.

"Sebenarnya apa yang ingin kau buat?" Minki bertanya dibarengi membereskan kekacauan yang ada, jangan lupakan. Luhan yang masih memeluknya dari belakang seperti seekor monyet.

"Aku ingin membuat makanan untuk menyambut kedatangan Sehun, Bu.."

"Kau bisa membelinya.."

Luhan menggeleng kecil dan melepaskan Minki dari pelukkannya. Minki berbalik dan mendapati wajah sendu Luhan.

"Aku ingin membuatnya sendiri Bu, tapi aku gagal. Semuanya tidak enak"

Minki terkekeh kecil saat mendengar gumaman lirih Luhan. Luhan memang tidak bisa memasak dan benar-benar tidak boleh untuk berada di dapur jika dapurmu ingin tetap utuh.

"Kau bisa meminta tolong pada Ibu, jangan seperti ini.."

"Aku baru mendapatkan idenya tiga puluh menit lalu Bu, Ibu tahukan? Seperti ada lampu yang menyala di otakku secara tiba-tiba dan Ibu masih tidur, aku tidak enak jika mengganggu Ibu.." Luhan menjelaskan dengan sesekali memainkan kepang rambutnya.

Sungguh cantik calon menantunya. Minki mengakui itu, dan tidak heran jika anak semata wayangnya benar-benar tergila-gila pada Luhan.

"Baiklah, Ibu yang akan membereskan semuanya. Kau hanya perlu menjemput Sehun di airport"

"Ibu benar! Itu memang yang seharusnya aku lakukan. Aku akan berdandan dengan cantik agar Sehun semakin mencintaiku" Luhan tersenyum sumringah.

Sehun memang akan pulang hari ini sejak ia merantau di Canada empat tahun silam dan Luhan merasa tidak sabar untuk melihat bagaimana rupa Sehun sekarang. Luhan mencium pipi Minki dan berlari tergesa untuk menuju kamarnya di lantai dua.

"AKU MENYAYANGI IBU! JANGAN MERINDUKANKU. HANYA DUA JAM!"

Itu teriakan Luhan yang membuat Minki menggeleng.

"IBU TIDAK AKAN MERINDUKANMU WALAUPUN KAU PERGI TIGA JAM!"

Minki merasa lucu sendiri dengan jawabannya. Ia memang sering dibuat kesal oleh sifat Luhan. Di banding dengan nama bahan masakkan, Luhan lebih hafal merk-merk ratusan tas yang berjejer di mall. Dan Luhan sangatlah ceroboh, jangankan untuk memasak, untuk mengerjakan pekerjaan rumahpun Luhan tidak bisa. Luhan hanya ahli dalam hal merias wajah, merias kuku dan memilih tas-tas mahal di toko. Tapi sial, rasa kesalnya tidak bisa membuat Minki membenci Luhan ataupun sekedar melarang Sehun untuk menikahi Luhan. Di balik sifat Luhan yang tidak Minki sukai, Luhan mampu mengusir rasa sepinya dengan celotehan panjangnya, sifat manjanya dan juga keributtannya. Minki bahkan menyadari kalau rumahnya yang sekarang ia huni bersama Luhan sejak Sehun pergi, akan terasa sunyi jika Luhan sedang ke suatu tempat. Empat tahun tinggal bersama Luhan membuat Minki secara perlahan memupuk rasa sayangnya pada sosok cantik nan mungil itu, dan alasan lain yang membuat Minki menyayangi Luhan dan sangat menerima keberadaan Luhan adalah, karena Luhan wanita dan Sehun adalah seorang pria. Memiliki anak lelaki terlalu membosankan –Tapi Minki sangat mensyukuri keberadaan Sehun- dan dengan adanya Luhan, Minki menjadi memiliki teman untuk berbelanja di mall dan Minki memiliki seseorang yang sesekali bisa ia ajak tidur bersama dalam satu ranjang untuk saling berbagi isi hati. Yah begitulah, ia hidup bersama Luhan bukan lagi seperti Ibu mertua dengan calon menantunya, tapi sudah seperti Ibu dan anaknya. Saling menyayangi dan menjaga satu sama lain. Walaupun setiap hari tidak ada keributan yang tidak terjadi di antara mereka tapi justru itu yang menjadi pelengkapnya. Seperti sekarang.

"IBUU! DRESS MERAHKU KEMANA!"

Teriakkan Luhan yang setiap harinya mengisi hari-hari Minki. Berdoalah Sehun, semoga jantung Ibumu masih dalam keadaan normal.

"ADA DI LEMARI!"

Atau mungkin, Sehun justru harus berdoa untuk jantungnya sendiri?

.

.

Dua wanita cantik dengan penampilan yang sangat berbanding terbalik, berdiri dengan mata yang terus menelusuri pintu kedatangan Incheon airport. Luhan, dengan dress merah ketat, heels setinggi 12cm berwarna cream dan juga rambutnya yang di ikat kuda. Terlihat menghentakkan kakinya saat tidak kunjung melihat pria pujaannya. Sementara Baekhyun, yang mengenakan jeans panjang, kaos pendek, sepatu sneakers dan tanpa riasan make up seperti yang Luhan poleskan, hanya mendesah malas. Sudah satu jam mereka menunggu tapi remaja SHS yang kini sudah berubah menjadi jutawan muda itu tidak kunjung muncul.

"ASTAGA, BAEK! ITU SEHUN! LIHAT, ITU SEHUNKU!" Luhan berseru saat melihat seorang pria tinggi, mengenakan celana panjang berwarna hitam, sepatu kulit mengkilat berwarna coklat, kemeja berwarna senada denga celananya dan di balut sempurna coat berwarna silver, berjalan keluar dari pintu kedatangan.

"Bagaimana ini Baek? Lihat aku, apa make upku ada yang kurang? Apa aku sudah terlihat cantik?" Luhan sedikit merapihkan dress merahnya dan juga rambut panjangnya. Baekhyun hanya mendengus malas. Luhan sudah menggerednya dengan paksa untuk ikut menemani dan Luhan justru bertingkah menggelikan di hadapannya.

"Kau bukan 'remaja' SHS Luhan.."

Luhan memberengut saat mendengar nada mengejek yang Baekhyun tujukan untuknya.

"Aku hanya meminta pendapat Baekhyun!" Luhan mendengus kesal dan berbalik untuk melihat Sehun. Dan ajaib, raut kesal Luhan menghilang dalam sekejap, digantikan senyuman yang merekah indah. Dengan sedikit berlari, Luhan menerjang Sehun dengan pelukkannya.

Sehun tertawa pelan, dan membalas pelukkan Luhan, si mawar hitam pujaannya.

"Kenapa lama sekali? Aku sudah menunggumu sejak satu jam lalu.." Luhan bergumam dan semakin mengeratkan pelukkannya pada leher Sehun.

Sehun mengelus punggung Luhan dan sesekali menciumi pelipis Luhan hanya untuk sedikit mengurangi rasa rindunya.

"Kau yang terlalu cepat datang sayang.. aku sudah bilangkan, kalau aku akan sampai pukul sebelas siang"

Luhan sedikit menjauhkan diri dari Sehun, namun tanganya tetap melingar di leher Sehun, begitupun Sehun, tangan Sehun masih dengan nyamannya bertengger di pinggang ramping Luhan.

"Itu karna aku sudah sangat merindukanmu Sehun. Kau jahat karna tidak pernah sekalipun mengunjungiku dan Ibu.."

Sehun merasa geli saat dapat mendengar langsung suara Luhan yang tengah merajuk. Memang selama ia berada di Canda, Sehun tidak pernah menyempatkan diri untuk sekedar pulang ke Korea. Itu di karnakan Sehun terlalu focus pada kuliah dan pekerjaan yang tengah ia geluti. Bahkan untuk menelfone Luhan atau Ibunya pun sangat jarang Sehun lakukan. Sehun terlalu menyibukkan diri dengan semua kewajiban yang harus ia lakukan, dan tentu itu semua Sehun lakukkan hanya demi menepati janjinya pada Luhan dan juga membahagiakan Ibunya.

"Tapi sekarang aku ada di sini Lu, di depanmu.." Sehun berbisik jahil dan itu mampu membuat seburat kemerahan muncul di pipi putih Luhan. Uh, sungguh manisnya wanita pujaannya. Sehun merasa seperti mimpi karena dapat melihat Luhan lagi di depannya.

Luhan membenamkan kepalanya pada dada hangat Sehun. Dengan sendirinya Luhan dapat menghirup aroma tubuh Sehun yang sudah tidak ia hirup selama bertahun-tahun. Luhan senang, karna sekarang Sehun sudah kembali dalam pelukkannya sehingga Luhan dapat lagi merasakan dekapan nyaman Sehun yang melingkari pinggangnya. Dan hal lain yang membuat Luhan mendapatkan kesenangan lebih hingga membuatnya merasa seperti ingin melompat adalah, Sehun yang sudah berubah menjadi seorang pria yang ia impikan. Luhan merasa bangga sekaligus kagum pada upaya yang Sehun lakukan agar tidak mengecewakan dirinya juga Ibunya, dan hal itu semakin membuat Luhan mencintai Sehun dan merasa kalau jalan yang sudah ia pilih adalah jalan yang tepat.

"Sehun, kau semakin tampan.." Luhan berbisik dengan sedikit rasa malu yang menyergapi dirinya. Wajar jika Luhan merasakan ini. Karena sejak malam itu, mereka hanya bisa bersama selama satu bulan sebelum akhirnya Sehun pergi ke Canada. Jika Sehun sudah sangat mengerti tentang Luhan maka Luhan masih sangat minim pengetahuan tentang Sehun. Hanya beberapa yang ia tahu, itupun ia dapat dari Oh Minki. Dan Luhan sedang memulai untuk menyelami segala hal tentang Sehun. Menyimpannya dengan baik agar ia bisa terus mengingatnya sampai kapanpun.

"Kaupun semakin cantik Lu, bahkan kau terlihat lebih cantik di usiamu yang sekarang.."

"Tentu, dan kau hampir kehilangan wanita cantik ini jika saja Ibumu tidak mengusir pria-pria yang datang mengajakku berkencan. Ibumu sangat mengagumkan, kau tahu?"

"Aku akan mengucapkan terimakasih pada Ibu kalau begitu, karena sudah menjaga wanita tercantik ini dengan baik.."

Kekehan kecil Sehun berpadu dengan tawa renyah Luhan, hingga menimbulkan harmoni indah untuk keduanya. Sehun berucap syukur karena Luhan tetap menjaga janjinya untuk menunggunya, dan sekarang ia yang akan menepati janjinya pada Luhan.

"Ehem!"

Sehun dan Luhan saling melepaskan pelukkan saat mendengar deheman kecil di samping mereka, namun Sehun tetap merengkuh posesif pinggang ramping Luhan. Sehun baru ingat kalau ia datang bersama temannya dan, Oh! Ada Baekhyun juga rupanya.

"Maaf, aku lupa padamu Hyung.. kenalkan, ini Luhan, dan Lu, dia Park Chanyeol.."

Chanyeol dan Luhan saling berjabat tangan. Chanyeol adalah teman sekligus atasan di perusahaan game tempat Sehun bekerja. Bisa di bilang Chanyeol adalah seseorang yang paling berjasa di balik semua kesuksesan yang sudah Sehun dapat selain dari segala kerja keras yang sudah ia lakukan. Berawal hanya menjadi pekerja magang sampai akhirnya ia bisa memperkenalkan game buatannya sendiri di suatu kesempatan yang Chanyeol beri, dan Tuhan memang menyayanginya. Game buatan Sehun sukses menarik pecinta game OnLine di seluruh dunia, sehingga bisa mengantarkan Sehun pada posisi yang lebih tinggi.

"Ah ya, kenalkan. Dia Byun Baekhyun.." Luhan menunjuk Baekhyun yang berdiri seperti patung pada Chanyeol.

Chanyeol tersenyum dan mengulurkan tangannya pada wanita yang Luhan kenalkan. Mata Baekhyun melirik dengan gelisah, membuat Luhan yang melihatnya hanya tersenyum tipis.

"A-aku Byun Baekhyun.."

"Senang berkenalan denganmu nona Byun.."

Pipi Baekhyun bersemu kemerahan. Sangat jelas kentara karena Baekhyun sama sekali tidak memoleskan make up di wajahnya. Luhan terkikik geli, sepertinya ada yang akan merubah penampilan.

"Jika butuh bantuan, aku siap membantu Baek.."

Baekhyun mendelik, dan itu membuat tawa Luhan pecah tanpa Sehun dan Chanyeol mengerti alasannya. Wanita memang penuh rahasia bukan?

.

.

"Lu.."

"Ya.."

Luhan menoleh pada Sehun yang membuka pintu kamarnya. Penampilan Sehun terlihat rapih seperti akan pergi ke suatu tempat.

"Ayo, kita pergi keluar.."

Luhan mendekat pada Sehun dengan tatapan bingung.

"Kemana? Oh, aku ingat! Apa kau akan mengajakku ke mall? Kau masih belum menepati janjimu untuk membelikan apapun yang aku inginkan. Selama ini aku tidak bisa berbelanja dengan puas karena Ibu yang melarang.." Luhan berucap manja dengan sedikit memainkan kancing kemeja Sehun. Hanya usaha agar Sehun mengerti dengan apa yang tengah ia inginkan.

Sehun tersenyum tipis, mengambil cardigan milik Luhan dan mengenakannya pada Luhan. Ia tidak mungkin mengajak Luhan keluar dengan hanya mengenakan hot pants dan crop tee. Itu terlalu sexy dan bisa mengundang mata nakal untuk melirik pada tubuh wanitanya.

"Kemanapun dan apapun yang kau inginkan.."

"YEEEYYY! AKU MENCINTAIMU SEHUN!" Luhan bersorak kencang, memberi bibir Sehun tiga kecupan dan menggered tangan Sehun dengan tergesa.

"IBU! AKU AKAN PERGI BERSAMA SEHUN! JANGAN MERINDUKAN KAMI, OK!"

"JANGAN PULANG TERLALU MALAM!"

Sehun menggeleng pada kebiasaan baru yang ia temui sejak pulang ke Seoul lima hari lalu. Yaitu Ibunya dan Luhan yang sangat sering berteriak. Setahunya suara Ibunya tidak sekeras ini tapi kenapa sekarang bisa menjadi terdengar memekikkan telinga? Sehun rasa ia harus membeli penutup telinga nanti.

.

.

Setelah puas seharian mengelilingi hampir lima mall terbesar yang ada di Seoul, dan membeli apapun yang ia inginkan. Luhan memutuskan untuk pulang, mengingat sekarangpun sudah pukul tujuh malam

Di dalam mobil, senyuman Luhan terus terukir membuat Sehun yang duduk di sampingnya ikut menyunggingkan senyumnya dengan bahagia. Sehun merasa bangga pada dirinya sendiri karna sudah mampu memberikan apa yang Luhan inginkan tapi tentu ada hal lain yang sudah Sehun siapkan untuk Luhan.

"Sehun, ini bukan jalan pulang.." Luhan bergumam dengan sesekali melihat keluar dari jendela mobil.

Sehun menarik dagu Luhan, membuat wajah Luhan berhadapan dengan wajahnya.

"Ini jalan yang akan kau telusuri sejak malam ini.."

Alis Luhan terangkat karna ucapan Sehun yang tidak bisa ia cerna. Sehun tersenyum dan menyatukan belah bibir mereka. Mengabaikan sang supir yang mungkin bisa melihat dari kaca sepion.

Luhan mengedikkan bahunya, merasa ucapan Sehun tidak harus ia fikirkan, dan dengan senang Luhan menyambut lumatan Sehun di bibir bawahnya. Pagutan yang sudah berlangsung beberapa menit tidak membuat Sehun ataupun Luhan ingin melepasnya, mereka hanya akan mengambil waktu beberapa detik untuk menghirup udara dan kembali memulai ciuman penuh gairah cinta yang terjadi. Dunia benar-benar terasa hanya milik mereka.

.

.

"Kau akan membawaku kemana Sehun?" Luhan bertanya, karena sejak ia turun dari mobil, matanya sudah Sehun tutupi menggunakan kain hitam. Luhan hanya terus mengikuti kemana Sehun membawanya dengan sesekali tersandung sesuatu yang Luhan tidak ketahui.

"Kau siap? Buka ikat matamu Lu.."

Luhan mendengus, harusnya Sehun bukan yang membukakannya? Dengan sedikit kesulitan Luhan membuka penutup mata yang menghalangi penglihatannya. Mata rusa Luhan sedikit mengerjap sebelum ia benar-benar bisa melihat dengan baik, dan sekarang Luhan tahu kenapa Sehun menyuruhnya sendiri untuk membuka penutup mata. Karna Sehun berdiri di sana dengan sebuket bunga mawar merah di tangannya.

Sehun berdiri di depan rumah besar berlantai tiga yang memiliki halaman cukup luas. Di belakang Sehun, Luhan bisa melihat kata 'Will you marry me?' yang di susun menggunakan balon berwarna merah muda. Lampu-lampu kecil berkerlap kerlip untuk memberi penerangan di bawah langit yang sudah cukup petang. Sehingga Luhan bisa sedikit melihat bagaimana bentuk rumah yang ia tidak ketahui milik siapa.

"Kau sudah menepati janjimu untuk menungguku, dan sekarang aku menepati janjiku untuk membuatkan istana untukmu. Mungkin tidak terbuat dari emas dan juga tidak sebesar istana yang sesungguhnya, tapi aku bisa pastikan padamu Luhan, kalau hanya kau yang akan menjadi putri di istana kecil ini"

Sehun mendekat pada Luhan yang sudah di buat terkejut dan tersentuh dengan apa yang Sehun ucapkan. Luhan tidak menyangka kalau Sehun benar-benar memikirkan perkatannya dahulu. Karna jujur, sejak tinggal bersama Ibu Sehun, Luhan tidak pernah lagi mengharapkan istana besar dengan dirinya yang menjadi nyonya besar. Luhan sedikit tersadar kalau tidak semua hal harus terlihat mewah. Oh Minki cukup mengajarkannya kalau sederhana asal bisa membuatmu bahagia lebih baik di banding kau bahagia atas dasar keserakahan. Semua kebahagiaan akan menjadi abadi atau tidak, tergantung dari apa yang kita perbuat dan Luhan menginginkan kebahagiaan abadi atas dasar kesederhanan bukan keserakahan yang sewaktu-waktu bisa membuatmu buta pada arti kehidupan yang sesungguhnya. Tapi itu tidak berlaku untuk semua barang yang ada di mall omong-omong.

"Luhan, maukah kau menjadi mawar merahku? Menjadi milikku untuk aku petik dan aku genggang sampai akhir hidupku nanti.."

Airmata Luhan menetes dibarengi tawa kecil Luhan yang terdengar. Luhan dengan cepat mengambil buket bunga yang Sehun pegang dan mencium bibir Sehun tanpa keraguan. Sehun cukup faham bukan dengan jawaban yang ia beri?

"Aku mencintaimu Sehun.." Luhan berbisik pelan, mengangkup dua pipi Sehun dan kembali menyatukan bibir basah mereka.

Sehun merapatkan Luhan pada tubuhnya, tangan Sehun merengkuh pas pinggang Luhan dan membalas ciuman yang Luhan buat dengan perasaan bahagia. Sehun bahagia karna semua keinginannya yang saat ini sudah terwujud. Menjadi sukses dan hanya satu langkah lagi ia akan menikahi Luhan.

"YAK! KALIAN BENAR-BENAR TIDAK TAHU TEMPAT!"

Seseorang dengan kuat mencoba menarik Luhan dari pelukkan Sehun. Namun tentu, Sehun ataupun Luhan tetap saling bertahan agar ciuman mereka tidak terputus. Oh Minki mendengus kesal dan menjewer kuat telinga Sehun membuat Sehun sedikit terhuyung kesamping –karna perbedaan tinggi- dengan aduhan yang cukup keras.

"IBU! APA YANG IBU LAKUKAN! LEPASKAN SUAMIKU BU.." Luhan berteriak tidak terima dan berganti ia yang menarik tangan Minki agar melepaskan jewerannya pada telinga Sehun.

"Ibu, ini sakit!"

"IBU LEPASKAN SEHUN!" Luhan kembali berteriak dengan bumu-bumu rengekan di nada suaranya.

Minki mendengus dan melepaskan jewerannya pada telinga Sehun. Luhan dengan sigap mengelus lembut daun telinga Sehun yang sudah sedikit memerah.

"Sehun, kau tidak papa?"

"Astaga, itu hanya jeweran Luhan.." Minki berucap dramatis saat melihat reaksi berlebihan Luhan.

"Tapi itu tetap sakit Bu, lagi pula sedang apa Ibu ada di sini?"

"Lihat Sehun, dia bahkan tidak menginginkan Ibu untuk tinggal di sini.."

Luhan memutar bola matanya malas. Jadi drama queen di sini siapa?

"Aku hanya bertanya Bu.. Oh! Jadi Ibu akan tinggal di sini?"

Sehun mengangguki pertanyaan Luhan dengan sesekali mengusap telinganya yang masih terasa pedas.

"Yeeeeyy! Aku fikir aku akan berpisah dengan Ibu. Oh, ya.. aku membelikan banyak hadiah untuk Ibu.." Luhan bergegas kembali menuju mobil Sehun untuk mengambil barang belanjaannya.

Sehun tersenyum tipis saat melihat Luhan yang sangat terlihat bersemangat, dengan jahil Minki menyenggol lengan Sehun.

"Menjaga Luhan tidak mudah omong-omong. Jadi kau harus cepat memberikan Ibu cucu sebagai imbalan.."

Sehun tertawa pelan dan memeluk leher Minki dari belakang.

"Tentu Bu, Ibu tidak perlu hawatir karna Ibu akan mendapatkannya dengan cepat"

Minki mengangguk dengan senyuman kecil, dan mengusap lembut tangan Sehun yang melingkari lehernya. Inilah kebahagiaan lainnya milik Sehun. Yaitu Ibunya, sosok wanita nomor satu yang sangat berjasa dalam hidupnya.

"Aku menyayangimu Bu, terimakasih karna selalu mendukungku.."

"Apapun untukmu akan Ibu berikan.."

"Kenapa kalian melupakanku?"

Sehun dan Minki menoleh pada Luhan yang berdiri dengan banyak paper bag di tangannya. Luhan berjalan dengan sedikit memberengut. Dan menyerahkan dua paper bag yang ia bawa pada Minki.

"Oh Tuhan! Ini tas yang Ibu inginkan.." Minki berseru gembira dengan mata berbinar menatap tas berwarna hijau muda yang Luhan hadiahkan.

Luhan tersenyum lebar saat melihat Minki yang menyukai pilihannya. Itu adalah tas keluaran terbaru dan Luhan tahu kalau Minki menginginkannya. Luhan mengeluarkan sesuatu dari dalam paper bag lainnya.

"Aku membeli dua Bu.." Luhan berseru dengan tidak kalah gembiranya. Tas yang ada di tangan Luhan memiliki model yang sama dengan tas milik Minki, hanya berbeda warna. Milik Luhan berwarna merah.

Minki ikut tersenyum dan saling berpelukkan dengan Luhan.

"Kau memang bisa Ibu andalkan.."

"Tentu Bu.."

Sehun yang menjadi seorang pria satu-satunya hanya terus memijat kepalanya yang menjadi pening secara tiba-tiba. Memiliki dua wanita yang sama-sama menyukai tas-tas mahal, tidak mudah ternyata. Sehun merencanakan kalau ia harus segera membuka perusahaannya sendiri jika seperti ini.

"Sehun, gaun pernikahan untukku apa boleh aku sendiri yang memilih?"

Oh, apa lagi ini? Sehun menatap ragu pada Luhan yang menatapnya penuh dengan sirat permohonan. Sehun tahu kalau yang Luhan inginkan pastilah berharga mahal, melihat bagaimana Luhan yang benar-benar menunjukan raut memelas. Sehun sudah akan membuka mulutnya untuk menjawab, sebelum.

"Jangan Sehun! Harga gaun yang Luhan inginkan hampir mencapai 10 juta won!"

Minki menyelanya. Dan Sehun sukses di buat mematung setelah mendengar perkataan Minki. 10 juta won hanya untuk gaun? Kau benar-benar menikahi seorang putri, Oh Sehun.

"Ibu, harga gaun itu sepadan dengan gaunnya. Aku sangat menginginkannya Bu.."

"Tidak! Kau bisa membeli gaun pengantin lain tapi tidak dengan gaun itu.."

"Ibuuu.." Luhan terus mengekori Minki yang berjalan memasuki rumah baru mereka masih dengan ocehan-ocehan larangannya. Meninggalkan Sehun yang hampir kehabisan oksigen di tempatnya.

Untuk rumah inipun Sehun sudah merogoh saku yang cukup dalam, belum persiapan pernikahannya nanti dan gaun itu seharga 10 juta won? Sehun rasa ia ingin tenggelem ke dasar sungai han.

"LUHAN! APA KAU TIDAK ADA PILIHAN GAUN LAINNYA?" Sehun berteriak dan memasuki rumah yang baru ia beli.

"Aku ingin gaun itu.."

"Tidak, jangan belikan!"

"Apa tidak ada gaun lain?"

Itu adalah suara-suara yang terdengar dari kediaman baru Oh Sehun. Rumah yang akan mengukir kisah cintanya bersama Luhan. Rumah yang akan menjadi saksi bisu di mana anak-anaknya dan cucu Minki tmbuh menjadi Oh Sehun kecil dan Luhan kecil. Sehun berfikir keinginannya tidak bisa berhenti sampai di sini. Di dalam otaknya masih banyak keinginan dan harapan yang ingin ia wujudkan bersama keluarga kecilnya kelak.

.

.

Dentingan lonceng gereja berbunyi di iringi nyanyian syahdu yang bisa membuat siapa saja yang mendengarnya menjadi merasa tenang. Sosok wanita cantik yang mengenakan gaun berwarna putih yang memiliki ekor panjang, berjalan di apit Park Chanyeol menuju altar di mana ada Sehun yang berdiri gagah di depan sana. Luhan terlihat sangat berkilau sempurna, dengan gaun bertabur permata putih yang sangat cocok di tubuhnya. Rambut panjang keemasan Luhan di biarkan tergerai dengan di hiasi mahkota kecil di atas kepalanya, membuat Luhan benar-benar terlihat seperti seorang putri dari dunia dongeng.

Sehun tersenyum penuh dengan rasa bahagia yang ia rasakan, hingga membuat Sehun merasa jantungnya seperti akan meledak sekarang juga. Dengan sedikit menahan rasa gugupnya, Sehun menyambut uluran tangan sang putri cantik di depannya. Wanita yang akan menjadi pendampingnya untuk selamanya.

Luhan berdiri tepat di samping Sehun. Luhanpun merasa jantungnya seperti ingin keluar dari dalam tubuhnya karna perasaan bercampur yang ia rasakan. Bahagia, gugup dan terpesona pada ketampanan Sehun yang terlihat seperti seorang pangeran. Mengenakan setelan berwarna putih bersih, dengan tatanan rambut yang di sisir kebelakang, hingga membuat ketampanan seorang pria dewasa, mapan dan gagah menguar dengan sendirinya dari dalam jiwa Sehun. Luhan merasa ingin menyombongkan Sehun pada seluruh wanita yang ada di dunia.

Waktu pemberkatan di mulai. Sang pasture memulai membacakan beberapa do'a sebelum akhirnya saat itu tiba.

"Aku Oh Sehun, menyatakan dengan tulus, ikhlas, bahwa Luhan yang hadir di sini mulai sekarang ini menjadi istriku. Aku berjanji untuk setia kepadanya, dalam untung dan malang, dan aku akan mencintainya dan menghormatinya seumur hidup. Demikianlah janjiku di hadapan Tuhan dan janji suci ini" Sehun menghela nafas lega setelah mengucapkan janjinya. Dengan senyum tipis Sehun menoleh pada Luhan.

Luhan mengeratkan genggamannya pada buket bung Lily yang tengah ia pegang, untuk sekedar meredam rasa gugupnya.

"Aku Luhan, menyatakan dengan tulus, ikhlas, bahwa Oh Sehun yang hadir di sini mulai sekarang ini menjadi suamiku. Aku berjanji untuk setia kepadanya, dalam untung dan malang, dan aku akan mencintainya dan menghormatinya seumur hidup. Demikianlah janjiku di hadapan Tuhan dan janji suci ini"

Senyum Sehun mengembang setelah mendengar Luhan dengan lancarnya mengucapkan janji miliknya.

"Dengan begitu, aku nyatakan kalian sah sebagai sumai, istri di hadapan Tuhan dan hukun. Sehun, silakan cium pengantin wanitamu.."

Satu pasang pengantin yang sangat telihat serasi ini saling berhadapan dan memandang satu sama lain. Senyuman tidak lepas dari bibir keduanya hingga membuat Minki dan Baekhyun sama-sama saling memeluk di tempatnya. Mereka ikut merasakan kebahagian yang Sehun dan Luhan rasakan, Minki menghapus airmatanya yang menetes dengan sendirinya. Sekarang ia memiliki dua anak yang akan ia sayangi sampai ia menemui Tuhan.

"Aku mencintaimu Lu.."

"Aku lebih mencintaimu.."

Dua bibir itu menjadi satu, dalam keriuahan tepuk tangan para tamu yang datang. Luhan tersenyum tipis dan kembali mencium Sehun dengan sedikit memberi lumatan di bibir Sehun. Sehun tidak kuasa meredam tawanya saat Luhan justru melingkarkan tangannya pada lehernya. Sepertinya Luhan tengah memberinya pemanasan untuk malam pertama mereka nanti.

.

.

Luhan berjalan memasuki kamar hotel yang sudah di sediakan untuk bisa beristirahat sebelum memulai acara resepsi nanti malam. Dua orang yang membantu Luhan untuk mengangkat ekor gaunnya keluar saat Luhan sudah sampai di dalam kamarnya. Sekarang sudah pukul satu siang dan masih ada waktu tiga jam sebelum kembali memasuki ruang make up untuk persiapan resepsi.

"Hati-hati, hati-hati, hati-hati.." Luhan terus bergumam saat ia mencoba membuka zipper gaunnya yang terletak di punggung. Gaun ini seharga 9 juta won yang sudah sangat susah ia dapatkan dan Luhan tidak ingin gaun ini rusak, apa lagi jika permatanya lepas. Luhan sangat menghindari itu.

"Ya, sebentar lagi.. yes, lepas" Luhan bergumam senang dan menurunkan gaunnya dengan sangat pelan. Luhan bahkan berfikir untuk tidak melaundry guannya sampai kapanpun.

Dengan sangat hati-hati dan penuh keseriusan, Luhan membawa gaunnya untuk kembali ia gantungkan di tepatnya. Ingat, ini 9 juta won!

"Luhan, apa yang kau lakukan?"

"Astaga Sehun! jangan mengagetkanku"

Sehun menyeringit bingung. Ia tidak berteriak dan tidak memunculkan wajah di hadapan Luhan secara tiba-tiba, lalu di mana letak yang bisa membuat Luhan terkejut?

"Selesai!" Luhan berseru puas saat menatap gaunnya telah tergantung di hadapan matanya.

Oh, Sehun mengerti sekarang.

"Kau bisa menyuruh seseorang untuk melakukannya Lu.."

Luhan menggeleng dan berbalik pada Sehun yang membelakanginya. Luhan menghampiri Sehun dan menggantikan Sehun untuk membuka kancing kemejanya.

"Aku tidak akan merasa yakin jika orang lain yang melakukannya"

Luhan melepaskan kemaja yang Sehun kenakan dan seikit memperhatiakn tubuh Sehun yang sekarang sudah menjadi suaminya. Sexy dan wow Hot! Luhan memeluk Sehun dan sedikit mengecup dada Sehun.

"Kau suamiku sekarang.."

Sehun terkekeh pelan dan balas memeluk Luhan, yang sebenarnya hanya mengenakan pakaian dalam. Ini sedikit menggangu Sehun sebenarnya, mengingat sudah sangat lama sejak ia melihat tubuh mulus Luhan. Tapi Sehun berusaha untuk menahannya, karena nanti malam mereka harus menghadiri resepsi pernikahan dan Sehun tidak ingin membuat Luhan kesulitan untuk berjalan.

"Sehun.."

"Hemmmm.." Sehun mengelus rambut panjang Luhan dengan lembut.

"Apa kau masih mengingat tentang jaminan yang kau minta?"

"Tentu Lu, aku sangat mengingatnya.."

"Kau tahu, selama empat tahun aku merasa takut untuk bergerak.."

Sehun menyeringit bingung, melepaskan pelukkan Luhan dan menatap mata bening Luhan.

"Kenapa?"

"Aku takut kalau ada hal yang bisa saja merusaknya dan membuatmu berfikir kalau aku tidak benar-benar menjaganya.."

Sehun tersenyum dan mengelus pipi Luhan.

"Maaf kalau aku sudah membuatmu terbebani dengan jaminan itu.."

"Tapi aku bisa pastikan kalau aku masih menjaganya dengan baik, satu minggu sebelum pernikahan aku menceknya kerumah sakit, apa kau ingin melihat buktinya?"

Sehun menggengam tangan Luhan saat Luhan akan beranjak, meminta Luhan untuk tetap di tempatnya.

"Tidak perlu Lu, aku percaya padamu. Lagi pula untuk apa kau menceknya di rumah sakit? Aku bisa menceknya sendiri.."

"Hanya agar kau yakin Sehun.."

Luhan sedikit merasa malu karna apa yang Sehun ucapkan. Dengan pipi bersemu, Luhan menunduk layaknya seorang gadis remaja yang baru memulai masa percintaannya. Sehun merasa gemas, padahal jika di atas stage –Dulu- Luhan terlihat seperti wanita agresif, tapi siapa yang mengira, hanya dengan di goda bisa membuat Luhan menyembunyikan wajah cantiknya. Istrinya benar-benar manis, semanis madu yang Sehun sukai.

"Sehun.." Luhan mendongak masih dengan seburat merah muda di pipinya. Luhan memainkan jarinya di dada Sehun, membuat Sehun sedikit merasa geli.

"Apa kau tidak ingin mengambilnya? Kita masih memiliki waktu tiga jam"

Sehun mengerti apa yang Luhan maksud.

"Nanti malam akan ada resepsi, aku tidak ingin membuatmu sulit berjalan.."

"Tapi aku tidak akan bisa bergerak dengan lepas jika kau tidak mengambilnya sekarang. Aku tidak berbohong kalau aku benar-benar merasa takut" Luhan melingkarkan tangannya pada leher Sehun.

"Ayo kita lakukan, hanya memastikan apa yang sudah aku pertahankan untukmu.."

"Kau yakin?"

"sangat yakin.."

Sehun sudah mencoba bertahan, tapi untuk apa ia bertahan jika Luhan yang memintanya? Sehun merengkuh pinggang Luhan dan mencium bibir Luhan dengan menuntut. Lumatan Sehun terasa sedikit tergesa namun dengan sebisa mungkin Luhan mencoba mengimbangi ciuman Sehun. Saling melumat dengan lidah saling membelit di dalam rongga mulut Luhan, mampu membuat nafsu yang mereka rasakan menjadi semakin meningkat. Tangan Sehun meremas lembut payudara kanan Luhan yang masih di balut bra tanpa tali berwarna putih. Luhan melepaskan ciumannya hanya sekedar untuk mendesah. Jika dulu ia pernah melakukan ini di hadapan Sehun, maka sekarang Sehun sendiri yang melakukannya.

Nafas Sehun terasa hangat dan terdengar memburu di telinga Luhan, saat Sehun menciumi setiap cengkal tubuhnya. Tangan Sehun manarik ke bawah bra yang Luhan kenakan, membuat dua gundukkan sintal Luhan tumpah di hadapan wajahnya. Tanpa menunggu, Sehun mengemut putting payudara Luhan dengan masih meremas payudara kanan Luhan.

"Aaaahhhhhh… Sehuunn. Jangaaahhhn kuat-kuath.." Luhan merasa gila saat Sehun benar-benar seperti bayi yang menyusu pada Ibunya. Kaki Luhan sedikit bergerak karna merasakan denyutan pada kewanitaannya.

Sehun mendorong Luhan untuk berbaring di ranjang. Dengan masih menatap Luhan yang bergerak-gerak seperti belut, Sehun membuka celana yang ia kenakan. Sehun melebarkan kaki Luhan setelah selesai melepaskan semua yang melekat di tubuhnya, dan menarik paksa celana dalam yang menutupi kewanitaan Luhan, membuat celana dalam berwarna putih itu terkoyak mengenaskan di lantai. Sehun merasa gairah yang sudah di tahannya selama bertahun-tahun menggila, hingga membuatnya tidak bisa menahan diri.

"Sehuuunn.." Luhan merintih, meminta Sehun untuk cepat menyentuhnya. Luhan bahkan meremas sendiri payudara sintalnya, dengan mata sayu yang setengah terbuka.

"Lu, apa kau yakin ingin melakukannya sekarang?" Sehun hanya ingin memastikan karna ia tahu, pengalaman bercinta untuk pertama kali akan sedikit menyakitkan untuk wanita.

"Sekarang Sehun, lakukan.."

Suara Luhan terdengar serak, benar-benar serak dan itu membuat Sehun yakin untuk melakukannya. Sehun mengambil alih tangan Luhan yang meremas payudaranya sendiri. Merunduk dan kembali menyatukan belah bibir mereka.

"Aaakkhh.." Luhan sedikit berseru dalam ciumannya dengan Sehun saat merasakan sesuatu mengoyak kewanitaannya.

Sehun melepas pagutan bibirnya dan tersenyum pada Luhan yang tengah menghirup udara sebanyak-banyaknya. Sehun merasakan itu, ia merasakan kalau penisnya merobek selaput dara Luhan di dalam sana. Sehun menghapus peluh dan genangan airmata di pelupuk Luhan. Mencium kening Luhan penuh dengan ungkapan cinta.

"Terimaskasih karna sudah bertahan untukku Lu.."

Luhan membuka matanya yang sempat terpejam, dan membalas senyum tulus Sehun.

"Aku mencintaimu Sehun.." Hanya itu yang bisa Luhan ungkapkan. Perasaan yang ia miliki untuk Sehun, pangerannya dan juga suaminya.

Sehun menyatukan telapak tangan mereka. Saling menggenggam untuk mengisi sela jari yang kosong agar menjadi sempurna.

"Eratkan genggamanmu jika kau merasakan sakit.."

Luhan mengangguk, dan saling mengecupkan bibirnya dengan bibir Sehun. Luhan merasakan Sehun bergerak di bawah sana. Terasa sedikit sakit dan perih tapi Luhan tahu rasa itu akan hilang dengan seiringnya Sehun yang memukul telak titik kenikmatannya. Ranjang King size yang menjadi saksi bisu penyatuan dua insan ini bergerak berisik di barengi, teriakkan, desahan, erangan dan rintihan kenikmatan yang keluar dari belah bibir keduanya.

Dua insan berbeda usia, yang tidak saling menyangka bisa bersama, di satukan oleh cinta tulus yang Sehun pupuk. Tidak ada yang bisa melawan garis takdir, jika sang maha telah berkehendak, mengelakpun hanya akan menjadi sia-sia.

.

.

Tetes-tetes embun berjatuhan dari satu daun ke daun lainnya. Matahari sudah bersiap untuk menyapa penghuni di bumi dengan sinar cahayanya yang sedikit redup. Kicauan burung yang menyapa menjadi pelengkap pagi di awal musim gugur tahun ini. Menjadi teman dari suara ribut di kediaman Oh Sehun. Tepatnya di dapur luas milik Oh Minki.

"Apa yang harus aku masak untuk sarapan Sehun?" Luhan bergumam dengan mata yang menatap serius bahan masakan yang ada di dalam kulkas. Daging, telur, sosis dan sayur-sayuran berwarna hijau yang Luhan tidak ketahui bernama apa. Luhan mendesah, mengingat ia sendiri tidak bisa memasak. Sedikit merutuk Ibunya yang pergi menginap di rumah temannya, sehingga sekarang ia harus berada di dapur. Berada di tempat yang sangat tidak ia sukai!

"Baiklah, masak yang sesederhana mungkin.." Luhan memutuskan untuk membuat telur mata sapi. Itu mudah bukan?

Menaruh penggorengan di atas kompor dengan api menyala cukup besar, menuang minyak goreng tanpa perkiraan hingga membuat minyaknya terlihat seperti genangan air. Luhan memecahkan telurnya di dalam mangkuk, dan menuang terlurnya dengan tergesa hingga membuat minyak panasnya memuncrat mengenai tangan mulusnya. Luhan berijingkat dan menjauh dari kampor.

Tangannya mengelus daerah lengan yang terkena cipratan minyak panas, dengan mata menatap ngeri pada minyak yang meletup-letup di penggorengan. Luhan tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Mencoba maju untuk mematikan kompor tapi kembali mundur saat gelembung itu kembali meletus. Kenapa membuat telurpun sangat sulit? Luhan merasa seperti ingin menangis.

"Ibu.. apa yang harus aku lakukan?" Luhan berucap bingung, namun sebuah ide menyala di benaknya. Luhan tersenyum lebar, dia tahu apa yang harus ia lakukan.

"LUAHN! APA YANG KAU LAKUKAN!"

Luhan menoleh pada Sehun yang berdiri di ambang pintu dapur dengan mata melotot. Luhan menaruh ember yang ia pegang di lantai dan berjalan mendekati Sehun

"Minyak itu meletup-letup Sehun. Aku hanya ingin membuat telur mata sapi untukmu, tapi lihat. Lenganku justru terkena minyak panas. Karna aku takut untuk mematikannya, aku menyiramnya dengan air" Luhan menjelaskan dengan tatapan polos, sepolos bocah berusia lima tahun yang tidak mengerti dengan kesalahan yang sudah ia lakukan.

Sehun memijat pelipisnya dan mengambil tempat di kursi ruang makan.

"Sehun, kau tidak papa?" Luhan bertanya hawatir pada Sehun yang terlihat penat. Ini masih pagi seingatnya jadi apa yang membuat Sehun merasa terganggu?

Sehun menatap Luhan sekilas dan justru itu semakin membuatnya bingung untuk berbicara apa. Tidak mungkin ia memarahi Luhan seperti yang sering Ibunya lakukan. Sehun tidak setega itu, tapi jika tidak menegur, Sehun merasakan lidahnya gatal meminta untuk berbicara. Sehun tahu sangat tahu kalau Luhan tidak bisa memasak, tapi Sehun fikir empat tahun adalah waktu yang sangat cukup untuk belajar memasak. Tapi sepertinya pemikirannya salah, pada kenyataannya ia menikahi wanita yang bahkan tidak bisa memasak telur mata sapi.

'Hallo'

"Ibu, bisa kau carikan pembantu rumah tangga?"

Sehun tidak ingin membuat rumahnya meledak karna ulah Luhan jika Ibunya sedang tidak ada, dan Sehun fikir memiliki asisten rumah tangga itu perlu jika ia menikahi wanita seperti Luhan.

.

.

"Bagaimana rasanya menikah Lu?" Baekhyun bertanya pada Luhan yang duduk di depannya. Mereka kini berada di salah satu restoran yang ada di mall.

"Menyenangkan, bahkan aku sampai tidak sadar kalau usia penikahanku dengan Sehun sudah lebih dari satu bulan.." Luhan tersenyum senang dan itu membuat Baekhyun ikut tersenyum.

"Baek, apa kau benar sudah berpacaran dengan Chanyeol? Sehun mengatakan itu padaku.."

Pipi Baekhyun tiba-tiba bersemu, dengan senyum kecil Baekhyun mengaduk minumannya hanya sekedar untuk meredam rasa malunya. Luhan yang melihat tingkah Baekhyun, cukup mengerti kalau yang Sehun ceritakan adalah benar. Pantas Baekhyun menjadi sedikit bersolek akhir-akhir ini.

"Kenapa kau tidak menceritakannya padaku Baek?"

"Bukan tidak Lu, hanya belum sempat dan mungkin Chanyeol sudah lebih dulu bercerita pada Sehun"

"Maaf nona, ini pesanannya" Seorang pelayan mengantarkan makanan yang Luhan dan Baekhyun pesan. Baekhyun berucap terimakasih sebelum pelayan itu pergi.

"Kau memesan itu?" Luhan menatap jijik pada sushi yang ada di hadapan Baekhyun.

"Kenapa Lu? Bukankah kau juga menyukai sushi?" Baekhyun menatap heran pada Luhan yang terlihat tidak seperti biasanya.

"Akhri-akhir ini aku merasa mual jika melihat makanan mentah"

"Benarkah!" Baekhyun berseru dengan mata berbinar senang, membuat Luhan menyeringitkan keningnya.

"Ada yang aneh?"

"Kau hamil.."

"Hah?"

"Coba tes urinmu besok Lu, aku yakin tentang ini.." Baekhyun tersenyum lebar pada Luhan yang hanya terdiam di kursinya.

.

.

Sehun dan Minki tengah menikmati sarapan mereka di meja makan, Sehun hampir memasukkan roti kedalam mulutnya sebelum ia mendengar suara benda terjatuh dari lantai dua. Sehun dan Minki saling menatap, melempar pertanyaan tentang apa yang jatuh.

"KYAAAAAAAAAAAAAA!"

Minki dan Sehun sontak mendelik dengan raut kecemasan.

"LUHAN!" Itu adalah seruan dari Sehun dan Minki, sebelum bergegas menju lantai dua.

"Ada apa Lu?" Sehun membuka pintu kamar mereka dengan tergesa dan menghampiri Luhan yang berdiri di depan ranjang. Sehun segera memegang bahu Luhan, menelisik dari atas kepala sampai kaki Luhan, mencari apa istrinya terluka atau kesakitan.

"Astaga! Kenapa vas bunganya bisa pecah Lu?" Minki lebih focus pada pecahan vas bunga yang ada di atas meja, yang terletak di dekat pintu kamar mandi.

"Aku tidak sengaja menjatuhkannya tadi, karena terkejut.."

"Ada apa memang?"

Luhan menatap Sehun dengan raut wajah sedih.

"Aku hamill.."

Hening. Keheningan terjadi selama beberapa detik, sebelum Minki tersadar dan segera menghampiri Luhan.

"Kau hamil?"

Luhan mengangguk dan memberikan alat tes kehamilannya pada Minki. Minki menatap lekat benda panjang di tangannya yang menunjukkan ada dua garis merah di sana. Minki mencoba menampar pipinya, dan terasa sakit. Itu berarti ini bukan mimpi.

"Oh Tuhan! Luhan, kau hamil.." Minki berseru gembira dan memeluk Luhan dengan erat. Sehun yang sadar dengan apa yang tengah terjadi hanya tersenyum tipis. Dia bahagia, tentu. Tapi tidak harus melompat-lompat seperti Ibunya bukan?

"Sehun, kau akan menjadi Ayah dan Ibu akan menjadi Nenek. Astaga, Tuhan memberkatimu Luhan.." Minki mencium kening Luhan sekilas.

"Ibu harus memberitahukan hal ini pada teman-teman Ibu.." Minki bergumam dan berjalan keluar dari kamar Sehun dan Luhan, melupakan pecahan vas bunga yang sempat ingin ia bereskan.

Sehun menyeringit saat melihat raut wajah Luhan justru terlihat seperti tidak bahagia, dan itu sedikit membuat Sehun hawatir.

"Kenapa Lu? Kau tidak senang?" Sehun mengelus pipi halus istrinya dengan lembut. Tatapan Sehun terlihat sangat teduh, membuat Luhan tidak bisa untuk tidak hayut di dalam sana.

"Aku senang Sehun, sangat senang. Tapi jika aku hamil, perutku akan membuncit, aku akan menjadi gemuk dan pipiku bisa menjadi seperti bakpao, aku tidak akan cantik lagi.."

Sehun sedikit terkekeh saat mendengar keluhan Luhan. Sehun menangkup dua pipi Luhan agar tatapan Luhan hanya terarah padanya.

"Kau sudah menikah Luhan, kau sudah mempunyai suami. Kau bukan lagi wanita lajang yang tengah pencari pendamping, karna kau sudah memilikiku. Jadi kenapa kau memikirkan hal semacam itu?"

"Aku takut, jika aku berubah menjadi gemuk kau tidak akan mencintaiku lagi.." Tatapan Luhan penuh dengan sirat kesedihan dan kehawatiran. Selama ini ia selalu menjaga berat badannya agar selalu terlihat ideal. Dan Sehun tidak pernah melihatnya dalam keadaan gemuk. Luhan hanya takut, kalau Sehun bisa saja berpaling pada wanita lain.

Sehun merengkuh Luhan dalam pelukkannya.

"Aku mencintaimu bukan karna tubuh sexy atau wajah cantikmu Lu, aku mencintaimu karena kau adalah Luhan. Aku tidak akan mungkin melanggar janji setiaku pada Tuhan hanya karena hal semacam ini. Bagaimanapun kau nantinya, aku akan terus mencintaimu dan ada di sampingmu. Aku justru akan semakin mencintaimu jika kau memberiku seorang anak.."

"Benarkah?" Luhan mendongak dan mendapati anggukan dari Sehun. Sehun mengelus rambut Luhan dan memberi ciuman di kening, hidung dan bibir Luhan.

"Tentu. Karena itu, jaga anak kita bersama-sama. Aku akan menjadi suami yang akan selalu ada di sampingmu dalam keadaan apapun"

Senyum lebar Luhan terukir. Luhan selalu mempercayai apa yang Sehun ucapkan. Sekarang Luhan merasakan kelegaan di hatinya dan pasti dia akan menjaga kandungannya dengan segenap jiwa dan raganya.

"Aku mencintaimu.." Luhan menarik kerah kemeja Sehun dan mencium bibir Sehun dengan sedikit senyuman terukir di bibirnya. Sehun balas melumat bibir Luhan yang sampai kapanpun tidak akan bosan ia sesap.

Kebahagiaan lainnya akan ia sambut bersama Luhan. kebahagiaan menjadi orang tua. Sehun tidak sabar ingin cepat melihat anaknya yang ada di dalam rahim Luhan. Buah cinta yang ia tanam di dalam sana. Sehun berharap, waktu yang bisa ia lalui bersama keluarga kecilnya akan berujung panjang. Sehun ingin terus bersama Luhan sampai mereka menjadi mengkeriput dan menggendong anak-anak dari putra-putrinya kelak. Sungguh senang jika Tuhan mengabulkan harappannya. Dan mulai detik ini, Sehun akan semakin bekerja keras. Karna dia tahu, jika ada keluarga yang bertambah, pemasukkanpun wajib bertambah karena pengeluaran akan semakin meningkat, mengingat kalau Luhanpun.

"Sehun, aku ingin membeli baju Ibu hamil keluaran terbaru yang ada di mall. Aku melihatnya saat bersama Baekhyun dan harganya dua juta won.."

Sangat menyukai barang-barang mahal. Sehun harus menmbah harappannya sepertinya. Berharap kartu keriditnya selalu dalam keadaan baik.

.

.

.

.

.

THE END!

Sequeeellll! Asli bangat-bangat! Aku itu nulis FF Black rose Cuma asal ketik, ga ada ide jalan cerita sama sekali. Ketik-ketik, jadi, post tanpa edit. Mangkannya ya ada banyak typo. Maaf ya hahaha tapi insya allah di sini kalo ada typopun ga sebanyak di yang sebelumnnya.

Aku nulis FF ini juga ga ada target review. Modal pasrah, ada yang review syukur ga ada ya ga papa. Tapi ternyata banyak yang baca dan review sampe 50 lebih, jadi sebagai bentuk rasa terimakasih, ini aku buatin sequelnya^^ Seomoga kalian suka.. anggap juga ini hadiah 4 Years with HunHan ya.. Thanks loh untuk review, follow dan favoritnya. Wajib REVIEW juga ya buat ini, sok coret-coret di kolom review^^

TERUS SUPPORT HUNHAN DAN BACA FFKU, TAPI TENTU WAJIB REVIEW. BUAT FF LAINNYA SOK SILAKAN CEK DI STORY^^ OK, SEE YOU.. KETEMU LAGI DI FF LAINNYA!