Kalau lupa cerita, tolong baca chapter sebelumnya ya :)

.

.

Beau;daddy [[ SEQ ]]

Chanbaek/Baekyeol – Romance, Family, Friendship – M

The caracters belongs to themselves, and the plot is mine

Warning; Male x Male, INCEST, OOC, 6k+ words

.

.

.

Tidak ada hal apapun yang menghalangi Chanyeol untuk lebih belajar dan memahami arti dari mencinta. Ia sudah beranjak dewasa dan cukup untuk dapat membedakan antara semu atau bukan. Setelah ia bertemu dengan keluarga dari sisi ibu, ia sadar bahwa banyak orang di muka bumi ini yang layak untuk dicinta. Kunjungannya ke desa membuka pikiran anak itu untuk lebih terbuka. Setelah ia mencoba; dalam beberapa hari Chanyeol sudah menghangat dan menerima sang ibu seutuhnya; membuang jauh-jauh pikiran mengenai ibu bukan milikku. Merasa bodoh karena menjadikan itu semua sebuah tameng agar ia terlihat baik-baik saja sehingga Baekhyun tidak akan khawatir. Sadar sikapnya yang seolah-olah tidak perduli itu karena ia yang memang belum pernah berada pada situasi yang kemarin; bukannya karena ia benar-benar tidak perduli.

Dalam hitungan hari Chanyeol bahkan sudah dapat bersikap ramah kepada ayah tirinya. Ia perduli kepada Tuan Park meskipun pria tua tersebut terlihat sangat keras; ia menyayangi ibunya walau pertemuan mereka sangatlah singkat; kehadiran adik-adik tiri yang meski tidak ia sangka membuat Chanyeol bahagia karena dengan begitu sang ibu tidaklah sendirian, bahkan ternyata bukan hanya tentang dirinya sajalah yang ia pikirkan. Dan sesuatu yang tidak akan berubah adalah fakta bahwa ia juga mencintai Baekhyun.

Yang tentunya Chanyeol tidaklah bodoh untuk menafsirkan bagaimana perasaan tersebut.

Seperti saat ini, memandang ke arah Baekhyun adalah aktivitas biasa yang nyatanya ia suka; terlebih ketika Baekhyun tengah berada di bawahnya. Seolah sesuatu di luar sana dapat mengendalikan waktu untuk berhenti dan ia akan menikmati itu dengan perlahan, pasti, tidak bersisa. Baekhyun yang indah dengan segala yang melekat padanya membawa Chanyeol pada asumsi bahwa ayahnya itu tidak tercela dan sempurna.

Perasaannya sekarang terlalu kompleks hingga ia merasa sulit untuk mengkotak-kotakkan itu. Terkadang Chanyeol ingin berteriak untuk meluapkan segala yang menyumbat dada. Dan terkadang pula ia hanya ingin bungkam karena semuanya.

Tapi entah mengapa saat ini Chanyeol tidak tahu sedang menginginkan yang mana.

Chanyeol memandang lurus-lurus ke arah bawah, menikmati bagaimana Baekhyun kini terlihat. Begitu hangat setiap kali ia berdekatan dengan sang ayah, garis-garis wajah yang jelas Chanyeol suka, serta semburat kemerahan yang terkadang membuat Chanyeol berpikir keras; tersipukah?

Akhirnya Chanyeol memilih untuk merendahkan tubuhnya agar ia dapat lebih berdekatan dengan sang ayah. Aroma yang khas dan selalu sama disetiap waktu adalah salah satu hal yang membuat Chanyeol kesulitan untuk berdiri pada kesadarannya; hampir saja ia melewati ambang batas kewarasan. Chanyeol bahkan tidak mengingat bahwa warna darah adalah merah.

Ia mengecup pipi sang ayah lagi dan lagi. Baekhyun yang mendadak bersifat submisif tentu membuat Chanyeol semakin posesif untuk mempertahankan sang ayah pada daerah teritorialnya. Dan tidak ia pungkiri bahwa hal tersebut cukup menenangkan perasaan; melupakan beberapa hal yang mengganggu pikiran akhir-akhir ini.

Tangan yang satunya ia gunakan untuk menangkup sebelah pipi Baekhyun, membuat ia menjadi gemas karena itu terlampau kenyal. Chanyeol tersenyum disela-sela aktivitas yang tengah ia lakukan, bahagia ataupun yang lain ia'pun tidak begitu mengerti. Yang jelas ia bersemangat untuk berbuat lebih, mood tidak baik sebelumnya'pun sudah hilang entah kemana.

"Berhenti, Chanyeol."

Tapi alih-alih membuat ia semakin membara, perintah Baekhyun lebih terdengar seperti petir di siang bolong.

"Ini semua salah, sayang."

Bahkan Chanyeol tidak mendengar apapun kendati terselip kata sayang dalam kalimat tersebut.

"Chanyeol?"

Chanyeol tidak bergeming walau sebenarnya ia mendengar panggilan Baekhyun. Ia merasa kelu, seolah takdir menamparnya untuk sadar bahwa tali yang menghubungkan mereka adalah kata-kata yang merujuk pada keluarga. Darah dan daging yang jelas-jelas Baekhyun turunkan untuknya.

"Ini sudah terlalu jauh."

Egonya sebagai delapan belas tahun membuat Chanyeol tidak dapat langsung menerima. Perasaannya bahkan baru membaik dan Baekhyun menaburkan garam di tempat tersebut. Kenapa Baekhyun baru mengatakan setelah mereka melangkah jauh? Kenapa tidak dari awal saja ia menghentikan semuanya?

"Apakah ini karena dia?"

Tidak ada apapun yang terdengar kecuali suara berat Chanyeol dan detik jam yang berdetak. Ia telah duduk dan menatap ubin yang kosong, sekosong kepalanya sekarang. Ia merutuk, memaki dirinya yang bodoh karena pada kenyataannya ia tidak sanggup jika Baekhyun memberi jawaban yang tidak diinginkan. Jangankan menimbang-nimbang dengan matang untuk menindak lanjuti, menerima kenyataan yang tidak menyenangkan semacam ini'pun Chanyeol belum memikirkannya.

Tapi agaknya Baekhyun menjadi bingung dan mengerutkan kening samar, "Apanya?" Lalu ia bertanya.

Chanyeol beranjak kemudian melangkahkan kaki menuju pintu kamar. Ia berhenti, sejenak, merapatkan kelopak matanya dan menghirup udara dalam-dalam. Rasanya sesak, rasanya ia ingin muntah dan mengeluarkan itu semua hingga akhirnya ia memutar tubuh menghadap sang ayah. "Aku tahu mengenai kau dengan paman itu, Ayah" Chanyeol berkata dengan mempertahankan suara beratnya, menahan pedih yang mulai merayap pada sepasang mata supaya tidak mengeluarkan ekskresinya. Ia kembali berbalik dan memutar kenop pintu kamar, membuka itu kemudian berdeham pelan. "Aku ingin istirahat, simpan saja makanannya untuk besok", begitulah cara yang ia gunakan untuk mengusir sang ayah.

.


Beberapa hari telah Baekhyun lalui dengan tidak begitu bersemangat. Ia tidak ada masalah mengenai fisiknya; ia masih rutin untuk berolahraga dan meminum vitamin setiap hari, makanan yang masuk ke dalam tubuhnyapun telah mencukupi apa yang dibutuhkan. Baekhyun tidak kekurangan tidur, ia bukanlah orang dengan tipe insomnia sehingga mereka terkadang membutuhkan bantuan obat, tidak; ia tidur dengan teratur setiap hari.

Tetapi masalah disini adalah warna kehitaman yang berada di bawah kedua mata. Cukup kentara karena perpaduan antara itu dan kulit wajah Baekhyun adalah kontras. Minseok menyarankan Baekhyun menggunakan concealer untuk menutupi hitam tersebut; tetapi Baekhyun menolak dan berdalih bahwa ia sama sekali tidak dapat menggunakan kosmetik.

Semua yang berada pada Baekhyun adalah natural, tahu. Kecuali untuk pewangi dan deodoran.

"Baek?"

Ini adalah kali keempat Yixing memanggil, pria itu menatap saudaranya dengan kerutan kening yang samar. Menatap krim yang sedikit meluber dari dalam horn pastry milik Baekhyun. "Kau hampir menjatuhkannya," Dan ia kembali bersuara.

Yang lebih muda membenarkan pegangannya dan memegang itu seperti es krim. "Aku suka tiramisu," Ia menggigit pastry di tangannya dan merasakan bagaimana tiramisu tersebut mengenai pengecapnya.

"Jadi, apa yang terjadi, Baek?" Sepupu Baekhyun yang satu ini memanglah bukan orang yang suka bertele-tele. Yixing dan peka adalah sama, berbicara dengan pria itu sama saja dengan membiarkannya tau mengenai suasana hatimu.

"Tidak ada, aku hanya sedikit tidak enak badan." Tetapi Baekhyun memilih untuk berkata demikian. Ia menatap piyama yang ia kenakan, mengedipkan kedua matanya beberapa kali karena terasa sedikit terhuyung saat ia hendak berdiri. "Kau ingin teh?"

Pria berdarah China tersebut menyilangkan kedua kaki dan kemudian bersedekap dada. "Tidak perlu, dear". Suaranya melembut saat ia melihat Baekhyun kembali duduk. "Aku datang kemari karena Joonmyeon bertanya padaku mengapa akhir-akhir ini kau susah dihubungi; Minseok juga berkata bahwa kau sering pulang lebih awal". Jemarinya menyisir rambut Baekhyun dan mengapitkannya ke belakang telinga. "Aku cukup mengetahui bagaimana adikku ketika ia sedang memikirkan sesuatu," Bagaimanapun Yixing adalah sanak keluarga yang paling dekat secara emosional dengan Baekhyun. Yixing menatap manik Baekhyun dan menerka-nerka apa arti dari pandangan itu, "Jadi, ada apa denganmu, Baek?"

Yang lebih muda tersenyum kecil, menatap balik Yixing lalu memegang kedua tangannya. "Bukan masalah yang besar, ini tentang Chanyeol."

"Chanyeol?" Yixing menaikkan sebelah alis, pandangannya mengartikan bahwa ia meminta penjelasan lebih. Chanyeol itu sudah besar, jadi masalah macam apa yang akan anak muda itu timbulkan? "Apa dia terlibat dalam kelompok anak berandal?" Dan entah mengapa itulah yang terlintas dalam pikiran Yixing; mengingat bagaimana tidak karuannya pergaulan anak zaman sekarang.

Baekhyun menggeleng dan kembali tersenyum, "Bukan hal yang besar, ge." Ia meyakinkan Yixing kemudian mengalihkan pandangan ke pastry yang berada pada genggamannya.

"Oh baiklah jika memang tidak ingin berbagi denganku," Akhirnya Yixing mengalah, sinar matanya menjadi berbinar-binar begitu ia teringat akan tujuan utamanya ke sini, "Dan ada yang ingin ku katakan pada mu, sayang." Ia tersenyum jenaka dan menantikan bagaimana kelak Baekhyun akan merespon.

"Bisa kupastikan bahwa Joonmyeon memang menaruh hati padamu."

.

.

Pada kenyataannya Baekhyun berbohong pada Yixing dengan mengatakan bahwa dirinya sedang tidak dalam kondisi tubuh yang sehat. Firasat Yixing memang benar mengenai suasana hatinya; dan Baekhyun mensyukuri bahwa si sepupu tidak memaksa ia untuk bercerita. Bukannya karena ia merasa enggan atau yang lainnya, Baekhyun hanya merasa tidak mengerti harus memulai dari mana. Dan ketika ia mengatakan hal mengenai Chanyeol bukanlah perkara besar, sudah dapat dipastikan bahwa itu adalah sebuah kebohongan mutlak.

Jika dilihat dari mata telanjang, tidak ada yang berubah dari keduanya. Mereka tetap saling menatap, menghabiskan makanan di meja yang sama, mengatakan hati-hati dijalan dan selamat datang, dan saling memberitahu apabila masing-masing dari mereka akan meninggalkan rumah. Baik Chanyeol atau Baekhyun melakukan hal-hal tersebut seolah tidak ada apapun yang terjadi. Chanyeol tidak menjadi pendiam seperti dulu, ia masih melontarkan basa-basi kepada sang ayah; ia masih membicarakan mengenai video game terbaru; ia juga masih menanyakan keadaan ayahnya ketika ia melihat Baekhyun berjalan dengan bahu yang lesu.

Seharusnya Baekhyun merasa lega saat ia mengetahui bahwa tidak ada apapun yang berubah diantara mereka. Ia tidak menemukan Chanyeol yang tiba-tiba menjadi sosok introvert. Kedainya semakin ramai dan terkadang anak itu juga membantu. Bahkan ketika Jongdae, Jongin, dan Sehun bermain ke kedai-pun ia kerap kali melihat Chanyeol tertawa seakan tidak memiliki kendali.

Tapi Baekhyun merasa seperti ada sesuatu yang kurang.

"Tidakkah kau ingin membukanya?" Baekhyun menatap benda yang tersimpan di atas meja. Tiga hari yang lalu Vanessa, tetangga mereka yang seumuran dengan Chanyeol memberikan itu kepada Baekhyun untuk Chanyeol. Sebuah amplop berwarna merah dan krem, berukuran kecil dan terdapat goresan pena yang terlihat indah. Surat tersebut tertutup rapat dan dapat dijumpai adanya sebuah manik berbentuk hati pada penutupnya.

Chanyeol tidak bergeming dan tetap fokus pada layar smartphone— terlihat ia yang sedang bermain game. "Chanyeol?" Surat itu telah diambil oleh Baekhyun dan ia letakkan di dekat Chanyeol, "Akankah lebih baik jika kau melihatnya," Ia berkata sambil menatap sang anak.

Lalu Baekhyun melenggang pergi dengan menutu pintu kamar Chanyeol rapat-rapat. Berdiri disana untuk beberapa waktu dan entah apa yang sedang ia pikirkan.

.


Februari yang indah. Udara masih begitu dingin tetapi tidak mengurungkan niat Jongin untuk menyeret Chanyeol masuk ke dalam sebuah bangunan. Toko yang berukuran tidak terlalu besar itu terlihat menjual berbagai pernak-pernik yang biasanya anak perempuan kenakan. Jongin menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. Melirik Chanyeol beberapa kali berharap pemuda yang lebih tinggi itu akan memberikan saran.

Tapi nampaknya 'kode' yang Jongin berikan sama sekali tidak disadari Chanyeol. Anak itu kini hanya bersedekap dada sembari menatap benda-benda itu dengan malas.

"Ah, Chan." Akhirnya Jongin membuka suara yang kemudian menarik atensi Chanyeol padanya. "Aku mengajakmu karena aku butuh masukanmu, okay?" Ia menatap Chanyeol lama-lama berharap kawannya itu mengerti.

Tapi dengan kurang ajarnya Chanyeol merotasikan matanya malas, "Seingatku, aku tidak mengatakan akan membantumu," ia mendecakkan lidah dan menatap Jongin yang terlihat sebal. Sebentar lagi adalah Valentine dan Jongin ingin memberikan hadiah kepada Kyungsoo. Dan permasalahannya ialah, ia tidak tahu harus memberikan apa— yeah selain cokelat maksudnya. Jadi berakhirlah ia di sini, menyeret Chanyeol dan berharap anak itu akan memberikannya sebuah ide.

"Kalau aku tidak salah ingat, Kyungsoo itu laki-laki, kan?" Chanyeol bertanya tetapi ia sepertinya sedang menyindir Jongin. Kyungsoo itu lelaki, jadi kenapa Jongin harus memberikannya hadiah dari toko yang seperti ini?

"Kau harus tahu betapa imutnya dia," Setelahnya Jongin mengambil sebuah bando bertelinga kelinci berwarna biru. "Apakah ia akan cocok menggunakan ini?" Bando tersebut Jongin perlihatkan kepada Chanyeol yang dijawab dengan anggukan kepala si jangkung. Ia tersenyum begitu memutuskan bando adalah barang yang diberikan kepada Kyungsoo. "Apa kau ada rencana untuk merayakan tanggal 14 nanti?" Lalu Jongin teringat pada Chanyeol, basa-basi semata karena ia tahu Chanyeol tidak pernah bersemangat pada perayaan valentine.

"Aku mendapat undangan dari Vanessa," Nyatanya jawaban Chanyeol membuat rahang Jongin hampir jatuh ke lantai. Sedikit informasi saja, perempuan bernama Vannesa yang jongin adalah gebetan Jongin saat gadis itu baru menjadi tetangga Chanyeol. "Vanessa yang ke-bule-an itu, bukan?" Ia memastikan dan menatap Chanyeol lamat-lamat. Sedangkan si tinggi menganggukkan kepala sambil memainkan alisnya. Nah! Lalu Jongin tersenyum seolah telah mendapatkan lotre. Dia cantik, Bro! Maka Jongin berpikir kalau Chanyeol tidak boleh melewatkan kesempatan ini. Jongin tidak akan iri, kok. Dia sudah lama move on dan telak jatuh hati pada seorang pemuda bermata doe. "Seharusnya kau menyiapkan sesuatu untuk dia, man!" dan pada akhirnya Jonginlah yang terlihat sangat bersemangat.

.

.

Minseok membawa Baekhyun ke sebuah kedai pinggir jalan seusai mereka mengakhiri pekerjaan mereka. Ia memesan seporsi ramen untuknya dan dua botol soju; untuk dia dan juga Bekhyun. Baekhyun tidak merasa begitu lapar, ia hanya membeli seporsi kue beras dan odeng kepada paman-paman penjual kaki lima yang tadi mereka lewati.

"Odeng ini mengingatkanku pada ibu," Baekhyun mengambil satu tusuk odeng dan mengamatinya pelan-pelan. Masih terasa panas sehingga kepulan asap yang berasal dari makanan tersebut mengenai hidungnya dan ia dapat menghirup bagaimana itu tercium. Kalau dipikir-pikir, sudah setahun sejak terakhir ia dan Chanyeol mengunjungi keluarga di desa. Dan terakhir ia berbicara dengan ibunya adalah melalui telepon. Baekhyun rindu, tentu saja.

Minseok menatap ramen didepannya dengan binar-binar indah. Menuangkan soju ke gelasnya juga gelas Baekhyun. "Bulan depan aku akan pulang," ia mengambil sebuah sumpit dan menjepit ramen dengan itu. "Apa kau mau menitip sesuatu?"

Ini sudah tahun 2017 dan Baekhyun baru menyadari bahwa sahabatnya itu akan melepas masa lajang. Ia baru teringat kalau Minseok sebelumnya sudah pernah mengajukan cuti untuk mengurus administrasi pernikahan. Baekhyun tersenyum ramah, kebahagiaan yang tersorot dari netra Minseok jelas dapat dirasakannya pula. Minseok adalah sosok yang dewasa, dan Baekhyun yakin bahwa wanita tersebut; kekasih Minseok tidak akan menyesal karena mencintai seorang Kim Minseok.

"Mungkin aku dan Chanyeol juga akan pulang," Jawab Baekhyun. "Bagaimana rasanya?"

Minseok menatap Baekhyun tidak mengerti, "Apa?"

"Menikah dengan orang yang kau cintai," Lalu Baekhyun menjawab. Mengambil gelas dan menenggak soju sampai habis.

"Aku baru akan menikah, dear" kata Minseok mengoreksi. Ia bertopang dagu membiarkan ramennya begitu saja, pandangannya entah ke mana dan senyumnya mulai merekah lebar. "Tapi jika kau tanya rasanya, itu seperti tanpa beban." Jawab Minseok yang jelas-jelas tidak Baekhyun mengerti.

"Akan kubawakan langit untukmu," Minseok berkata seolah ia sedang membaca syair puisi. "Itu bukan bualan semata, Baek." Lanjut Minseok.

"Jika kau mencintai seseorang dengan segenap jiwa mu, ku yakin kau akan melakukan apapun untuknya."

.


Baekhyun mematut dirinya di depan cermin. Ia menggunakan pakaian formal dengan sebuah setelan jas berwarna abu-abu. Baekhyun dan Joonmyeon akan menghadiri sebuah acara yang mana adalah kerabat dari Joonmyeon. Ia sudah mulai menghubungi Joonmyeon, omong-omong. Baekhyun bertekad bahwa ia tidak akan lari seperti pengecut. Ia harus menyapa dunia yang jelas-jelas tidak memusuhinya.

Tidak lama setelah itu Baekhyun melihat Chanyeol yang tidak berbeda jauh darinya. Menggunakan sebuah kemeja berwarna biru gelap, rambut yang klinis dan sebuah dasi bercorak yang sangat cocok untuknya. Baekhyun tersenyum samar. Ia mendekati Chanyeol dan meraih dasi yang sudah dikenakan anaknya tersebut. "Kau ini," katanya sembari melepaskan dasi itu. "Bahkan sampai sekarangpun masih belum rapih memakai dasi," Ia membenarkan dan membuat simpul dasi sehingga hal tersebut akan memperbaiki penampilan Chanyeol.

Chanyeol sendiri tidak bergeming, ia hanya menatap lurus-lurus pada wajah manis sang ayah dan enggan mengatakan apapun. Ia dapat dengan jelas melihat semburat khas Baekhyun yang nyatanya ia puja. Melihat bagaimana Baekhyun selalu tersenyum padanya bahkan disaat ia mengabaikan sang ayah, membereskan kamar Chanyeol disaat ia selalu kesiangan, dan itu adalah Baekhyun yang sangat Chanyeol sayang.

Yang Chanyeol sudah sadari bahwa ia tidak pantas untuk mendapatkannya. Yang Chanyeol sudah jelas-jelas tahu bahwa mereka tidak dapat bersama.

"Kau akan menjemput Vanessa kapan?" Baekhyun bertanya tanpa mengalihkan atensinya dari simpul dasi yang sedang ia buat. "Setengah jam lagi," Begitulah Chanyeol menjawab, masih bergulat dengan pikirannya. Tentang ia, tentang Baekhyun, dan tentang paman pendek yang sesungguhnya tidak ia suka akan kehadirannya.

Detik terus berdetak namun Baekhyun merasa seperti waktu sedang mempermainkannya. Kebisuan mereka berdua membuat waktu sangat lama berjalan. Ia rindu Chanyeol, tentu saja, tapi Baekhyun sendiri tahu bahwa ia tidak boleh mangatakan itu.

Baekhyun menatap dasi Chanyeol yang telah tersimpul dengan sempurna, untuk sesaat Chanyeol dapat menangkap tatapan kosong sang ayah. Hingga pada akhirnya Baekhyun tersadar dari lamunannya dan berkata, "Sudah selesa—"

Ia merasakan bagaimana Chanyeol yang tiba-tiba mendekapnya, membungkuk demi meraih tubuh ayah yang lebih pendek. Untuk sejenak Baekhyun tertegun. Dadanya tiba-tiba terasa sesak dan ia tidak tahu apa penyebabnya. Pelukan Chanyeol kali ini terasa menyakitkan; padahal anak itu belum mengatakan apapun. Dan entah mengapa pula Baekhyun seakan memiliki firasat yang tidak baik.

"Sebentar saja, ayah,"

Chanyeol mengakhiri kebisuannya dengan berkata demikian. Menarik napas dalam-dalam dan mempererat dekapannya. Ia tidak tahu apalagi kata yang bisa ia katakan selain rindu. Ia rindu, sangat. Ia rindu untuk kembali berdamai dengan sang ayah. Rindu akan kenangan mereka. Rindu akan kehangatan yang biasanya menjalar dihatinya setiap berdekatan dengan sang ayah. Dan dari itu semua, yang paling ia rindukan adalah Baekhyun itu sendiri, ayahnya.

Dan dengan perlahan sepasang tangan Baekhyun mulai membalas pelukannya. "Ada apa, Chanyeol?"

Biarlah Chanyeol menjadi egois untuk beberapa menit kedepan. Chanyeol mempersiapkan pita suaranya sebaik mungkin, ia meneguk saliva beberapa kali untuk menghalangi apapun yang akan menyebabkan suaranya bergetar. Ia tahu bahwa ia hanya seorang remaja yang sedang jatuh cinta. Dan Chanyeol juga sadar bahwa perasaan yang sangat disukainya itu mampu mencabik sanubarinya melebihi apapun.

"Biarkan sebentar saja dan aku akan menyerah."

Dan rasanya seperti langit benar-benar runtuh.

.

.

.

Baekhyun menemani Joonmyeon untuk berbincang-bincang dengan kerabat pria tersebut sebelum acara dimulai, tak jarang pula Joonmyeon memperkenalkan Baekhyun kepada mereka. Yang terkadang beberapa menggoda Joonmyeon dan Baekhyun perihal 'kekasih'. Dan hal tersebut membuat pria bermarga Kim itu tersenyum malu seraya berkata 'Ah, dia teman baikku.'

Setelah kurang lebih empat puluh menit mereka habiskan dengan acara bertegur sapa, akhirnya Baekhyun dan Joonmyeonpun duduk. Ruangan tersebut cukup luas karena merupakan sebuah ballroom hotel kelas menengah atas. Baekhyun berada di sebuah meja bundar berukuran sedang yang mana hanya disinggahi dirinya dan Joonmyeon sedangkan meja-meja lain digunakan sebanyak 4-6 orang. Selain itu meja mereka terletak ditempat yang cukup strategis, berhadapan langsung dengan panggung dan Baekhyun bisa melihat dengan sangat jelas bagaimana sang Master of Ceremony menyapa mereka.

Ia bertanya-tanya kepada Joonmyeon mengapa tidak ada ada satu orangpun yang bergabung dengan mereka, mereka memiliki sekitar empat buah kursi kosong disini. Lalu dengan senyum tampannya Joonmyeon menoleh dan berkata bahwa ia adalah tamu spesial malam ini; dan pemilik acara adalah teman dekatnya. Maka Baekhyunpun sedikit mengerti mengenai bagaimana para bussiness-man berpikir.

Karena ini adalah malam di hari valentine, maka dekorasi yang tersaji diruangan tersebutpun didominasi dengan hal-hal berbau kasih sayang dan terkesan kalem. Dari pertama Baekhyun masukpun ia sudah mengagumi dekorasi ruangan ini walaupun sebenarnya ia sama sekali tidak menguasai dibidang seni. Tapi Baekhyun suka, percaya saja dengan ini.

Baekhyun tidak menyadari bahwa acara pembukaan sudah berlalu sejak lama hingga pada akhirnya sesosok orang di atas panggung memecah lamunannya. Orang yang menarik atensinya itu sedang memegang sebuah mic sedangkan Baekhyun masih terperangkap dalam kekagetannya. Pupil Baekhyun sontak mencari tiga sosok orang lainnya dan ia menemukan mereka di balik sosok orang yang memegang mic.

"Mereka mengundang Michael Learns to Rock?" Dengan suara yang cukup tinggi Baekhyun setengah memekik seraya bertanya kepada Joonmyeon. Sedangkan pria tersebut tersenyum senang dan mengangguk kecil mendapati Baekhyun yang terlihat puas.

Tidak ada menit yang dilewatkan Baekhyun untuk menyaksikan penampilan sang idola di atas panggung. Ia sudah menyukai band yang berasal dari Denmark itu sejak ia masih remaja. Dan ini adalah kali pertama Baekhyun menyaksikan penampilan MLTR secara live. Mata Baekhyun berbinar-binar tatkala telinganya dimanjakan dengan lagu-lagu favorit. Baekhyun terbawa suasana dan hampir saja menangis karena terharu saat lagu Nothing To Lose dibawakan oleh sang idola, tapi sejurus kemudian ia menghapus bulir yang berada di ujung mata dan ia tidak akan membiarkan siapapun menyadarinya.

Baekhyun benar-benar takjub dengan acara yang didatanginya malam ini. Selain telah mengundang band legendaris, nampaknya penyelenggara juga mengundang sebuah grup yang berasal dari dalam negeri. Ia melihat beberapa anak pemuda satu-persatu memasuki panggung dan setelah Baekhyun menghitung mereka berjumlah sembilan. Mereka masih sangat muda dan juga rupawan, dan setelah ia meneliti satu-persatu personil dari grup tersebut, pandangannya terfokus pada seorang pemuda yang mengingatkan ia dengan Chanyeol-nya; pemuda tersebut memiliki perawakan yang tinggi dan bahu yang besar.

Mereka memperkenalkan diri sebagai Boy Group dan akan membawakan sebuah lagu. Pupil Baekhyun mengikuti ketika pemuda yang menarik perhatiannya tersebut berjalan menghampiri sebuah piano. Personil-personil grup yang lain sudah terlihat menempatkan diri mereka pada posisinya masing-masing; ada yang duduk dan ada juga yang berdiri.

Senyuman Baekhyun tersimpul ketika ia mendengar pemuda tersebut memainkan tuts-tuts piano dengan indah. Dan Baekhyun mulai jatuh cinta saat ia mendengar seseorang bernyanyi dengan merdu pada bait pertama.

Sebuah misteri yang menghampiriku dengan wajah malaikat, kehangatanmu.

Lalu perhatian Baekhyun teralih pada pemuda yang sedang bermain piano.

Seseorang yang selalu berada di sisimu dan mencintaimu. Apakah itu aku?

Baekhyun merasa sedikit konyol karena tiba-tiba saja wajah Chanyeol tervisual dalam pikirannya. Ia pikir itu terjadi karena pemuda tersebut terlihat seperti Chanyeol. Ia berdeham sesaat, berusaha mengalihkan pikirannya dari anak semata wayangnya itu.

Bahkan dipagi hari musim dingin dan malam hari yang sedikit sepi, kita sama-sama disini.

Jadi malam ini aku akan mengubah kegelapan dengan cahaya bersamamu. Sebuah keajaiban yang tak dapat dipercaya.

Ia merasa tersentuh dan merasakan bagaimana makna dari lagu tersebut. Kemudian tanpa disadarinya ia mulai berpikir; 'Apakah itu adalah aku? Apakah aku bisa melakukannya? Apakah kita bisa membuat sesuatu yang terdengar mustahil menjadi nyata?'

Hari ini aku akan memelukmu erat, memberikan hati dan jiwaku padamu karena kamu adalah segalanya dalan hidupku, seumur hidupku.

Bahkan jika aku dilahirkan kembali, aku tak bisa dengan siapapun selain dirimu.

Ia tidak mengetahui mengapa emosinya tiba-tiba tersulut. Baekhyun jelas tahu bahwa itu adalah sebuah lagu yang romantis, ia juga tahu bahwa mereka (boy group) hanya menyanyikan sebuah lagu yang mana seseorang sangat mencintai pasangannya, dan akan melakukan apapun untuk bersama dengan cintanya.

Karena itulah Baekhyun merasa bahwa dunia sedang mengejek ia.

.


Ia membuka pintu utama dan sengaja tidak mengucapkan salam. Matanya melirik jam yang berada di dinding yang masih menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Baekhyun berjalan menghampiri kulkas, mengambil sekaleng bir dan sebotol air mineral. Ia menjatuhkan bokongnya diatas sofa dan menyalakan televisi dengan volume minim. Ditenggaknya kaleng bir hingga volume bir tersebut hilang separuh. Bahkan pahit yang dirasakan indera pengecapnya tidak melebihi pahit di dadanya. Rasanya Baekhyun ingin menangis saja.

Baekhyun sudah tidak perduli dengan rambutnya yang tidak rapih, iapun tidak perduli dengan dirinya yang terlihat berantakan karena toh Chanyeol sedang tidak ada di rumah; ia tidak perlu memikirkan untuk menjadi seorang ayah yang baik. Ia bahkan meminta Joonmyeon untuk mengantarnya pulang lebih awal dengan berdalih bahwa ia sedikit meriang. Dan ia sungguh telah mengabaikan Joonmyeon yang baru saja memintanya menjadi kekasih.

Kepalanya tetap terasa berkedut walau ia memutuskan untuk tidak memikirkan itu semua. Dadanya menjadi sangat sesak saat ia mengingat bagaimana Chanyeol berkata. Ia bahkan melihat bagaimana raut Chanyeol yang sangat terluka, anak itu menahan semuanya dengan sebuah senyuman tipis dan pelukan yang hangat, yang jelas-jelas membuat Baekhyun merasa bahwa dialah bajingan yang sebenarnya.

Baekhyun berdiri dan berjalan perlahan dengan mata sayu yang merah. Ia berhenti tepat di depan kamar sang anak. Ia rindu Chanyeol, sungguh. Tapi ia juga tidak mungkin membuat mereka kembali seperti dulu mengingat bahwa jelas-jelas dialah yang menyakiti Chanyeol. Kepala Baekhyun semakin pusing, Baekhyun berpikir setidaknya ia akan tiduran dikamar Chanyeol dan berharap cara tersebut akan mampu mengobati rasa rindunya.

Baru ia akan menggapai kenop pintu dan pintu tiba-tiba terbuka.

"Ayah?"

Pandangan Baekhyun bersiborok dengan milik Chanyeol. Anak itu sedikit terkejut melihat ayahnya yang tidak terlihat baik-baik saja. "Ada apa?" maka Chanyeol bertanya demikian.

Baekhyun tidak menjawab apapun dan memandang Chanyeol yang hanya mengenakan kaus dan celana pendek. "Kau, bukannya pergi bersama Vanessa?"

Terdengar suara gemeretak dan itu berasal dari Chanyeol yang ternyata sedang mengeraskan rahangnya. "Ada apa, ayah?" Emosinya semakin tersulut karena Baekhyun tidak kunjung menjawab pertanyaan Chanyeol. Ia mengepalkan kedua tangannya yang semakin mengeras, "Apa yang paman itu lakukan padamu?"

Sang ayah tetap membisu, kini ia melihat Baekhyun hanya menunduk dan menatap kakinya. Geram yang dirasakan Chanyeol semakin menjadi dan ia mulai berjalan melewati Baekhyun sambil bergumam 'akan kubunuh dia'. Ia akan mencari paman pendek tersebut dan menghajarnya karena telah membuat ayahnya seperti itu.

"Chanyeol?"

Kemudian panggilan Baekhyun menghentikan langkah sang anak dan membuat Chanyeol memutar tubuhnya. Ia dapat melihat tatapan sendu sang ayah kepadanya, yang juga membuat dadanya nyeri pada saat yang bersamaan.

"Apa kau akan menyerah?"

"Hah?" Jelas Chanyeol tidak mengerti dengan apa yang sang ayah bicarakan.

"Apa kau akan menyerah atas aku?"

Chanyeol meneguk salivanya beberapa kali. Dia bertanya-tanya mengapa Baekhyun menyinggung hal tersebut. Chanyeol tentu paham kemana arah pembicaraan Baekhyun. "Ayah?" Ia berjalan mendekati Baekhyun dan menatap Baekhyun yang terlihat kacau sambil mengerutkan keningnya. Chanyeol berpikir bahwa Baekhyun sedang dalam pengaruh alkohol.

"Aku tidak sedang mabuk, Chanyeol," Seakan bisa membaca pikiran sang anak, Baekhyun berkata saraya menampik tangan Chanyeol yang hendak menggapainya.

"Jadi kenapa kau menyarah atas aku? Atas kita?" Baekhyun setengah menjerit sambil menjambak rambutnya sendiri. Ia tahu bahwa kata 'maaf' akan lebih baik dari pada berkata yang demikian. Akan tetapi seakan mulutnya tidak memiliki kendali ia kembali menyakiti Chanyeol dengan perkataannya, ia tahu itu salah. Tapi rasanya ia juga kecewa karena Chanyeol akan menjauhinya; kecewa dengan hubungan yang hanya sebatas ayah dan anak.

"Kenapa?" Chayeol menatap Baekhyun dalam, menusuk sang ayah dengan sepasang mata yang dingin, ia ingin tersenyum dengan sinis namun sayangnya ia tidak bisa. "Apa aku salah?" Ia masih berbicara dengan tenang tapi dadanya sangat bergemuruh. Untuk beberapa saat seakan dunia sedang membawa kilas balik atas semua yang telah terjadi kepikirannya. Dengan perlahan mata Chanyeol mulai memerah, ia merasa seperti ada sesuatu yang meremas erat jantungnya dan siap memecahkan jantungnya kapan saja. "Setelah kau menjauhiku, membawa kita dalam kondisi seperti ini. Kau yang meyakinkanku bahwa kita tidak mungkin bersama. Dan sekarang kau bertanya mengapa aku melakukan ini?" Emosinya telah meluap, bahkan Chanyeol baru menyadari bahwa pipinya telah basah.

Baekhyun menatap Chanyeol dengan pupil yang melebar sempurna. Ia merasa sangat sakit melihat Chanyeol yang seakan rapuh. Ia jelas tahu bahwa Chanyeol bukanlah tipe yang mudah mengeluarkan air mata. Dan Baekhyun merasa sangat menyesal untuk itu. Perlahan ia mulai menggapai pipi Chanyeol dengan sebelah tangan, membuat sang anak kini hanya menatapnya. "Tadi aku sempat berpikir, Apakah aku adalah orang yang mencintaimu, Apakah aku mampu, Apakah aku bisa membuat hal yang mustahil menjadi nyata?.."

"Lalu aku kembali berpikir. Apakah aku bisa tanpamu, Bagaimana jadinya aku jika kau tidak disisiku? Dan dalam sekejap aku langsung mengetahui kalau aku tidak bisa, aku tidak mampu. Aku,"

"sangat mencintaimu, Chanyeol."

"Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika hariku tanpamu, tanpa melihatmu sebagai orang yang ku cintai," Perlahan air mata Baekhyun sudah menetes di atas lantai, ia tidak perduli bahkan jika ia terlihat sangat berantakan, Baekhyun hanya ingin mengutarakan apa yang memenuhi dadanya selama ini.

Jemari Baekhyun mengelus sebelah pipi Chanyeol dan mengelap air mata disana, "Nyatanya aku tidak mampu jika harus kehilanganmu," Ia menatap Chanyeol dengan penuh kasih sayang walaupun pandangan sudah sangat kabur karena air mata. "Aku merasa sangat hancur melihatmu seperti ini," Baekhyun mengedipkan kedua matanya dan membuat air mata disana pun mulai membasahi pipinya.

"Maafkan aku, sayang. Maaf atas segala yang sudah kulakukan padamu." Baekhyun hanya ingin menyampaikan permohonan maafnya yang mungkin saja tidak akan diterima oleh Chanyeol. Ia sadar diri dan sudah siap jikalau Chanyeol enggan untuk memaafkannya.

Namun nampaknya kondisi berkata lain, yang kini Baekhyun rasakan adalah dekapan Chanyeol yang begitu erat dan membuatnya susah bernapas. Anak itu menunduk dan menempatkan dagunya pada bahu Baekhyun, "Aku sangat mencintaimu," Suaranya terdengar sangat rendah namun masih sedikit parau. Tidak lama kemudian ia melepaskan pelukan mereka dan menangkup pipi Baekhyun menggunakan kedua tangannya, "Apakah kau akan menerimaku? Apakah kau akan mengijinkan aku untuk membuatmu bahagia?" Ia mengusap air mata Baekhyun dari kedua pipinya dan menatap Baekhyun dengan sayang. "Hanya kau dan aku, Baekhyun."

Baekhyun menatap mata Chanyeol dan tidak menemukan kebohongan disana, ia melihat bagaimana Chanyeol menatapnya dengan penuh kesungguhan dan harapan. Maka sejurus kemudian Baekhyun tersenyum dan mengalungkan kedua tangannya pada leher sang anak, "Tentu saja," Lalu Baekhyun berjinjit untuk meraih bibir Chanyeol dan mengecupnya sekali. Kemudian ia mempertemukan kening mereka sambil memejamkan kedua matanya, merasakan bagaimana napas Chanyeol menerpa wajahnya, "Hanya ada aku dan kau,"

"Cintaku."

.

.

.

FIN

.

.

.

Epilog (m-rated inside).

.

.

Baekhyun sudah membersihkan diri dan juga telah menyiapkan sarapan untuknya dan Chanyeol. Anak itu mengeluh bahwa dirinya kurang fit dan tidak mau masuk sekolah serta berceloteh kalau itu adalah dampak dari tangisannya yang semalam. Berbicara tentang semalam, semalam adalah malam yang paling indah karena Baekhyun merasa sangat menikmati tidurnya. Mereka teridur bersebelahan seraya saling memeluk satu sama lain. Dan hal tersebut tentunya membuat Baekhyun tertidur sangat nyenyak.

Ia berjalan menuju kamar Chanyeol untuk mengajak sang anak sarapan. Pintu kamarpun ia buka dan menemukan Chanyeol yang bertelanjang dada sedang duduk dipinggir tempat tidur. Rambutnya masih setengah basah sehabis mandi dan ia kini sedang memegang ponsel Baekhyun dengan kerutan dikening yang tercetak jelas.

"Apa yang paman ini mau?"

Baekhyun ikut mengerutkan dahi karena tidak mengerti dengan apa yang dimaksudkan Chanyeol. Ia berjalan mendekat kepada Chanyeol dan menanti anak itu melanjutkan perkataannya.

"Dia terus mengirimkan chat; Mungkin aku terlalu terburu-buru, tapi apakah kau sudah memikirkannya, Baekhyun? Lalu dia chat lagi ; Hubungi aku jika kau sudah mendapatkan jawaban." Chanyeol mengerutkan keningnya dalam, "Jawaban apa?"

Baekhyun menepuk keningnya setelah ia mengingat perihal Joonmyeon, "Ah, aku meninggalkannya setelah ia memintaku untuk menjadi kekasihnya."

Sejurus kemudian Chanyeol menatap Baekhyun sebal dan melempar ponsel Baekhyun di atas tempat tidur. "Jadi kau menyatakan perasanmu kepadaku dihari yang sama saat paman itu memintamu menjadi kekasihnya." Ia tidak menyembunyikan kekesalannya dan kini mulai berkacak pinggang di tempat duduknya. "Kau sungguh kejam, Baekhyun." Ia menyipitkan matanya dibuat-buat seakan sedang menuduh seorang narapidana.

Akhirnya Baekhyun mengambil ponsel yang semula dilemparkan oleh Chanyeol dan mendial nomor Joonmyeon, ia menempelkan ponsel ditelinga seraya mendengar nada tunggu yang tidak kunjung diterima.

"Hallo?" Terdengar suara Joonmyeon saat panggilan sudah tersambung.

"Hallo? Joonmyeon, ehm, bisa aku mengatakan sesuatu?" Baekhyun terdiam dan mendengarkan Joonmyeon yang mempersilakannya dari ujung sambungan sana. "Terimakasih sudah berkata jujur padaku," ia sedikit menggantungkan kalimatnya dan melirik Chanyeol yang masih setia menatapnya, "tapi aku tidak bisa menerima perasaanmu. Aku sudah memiliki orang lain."

"..."

"Maaf, terimakasih."

Sambungan itu terputus dan Baekhyun mendapati Chanyeol yang tersenyum senang. "Apa kau puas?" Ia ikut tersenyum dan melihat Chanyeol kini tengah merentangkan kedua tangan.

"Come to daddy~" Jelas anak itu dengan senyum yang sumringah.

Baekhyun berjalan semakin mendekat dan duduk diatas pangkuan Chanyeol. Kedua kakinya mengapit paha Chanyeol yang sedang duduk dan tangannya sudah menggantung indah di leher sang anak. "Daddy?" Baekhyun sedikit menyangsikan Chanyeol yang terlihat seperti pedofil.

"Ya, Baek?"

Sebelah alis Baekhyun menukik dan ia memajukan duduknya dengan kasar, membuat ia bisa membentur perut Chanyeol dan Chanyeol menggeram setelahnya. "Kau menyebut aku apa, daddy?" Ia sengaja menghaluskan suaranya dan menatap Chanyeol galak. Namun sayangnya Chanyeol tidak merasa bahaya sama sekali dan menunjukkan sebuah senyum yang licik.

"Baekhyu—sssshhh." Lagi-lagi Baekhyun membentur perut Chanyeol dan juga bokong sang ayah mengenai bagian paling intim dari dirinya.

Baekhyun menatap Chanyeol tajam, "Berkata sekali lagi dan aku tidak akan segan-segan terhadapmu."

Sayangnya anak itu tidak merasa sedang digertak sama sekali dan mendekatkan bibirnya pada telinga sang ayah, "Baekhyunku."

Baekhyun merasa kesal dan ia benar-benar melakukan apa yang dimaksudkannya. Ia meraih sebelah puting Chanyeol dan mencubitnya sekeras yang ia bisa. Chanyeol berteriak kencang, tidak menyangka kalau Baekhyun akan melakukan hal demikian padanya.

"Jika kau mengira aku akan melakukan sesuatu yang menyenangkan dengan adik kecilmu, kau salah besar!" Baekhyun hendak turun dan meninggalkan Chanyeol, tetapi ternyata anak itu sudah terlanjur menahannya dan membanting sang ayah untuk terlentang begitupun dengan ia yang sudah berada di atas Baekhyun. Mereka hanya berjarak beberapa senti dan Chanyeol merasakan hembusan napas sang ayah pada wajahnya.

Ia memandang lagi ke arah Baekhyun dan tidak berhenti untuk menatap jauh ke dalam mata sang ayah, Chanyeol tersenyum tulus dan menyisir anak rambut yang berada di dahi Baekhyun. "Aku senang," lalu perlahan ia menangkup sebelah pipi Baekhyun dengan tangannya, "Aku senang karena sekarang kau benar-benar milikku," Perkataannya membuat Baekhyun ikut tersenyum dan meraih kepala Chanyeol agar ia bisa menggapai bibir tebal Chanyeol dengan miliknya.

Mereka saling mengecup dan kembali mengecup, senyum Baekhyun mengembang ketika ia menggigit keras-keras bibir bawah Chanyeol dan membuat Chanyeol hampir memekik.

"Kau mengajak Daddy bermain rupanya," Ia tersenyum licik dan kembali menyesap bibir tipis Baekhyun. Merasakan aroma beri yang tentunya memanja penciumannya. Sesapan bibirnya seperti sebuah candu yang tidak akan pernah puas ia rasakan. Semakin ia menikmati bibir Baekhyun, maka akan semakin ingin dia merasakan yang lebih. Chanyeol menyesap bibir bawah Baekhyun dan perlahan menjejalkan lidahnya. Hal pertama yang ia dapatkan adalah sebuah daging tidak bertulang menyambutnya dalam tarian mulut yang erotis.

Lumatan demi lumatan yang tiada henti menimbulkan suara-suara khas orang berciuman. Baekhyun menghisap lingua Chanyeol tanpa ampun hingga rasanya Chanyeol akan dehidrasi. Mereka saling membelit, memagut dengan penuh kasih seakan dunia benar-benar hanya milik berdua. Perlahan demi perlahan Chanyeol menanggalkan kaus Baekhyun dan mulai menyentuh kulit sang ayah secara random, membuat Baekhyun lebih memejamkan mata dan menahan leguhannya.

Tidak lama setelah itu pagutan mereka terputus menyisakan sebuah benang saliva yang kemudian terputus pula. Chanyeol mencium pipi Baekhyun bertubi-tubi dan perlahan turun hingga ke leher sang ayah. Menciumnya terus-menerus hingga menggigit daerah itu kecil-kecil. Ia tidak ada puasnya menjamah leher sang ayah yang secara otomatis membuat Baekhyun mendongak untuk memberikannya akses bergerak. Chanyeol mulai menjulurkan lingua, ia menyapu permukaan leher Baekhyun tidak bersisa dan ia melakukan itu dengan hati-hati.

Hingga pada akhirnya sapuan lidahnya berpindah pada telinga sang ayah. Ia mulai menikmati daun telinga sang ayah dengan senang karena Baekhyun tidak dapat menahan leguhannya pada saat itu. Lidahnya bermain-main menyusuri permukaan indera sang ayah dan Baekhyun sungguh menghindarinya dan juga leguhan yang dahsyat; membuat dirinya menjadi super seksi dimata Chanyeol.

"Menikmati?" Yang lebih muda tersenyum menang sambil menatap Baekhyun yang sudah sayu. Baekhyun tidak menjawab apapun dan lebih memilih untuk menggigit bibir bawahnya yang membuat Chanyeol mengumpat dan kembali meraih bibir ranum sang ayah. Kedua tangan Chanyeol mulai menjamah tubuh kurus sang ayah, memberikannya usapan-usapan secara acak hingga akhirnya ciumannya telah turun dan ia mulai mengecupi puting milik Baekhyun.

Ia menanggalkan sisa pakaian Baekhyun dan juga dirinya hingga mereka tidak terhalang dengan satu helaipun benang. Kembali ia menyesap puting sang ayah sembari memberikan sentuhan untuk kejantanan Baekhyun.

"Chanh—" Baekhyun memanggil Chanyeol dengan pertahan ketika ia merasakan Chanyeol sedang menggigit putingnya dan melakukan sesuatu dengan penisnya. Pandangannya mengabur tetapi ia masih dapat merasakan bagaimana kejantanan Chanyeol yang sudah tegang mengenai pahanya. Maka Baekhyun dengan semampunya ia meraih penis Chanyeol, membuat Chanyeol sedikit memekik dan menghentikan aktivitas yang terakhir ia lakukan.

Karena merasa memiliki kesempatan maka Baekhyunpun membalikkan posisi mereka dan ia sudah duduk diantara paha Chanyeol. Menatap Chanyeol yang sepertinya sudah terbakar gairah dengan peluh yang samar-samar dapat ia lihat. Baekhyun melirik penis Chanyeol terlihat sudah siap untuk di'apa-apakan', ia tersenyum dan kembali menatap Chanyeol. "Any request?"

"Aku tidak sedang bercanda, sayang." Untuk beberapa menit Baekhyun tidak menjawab dan tidak melakukan apapun kemudian Chanyeol bersumpah ia akan membalas Baekhyun berkali-kali lipat. Maka ia hendak membalikkan posisi mereka kembali namun Baekhyun dengan cepat menyentuh kejantananya dan itu membuat Chanyeol mengurungkan niatnya. Tangan Baekhyun yang tergolong kecil menggenggam penis Chanyeol dan itu terasa sangat penuh.

"Sssshhh—" Chanyeol menahan desahannya ketika Baekhyun mulai mengurut kejantanannya perlahan. Ia menatap Chanyeol seperti jalang dan itu jelas membangkitkan gairah Chanyeol berkali-kali lipat. Ia melakukan gerakan maju-mundur pada tangannya dan melihat bagaimana Chanyeol berekspresi. Genggamannya menjadi semakin erat dan kecepatan gerakan tangannya pun semakin cepat. Hingga pada akhirnya Chanyeol merasakan terdapat gejolak dahsyat dari dalam dirinya.

"Berhenti, Baek." Chanyeol memerintah secara sepihak dan Baekhyun pun menurut. Ia kembali membalikkan posisi mereka sehingga kini Baekhyun berada di bawahnya. Wajah Baekhyun menjadi merah padam dan matanya terpejam erat ketika ia merasakan adanya gesekan diantara kedua penis mereka. Kejantanan Baekhyun mulai berkedut dan Chanyeol segera menghentikan gesekannya.

Penis Chanyeol mulai menuruni dan kembali menggesek lubang senggama milik sang ayah. Baekhyun tidak dapat menyembunyikan bagaimana wajahnya terlihat. Ia sangat menahan hasrat untuk segera disetubuhi dan memilih untuk memejamkan matanya juga menikmati sentuhan-sentuhan penis Chanyeol pada permukaan lubangnya. Tiba-tiba Chanyeol teringat akan sesuatu dan kembali mendecakkan lidah, "Aku sudah membuang lube milikku dan sekarang aku tidak memilikinya satupun." Ia berkata dan hampir putus asa. Tidak mungkin ia melakukan intercourse dengan Baekhyun tanpa bantuan lube, dan ia pikir Baekhyun akan merasa sangat sakit.

Tapi alih-alih membiarkan Chanyeol menyudahi kegiatannya, Baekhyun lebih memilih untuk berkata "Tidak apa-apa, anggap saja sebagai pengalaman pertama." Dan itu jelas membuat Chanyeol terharu.

Jemarinya mulai menggapai cincin berkerut milik Baekhyun dan meraba itu dengan perlahan. Baekhyun merasakan otot-ototnya menjadi tegang dan nikmat secara bersamaan. Leguhannya semakin menjadi ketika Chanyeol memasukkan kejantanannya dengan sekali hentakan.

Chanyeol memandang Baekhyun dengan gelisah, melihat wajah Baekhyun hingga akhirnya Baekhyun hanya mengangguk dan ia mulai menggerakan tubuhnya.

Mereka meleguh bersaut-sautan akan kenikmatan yang terasa. Chanyeol terus menggerakkan tubuhnya manakala ia merasa bahwa kejantanannya sedang terjepit nikmat oleh lubang ketat sang ayah. Ia pun meraih penis Baekhyun dan mulai menggerakkan tangannya dengan tetap melanjutkan kegiatan 'maju-mundur'nya.

"Oh, Chanyeolhh—" Baekhyun merasakan bahwa penisnya mulai berkedut dan kepalanya tiba-tiba pening. Chanyeol semakin cepat melakukan 'treat' pada penisnya dan juga membobol senggama milik Baekhyun. Hingga akhirnya sebuah cairan kental keluar dari kepala kejantanan Baekhyun yang kemudian disusul oleh Chanyeol.

Mereka menikmati pagi ini dengan sebuah ceita erotis.

.

.

.

"Chanyeol?"

"Ya?"

"Jangan pernah meninggalkanku,"

.

.

.

Beneran TAMAT

.

.

Hello.

Sekuel dari beau;daddy udah tamat yesssssssssss.

Duh maaf ya aku kok kayaknya molor banget namatinya. Selain aku punya rutinitas juga (fyi aku mahasiswi tingkat akhir hoho *tua), aku kena WB -_-

Tapi begitu tengok draft yang sebelumnya udah aku buat sayang juga karna aku kemarin awal-awal udah bikin 1/3 cerita. Akhirnya ditulis sampai akhir jugaaa

Gimana endingnya menurut kalian? Tulis di review yes!

Duh sori nih buat kalian yang berharap kalo canyol tuh bukan anak asli baek. Tapi dari awal aku emang bikin ini ff incest hehehe.

Ataupun buat kalian yang mungkin pengen sad ending, akutu ga mampu bikin yang sedih-sedih :'''

Syudah ahhhh~~ Bye! Jangan lupa review.

Terimakasih yang sudah meluaangkan waktu untuk membaca :3

P.S Ohya, gimana sama bagian ena-enanya chanbaek? Ku udah lama ga nulis bagian ena2 jadi rada kikuk gitu waktu nulis lagi bagian ini. heheh. Sori yah kalo semisal kurang panas. Lol. Seriusan akutu ga baca ulang :'''

Beneran BYE~~~~~