Summary: Uchiha Sasuke adalah seorang CEO di Uchiha Corp. Dia dikenal sebagai seorang yang dingin, dengan aura membunuh dan mulut tajam. Disisi lain dia kaya raya, pintar, mapan dan tampan tentu saja. Tapi diusianya yang sudah 27 tahun, Sasuke masih melajang. Bagaimana jadinya jika dia menerima rencana Itachi untuk berpura-pura menjadi office boy dikantornya sendiri?
.
OB? Office Boss? © Akako OL
.
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
.
Warning: AU, OOC, ide pasaran, miss typo, judulnya aneh, ceritanya mungkin lebih aneh dll.
.
DLDR!
.
- Chapter 3: Mengingat Masa Lalu -
Sakura membulatkan matanya saat pandangannya bertemu dengan pria berambut merah. "Gaara," gumamnya.
Dan pria itu hanya tersenyum tipis. "Lama tak jumpa," sapanya masih dengan semyum dibibirnya.
Sakura hanya diam, kepalanya begitu pening. Banyak pertanyaan memenuhi kepalanya. Dan satu hal yang paling penting adalah kenapa orang tuanya bisa mengenal Gaara. Sakura menghela nafas dan mencoba mengontrol ekspresinya. Senyum terukir dibibirnya.
"Kau benar, dan aku senang kita bisa bertemu lagi," Sakura berjalan menuju meja makan dan mendudukan dirinya di sebelah Gaara.
Makan malam berlangsung dengan lancar. Gaara dan orang tua Sakura terlibat banyak perckapan, mulai dari pekerjaan Gaara sampai hal-hal yang menurutnya tidak penting. Ya itulah kebiasaan Ibunya, bercerita hal-hal yang aneh dan terkadang tidak sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan.
"Gaara, ajaklah Sakura keluar. Kalian bisa berkencan malam ini. Lagipula kalian dulu sepasang kekasih bukan? Pasti kalian ingin banyak mengobrol tanpa adanya gangguan," ayah Sakura tersenyum genit sembari mengedipkan sebelah matanya. Sedangkan ibu Sakura mengangguk antusias dan tersenyum lebar.
Gaara hanya tersenyum singkat. "Baiklah paman. Aku pinjam Sakura sebentar kalau begitu," Gaara bangkit dan menyalami ayah dan ibu Sakura untuk berpamitan.
"Jangan pulang terlalu malam ya, kalian kan harus bekerja," kali ini ibu Sakura yang berbicara ketika Gaara menyalaminya.
"Tentu saja bibi, aku akan kembali sebelum pukul sepuluh," Gaara tersenyum lagi. "Ayo Sakura," ajak Gaara.
Sakura tersentak saat melihat tangan Gaara terulur padanya. Sakura menatap wajah Gaara. Masih sama pikirnya. Masih tampan dengan senyum yang menawan sama seperti lima tahun lalu. "Ayo,".
Sakura dan Gaara berkendara ke sebuah taman yang Sakura minta. Suasana dimobil hening, tidak ada satupun yang membuka pembicaraan. Sakura masih sibuk dengan bermacam-macam pertanyaan mengenai hubungan Gaara dan orang tuanya.
"Jadi kau bekerja di perusahaan milik Uchiha?" Akhirnya Gaara berinisiatif untuk membuka pembicaraan.
"Ya, sudah dua tahun. Bagaimana denganmu?"
"Aku sekarang bekerja di sebuah rumah sakit."
"Benarkah?" Sakura menatap takjub kearah Gaara. "Kau sudah menjadi dokter? Aku sangat senang mendengarnya."
"Ya, terima kasih," Gaara tersenyum dan melirik sekilas kearah Sakura kemudian dia memfokuskan pandangnnya ke arah jalan.
"Aku sangat senang cita-citamu terwujud. Kau harus mengajakku ke tempat kerjamu, aku ingin melihat kau memakai seragam dokter. Pasti sangat cocok," Sakura tersenyum. Dia lega akhirnya bisa mengobrol dengan nyaman bersama Gaara.
"Tentu, mampirlah sesekali dan bawakan aku makan siang," ucapnya diselipi nada humor didalamnya.
Sakura mengangguk sembari tersenyum. "Ya aku akan membawakannya kapan-kapan."
"Ceritakan pekerjaanmu," pinta Gaara.
"Cukup menyenangkan, hanya saja aku tidak memiliki teman di kantor,"
"Mengapa bisa?"
"Entahlah," jawab Sakura sekenanya.
"Kau harus mencoba berbaur dengan yang lain Sakura,"
"Aku sudah melakukannya, tapi mereka mendiamiku,"
"Baiklah... Lalu bagaimana hubunganmu dengan Uchiha?"
Sakura terdiam sejenak. Senyum dibibirnya kini luntur."Ku pikir sudah saatnya aku menyerah."
"Kau tidak perlu menyerah karena perjodoh-"
"Aku menyerah bukan karena perjodohan ini," Sakura menghela nafas. "Aku menyerah karena dia tidak pernah melirikku," Sakura tersenyum getir.
Gaara terdiam saat menyadari perkataannya membuat suasana hati Sakura memburuk. Dia pikir karena Sakura sudah bekerja di kantor Sasuke, jadi mereka ada kemajuan.
Dia pun akhirnya menepikan mobilnya karena merasa percakapan mereka menjadi lebih serius. Dia tidak ingin mengambil resiko mengalami kecelakaan lalu lintas. "Maafkan aku," sesal Gaara.
"Kau tak perlu meminta maaf. Jika ada pihak yang meminta maaf, harusnya itu aku," Sakura terdiam sejenak. "Maaf ketika dulu aku tak bisa membalas perasaanmu. Maaf karena saat kita berpacaran hatiku tetap memilih Sasuke-kun untuk dicintai," Sakura menundukan kepalanya.
"Bukan salahmu. Kau sudah mengatakannya kepadaku. Dan itu konsekuensi yang aku terima karena kenekatanku," Gaara tersenyum, sebelah tangannya mengelus puncak kepala Sakura.
"Gaara..." panggil Sakura. Kau memang pria yang baik Gaara. Tambahnya dalam hati.
"Ya?"
Sakura menghela nafas. Ia menarik tangan Gaara lalu menggenggamnya. "Apa yang harus aku lakukan?"
"Jika kau ingin menanyakan apa saran yang ada dikepalaku, maka aku akan menjawab. Lupakan si Uchiha karena dia sama sekali tidak melirikmu," Gaara membalas genggaman Sakura. "Tapi aku tidak bisa memaksamu bukan? Aku tetap akan menghargai keputusanmu. Maka, ikutilah kata hatimu."
"Aku..."
Gaara memeluk Sakura, mengelus punggungnya. Betapa Gaara merindukan gadis merah muda ini. Aromanya masih sama seperti empat tahun lalu, Gaara sangat hafal dan sangat menyukainya.
"Sudahlah... Kau tak perlu banyak memikirkannya," Gaara berusaha menenangkan Sakura yang sudah mulai terisak.
"Tapi aku..." Sakura tidak bisa melanjutkan kalimatnya, karena dia terisak cukup kencang.
Gaara terus mengelus punggung Sakura. Membiarkan dirinya menjadi sandaran Sakura, karena hanya itu yang bisa ia lakukan sejak dulu dan sampai sekarang.
Sakura berguling dari posisi tidurnya sehingga kini dia menatap langit-langit kamarnya. Dia memikirkan sudah berapa lama dirinya mengharapkan Sasuke. Dan mungkin keputusannya untuk menyerah adalah keputusan yang tepat.
Mungkin membuka hatinya untuk seseorang seperti Gaara tidak ada salahnya. Mungkin Gaara bisa memberikan kebahagian untuknya.
Tapi jika itu terjadi maka semua pengorbanannya akan sia-sia. Semua pengorbanan dan penantiannya selama ini tidak menghasilkan apa-apa, hanya cinta sepihak yang kunjung tak terbalas.
Sakura menghela nafas. Memikirkan itu semua membuat kepalanya pening dan itu membuatnya semakin sulit untuk tidur. Bagaimanapun juga Sakura harus segera memutuskannya. Tetap berdiri dibelakang Sasuke yang entah kapan berbalik ke arahnya. Atau berbalik kebelakang dan berlari menuju Gaara yang akan menerimanya dengan tangan terbuka.
Sakura benar-benar bimbang. Jika Sakura memilih Gaara, ia hanya takut. Takut Gaara akan tersakiti lagi, karena hatinya tak kunjung membalas perasaan Gaara.
Gaara adalah pria yang sangat baik, dan tidak pernah berubah. Andai saja Sakura lebih dahulu mengenal Gaara, mungkin akan jauh lebih mudah. Gaara sangat tampan dan memiliki senyum yang menawan. Walaupun dia dingin, tapi dia cukup ramah kepada orang-orang disekitarnya.
Lalu Sasuke, dia sangat tampan itu sudah jelas. Namun Sakura belum pernah melihatnya tersenyum sekalipun. Sasuke sangat dingin dan terkesan arogan juga auranya begitu kuat tapi hal itu yang membuatnya digilai para wanita. Termasuk dirinya.
Jika diingat-ingat Sasuke memang sejak dulu sangat digilai wanita. Bahkan sejak di sekolah menengah, atau mungkin juga saat masih di sekolah dasar. Yang pasti, yang Sakura tau sejak di sekolah menengah Sasuke selalu mendapatkan surat cinta di lokernya. Dan Sakura termasuk orang yang sering mengirimi Sasuke surat cinta, walau ia tau pada akhirnya Sasuke akan membuangnya tanpa membacanya terlebih dahulu.
Pernah sekali Sakura memberikan surat cintanya langsung kepada Sasuke, tapi Sasuke hanya diam dengan wajah datarnya dan berkata, "kau tidak perlu melakukannya. Itu hanya membuang waktumu." Kemudian dia pergi tanpa memperdulikan perasaan Sakura yang sedang berkecamuk. Saat itu Sakura hanya bisa diam melihat Sasuke yang terus berjalan menjauh.
Mengingatnya membuat Sakura meringis. Apa Sasuke tidak tau menulis surat cinta itu butuh pengorbanan, dan memberikannya secara langsung membutuhkan keberanian yang dangat tinggi. Tak jarang Sakura harus tidur larut malam karena sibuk merangkai kata-kata yang akan dia tulis di surat cintanya.
Dasar si Sasuke itu benar-benar dingin tapi sangat menawan. Oh Tuhan... Sakura benar-benar frustasi.
Mengatakan menyerah memanglah mudah, tapi membuang perasaan dan melupakan Sasuke itu adalah hal yang sangat sulit. Sepuluh tahun memendam rasa bukanlah hal yang mudah untuk dihilangkan begitu saja.
Dan Sakura kini benar-benar butuh tidur. Dia butuh mengistirahatkan otaknya, agar kembali ke jalan yang benar.
Sasuke termenung di balkon kamarnya. Menikmati udara malam yang menembus pori-porinya. Baru dua hari dia melakukan penyamaran tapi dia sudah terkena masalah. Tapi jika diingat-ingat Sakura cukup familiar. Tapi kenapa dia baru menyadarinya, padahal jika diingat-ingat Sakura sudah bekerja dengannya selama dua tahun.
Saat sekolah dulu Sasuke sering melihat siswi dengan rambut merah muda. Karena warna rambutnya yang mencolokter terkadang Sasuke memperhatikannya.
Ah ya, Sasuke ingat. Sakura pernah memberinya surat cinta. Saat itu dia baru saja selesai mengganti pakaiannya karena jam pelajaran selanjutnya adalah olahraga. Dia melihat siswi berambut merah muda sedang duduk tak jauh dari tempatnya saat itu.
Sasuke tidak memperdulikannya dan hanya berjalan terus. Namun setelah beberapa langkah Sasuke melewatinya, Sakura memanggilnya. Dia diam beberapa saat. Kemudian dia mengulurkan amplop pink, dan bisa Sasuke tebak isinya adalah surat cinta. Sasuke menolaknya dan tetap melanjutkan langkahnya.
Sasuke tidak habis pikir, kenapa gadis-gadis senang menulis surat cinta. Padahal menurutnya itu hanya buang-buang waktu saja dan juga menyebalkan. Bagaimana tidak, hapir setiap hari lokernya dipenuhi oleh amplop merah muda.
Dan Sasuke tidak akan mau repot-repot membacanya. Karena dia tidak tertarik dengan kisah romansa pada saat itu. Dia selalu membuang semua surat-surat cinta yang memenuhi lokernya, dan ini sungguh melelahkan.
"Sasuke," suara itu membuyarkan lamunan Sasuke. Sasuke berbalik dan mendapati kakaknya tengah menghampirinya.
"Apa apa?" Tanya Sasuke. Dia cukup heran karena kali ini kakaknya berekspresi sangat serius.
"Aku tau ini kabar buruk. Tapi bagaimana pun juga kau harus tau. Ayah akan segera menjodohkanmu,"
TBC
Haloooo~ mohon maaf baru bisa update lagi. Semoga masih ada yang menunggu FF ini :( duh saya menyesal chapter ini pendek, dari pada saya tidak update sama sekali jadi saya publish saja... Semoga chapter selanjutnya bisa lebih panjang dan update dengan cepat.